Anda di halaman 1dari 10

1

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker kolorektal adalah keganasan yang menyerang kolon desenden dan
rektum. Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia yang
menempati urutan ke-tiga dengan jumlah kasus baru 1,8 juta dan menyumbang
kematian pada urutan ke-dua sebanyak 881 ribu kasus dibandingkan jenis
kanker lain pada tahun 2018. Berdasarkan data Globocan tahun 2020,
Indonesia menempati angka insidensi dan mortalitas kanker kolorektal di
urutan ke-empat dengan insidensi sebanyak 34.189 kasus dibandingkan jenis
kanker payudara, serviks, dan paru. Angka kasus kanker kolorektal diduga
akan semakin meningkat pada tahun mendatang seiring dengan peningkatan
perubahan pola hidup penduduk (Kemenkes RI, 2019). Kanker kolorektal
terjadi karena pengaruh multifaktorial seperti adanya mutasi somatik yang
dipengarihi oleh diet, paparan lingkungan, mikroba, serta imunitas tubuh
(Gupta, et al, 2019). Pencegahan kanker kolon sendiri dapat dilakukan dengan
intervensi faktor risiko terjadinya penyakit yang dapat meningkatkan risiko
kanker kolon. Para ahli meyakini bahwa terdapat korelasi antara risiko kanker
kolon terhadap diet makanan meskipun perannya dalam jumlah kecil.
Negara Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya dimana masih
banyak variasi pangan lokal yang tidak dimanfaatkan secara maksimal dan
memiliki kandungan serat tinggi, salah satunya yaitu umbi garut. Serat pada
umbi garut (Maranta arundinacea L.) memiliki efek sebagai anti obesitas serta
kanduangan short fattcy chain (SCFA) pada umbi garut dapat mengaktifkan
hormon GLP-1 yang dapat memiliki efek antidiabetes mellitus dan antikanker.
Kandungan SCFA ini juga menjaga kesehatan intestinal sehingga mencegah
terjadinya kanker kolon secara tidak langsung (Fidianingsih, 2022).
Penelitian mengenai hubungan persinyalan hormonal GLP-1 dengan
peningkatan risiko kanker kolon masih belum ditemukan hingga kini.
Sementara itu, pangan lokal umbi garut belum dimanfaatkan dengan baik dan
memiliki kandungan yang berpotensi dalam menurunkan risiko kanker kolon.
Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti pengaruh pemberian pangan lokal Umbi
Garut (Maranta arundinacea L.) terhadap ekspresi GLP-1 pada kolon tikus
yang diinduksi karsinogen DMBA.
1.2 Rumusan Permasalahan
Apakah pengaruh pemberian umbi garut terhadap ekspresi GLP-1 pada
kolon tikus yang diinduksi karsinogen DMBA?
1.3 Tujuan Riset
Mengetahui pengaruh pemberian umbi garut terhadap ekspresi GLP-1 pada
kolon tikus yang diinduksi karsinogen DMBA.
2

1.4 Manfaat dan Kontribusi Riset


1.4.1 Manfaat untuk Peneliti
Meningkatkan informasi kepada peneliti mengenai efek baik dari
panga lokal umbi garut dalam pencegahan kanker kolon melalui
ekspresi kadar GLP-1.
1.4.2 Manfaat untuk Pemerintah
Memberikan informasi kepada pemerintah untuk membantu
mengembangkan budidaya umbi garut di masyarakat sehingga dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat.
1.4.3 Manfaat untuk Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan
variasi jenis makanan dengan pangan lokal seperti umbi garut yang
tidak hanya bermanfaat sebagai sumber energi melainkan bagi
kesehatan yaitu berupa langkah preventif dari kanker kolon.
1.5 Urgensi Riset
Variasi pangan lokal yang ada di Indonesia seperti umbi garut perlu
dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Riset ini
diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa
pangan lokal memiliki efek baik, tidak hanya sebagai sumber energi
melainkan juga dari segi kesehatan.
1.6 Temuan yang Ditargetkan
Pemberian umbi garut terhadap ekspresi GLP-1 pada kolon tikus yang
diinduksi karsinogen DMBA memiliki pengaruh yang baik dalam upaya
preventif kanker kolorektal sehingga dapat menjadi alternatif bahan pangan
bagi masyarakat untuk mengatasi kondisi kanker kolorektal.
1.7 Luaran Riset
Luaran yang diharapkan dari riset ini yaitu memberikan pengetahuan lebih
mengenai pengaruh pemberian umbi garut dalam diet terhadap ekspresi GLP-
1 pada kolon tikus yang diinduksi karsinogen DMBA, serta pembuatan
laporan kemajuan, laporan akhir, dan artikel ilmiah.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kanker Kolon
Kanker kolorektal (KKR) merupakan suatu tumor maligna yang muncul
dari jaringan epitel pada kolon desenden dan rektum. Kebanyakan kanker
kolon berkembang dari polip yang ada di kolon atau rektum kemudian
bekembang secara invasif menjadi adenokarsinoma yang ada di sel kelenjar
(Alteri, et al, 2016). Kondisi tersebut dapat terjadi akibat faktor risiko seperti
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, tinggi lemak, dan daging merah
berlebih, obesitas, diabetes, penyakit inflamasi pada saluran pencernaan,
riwayat keluarga mengidap kanker kolon, umur dan jenis kelamin (Gupta, et
al, 2019). Proses heterogen dengan serangkaian perubahan molekul somatik
3

yang berbeda yang dipengaruhi oleh diet, paparan lingkungan, mikroba serta
imunitas pejamu menjadi inisiasi, promosi, dan perkembangan proses
neoplastik (Keefe, 2016). Gen yang mengalami mutasi antara lain gen APC
(70%), gen KRAS (40%), gen DCC, gen SMAD, dan gen TP53 (60%) (Fleet,
et al., 2012). Mutasi gen tersebut meinaktivasi persinyalan Wnt, salah satu
jalur proliferasi sel. Gen-gen proliferasi terekspresi seperti cylin dan c-myc
mengakibatkan pertumbuhan sel menjadi tidak terkontrol (Neufeld &
Zeineldin, 2015) dan secara spontan menyebabkan polip adenomatosa
(Nosho, et.al., 2016).
2.2 Umbi Garut (Maranta arundinacea L.)
Maranta arundinacea L. merupakan tanaman yang banyak ditemukan di
negara tropis seperti Indonesia. Masyarakat kebanyakan mengenalnya sebagai
umbi garut yang termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta,
ordo Zingiberales, famili Marantaceae, genus Maranta, dan spesies Maranta
arundinacea L. (Firoskhan & Muthuswamy, 2021). Tanaman perdu dengan
batang panjang, tipis, kecil, dan buah berwarna krem bergaris-garis memiliki
bunga berwarna krem dan tumbuh berkelompok dengan tinggi 1-1,5 m yang
daunnya berlimpah. Buahnya berbentuk bulat telur hingga lanset dengan
bercak putih berukuran sekitar 5-25 cm yang berbentuk rimpang berdaging di
dalam tanah (Fidianingsih, I., 2022). Umbi garut mengandung berbagai jenis
nutrisi seperti karbohidrat, protein, mineral dan vitamin yang dapat
mendukung metabolisme dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh seperti
pengeluaran empedu menurun dan peningkatan produksi mukus pada usus
sehingga memperbanyak pembentukan bolus yang dapat menurunkan kondisi
obesitas. SCFA (Short Chain Fatty Acid) pada tubuh juga akan meningkat
sehingga mempengaruhi sinyal hormonal seperti meningkatkan GPL-1 dan
butirat.
2.3 GLP-1 (Glucagon like peptide-1)
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) adalah salah satu hormon “inkretin”
yang meningkatkan sintesis dan pelepasan insulin dalam rangka homeostasis
energi dihasilkan oleh sel L endokrin epitel usus melalui pemrosesan
diferensial gen proglukagon. Proses mengaktifan GLP-1 diawali adanya
sintesis preproglukahon (PPG) yang terjadi di pencernaan, otak dan pankreas
kemudian diubah menjadi peptida proglukagon yaitu GLP-1. Di batang otak
dan hipotalamus, terdapat umpan balik positif antara jalur pensinyalan
umpan balik Wnt dan GLP-1/cAMP yang secara positif mengatur ekspresi
gcg (glukagon) dan produksi GLP-1 sehingga melemahkan aktivitas AMPK
hipotalamus menyebabkan asupan makan terhambat. GLP-1 merangsang
aktivitas Wnt otak melalui peningkatan fosforilasi b-cat Ser675 dan produksi
TCF7L2. Hubungan umpan balik positif dengan jalur pensinyalan Wnt
sehingga dapat dikatakan GLP-1 memiliki peran dalam patogenesis kanker
kolon (Shao, et. al, 2013). Aktivasi GLP-1 juga memiliki peran dalam
4

mendorong pertumbuhan usus dan fusi kripta. Pada kasus kripta usus yang
mengalami mutasi APC, adanya pembelahan sel fibroblast growth factor 7
(Fgf7) dan fusi kripta mendorong peningkatan tumorigenesis pada usus
(Koehler, et. al, 2015).
2.4 Karsinogen DMBA
Senyawa karsinogen DMBA (7,12 DIimethylbenz-Alfa-Anthracene)
merupakan karsinogen yang berasal dari golongin PAH. Golongan
karsinogen ini dapat ditemukan pada kehidupan sehari-hari seperti pada hasil
pembakaran yang tidak sempurna. Senyawa DMBA adalah karsinogen yang
dapat menimbulkan stress oksidatif yang berpotensi dan memiliki kestabilan
sifat sebagai zat karsinogen untuk pembuatan hewan model kanker.
Pemberian DMBA dapat menyebabkan kanker kolon (Fidianingsih, 2022).
Pemberian karsinogen DMBA 20 mg/BB/kg pada tikus wistar sebanyak dua
kali dalam lima minggu dapat menimbulkan kanker kolon dan menunjunkan
tampilan histopatologi adanya adenokarsinoma (Rizki et al., 2015).
2.5 Kerangka Teori

2.6 Kerangka Konsep


5

2.7 Hipotesis
Pada penelitian ini, terdapat hipotesis bahwa terdapat pengaruh pemberian
pangan lokal umbi garut (Maranta arundinacea L.) terhadap ekspresi GLP-1 pada
kolon tikus yang diinduksi karsinogen DMBA.
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan desain tue experimental dengan metode
Randomized Post Test Control Group Design. Subyek penelitian dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol sehat, kelompok kontrol negatif, dan
kelompok perlakuan.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2023. Penelirian ini
dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia.
3.3 Subyek Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi dalam tikus ini adalah tikus putih galur Rattus Norvegicus jenis
Sprague-Dawley. Penggunaan tikus jenis ini karena tubuh tikus Sprague-
Dawley memiliki fisiologis yang hampir mirip dengan manusia.
3.3.2 Besar Sampel
Perhitungan besar sampel dihitung dengan rumus Arifin & Zahiruddin
yaitu jumlah minimal sampel n= 10k+1 dan jumlah jumlah maksimal
sampel = 20/k+1, dimana k merupakan kelompok perlakuan dan n
merupakan jumlah replikasi (Arifin & Zahiruddin, 2017). Dari hasil tersebut
didapatkan bahwa jumlah sampel masing-masing kelompok pada penelitian
ini sebanyak 4-8 ekor tikus. Oleh karena itu, peneliti menetapkan bahwa
setiap kelompok terdiri dari lima ekor tikus sehingga total total tikus yang
diperlukan sebanyak 15 tikus.
3.3.3 Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel menggunakan sistem Simple Random
Sampling. Penelitian ini akan dikelompokan menjadi tiga kelompok
penelitian yaitu kelompok kontrol sehat, kelompok kontrol negatif dengan
pemberian DMBA dan pakan standar, dan kelompok perlakuan dengan
pemberian DMBA dan pakan umbi garut.
3.3.4 Kriteria Inklusi
Tikus belum pernah digunakan untuk penelitian, jenis kelamin betina,
sehat, tidak cacat (tidak ada abnormalitas anatomis yang tampak, berat
badan antara 37-73 gram, berumur 4 minggu.
3.3.5 Kriteria Ekslusi
Tikus yang menunjukkan perilaku yang tidak normal atau sakit (nampak
lemah), mati karena sebab di luar perlakuan, misal infeksi saat proses
penelitian.
6

3.4 Identifikasi Variabel


3.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah adalah pemberian diet
tepung garut 60% dan karsinogen DMBA.
3.4.2 Variable Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah gambaran ekspresi GLP-1.
3.5 Definisi Opersional
3.5.1 Tepung Garut 60%
Pemberian diet tepung garut dalam diet adalah dengan mengganti corn
starch pada pakan standar AIN93M dengan jenis karbohidrat yang
mengandung lebih banyak serat yaitu tepung garut (Tabel 1).
Komposisi Diet Standar (gr/kg diet) Diet dengan Garut
Kasein 140 200
Metionin 3 3
Pati Jagung 619.5 237.8
Pati Garut 0 317.7
Sukrosa 100 50
Minyak Jagung 40 40
Alfa Cell 50 50
Mineral 35 35
Vitamin 10 10
Choline Bitartrate 2.5 2.5
Total 1000 1000
Ket : Sesuai Standar Pakan Tikus AIN93M (Reeves et al, 1993)
3.5.2 Karsinogen DMBA
Pemberian karsinogen DMBA 20 mg/BB/kg pada tikus wistar
sebanyak dua kali dalam lima minggu dapat menimbulkan kanker kolon dan
menunjunkan tampilan histopatologi adanya adenokarsinoma.
3.5.3 Ekspresi GLP-1
Ekspresi GLP-1 didapatkan dari preparat jaringan nodul kolon. Ekspresi
GLP-1 dapat dihitung menggunakan metode relative quantitation setelah
mRNA diubah menjadi cDNA kemudian dilakukan Real Time PCR.
3.6 Instrumen Penelitian
3.6.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus, tempat
pakan tikus, tempat minum tikus, sendok spatel, neraca analitik, spuit injeksi,
sonikator, pinset chirurgis, forcep, gunting jaringan, sentrifus, vortek,
inkubator, mortar, tabung eppendorf 1,5 cc, mikropipet dan tip, plate curvet,
mesin PCR, mesin Nano-Quant SPARK TECAN UPS dan komputer.
7

3.6.2 Bahan Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus SD betina
berumur 4 minggu sebanyak 15 ekor, pakan standar tikus (AIN93M), pakan
restriksi kalori/modifikasi AIN93M garut, minum tikus, sekam, agen
karsinogenik DMBA(@Sigma), sarung tangan, tabung untuk jaringan
(conical tube) dan untuk darah, larutan NaCl, ketamin dan xylazine, ice box,
larutan PBS formalin, trizol (@Sigma), kloroform, isopropanolol dan DEPC
(diethyl pyrocarbonate).
3.7 Prosedur Penelitian
3.7.1 Pemberian Karsinogen DMBA
Induksi DMBA dilakukan pada minggu kedua setelah proses adaptasi
(umur tikus 6 minggu). Sebelum diberikan DMBA, tikus ditimbang dahulu
untuk mengetahui dosis DMBA. DMBA diberikan secara per oral dua kali
seminggu (tiap hari Senin dan Kamis) selama lima minggu dengan dosis 20
mg/kgBB sebanyak 1-2 ml per tikus, pada kelompok 2 dan 3. DMBA
diberikan oleh laboran yang sudah ahli memberikan terapi menggunakan
sonde. Setiap 1 minggu sekali berat badan tikus ditimbang untuk
mengetahui dosis DMBA. Pemberian DMBA ditujukan untuk pembentukan
model kanker pada hewan uji. Setelah selesai pemberian DMBA, setiap 7
hari sekali, tikus dilakukan pemeriksaan yaitu mulai timbulnya nodul serta
palpasi ukuran/diameter dan jumlah nodul tumor.
3.7.2 Proses Anestesi
Proses anestesi dilakukan secara injeksi intraperitoneal menggunakan
ketamin-xylazin 0,15 mL/100 g BB tikus yang mengandung: 100 mg/kg
ketamine; 10 mg/kg xylazine. Pengecekan tikus benar-benar tertidur
dilakukan dengan pinset chirurgis.
3.7.3 Pengambilan Jaringan Tumor Kolon
Tikus dibaringkan, disolasi keempat kaki dengan plester, kemudian
dibersihkan bagian dada dan perut dengan alkohol. Kulit diangkat sedikit
dengan forsep dan gunting tajam untuk membuat sayatan garis tengah kulit
pada linea mediana sisi lateral abdomen hingga carotis thoracis. Insisi
dilakukan hingga terekspos bagian dalam abdomen dan thoraks tikus,
kemudian diberikan injeksi NaCl menggunakan spuit injeksi 10 cc pada
aorta tikus supaya aliran darah dibersihkan dengan NaCl. Hal ini dilakukan
untuk mengamati seluruh organ terhadap kemungkinan ditemukannya nodul
tumor. Pengambilan nodul kolon dilakukan setelah kulit dibersihkan. Nodul
di foto dekat penggaris. Jaringan tumor diambil untuk isolasi RNA
(pemeriksaan GLP-1). Jaringan untuk isolasi RNA disimpan pada suhu -
800C dalam larutan buffer formalin 10% .
3.7.4 Pemeriksaan Isolasi RNA
Sampel diambil dari -80oC untuk dipotong dan timbang ±100mg.
Ditumbuk dengan mortar sampai menjadi powder atau bubur, kemudian
8

dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang sudah diberi kode dan


diletakkan di dalam ice box. Proses selankjutnya yaitu penambahan 0,1 cc
Trizol, pembuangan lemak diatas, 0,4 cc kloroform, 0,5 cc isopropanolol,
larutan DEPC dan dilakukan sentrifugasi pada tiap proses tersebut pada
kecepatan 12.000 RPM suhu 4oC selama 10 menit. Total RNA solution
yang didapatkan disimpan di plate curvet pada suhu -80oC.
3.7.5 Pembentukan cDNA
Pembentukan cDNA dimulai dengan menghidupkan Nano-Quant
SPARK TECAN UPS dan progam komputel hingga muncul tanda lampu
ungu. Plate carvet dimasukan, kemudian tekan start, selama membaca
lampu akan berubah menjadi hijau. Kemudian, RNA yang diambil
ditambahkan random primer mix dan dimasukan ke mesin PCR dengan
program 250C selama 10 menit. Hasil disimpan pada -200C.
3.7.6 Pemeriksaan qRT-PCR (Qualitative Real Time Polymerase Chain
Reaction)
PCR dilakukan dengan kondisi PCR untuk Gen GLP-1 yaitu 95°C 2
menit, 1 siklus. Setelah prosedur PCR selesai hasil dikeluarkan dari mesin
dan siap dilakukan pengamatan hasil.
3.8 Alur Penelitian

3.9 Metode Analisis Data


Penelitian ini menggunakan satu variabel bebas dengan tiga kelompok dengan
skala numerik dan satu variabel terikat dengan skala nurmerik sehingga uji statistik
9

yang cocok digunakan dalam penelitian ini adalah One way Anova. Uji ini
dilakukan untuk membuktikan adanya perbedaan antara kelompok kontrol dengan
kelompok yang diberi perlakuan, dimana didapat hasil p > 0,05 menunjukkan tidak
ada perbedaan yang bermakna ataupun p < 0,05 menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna.
3.10 Etika Penelitian
Penelitian true esperimental ini dilakukan dengan mengajukan ethical
clearence kepada Komite Etik FK UII menggunakan surat. Penelitian ini dilakukan
dengan pedoman ARRIVE (Animals in Research: Reporting In Vivo Experiments)
yang dirilis oleh tim National Centre for the Replacement, Refinement and
Reduction of Animals in Research (NC3Rs) dan termasuk prinsip 3R yaitu
replacement, refinement and reduction.
3.11 Jadwal Penelitian
Bulan Person
No Jenis Kegiatan Penanggung
1 2 3 4
Jawab
1 Studi Pustaka v
2 Persiapan Bahan v
3 Adaptasi Hewan Coba
4 Randomisasi v
Pembentukan Nodul Kolon :
5 Pemeberian Perlakuan v v
Karsinogen DMBA
6 Tindakan Anestesi v
7 Pengambilan Jaringan Tumor v
8 Isolasi RNA, v
9 Pembenrukan C-DNA, v
10 Proses qRT-PCR v
Pengambilan data postest :
11 v
Pengamatan Ekspresi GLP
12 Analisis Hasil Penelitian v
12 Penyusunan Laporan v
10

DAFTAR PUSTAKA
Alteri, R., Brooks, D., Gansler, T., Henning, A., Jacobs, E., Kirkland, D., et al.
2016. Colorectal Cancer Facts & Figures 2014-2016. American Cancer
Society. p1-24.
Fidianingsih, I.. 2022. Restriksi Kalori dengan Tepung Garut (Maranta
arundinacea L) dalam Diet terhadap Tumorigenesis Payudara. Tesis. Fakultas
Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah
Mada.
Firoskhan, N., dan Muthuswamy , R.. 2021. Review on Maranta arundinacea L.
(Marantaceae). International Journal of Pharmacognosy and Pharmaceutical
Research. 3 (1) : 01-04.
Fleet, J.C., DeSmet, M., Johnson, R., Li, Y. 2012. Vitamin D and cancer: A review
of molecular mechanisms. Biochem J. 441 : 61–76.
Gupta, R., Bhatt, L. K., Johnston, T. P., Prabhavalkar, K. S.. 2019. Colon cancer
stem cell : Potential target for the treatment of colorectal cancer. Cancer
Biology & Therapy. 20 (8) : 1068-1082.
Keefe, S. J. D. 2016. Diet, microorganisms and their metabolites, and colon cancer.
Nat Rev Gastroenterol Hepatol. 13(12): 691–706.
Kemenkes RI. 2019. Beban Kanker Di Indonesia. Jakarta. Kemenkes RI.
Koehler, J.A., Baggio, L.L., Yusta, B., Longuet, C., Rowland, K.J., Cao, X., et al.,
2015. GLP-1R agonists promote normal and neoplastic intestinal growth
through mechanisms requiring Fgf7. Cell Metabolism. 21 (3) : 3790391.
Reeves, P.G., Nielsen, F.H. & Fahey, G.C. 1993. AIN-93 Purified Diets for
Laboratory Rodents: Final Report of the American Institute of Nutrition Ad
Hoc Writing Committee on the Reformulation of the AIN-76A Rodent Diet.
The Journal of Nutrition, 123(11): 1939–1951.
Rizki, K. P., Rochmah, W. W., Cempaka, N. G., Hartono, S., & Fajrin, F. A. (2015).
Anticancer Activity of Cacao Pod Husk Pectin toward Amount of Colon
Goblet Cells. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology,
2(3), 75-82. doi:10.15416/ijpst.v2i3.7903
Made, P. S., and Pathni, D.. 2018. Tren Terapi Diabetes dengan GLP-1 Receptor
Agonist. IAI Continuing Professional Development. 45 (4).
Neufeld, K., and Zeineldin, M.. 2015. New insights from animal models of colon
cancer: inflammation control as a new facet on the tumor suppressor APC gem.
Gastrointestinal Cancer Targets and Therapy. p39-46.
Nosho, K., Sukawa, Y., Adachi, Y., Ito, M., Mitshuhashi, K., Kurihara, H., et al.
2016. Association of Fusobacterium nucleatum with immunity and molecular
alterations in colorectal cancer. World J. Gastroenterol. 22 (2) : 557–566.
Shao, W., Wang, D., Chiang, Y.,Ip, W., Zhu, L., Xu, F., et. al. 2013. The Wnt
signaling pathway effector TCF7L2 controls gut and brain proglucagon gene
expression and glucose homeostasis. Diabetes Journals. 62 : p706.

Anda mungkin juga menyukai