Anda di halaman 1dari 53

REVISI

LAPORAN PRAKTIKUM
MODIFIKASI FORMULA ENTERAL RUMAH SAKIT (FERS) “CO-
LITE” TINGGI ENERGI TINGGI PROTEIN DENGAN SENYAWA
FITOKIMIA UNTUK PASIEN KANKER

Dosen Pengampu :
Muti’ah Mustaqimastusy Syahadah, S.Gz, M.Gz
Ayu Rahadiyanti, S.Gz., MPH
Dr. Etika Ratna Noer, S.Gz., M.Si
Choirun Nissa, S.Gz., M.Gizi

Kelompok A1.2
Evelin Zefani Widhianti 22030120110031
Selena Kristina Huges N. 22030120120003
Dea Suliyani 22030120120007

PROGRAM STUDI GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
I. LATAR BELAKANG

A. Pendahuluan
Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan
pertumbuhan sel tidak normal/terus-menerus dan tidak terkendali yang
dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat
yang jauh dari asalnya yang disebut metastasis. 1 Pada umumnya,
penderita kanker mengalami malnutrisi. Malnutrisi pada kanker
diduga diakibatkan karena menurunnya asupan makanan per oral
(karena anoreksia, mual muntah, perubahan persepsi rasa dan bau),
perubahan metabolisme, efek samping terapi, malabsorbsi, dan faktor
psikologis. Defisiensi energi dan protein juga sangat sering ditemukan
pada pasien kanker karena pasien mengalami turnover protein yang
meningkat. Malnutrisi sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan
kematian dan berbagai komplikasi serta dapat mengakibatkan
peningkatan biaya rawat inap, memperpanjang penyembuhan dan
memperlama masa rawat inap.2,3 Untuk mengatasi hal tersebut,
intervensi gizi sangat penting dilakukan untuk meningkatkan asupan
makanan dan zat gizi pasien. Salah satu intervensi gizi yang dapat
dilakukan adalah memberikan makanan enteral untuk meningkatkan
asupan energi dan zat gizinya.
Pada umumnya, penderita kanker membutuhkan diet energi
tinggi protein tinggi, dikarenakan dapat mencegah terjadinya
penurunan zat gizi lebih lanjut serta membantu proses penyembuhan
pada pasien kanker.4 Oleh karena itu, diperlukan modifikasi formula
enteral rumah sakit dari bahan pangan yang tinggi energi dan tinggi
protein. Bahan pangan tinggi energi dan tinggi protein yang dapat
digunakan dalam pembuatan modifikasi FERS pasien kanker yaitu
tepung tempe, susu skim, minyak zaitun, virgin coconut oil¸ gula
pasir, maltodekstrin, dan tepung mocaf karena mengandung senyawa
bioaktif seperti senyawa fenolik, isoflavon genistein, dan asam laurat
yang berpotensi sebagai antikanker serta beberapa zat gizi seperti
asam amino leusin dan flavonoid yang sesuai untuk kondisi pasien
kanker yang mengalami perubahan metabolisme.5,6,7,8 Melalui
kombinasi tujuh bahan tersebut diharapkan dapat membuat FERS
yang lebih unggul dalam mendukung proses pengobatan pasien
kanker.
Setelah FERS dibuat, uji fisik yang meliputi viskositas dan
osmolaritas perlu dilakukan untuk mengetahui sifat fisik formula yang
telah dibuat. Uji fisik viskositas perlu dilakukan dengan tujuan untuk
menunjukkan kualitas fisik dari formula enteral, karena viskositas
merupakan karakteristik penting dari makanan cair dalam pengolahan
makanan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui produk enteral yang
dibuat sesuai dengan batas normal, tidak terlalu encer ataupun terlalu
kental.9 Osmolaritas adalah konsentrasi zat terlarut total, dinyatakan
dalam satuan mOsm/L. Analisis osmolaritas makanan enteral
dilakukan untuk menilai kemampuan penerimaan fisiologis dari
makanan dan untuk menghindari komplikasi.10 Selain melakukan uji
fisik, uji organoleptik juga penting dilakukan untuk mengetahui
penerimaan serta kesukaan konsumen terhadap warna, rasa, aroma,
kekentalan, tingkat kematangan, dan penerimaan keseluruhan melalui
pengujian secara organoleptik. Uji organoleptik memiliki relevansi
yang tinggi dengan mutu produk karena berhubungan langsung
dengan selera konsumen.11
B. Tujuan
1. Mengetahui terkait cara pembuatan Modifikasi Formula Enteral
Tinggi Energi Tinggi Protein “CO-LITE” untuk pasien kanker.
2. Mendeskripsikan dan mengetahui sifat fisik (viskositas dan
osmolaritas) formula enteral tinggi energi tinggi protein “CO-
LITE”.
3. Mendeskripsikan dan menguji organoleptik (warna, aroma, rasa,
konsistensi, kematangan, dan penerimaan) dari modifikasi
formula enteral tinggi energi tinggi protein “CO-LITE”.
C. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui cara pembuatan modifikasi formula
enteral tinggi energi tinggi protein “CO-LITE” untuk pasien
kanker.
2. Mahasiswa dapat mendeskripsikan dan mengetahui sifat fisik
(viskositas dan osmolaritas) formula enteral tinggi energi tinggi
protein “CO-LITE”.
3. Mahasiswa dapat mendeskripsikan dan menguji organoleptik
(warna, aroma, rasa, konsistensi, kematangan, dan penerimaan)
dari modifikasi formula enteral tinggi energi tinggi protein “CO-
LITE”.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Metabolisme
Kanker dapat menyebabkan efek merugikan yang berat bagi
status gizi. Tidak hanya sel kanker yang mengambil zat gizi dari tubuh
pasien, tapi pengobatan dan akibat fisiologis dari kanker dapat
mengganggu dalam mempertahankan kecukupan gizi. Beberapa efek
potensial dari kanker terhadap gizi berkaitan dengan kehilangan berat
badan akibat:2
1. Berkurangnya makanan yang masuk, mungkin diinduksi oleh
perubahan kadar neotransmiter (serotin) pada susunan saraf pusat;
peningkatan kadar asam laktat yang diproduksi oleh metabolisme
anaerob, metode metabolisme yang disenangi oleh tumor; stres
psikologis, disguesia (perubahan dalam pengecapan); dan tidak
suka terhadap makanan tertentu.
2. Meningkatnya kecepatan metabolisme basal.
3. Meningkatnya glukoneogenesis (produksi glukosa dengan pecahan
glikogen, lemak, dan protein tubuh) yang disebabkan oleh
ketergantungan tumor pada metabolisme anaerob.
4. Penurunan sintesis protein tubuh “Kaheksia kanker” adalah bentuk
malnutrisi berat yang ditandai dengan anoreksia, cepat kenyang,
penurunan berat badan, anemia, lemah, kehilangan otot. Walaupun
dukungan gizi yang adekuat dapat membantu mencegah
kehilangan otot dan berat badan, hanya terapi kanker yang sukses
yang dapat memperbaiki/mengembalikan sindrom kaheksia kanker
ini.
Pada pasien kanker juga mengalami perubahan metabolisme.
Metabolisme berkaitan erat degan metabolisme karbohidrat, protein,
dan lemak. Pada pasien kanker, perubahan metabolisme zat tersebut
berpengaruh pada terjadinya penurunan berat badan.2 Berikut
perubahan metabolisme yang terjadi pada pasien kanker:
1. Metabolisme Karbohidrat
Metabolisme normal karbohidrat meliputi glikolisis aerob
(siklus Krebs) yang menghasilkan 36 hingga 38 ATP. Namun pada
penderita kaheksia kanker, lebih sering terjadi glikolisis anaerob
yang hanya menghasilkan 2 ATP kemudian menyalurkan glukosa
bagi pertumbuhan tumor. Dalam keadaan ini diproduksi asam
laktat pada sel neoplastik yang diubah kembali menjadi glukosa
(glukoneogenesis) melalui siklus cori yang tidak efisien sehingga
meningkatkan pengeluaran energi pada penderita sebagai akibat
peningkatan laju glikoneogenesis, keadaan ini diperkirakan
menimbulkan intoleransi glukosa sehingga kadar serum glukosa
tetap tinggi sesudah makan yang bisa disebabkan oleh regulasi
menurunnya reseptor insulin atau oleh faktor lain. Akibat dari
abnormalitas ini berupa anoreksia karena hiperglikemia kronis atau
karena akumulasi asam laktat. Hasil akhirnya berupa peningkatan
glukoneogenesis, penipisan glikogen hati dan intoleransi glukosa.12
Berdasarakan kondisi intoleransi glukosa tersebut, pasien
kanker membutuhkan makanan dengan indeks glikemik rendah
sampai sedang, sehingga diharapkan akan menghambat
peningkatan kadar glukosa darah. Selain itu, kandungan serat yang
tinggi serta terdapatnya pati resisten juga dibutuhkan untuk
merangsang pertumbuhan kuman probiotik yang berperan sebagai
kontrol glikemik dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin.13
2. Metabolisme Protein
Pada kondisi starvasi, penggunaan energi untuk otak oleh
glukosa digantikan dengan benda keton yang merupakan hasil
pemecahan lemak. Protein otot dan protein visceral dipergunakan
sebagai prekursor glukoneogenesis sehingga terjadi penurunan
katabolisme protein dan penurunan glukoneogenesis dari asam
amino di hati. Pada pasien kanker, asam amino tidak disimpan
sehingga terjadi deplesi dari massa otot dan pada sebagian pasien
terjadi atrofi otot yang berat. Kehilangan massa otot merupakan
akibat dari peningkatan degradasi protein dan penurunan sintesis
protein karena terpakai untuk pembentukan protein fase akut dan
glukoneogenesis. Beberapa penelitian menyatakan bahwa asam
amino rantai cabang (AARC) dapat meregulasi sintesis protein
secara langsung dengan memodulasi translasi mRNA.2
Proteolysis-inducing factor (PIF) merupakan glikoprotein
sulfat yang dapat mengaktivasi jalur proteolisis. Kehilangan massa
otot pada pasien kanker dengan kaheksia menunjukkan korelasi
dengan adanya PIF di dalam serum yang mampu menginduksi
secara seimbang degradasi protein dan penghambatan sintesis
protein. Pada pasien kanker juga terjadi ketidakseimbangan antara
sitokin proinflamasi seperti TNF-Alfa, IL-², IL-2, IL-6, interferon-
gamma dan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, IL-12, IL-15.
Aktivasi sitokin proinflamasi akan mengaktivasi nuclear
transcripsi factor NF-B sehingga terjadi inhibisi sintesis protein
otot dan penurunan pro Myelin D.2
Berdasarkan kondisi tersebut, pasien kanker membutuhkan
asam amino esensial terutama asam amino rantai cabang (AARC)
yang berperan langsung terhadap stimulasi sintesis protein otot,
salah satunya yaitu leusin yang merupakan stimulator kuat
terhadap sintesis protein. Leusin bisa mengaktifkan beberapa sinyal
intraseluler melalui aktivasi jalur sinyal mTOR sehingga terjadi
aktivasi dari protein ribosom S6K1 dan 4E-BP1 yang akan
menginisiasi translasi untuk sintesis protein.5
3. Metabolisme Lemak
Pada pasien kanker terjadi perubahan mobilisasi lipid
berupa penurunan lipogenesis, penurunan aktivitas lipoprotein
lipase (LPL) dan peningkatan lipolisis. Peningkatan lipolisis
disebabkan oleh peningkatan hormon efinefrin, glukagon,
adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang dimediasi melalui
cyclic adenosine monophosphate (c-AMP).2
Pada pasien kanker, simpanan lemak akan terdeplesi
karena lemak dimobilisasi menjadi energi sehingga asam-asam
lemak bebas dibawa ke hati untuk diubah menjadi glukosa.
Lipoprotein lipase merupakan enzim yang menggerakkan
trigliserida serum ke dalam sel-sel lemak sehingga lemak dapat
disintesis dan disimpan. Sejumlah penelitian menunjukkan
penurunan keefektifan enzim tersebut pada pasien-pasien kaheksia
kanker sehingga lemak tubuh berkurang. Demikian pula, sebagian
tumor dapat menghasilkan faktor-faktor lipolitik yang
menyebabkan pemecahan lemak (lipolisis) dan peningkatan kadar
serum lipid atau hiperlipidemia. Akhirnya klien dapat melepaskan
TNF (Tumor Necrosis Factor), yaitu sitokin yang menghambat
kerja enzim lipoprotein lipase dan dengan demikian menyebabkan
deplesi simpanan lemak serta hiperlipidemia serum.6 Oleh karena
itu, pasien kanker membutuhkan senyawa antosianin dan flavonoid
yang memiliki efek anti inflamasi dengan cara menghambat
pelepasan sitokin TNF-α.14,15
4. Abnormalitas Mikronutrien
Penderita kaheksia kanker dapat mengalami penurunan
absorpsi vitamin C, A, B12, dan folat, serta gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Defisiensi lain dapat terjadi
menurut malignansinya. Sebagai contoh, kanker pankreas kerap
kali menyumbat duktus kelodukus sehingga terjadi penurunan
sekresi enzim-enzim pencernaan yang akan mengubah penyerapan
protein dan lemak. Jika sel-sel tumornya menggantikan sel-sel
fungsional dalam pulau-pulau Langerhans pancreas, maka produksi
insulin akan menurun dan mengakibatkan perubahan pada
metabolisme lipid serta KH.12
B. Prinsip dan Syarat Diet
Prinsip dan syarat diet tinggi energi tinggi protein yang
dirancang untuk formula enteral CO-LITE adalah sebagai
berikut:16,17,18
1. Densitas kalori 1,5 kkal/cc
2. Protein 20% dari total energi
3. Lemak 30% dari total energi
4. Karbohidrat 50% dari total energi
5. Vitamin dan mineral yang cukup
6. Osmolaritas 300-500 mOsm/kg.
C. Rute Pemberian Formula
Malnutrisi dan kaheksia merupakan masalah yang umum
dijumpai pada pasien kanker, padahal asupan energi dan nutrien yang
optimal merupakan hal penting pada penatalaksanaan penderita
kanker baik pada pasien yang sedang menjalani terapi, masa
pemulihan, dalam keadaan remisi maupun untuk mencegah
kekambuhan. Oleh karena itu, bila pasien tidak dapat memenuhi
kecukupan zat gizi secara oral maka perlu dilakukan pemberian nutrisi
dengan cara lain, salah satunya yaitu melalui enteral jika fungsi
saluran cerna masih baik. Nutrisi enteral diindikasikan pada pasien
yang tidak dapat makan secara oral karena efek samping terapi
misalnya odynophagia, mukositis, esofagitis, dan lain-lain.19
Pada dasarnya, ada dua jalur akses untuk memberikan diet
enteral, yaitu melalui kateter nasoenteral atau dengan jejunostomi.20
Pemberian diet enteral dengan kateter nasoenteral melalui rute
transanal di jejunum proksimal tidak dianggap sebagai prosedur yang
sangat kompleks. Namun demikian, kateter nasojejunal dapat
menggantikan, mengeksternalisasi dan bahkan menghalangi, yang
akan mencegah penggunaannya sebagai rute nutrisi enteral pada
periode pasca operasi. Pertukaran dan reposisinya dapat menjadi
penyebab peningkatan morbiditas bedah. Dalam situasi seperti itu,
sering kali mengubah pemberian makan menjadi nutrisi parenteral.
Secara berbeda, jejunostomi menyajikan tingkat perpindahan,
obstruksi, dan eksteriorisasi yang lebih rendah. Sebaliknya, prosedur
jejunostomi lebih rumit bila dibandingkan dengan kateter nasoenterik,
dengan komplikasi seperti dermatitis yang berdekatan dengan kateter,
infeksi luka, obstruksi usus dan kebocoran dengan peritonitis. Operasi
ulang karena komplikasi yang berkaitan dengan jejunostomi terjadi
pada hingga 3% kasus. Namun, rute akses terbaik ke saluran
pencernaan untuk makanan enteral belum ditetapkan, dan tidak ada
konsensus di antara penulis. Saat ini, rute yang digunakan, apakah
kateter nasojejunal atau jejunostomi, biasanya ditentukan sesuai
dengan preferensi ahli bedah dan protokol institusinya. Akan tetapi,
karena insiden komplikasi parah yang lebih rendah, pemberian nutrisi
enteral melalui kateter nasoenterik lebih direkomendasikan, 21
khususnya pada pasien yang mengalami mukositis parah yang
diinduksi radiasi atau tumor obstruktif pada kepala-leher atau dada,
pemberian EN direkomendasikan menggunakan tabung nasogastrik
atau perkutan (misalnya gastrostomies endoskopi perkutan (PEG)).17
Rute pemerian EN juga dapat dibedakan berdasarkan jangka
waktunya, utnuk pemberian enteral jangka pendek (4-6 minggu) dapat
menggunakan pipa nasogastrik (NGT), sedangkan pemberian enteral
jangka panjang (>4-6 minggu) menggunakan percutaneus endoscopic
gastrostomy (PEG).2 Berdasarkan pernyataan yang ada, kami
menyimpulkan bahwa akan melakukan pemberian makanan enteral
melalui jalur nasogastric tube (NGT).
D. Bahan dan Jumlah Bahan Formula
Makanan enteral diberikan sesegera mungkin untuk
mengembalikan fungsi usus secara normal dan menghindari atrofi jonjot
usus. Formula enteral tinggi kalori tinggi protein mempunyai kepadatan
energi yaitu antara 1,0 hingga 2,0 kkal/ml dengan pemberian antara 200 ml
hingga 250 ml. Pemberian formula enteral dapat dilakukan dengan interval
3 sampai 4 jam sehingga nutrisi enteral tersebut dapat memberikan energi
sampai 2000 kkal untuk mencegah retensi lambung serta regurgitasi.22
Perencanaan formula enteral yang kami buat adalah makanan enteral
tinggi energi tinggi protein dengan bahan-bahan sebagai berikut :
Tabel 1. Bahan-Bahan Modifikasi FERS Tinggi Energi Tinggi Protein

Bahan Jumlah Persentase


Tepung tempe 55 13,9%
Susu skim 200 50,6%
Virgin coconut oil 20 5,06%
Olive oil 20 5,06%
Gula 45 11,39%
Maltodekstrin 10 2,5%
Bahan Jumlah Persentase
Tepung mocaf 45 11,39%

1. Tepung Tempe

Tempe merupakan sumber protein nabati yang dapat


dijadikan solusi bagi pasien malnutrisi. Selain itu, tempe dapat
digunakan sebagai pengganti sumber protein hewani seperti susu
dan sebagai sumber energi yang terjangkau. Dibandingkan kedelai
mentah, tempe memiliki nilai gizi yang lebih baik karena pada
kedelai mentah terdapat zat-zat antinutrisi seperti antitripsin dan
oligosakarida penyebab kelebihan gas dalam lambung (flatulensi).
Fermentasi kapang menghilangkan kedua senyawa tersebut dan
meningkatkan daya cerna kedelai. Di samping itu, terjadi pula
perbaikan tekstur dan flavor sehingga menjadi lebih disukai.10
Kandungan gizi tepung tempe adalah air 5,39 %, abu 1,22 % berat
kering, protein 45,55 % berat kering, lemak 33,9 % berat kering,
karbohidrat 13,94 % berat kering, kalsium 0,14% berat kering, besi
0,018% berat kering, natrium 0,004 % berat kering, magnesium
0,06 % berat kering dan klorida 0,04 % berat kering, kalium 0,10%
berat kering. Komposisi asam amino tepung tempe dapat dilihat
pada gambar 1.23

Gambar 1. Komposisi Asam Amino Tepung Tempe


Tempe yang diolah menjadi tepung dapat dijadikan
alternatif bahan pembuatan makanan enteral. Pada penelitian
sebelumnya, substitusi tepung tempe sama efektifnya
meningkatkan status gizi dibandingkan dengan formula enteral
yang menggunakan susu sapi sebagai sumber protein. 19
Penggunaan tempe kedelai diharapkan dapat mencegah kanker
karena kandungan isoflavon yang tinggi. Isoflavon dapat mencegah
kanker melalui pengaturan aktifitas proliferasi sel khususnya
isoflavon genistein. Genistein diduga memiliki efek antiproliferatif
pada pertumbuhan sel kanker dan dapat digunakan dalam
pencegahan kanker. Genistein dalam menghambat proliferasi sel
kanker diduga melalui penghambatan jalur tranduksi sinyal kinase.
Salah satunya dapat melalui penghambatan fosforilasi protein
kinase dalam jalur tranduksi sinyal kinase. Selain itu, genistein
yang terdapat dalam tempe kedelai diduga juga dapat
meningkatkan ekspresi tumor suppressor gen yaitu p53. Apabila
terdapat sel yang mengalami kerusakan, maka p53 akan
menghentikan siklus sel pada fase G1 dengan cara mengeluarkan
inhibitor CDK yaitu p21. Terhentinya siklus sel akan memberikan
waktu bagi protein yang dirangsang oleh p53 untuk memperbaiki
sel yang rusak tersebut. Apabila sel yang rusak tidak dapat
diperbaiki kembali maka p53 akan merangsang sel tersebut untuk
mengalami apoptosis.23 Selain itu, tepung tempe juga mengandung
isoflavong leusin yang dapat menginisiasi translasi untuk sintesis
protein sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan sintesis
protein pada pasien kanker.5

2. Susu Skim
Susu bubuk skim adalah susu yang dibuat dengan
mengurangi kadar air dan lemak yang ada, kandungan lemak susu
bubuk skim tidak lebih dari 1,5% dan kandungan air tidak lebih
dari 5%. Kandungan rendah lemak susu bubuk skim dapat
digantikan kekurangannya tersebut, karena memiliki kandungan
protein yang cukup tinggi, laktosa dan mineral. Susu skim juga
mengandung kalsium yang tinggi, potassium, fosfor, niacin dan
riboflavin yang sangat penting untuk kesehatan terutama untuk
pasien kanker yang mengalami defisiensi vitamin dan mineral.24
3. Virgin Coconut Oil
Minyak kelapa murni atau VCO diyakini berkhasiat untuk
kesehatan diantaranya menurunkan resiko kanker, membantu
mencegah infeksi virus, mendukung sistem kekebalan tubuh, tidak
mengandung kolesterol dan tidak menyebabkan kegemukan.
Komponen kimia asam lemak yang terkandung dalam VCO adalah
asam lemak jenuh rantai sedang dan pendek, asam lemak jenuh
rantai sedang dan pendek mudah dicerna dan diserap tubuh.
Adapun senyawa asam lemak jenuhnya adalah asam laurat (41-52
%), asam lemak miristat (13-19%), asam lemak palmitat (7,5-
10,5%), asam lemak kaprilat (5-10 %), asam lemak kaprat (4-
5,8%), asam lemak stearat (1-3%). Sementara asam lemak tak
jenuh terdiri dari asam oleat (omega9) (5-8%), asam linoleat
(omega 6) (1,5-2,5%), dan asam palmitoleat (1,3%). Sedangkan
komposisi kimia minyak kelapa murni diantaranya ± 66% minyak,
protein 6-7% dari berat keringnya, air 48%, serat kasar 5%, kadar
abu ±2%. Selain asam lemak, beberapa komponen kimia lain yang
telah diketahui terkandung dalam virgin coconutoil adalah sterol,
vitamin E dan fraksi polifenol (asam fenolat). Komponen kimia
tersebut telah dilaporkan mempunyai aktifitas antioksidan.8
Komponen asam lemak dalam VCO yang dilaporkan
bermanfaat untuk kesehatan terutama adalah asam laurat. Asam
laurat adalah sejenis asam lemak jenuh dengan rantai karbon C
menengah (C-12) yang juga merupakan komponen terbesar dalam
minyak kelapa murni. Asam laurat dalam tubuh manusia dirubah
menjadi suatu bentuk senyawa monogliserida yakni monolaurin.
Monolaurin merupakan senyawa yang bersifat antivirus,
antibakteri, dan antijamur. Dalam mekanismenya monolaurin dapat
merusak membran lipid (lapisan pembungkus virus) diantaranya
virus HIV, influenza, dan beberapa virus lainnya. Beberapa jenis
bakteri seperti Staphylococcusaureus, Helieobacterpylori (bakteri
penyebab sakit maag) dilaporkan dapat dimatikan oleh senyawa
monolaurin. Di samping itu, VCO dapat menghambat pertumbuhan
sel kanker kolon manusia (HT-29) in vitro.8
4. Olive Oil
Minyak zaitun mengandung antioksidan telah dipakai
sejak lama untuk pencegahan kanker. Minyak zaitun terdiri dari
fraksi gliserol (90-99% dari buah zaitun) dan fraksi non-gliserol
(0,4-5% dari buah zaitun). Fraksi gliserol minyak zaitun terdiri dari
Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA), Poly Unsaturated Fatty
Acid (PUFA) dan Saturated Fatty Acid (SFA). Sedangkan fraksi
non-gliserol di antaranya senyawa fenolik, tokoferol, squalene,
klorofil (pigmen warna) dan β-karoten yang berfungsi sebagai
antioksidan. Minyak zaitun juga kaya akan polifenol yang dikenal
sebagai anti-inflamasi, antioksidan, dan antikoagulan. Antioksidan
membantu menetralkan radikal bebas dan memperbaiki kerusakan
membran sel yang disebabkan oleh paparan asap rokok, polusi,
alkohol, dan radiasi serta baik untuk kesehatan jantung. Fraksi non-
gliserol yang berfungsi sebagai antioksidan senyawa fenolik,
tokoferol, squalene, klorofil (pigmen warna) dan β-karoten.
Senyawa fenolik dalam minyak zaitun (hidrokortisol, oleuropein,
caffeic acid, coumaric acid, vanillic acid) adalah anti-oksidan alami
yang paling kuat. Bersama vitamin E dan karotenoid memainkan
peran penting melawan kanker.7
Kandungan phenol dalam minyak zaitun befrungsi sebagai
pencegah kanker. Kandungan phenol (polyphenol) memiliki efek
chemopreventive pada beberapa jenis kanker, serta dapat
menghambat proses karsinogenesis dengan beberapa mekanisme
seperti: penghambatan pada proses sintesis DNA, mengurangi
produksi ROS, meregulasi siklus sel, mengatur mekanisme
proliferasi serta survival sel. Selain itu kandungan phenol dapat
mempengaruhi proses apoptosis dengan menghambat ekspresi dari
protein regulator seperti menghambat terjadinya kerusakan DNA,
menghambat proliferasi sel-sel promyelocytic HL60 yang
merupakan sel-sel penyebab leukimia, mereduksi sel-sel HT115
yang merupakan sel yang berkembang pada kanker kolorektal, dan
menghambat gen Her-2/neu sebagai penyebab terjadinya kanker
payudara. Adapun kandungan yang terdapat pada phenol yaitu
hydroxytyrosol (HTyr), tyrosol (Tyr), dan secoiridoids oleacein dan
oleocanthal memainkan peran sentral sebagai agen antiinflamasi,
neuro protektif, dan antikanker.7 Selain itu, minyak zaitun juga
memiliki kandungan flavonoid yang dapat menghambat proses
inflamasi, menghambat produksi pro-inflamasi sitokin seperti IL -
1beta , IL - 2 , IL-3, IL - 6 , IFN - gamma , TNF-alpha , dan
kemokin di jenis sel yang berbeda-beda.15 Dengan demikian,
penambahan minyak zaitun penting karena berfungsi sebagai
antikanker dan dapat meningkatkan kerja lipoprotein lipase untuk
mencegah deplesi simpanan lemak pada pasien kanker melalui
penghambatan produksi TNF-alpha.
5. Gula pasir
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena dapat
larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi
energi. Gula pasir merupakan jenis gula sukorsa yang berasal dari
cairan sari tebu. Gula sukrosa memiliki sifat higroskopis yang lebih
kuat dibandingkan gula lainnya, sehingga dalam mengikat air lebih
kuat. Fungsi penambahan gula dalam produk pangan diantaranya
untuk memberikan aroma, rasa manis sebagai pengawet, dan
memperoleh tekstur tertentu.25 Dalam pembuatan formula enteral,
gula berfungsi sebagai sumber karbohidrat dan memberikan rasa
manis.
6. Maltodekstrin
Maltodekstrin merupakan produk modifikasi pati yang
memiliki kelarutan tinggi dalam air dingin sehingga layak
digunakan sebagai penstabil pada produk nutrisi enteral.
Penggunaan stabilisator ini dapat berdampak pada nilai gizi dan
viskositas produk enteral. Semakin tinggi kadar maltodekstrin yang
digunakan, semakin tinggi pula viskositasnya. Penambahan
maltodekstrin juga berpengaruh pada peningkatan kualitas fisik dan
kimia suatu produk. Maltodekstrin yang semakin banyak akan
meningkatkan total padatan sehingga memicu penurunan kadar air.
Warna maltodekstrin yang putih akan meningkatkan kecerahan
dalam suatu bahan.26
7. Tepung Mocaf
Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) adalah produk
tepung dari ubi kayu (Manihot esculenta crantz) yang diproses
menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi.
Mikroba yang tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik dari
tepung yang dihasilkan, seperti naiknya viskositas, kemampuan
gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut yang menyebabkan
tepung ubi kayu terfermentasi memiliki karakteristik dan kualitas
hampir sama menyerupai tepung terigu.27 Tepung Mocaf memiliki
keunggulan yaitu sebagai sumber karbohidrat kompleks
(87,3%/100 g) dengan daya cerna pati yang baik dan indeks
glikemik yang rendah serta tidak mengandung gluten.28 Oleh
karena itu, tepung Mocaf berpotensi dapat dijadikan bahan pangan
dalam pembuatan modifikasi FERS yang tinggi energi dan
karbohidrat untuk pasien kanker yang mengalami intoleransi
glukosa.

Berdasarkan kandungan zat gizi dari bahan-bahan yang


digunakan dalam pembuatan modifikasi FERS, didapatkan total energi
dari Modifikasi FERS tinggi energi tinggi protein “CO-LITE” adalah
sebagai berikut
Zat gizi Kandungan
Energi 301,18 kkal
Protein 14,4 gram
Lemak 10,34 gram
Karbohidrat 41,4 gram

Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Modifikasi FERS Tinggi Energi


Tinggi Protein "CO-LITE" per Sajian (79 gram/sajian)

Zat Gizi CO-LITE Peptisol


Energi 301,18 kkal 250 kkal
Protein 14,4 gram 14 gram
Lemak 10,34 gram 3 gram
Karbohidra 41,4 gram 43 gram
t

Tabel 3. Perbandingan Kandungan Zat Gizi FEK Peptisol dan FERS


CO-LITE per Sajian
III. METODE

A. Pembuatan Formulasi FERS (1/2 resep)


Pembuatan formulasi FERS CO-LITE merupakan modifikasi
dari resep FERS berbasis tepung tempe. Alat yang digunakan dalam
pembuatan formula enteral berbasis tepung tempe yaitu sendok ukur,
sendok pengaduk, timbangan digital, gelas ukur, kompor gas,
saringan, thermometer, dan botol/wadah. Bahan-bahan yang
digunakan diantaranya tepung tempe, susu skim, gula pasir,
maltodekstrin, minyak kanola, dan vanilla ditambahkan air matang
sampai volume 200 mL setelah itu disaring dengan menggunakan
saringan stainless steel ukuran rumah tangga kemudian direbus lagi
dengan api sedang dengan suhu 70-80℃ kemudian dimasukkan ke
dalam botol steril.10 Berdasarkan referensi tersebut, praktikan
melakukan modifikasi resep dengan menambahkan dan mengganti
beberapa bahan yang disesuaikan dengan kondisi pasien kanker.
Berikut proses pembuatan FERS CO-LITE untuk setengah resep:
a. Alat
 Timbangan digital  Termometer
 Baskom  Blender
 Spatula  Sendok
 Mixer  Wadah

b. Bahan
 Tepung tempe 27,5 gram
 Susu skim 100 gram
 Virgin Coconut Oil 10 gram
 Olive oil 10 gram
 Gula 22,5 gram
 Maltodekstrin 5 gram
 Tepung Mocaf 22,5 gram
c. Cara Kerja
 Menimbang semua bahan dengan timbangan digital
 Mencampur semua bahan kering yaitu susu, maltodekstrin,
gula halus, tepung tempe, dan tepung mocaf
 Mengaduk bahan kering dengan spatula hingga homogen
selama 5 menit
 Menambahkan bahan basah yaitu minyak zaitun dan virgin
coconut oil pada campuran bahan kering kemudian
mengaduk campuran dengan spatula selama 2 menit
 Mixer semua adonan tersebut selama 8 menit
 Blender campuran bahan FERS selama 30 detik untuk
memperkecil luas permukaan
 Menyeduh campuran bahan FERS dengan air bersuhu 70℃
sesuai takaran saji (sampai volume 500 ml)
 Blender larutan FERS dengan blender sekitar 2 detik (jangan
sampai berbuih)
 Memasukkan FERS ke dalam wadah steril
B. Uji Fisik
1. Pengukuran Viskositas dengan Uji Alir
a. Alat
 Spuit  Gelas ukur
 Selang sonde  Baskom
 Penggaris

b. Bahan
 FERS yang sudah diseduh 100 ml
 FEK yang sudah diseduh 100 ml
 Air 100 ml
c. Cara Kerja
 Memasang spuit dan selang NGT
 Menekuk selang bagian atas tepat di bawah spuit
(sebagai titik start)
 Menuang 50 ml FERS yang sudah diseduh menggunakan
gelas ukur ke dalam spuit
 Mengalirkan 50 ml FERS ke dalam selang NGT dengan
ketinggian sekitar 92 cm
 Menghitung waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan
formula di dalam selang
 Stopwatch dihentikan ketika FERS telah melewati spuit
(garis start)
 Mencatat waktu yang diperlukan dalam ml/detik
 Lakukan uji alir sebanyak 2 kali
 Lakukan hal yang sama pada FEK dan air
 Bandingkan FERS dan FEK
2. Pengukuran Viskositas dengan Viskometer Ostwald
a. Alat
 Viskometer  Gelas ukur
ostwald  Wadah
 Pipet ball
 Spuit

c. Bahan
 FERS yang sudah diseduh 80 ml
 FEK yang sudah diseduh 80 ml
 Air 30 ml
d. Cara Kerja
 Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Membersihkan viskometer terlebih dahulu. Kemudian,
menghilangkan gelembung udara di dalam viskometer
menggunakan spuit
 Meletakkan viskometer pada posisi vertical
 Menghitung t air dengan langkah :
a) Memasukkan 10-15 ml air ke viskometer reservoir C
b) Menghisap air menggunakan pipet ball melalui pipa
A sampai melewati garis reservoirnya
c) Cairan dibiarkan turun dari garis A menuju garis B
d) Mencatat waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir
dari garis A ke B.
 Menghitung berat jenis sampel (ρ sampel) dengan
langkah:
a) Menimbang beaker glass kosong berukuran 100 ml
menggunakan timbangan analitik. Kemudian,
mencatat hasilnya. Sementara itu, viskometer
dibersihkan kembali dan gelembung udara
dihilangkan menggunakan spuit
b) Menuang 50 ml sampel (FERS) ke dalam baker glass
tersebut, kemudian menimbang kembali beaker glass
yang telah berisi sampel menggunakan timbangan
analitik. Lalu, catat hasilnya
 Menghitung t FERS dengan langkah :
a) Memasukkan 10-15 ml sampel ke viskometer resevoir
C
b) Menghisap cairan FERS menggunakan pipet ball
melalui pipa A sampai melewati garis reservoirnya
c) Cairan FERS dibiarkan turun dari garis A menuju
garis B
d) Mencatat waktu yang dibutuhkan cairan FERS untuk
mengalir dari garis A ke B. Lakukan pengulangan
sebanyak 2x dari memasukkan sampel ke reservoir C
 Menghitung viskositas dengan persamaan Poiseuille
 Melakukan hal yang sama menggunakan FEK Peptisol
sebagai pembandingnya

3. Perhitungan Osmolaritas dengan Pendekatan Viskositas FEK


a. Alat
 Pensil
 Lembar perhitungan
b. Cara kerja
 Menghitung osmolaritas FERS CO-LITE dengan
menngunakan rumus
Osm Formula Visko Formula
=
Osm Pembanding Visko Pembanding
C. Uji Organoleptik
Metode pengujian kesukaan dilakukan dengan metode skalar
garis. Jumlah Panelis yang dibutuhkan adalah sebanyak 10 orang. Uji
hedonik yang dilakukan memiliki enam parameter yang menjadi fokus
penilaian yaitu warna, aroma, rasa, kekentalan, kematangan, dan
penerimaan keseluruhan.
a. Alat
 Formulir uji organoleptik 10 lembar
 Cup plastik 10 buah
b. Bahan
 FERS CO-LITE yang sudah diseduh 100 ml
c. Cara Kerja
 Menyiapkan sampel modifikasi FERS Tinggi Energi Tinggi
Protein “CO-LITE”
 Menuangkan formula ke dalam cup plastik milik panelis
 Menyajikan formula kepada masing-masing panelis
 Mempersilahkan panelis untuk melakukan uji organoleptik
kemudian menuliskan hasilnya di formulir yang sudah
disediakan
 Merekap formulir hasil uji organoleptik
IV. HASIL

A. Pembuatan FERS
Tabel 4. Pembuatan FERS Satu Resep
Kandungan Gizi (tiap 1 L)
Bahan Berat
No. Nilai Satuan
1. Tepung tempe 55 g Densitas 1,5 kkal/cc
2. Susu skim 200 g
Energi 1505,9 Kal
3. VCO 20 g
4. Olive Oil 20 g Protein 72,7 Gram
5. Gula 45 g
Lemak 51,7 gram
6. Maltodekstrin 10 g
7. Tepung Mocaf 45 g Karbohidrat 207,7 gram

Tabel 5. Pembuatan FERS Setengah Resep


Kandungan Gizi (tiap 500 ml)
Bahan Berat
No. Nilai Satuan
1. Tepung tempe 27,5 g Densitas 1,5 kkal/cc
2. Susu skim 100 g
Energi 752,95 Kal
3. VCO 10 g
4. Olive Oil 10 g Protein 36,35 Gram
5. Gula 22,5 g
Lemak 25,85 gram
6. Maltodekstrin 5g
7. Tepung Mocaf 22,5 g Karbohidrat 103,85 gram
B. Viskositas
a. Viskositas dengan Uji Alir
Tabel 6. Viskositas dengan Uji Alir

No Formula Kecepatan Rerata Paraf


.1. FERS CO-LITE (cc/detik)
5 cc/detik 5,25 cc/detik
5,5 cc/detik
2. FEK Peptisol 6,25 cc/detik 5,875 cc/detik
5,5 cc/detik
3. Air 12,5 cc/detik 12,5 cc/detik
12,5 cc/detik

Perhitungan volume yang mengalir per detik:


Kecepatan = volume/waktu
Volume = 50 cc
 Kecepatan (cc/detik) FERS
50
V1 FERS = =¿5 cc/detik
10
50
V2 FERS = =¿ 5,5 cc/detik
9
Rerata = 5,25 cc/detik
 Kecepatan (cc/detik) FEK
50
V1 FEK = =¿6,25 cc/detik
8
50
V2 FEK = =¿ 5,5 cc/detik
9
Rerata = 5,875 cc/detik
 Kecepatan (cc/detik) Air
50
V1 FERS = =12 ,5 cc/detik
4
50
V2 FERS = =¿ 12,5 cc/detik
4
Rerata = 12,5 cc/detik
b. Viskositas dengan Ostwald
Tabel 7. Viskositas dengan Ostwald
No. Formula Viskositas (cP) Rerata
1. FERS CO-LITE 8,1 cP 8,1 cP
8,1 cP
2. FEK Peptisol 5,2 cP 5,92 cP
6,64 cP

Perhitungan :
 Viskositas FERS
berat beaker beserta sampel−berat beaker kosong
ꝭ Sampel =
vol sampel 50 ml
106,47−42,21
=
1,285
=1,285 kg/m3

P sampel x tFERS x n air


Viskositas FERS 1 =
P air x t air
1,285 x 82 x 0,1
=
1 x 13
= 0,81 P = 8,1 cP

P sampel x tFERS x n air


Viskositas FERS 2 =
P air x t air
1,285 x 82 x 0,1
=
1 x 13
= 0,81 P = 8,1 cP
(8,1 cP+ 8,1cP)
Rerata =
2
= 8,1 cP

 Viskositas FEK
berat beaker beserta sampel−berat beaker kosong
ꝭ Sampel =
vol sampel (50 ml)
115−63
=
50
=1,04 kg/m3

P sampel x t FEK x n air


Viskositas FEK 1 =
P air x t air
1,04 x 65 x 0,1
=
1 x 13
= 0,52 N/m2 = 5,2 cP

P sampel x t FEK x n air


Viskositas FEK 2 =
P air x t air
1,04 x 83 x 0,1
=
1 x 13
= 0,664 N/m2 = 6,64 cP

(5,2 cP+6,64 cP)


Rerata =
2
= 5,92 cP

C. Osmolaritas dengan Pendekatan Viskositas FEK


Tabel 8. Osmolaritas dengan Pendekatan FEK
No. Formula Osmolaritas (mOsm/L)
1. FERS CO-LITE 487

2. FEK Peptisol 400

Perhitungan :
Osm formula Viskositas formula
=
Osm pembanding viskositas pembanding
Viskositas CO−LITE x Osm peptisol
Osm CO-LITE =
Viskositas peptisol
0,81 x 400
=
0,664
= 487 mOsm/L

D. Uji Organoleptik FERS

Tabel 9. Parameter Uji Organoleptik


Parameter
Warna Aroma Rasa Kekentalan Doneness Penerimaan
Keseluruhan

Putih tepung Tidak suka Tawar Cair ada Kurang matang Tidak diterima
sedimen

Putih gading Agak tidak Kurang Kurang Cukup matang Kurang


suka manis kental diterima

Cream Netral Agak manis Kental Matang Netral

Coklat muda Agak suka Manis Sangat Sangat matang Agak diterima
kekuningan kental

Warna Aroma Rasa Kekentalan Doneness Penerimaan


Keseluruhan

Coklat muda Suka Sangat Terlalu Terlalu matang Diterima


manis kental (burnt)
Tabel 10. Hasil Uji Organoleptik
Panelis Paramete Penerimaan
r keseluruhan
Warna Aroma Rasa Kekentalan Kematanga
n
1. Coklat Agak Kurang Cair ada Matang Kurang
muda tidak manis sedimen diterima
suka
2. Coklat Agak Manis Cair ada Matang Kurang
muda tidak sedimen diterima
kekuningan suka
3. Coklat Agak Agak manis Cair ada Cukup Kurang
muda tidak sedimen matang diterima
kekuningan suka
4. Coklat Tidak Tawar Cair ada Matang Tidak dapat
muda suka sedimen diterima
kekuningan
5. Coklat Agak Kurang Kental Sangat Tidak dapat
muda tidak manis matang diterima
kekuningan suka
6. Coklat Agak Kurang Kurang Cukup Tidak dapat
muda tidak manis kental matang diterima
suka
7. Coklat Tidak Tawar Kurang Matang Tidak dapat
muda suka kental diterima
kekuningan
8. Coklat Tidak Manis Cair ada Cukup Tidak dapat
muda suka sedimen matang diterima
9. Coklat Tidak Tawar Kental Cukup Tidak dapat
muda suka matang diterima
10. Coklat Tidak Kurang Cair ada Matang Kurang
muda suka manis sedimen diterima
kekuningan
V. PEMBAHASAN

FERS CO-LITE merupakan modifikasi formula enteral rumah


sakit tinggi energi tinggi protein untuk pasien kanker yang terbuat dari
tepung tempe, susu skim, minyak zaitun, virgin coconut oil, gula,
maltodekstrin, dan tepung mocaf. Penggunaan bahan tersebut
mempunyai peran masing-masing terhadap pasien kanker seperti
kandungan isoflavon genistein dan leusin pada tepung tempe yang
berperan sebagai antikanker dan mencegah terjadinya penurunan
sintesis protein pada pasien kanker, komponen asam laurat pada virgin
coconut oil untuk menghambat pertumbuhan sel kanker, senyawa
flavonoid pada minyak zaitun untuk mencegah deplesi simpanan lemak
pada pasien kanker melalui penghambatan produksi TNF-alpha, dan
kandungan tinggi energi tepung mocaf yang cocok untuk pasien kanker
yang mengalami intoleransi glukosa.5,6,7,8
Pada praktikum ini dilakukan proses pembuatan FERS CO-
LITE untuk setengah resep sehingga didapatkan 2,5 sajian (197,5 gram)
dimana 1 sajian sebanyak 79 g yang diseduh dengam air sebanyak 200
cc. Kandungan gizi FERS CO-LITE tiap 500 ml yaitu energi 752,95
Kal dengan densitas 1,5 kkal/cc, protein 36,35 gram, lemak 25,85 gram,
dan karbohidrat 103,85 gram.
A. Pembuatan FERS CO-LITE
Pada praktikum ini dilakukan proses pembuatan FERS
CO-LITE untuk setengah resep. Proses pembuatan FERS CO-LITE
diawali dengan menyiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan
yaitu timbangan digital, baskom, spatula, mixer, termometer,
blender, sendok, dan wadah, sedangkan bahan yang digunakan
diantaranya adalah tepung tempe, susu skim, virgin coconut oil,
olive oil, gula, maltodekstrin, tepung mocaf, dan air hangat bersuhu
70°C.
Setelah mempersiapkan alat dan bahan, langkah
berikutnya adalah menimbang semua bahan yang akan digunakan
menggunakan timbangan digital. Setelah ditimbang, bahan-bahan
kering seperti susu skim, maltodekstrin, gula halus, tepung tempe,
dan tepung mocaf dicampurkan menjadi satu dan diaduk dengan
spatula hingga homogen selama 5 menit. Setelah bahan kering
diaduk, langkah selanjutnya adalah menambahkan bahan basah
yaitu olive oil dan virgin coconut oil, kemudian di aduk
menggunakan spatula selama 2 menit. Setelah itu, campuran bahan
bahan tersebut diaduk menggunakan mixer selama 8 menit.
Selanjutnya bahan-bahan yang sudah diblender tadi kemudian
diblender selama sekitar 30 detik. Hal ini bertujuan untuk
memperkecil luas permukaan. Setelah di blender, campuran bahan
FERS kemudian diseduh dengan air hangat bersuhu 70°C sesuai
takaran saji, atau hingga volumenya mencapai 500 mL. Setelah
diseduh, larutan FERS kemudian di blender selama kurang lebih 2
detik, proses ini dilakukan dengan cepat dan diusahakan FERS
yang diblender tidak sampai berbuih.
Selama proses pembuatan FERS tidak terdapat kendala
apapun, tetapi saat uji viskositas dengan menggunakan viskometer
ostwald penurunan cairan membutuhkan waktu yang lama (
± 1menit ¿. Meskipun demikian, hal ini tetap dikatakan normal
karena terjadi juga pada FEK pembanding yaitu peptisol. Hal ini
kemungkinan terjadi karena adanya penurunan suhu pada formula
enteral yang akan diuji viskositasnya. Selain itu, hasil dari indikator
penerimaan keseluruhan pada uji organoleptik yang dilakukan
“tidak dapat diterima” sehingga perlu ditambahkan satu langkah
dalam proses pembuatan FERS CO-LITE yaitu penyangraian
tepung tempe untuk menghilangkan aroma langunya.
B. Uji Fisik
a. Viskositas
Viskositas merupakan karakteristik penting dari
makanan cair dalam bidang pengolahan makanan. Viskositas
pada makanan cair banyak mengalami perubahan selama
proses pemanasan maupun pendinginan. Untuk semua jenis
makanan cair, viskositas akan menurun dengan adanya
peningkatan suhu. Untuk dapat melewati kateter, tingkat
kekentalan yang direkomendasikan sebesar 7 cP-13,5 cP. Studi
lain memiliki melaporkan viskositas optimum enteral (blender)
formula dalam kisaran 3,5–10 cP.29 Pada praktikum ini, uji
viskositas dilakukan dengan dua cara yaitu uji alir dan uji
viskositas ostwald. Berdasarkan uji viskositas dengan uji alir,
didapatkan rata-rata kecepatan aliran FERS CO-LITE sebesar
5,25 ml/detik, sedangkan rata-rata kecepatan aliran FEK
Peptisol sebesar 5,875 ml/detik, sehingga dapat disimpulkan
FERS CO-LITE memiliki viskositas yang cukup baik karena
karena waktu yang dibutuhkan cairan untuk melewati selang
sonde tidak berbeda jauh dengan FEK Peptisol. Volume cairan
FERS yang mengalir per detik lebih sedikit dibandingkan
FEK, hal ini terjadi karena FERS memiliki viskositas yang
lebih tinggi. Selain menggunakan uji alir, uji viskositas juga
dilakukan dengan menggunakan viskometer ostwald. Prinsip
yang digunakan adalah dengan mengukur waktu yang
diperlukan oleh cairan untuk melewati dua titik yang telah
ditentukan pada sebuah tabung kapiler vertikal. Berdasarkan
hasil perhitungan uji viskositas ostwald, viskositas FERS CO-
LITE sebesar 8,1 cP sedangkan viskositas FEK Peptisol
sebesar 5,92 cP. Hal ini menunjukkan bahwa kekentalan untuk
formula enteral CO-LITE yang dibuat masih sesuai pada batas
normal, tidak terlalu kental atau encer.9
Faktor yang mempengaruhi kekentalan adalah
konsentrasi dan keadaan lemak, serta konsentrasi dan keadaan
protein. Tingginya kadar protein dan lemak dapat
meningkatkan kekentalan. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi viskositas yaitu suhu, konsentrasi cairan,
tekanan, dan berat molekul. Viskositas dan suhu memiliki
perbandingan terbalik dimana semakin tinggi suhu, maka
viskositas dari produk tersebut akan semakin rendah. Semakin
besar konsentrasi bahan padatan dalam suatu produk maka
viskositasnya semakin rendah. Viskositas akan meningkat
dengan adanya kenaikan tekanan dan akan meningkat dengan
naiknya berat molekul.9 Berdasarkan hal tersebut, faktor yang
menyebabkan FERS CO-LITE memiliki viskositas yang lebih
tinggi dibandingkan FEK Peptisol yaitu karena kadar protein
dan lemak yang lebih tinggi serta suhu yang rendah saat
pengujian viskositas ostwald sehingga meningkatkan
viskositas FERS.
b. Osmolaritas
Analisis osmolaritas makanan enteral dilakukan untuk
menilai kemampuan penerimaan fisiologis dari makanan dan
untuk menghindari komplikasi. Makanan enteral yang
memiliki osmolaritas yang tinggi mudah menyebabkan diare
dikarenakan cairan tubuh akan ditarik kedalam lumen usus.
Osmolaritas makanan enteral yang ideal adalah mendekati
cairan ekstraseluler tubuh yaitu 250-400 mOsmol/kg atau 300-
500 mOsm untuk formula enteral tinggi energi tinggi protein.
10

Berdasarkan hasil perhitungan, osmolaritas FERS CO-


LITE sebesar 487 mOsm/kg sedangkan osmolaritas FEK
Peptisol 400 mOsm/kg. Meskipun osmolaritas FERS CO-LITE
lebih tinggi dibandingkan osmolaritas FEK tetapi masih berada
dalam range yang ditetapkan sehingga kemampuan
penerimaan fisiologis dari FERS CO-LITE masih
dikategorikan baik.
Osmolaritas yang lebih tinggi pada hasil formulasi
makanan enteral CO-LITE dapat dipengaruhi oleh jumlah zat
gizi dalam makanan yang dapat mempengaruhi beban zat
terlarut, seperti mono dan disakarida, mineral dan elektrolit,
protein terhidrolisis, asam amino dan Medium Chain
Triglyseride. Kandungan protein dapat mempengaruhi
osmolaritas makanan enteral. Hal ini dikarenakan tingginya
hidrolisis protein akan meningkatkan osmolaritas dimana
semakin kecil molekulnya osmolaritas akan semakin tinggi.10

C. Uji Organoleptik
Mutu organoleptik didefinisikan sebagai tingkat kesukaan
panelis yang ditentukan dengan metode uji skalar garis meliputi
rasa, aroma, warna, kekentalan,tingkat kematangan, dan
penerimaan keseluruhan terhadap formula enteral rumah sakit yang
dianalisis menggunakan form uji organoleptik. Uji organoleptik
dilakukan pada 10 orang panelis.22
a. Warna
Warna termasuk dalam satu indikator penting dalam
menentukan apakah suatu produk dapat dikonsumsi atau tidak,
sebab indikator warna mudah diidentifikasi secara visual atau
kesan pertama suatu produk dan dapat mempengaruhi selera
konsumen.30,31 Ketika konsumen mempertimbangkan apakah
akan membeli suatu produk atau tidak, secara tidak sadar
konsumen akan memperhatikan warna pada produk, sehingga
meski produk tersebut memiliki rasa yang enak, tekstur yang
baik dan bergizi namun secara visual tidak menarik konsumen,
maka kemungkinan produk tersebut tidak dikonsumsi besar
karena mendapat kesan tidak menarik ataupun menyimpang
dari warna yang normal.32
Berdasarkan hasil pengamatan praktikan, FERS CO-
LITE yang sudah diseduh memiliki warna coklat muda.
Berdasarkan hasil pengamatan uji organoleptik warna pada 10
panelis, 6 panelis (60%) menyatakan warna FERS “CO-LITE”
coklat muda kekuningan, sementara 4 panelis (40%)
menyatakan coklat muda. Warna coklat yang terlihat pada
hasil akhir formula enteral CO-LITE berasal dari penggunaan
tepung tempe. Tepung tempe menghasilkan warna yang gelap

karena dipengaruhi oleh miselia hasil fermentasi dan paparan


panas selama proses pengeringan.33 Warna kekuningan yang
dihasilkan berasal dari kedelai yang merupakan indikator awal
keberadaan senyawa isoflavon yang berwarna kuning.
Semakin banyak tepung tempe yang digunakan maka warna
yang dihasilkan akan semakin gelap.34
Gambar 2. Warna FERS CO-LITE
b. Aroma
Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan
kimia (senyawa volatil) yang tercium oleh saraf-saraf olfaktori
yang berada dalam rongga hidung. Senyawa volatil masuk ke
dalam hidung ketika manusia bernafas atau menghirupnya.
Senyawa aroma bersifat volatil, sehingga mudah mencapai
sistem penciuman di bagian atas hidung, dan perlu konsentrasi
yang cukup untuk dapat berinteraksi dengan satu atau lebih
reseptor penciuman.35
Berdasarkan pengamatan praktikan, FERS CO-LITE
memiliki aroma khas tempe yaitu aroma langu. Berdasarkan
hasil uji organoleptik, didapatkan 5 panelis (50%) agak tidak
suka dengan aroma FERS “CO-LITE” dan 5 orang panelis
(50%) lainnya tidak suka dengan aroma FERS “CO-LITE”.
Dari pengamatan yang telah dilakukan, aroma yang dihasilkan
dari Modifikasi FERS Tinggi Energi Tinggi Protein “CO-
LITE” yaitu aroma khas tepung tempe dimana berbau agak
langu. Semakin tinggi konsentrasi tepung tempe yang
ditambahkan dalam formula, semakin langu aroma FERS yang
dihasilkan.36
Bau langu pada tepung tempe disebabkan oleh enzim
lipoksigenase, tetapi pada Modifikasi FERS Tinggi Energi
Tinggi Protein “CO-LITE”, tempe sudah berupa tepung
sehingga telah terjadi pemanasan oleh oven dan beberapa
pengolahan lain sehingga aroma langu seharusnya sudah
berkurang.37 Untuk mengurangi aroma langu ini dapat
dilakukan proses penyangraian tepung tempe.
c. Rasa
Rasa merupakan parameter penting dalam memilih
makanan dan minuman oleh konsumen karena rasa merupakan
atribut mutu yang dapat menentukan tingkat penerimaan
konsumen terhadap suatu produk. Parameter rasa juga akan
menentukan baik buruknya persepsi konsumen terhadap suatu
produk pangan tidak terkecuali pada formula enteral.38
Berdasarkan hasil pengamatan praktikan, FERS CO-
LITE memiliki rasa tawar dan sedikit rasa khas tempe.
Berdasarkan hasil uji organoleptik dari Modifikasi FERS
Tinggi Energi Tinggi Protein “CO-LITE” terhadap 10 panelis
berbeda, didapatkan hasil bahwa 40% panelis (4 orang)
mengatakan formula kurang manis, 20 % panelis (2 orang)
mengatakan formula manis, 10 % panelis (1 orang)
mengatakan formula agak manis, dan 30 % (3 orang) panelis
lainnya mengatakan bahwa formula FERS yang dibuat tawar.
Proyeksi terhadap rasa manis memang bisa berbeda-beda
tergantung lidah setiap individu sehingga diperoleh tingkatan
rasa manis yang berbeda dari setiap panelis.
Berdasarkan hasil deskripsi dari beberapa panelis,
dikatakan bahwa rasa Modifikasi FERS Tinggi Energi Tinggi
Protein “CO-LITE” didominasi oleh rasa dari tepung tempe
yang digunakan. Rasa khas singkong dari tepung Mocaf juga
sudah netral atau tidak terasa karena sudah melalui proses
fermentasi. Rasa manis yang dirasakan panelis sebagian besar
diperoleh dari susu skim karena kandungan laktosa dalam
formula.39 Selain itu, rasa manis diperoleh dari 20 gram gula
halus yang ditambahkan ke dalam formula.
d. Kekentalan
Formula enteral dengan tekstur cair hingga kental
sangat membantu pasien dengan gangguan mengunyah,
menelan, dan mencerna.40 Tingkat kekentalan sangat penting
karena akan menentukan daya alir atau viskositas FERS
apabila nantinya diberikan melalui selang. Kekentalan pada
FERS dipengaruhi oleh konsentrasi protein dan lemak yang
terkandung di dalamnya. Tingginya kadar protein dapat
meningkatkan kekentalan. Selain itu, dalam proses pembuatan
FERS suhu pengolahan dan kadar air turut mempengaruhi
kekentalan. Lama pengadukan berbanding terbalik dengan
ukuran partikel, sehingga semakin lama pengadukan akan
mengakibatkan semakin kecilnya ukuran partikel dan semakin
rendah tingkat kekentalannya.41
Berdasarkan pengamatan praktikan, FERS CO-LITE
memiliki tingkat kekentalan cair dan terdapat sedimen.
Berdasarkan pengujian kekentalan FERS “CO-LITE” pada 10
panelis, didapatkan 20% (2 orang) panelis menyatakan formula
FERS memiliki tingkat konsistensi kurang kental, 20% (2
orang) panelis menyatakan bahwa FERS kental, dan 60% (6
orang) panelis menyatakan tingkat konsistensi FERS cair ada
sedimen. Konsistensi yang cair ini mungkin disebabkan oleh
kadar protein tepung Mocaf yang rendah akibat dari proses
fermentasi serta perbandingan penambahan air yang lebih
banyak dibanding bahan kering (2:1).42 Pada FERS CO-LITE
juga terdapat sedimen yaitu endapan dari bahan kering yang
digunakan. Hal ini mungkin terjadi karena ukuran partikel
tepung tempe yang besar dan saat proses penghalusan dengan
blender yang kurang rata sehingga terdapat endapan pada dasar
wadah. Selain itu, mungkin disebabkan oleh karakteristik
tepung tempe yang kurang larut air.

e. Kematangan
Tingkat kematangan mempengaruhi cita rasa makanan
dan tekstur makanan, dalam hal ini berupa formula enteral.
Dinyatakan matang apabila telah layak dikonsumsi atau sudah
dimasak sampai benar-benar matang.42 Proses pemanasan
merupakan salah satu faktor tingkat kematangan pada saat
pembuatan FERS. Berdasarkan anjuran WHO, untuk
melarutkan formula bubuk dapat menggunakan air dengan
suhu > 70 oC. Penggunaan air harus sesuai dengan standar
karena intensitas panas yang berbeda mempengaruhi tingkat
kematangan.43
Pada pembuatan Formula Tinggi Energi Tinggi Protein,
praktikan telah mengikuti anjuran WHO dimana pada suhu
70oC. Interpretasi tingkat kematangan dilakukan menggunakan
persepsi responden seperti terasanya sedimen tepung yang
tertinggal setelah FERS ditelan (chalkiness).
Pengujian doneness atau tingkat kematangan
Modifikasi FERS Tinggi Energi Tinggi Protein “CO-LITE”
dilakukan pada 10 panelis. Berdasarkan uji organoleptik,
didapatkan 50% (5 orang) panelis menjawab matang, cukup
matang oleh 40% (4 orang) panelis, dan sangat matang oleh
10% (1 orang) panelis. Secara keseluruhan, panelis dapat
menerima tingkat kematangan FERS.
f. Penerimaan Keseluruhan
Indikator penliaian penerimaan keseluruhan dilakukan
untuk mengetahui apakah FERS CO-LITE dapat diterima
dengan baik atau tidak oleh panelis. Berdasarkan uji tingkat
penerimaan keseluruhan panelis terhadap parameter rasa,
warna, aroma, kekentalan, dan kematangan mendapatkan hasil
40% (4 orang) panelis menyatakan kurang dapat diterima, dan
60% (6 orang) panelis menyatakan tidak dapat diterima.
Pernyataan para panelis didasari dengan pertimbangan secara
keseluruhan uji organoleptik yang mereka lakukan, sebagian
besar panelis menyatakan rasa formula kurang manis, warna
cokelat kekuningan, aroma agak tidak suka, tingkat kekentalan
cair dengan sedimen dan tingkat kematangan termasuk matang.
VI. PENUTUP

1. Kesimpulan
FERS CO-LITE merupakan modifikasi formula enteral
rumah sakit tinggi energi tinggi protein untuk pasien kanker yang
berbahan dasar tepung tempe, susu skim, minyak zaitun, virgin
coconut oil, maltodekstrin, gula halus, dan tepun mocaf.
Berdasarkan hasil uji alir didapatkan rerata kecepatan alir FERS
CO-LITE sebesar 5,25 mL/detik. Berdasarkan uji viskositas
menggunakan viskometer Ostwald, didapatkan rerata viskositas
FERS CO-LITE sebesar 8,1 cP. Osmolaritas FERS CO-LITE
didapatkan sebesar 487 mOsm/L. Dapat disimpulkan bahwa sifat
fisik (viskositas dan osmolaritas) FERS CO-LITE sesuai dengan
rentang yang direkomendasikan. Berdasarkan hasil uji
organoleptik, penerimaan keseluruhan dari FERS CO-LITE yaitu
tidak dapat diterima. Hal ini berkaitan dengan aroma yang berbau
langu dan rasa yang kurang manis dari FERS CO-LITE.
2. Saran
Praktikan perlu lebih memperhatikan komposisi dan
perbandingan bahan yang digunakan. Agar produk layak diterima
perlu mempertibangkan penggunaan bahan seperti tepung tempe
yang memiliki rasa dan aroma kurang sedap jika dicampur dengan
beberapa bahan menjadi kurang cocok sehingga menghasilkan rasa
tidak enak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arafah ABR, Notobroto HB. Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku


Ibu Rumah Tangga Melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari).
Indones J Public Heal. 2018;12(2):143.
2. Marischa S, Isti Anggraini D, Tri Putri G. Malnutrusi Pada Pasien Kanker.
J Medula. 2017;7(4):107–11.
3. Habsari, A., Pradigdo, S. F., Aruben, R. Hubungan Beberapa Faktor Gizi
Dan Kemoterapi Dengan Status Gizi Penderita Kanker (Studi Kasus Di
Instalasi Rawat Jalan Poli Onkologi Rsud Dr. Soehadi Prijonegoro
Kabupaten Sragen Tahun 2017). J Kesehat Masy. 2017;5(4):593–9.
4. Islam AD. Dampak Kemoterapi terhadap Status Gizi Berdasarkan
Subjective Global Assesment ( SGA ) pada Pasien Kanker Payudara ( Ca .
Mamae ). J. Kesehatan Masyarakat. 2022;2(1):57–62.
5. Halim R. Pengaruh Asupan Protein Dan Asam Amino Rantai Cabang
(Aarc) Terhadap Kekuatan Otot Pada Lansia. Jmj. 2017;5(1):41–8.
6. Suryaningrum T, Rustanti N. Pengaruh Perbandingan Tepung Labu Kuning
(Cucurbita moschata) dan Tepung Mocaf Terhadap Kadar Pati, Nilai
Indeks Glikemik (Ig), Beban Glikemik (Bg), dan Tingkat Kesukaan Pada
Flakes Kumo. Journal of Nutrition. 2016;4(Jilid 5):360–7..
7. Komariah M. SEVOO (Extrac Spirulina & Extra Virgin Olive Oil) Terapi
Baru untuk Menurunkan Tingkat Mordibitas dan Mortilitas Akibat Kanker.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. 2022;13(1)..
8. Pulung ML, Yogaswara R, Sianipa FRDN. Potensi Antioksidan dan
Antibakteri Virgin Coconut Oil Dari Tanaman Kelapa Asal Papua. Chem
Prog. 2016;9(2):63–9.
9. Pratiwi LE, Noer ER. Analisis Mutu Mikrobiologi dan Uji Viskositas
Formula Enteral Berbasis Labu Kuning (Curcubita moschata) dan Telur
Bebek. J Nutr Coll. 2014;3(4):951–7.
10. Faidah FH, Moviana Y, Isdiany N, Surmita S, Hartini PW. Formulasi
Makanan Enteral Berbasis Tepung Tempe Sebagai Alternatif Makanan
Enteral Tinggi Protein. J Ris Kesehat Poltekkes Depkes Bandung.
2019;11(2):67–74.
11. Rahmadanti TS, Candra A, Nissa C. Pengembangan formula enteral
hepatogomax untuk penyakit hati berbasis tepung kedelai dan tepung susu
kambing. J Gizi Indones (The Indones J Nutr. 2020;9(1):1–10.
12. Yasin YK. Perubahan metabolik zat gizi pada penderita malnutrisi kanker
dan upaya perbaikan gizi pasien kanker. Heal Nutr Journa; 2015;1:41–52.
13. Wakhidana GA, Marchianti ACN, Santosa A. Uji Efektivitas Beras Herbal
Forte terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2. Pustaka Kesehat. 2018;6(1):85..
14. Nurjannah dan Fauziyah. Makanan Fungsional Tape Ketan Hitam Efektif
Menurunkan Kolesterol LDL. Poltekkes Kemenkes Bandung. 2020. 48 hal.
15. Soleha T, P M. Blueberry ( Vaccinium Corymbosum ) dalam Menghambat
Proses Inflamasi. Majority. 2016;5(1):63–7.
16. DAA D. Enteral Nutrition Manual for Adults in Health Care Facilities .
DAA; 2018.
17. Muscaritoli M, Arends J, Bachmann P, Baracos V, Barthelemy N, Bertz H,
et al. ESPEN practical guideline: Clinical Nutrition in cancer. Clin Nutr.
2021;40(5):2898–913.
18. Nunik Kusumawardani. Penangaan nutrisi pada penderita kanker. Media
Litbangkea. 1996;6(04):10–6.
19. Hariani R. Kecukupan Nutrisi Pada Pasien Kanker. 2007. hal. 140–3.
20. Kemenkes. Petunjuk teknis: paliatif kanker pada dewasa. Kemenkes RI.
2017. Hal 1-81.
21. Santos FA, Junior LG, Alves Wainstein AJ, Drummond-Lage AP.
Jejunostomy Or Nasojejunal Tube After Esophagectomy: A Review Of The
Literature. J Thorac Dis. 2019;11(Suppl 5):S812–8.
22. Lestari S, Rahmawati A M, Shita J D, Eka T L. Modifikasi Formula Enteral
Rumah Sakit Siap Seduh. J Gizi Dan Kesehat. 2019;11(26):11–8.
23. Nakajima N, Nozaki N, Ishihara K, Ishikawa A, Tsuji H. Analysis of
Isoflavone Content In Tempeh, A Fermented Soybean, And Preparation Of
A New Isoflavone-Enriched Tempeh. J Biosci Bioeng. 2005;100(6):685–7.
24. Afrizal A. Pengaruh Pengaruh Pemberian Susu Bubuk Skim Terhadap
Kualitas Dadih Susu Kambing. Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia. 2019;4(2).
25. Adna Ridhani M, Aini N. Potensi Penambahan Berbagai Jenis Gula
Terhadap Sifat Sensori Dan Fisikokimia Roti Manis: Review. Pas Food
Technol J. 2021;8(3):61–8.
26. Rauf R, Utami A. Nutrition Value And Viscosity Of Polymeric Enteral
Nutrition Products Based On Purple Sweet Potato Flour With Variation Of
Maltodextrin Levels. J Gizi Indones (The Indones J Nutr. 2020;8(2):119–
25..
27. Trisna Suryaningrum NR. Pengaruh Perbandingan Tepung Labu Kuning
(Cucurbita Moschata) Dan Tepung Mocaf Terhadap Kadar Pati, Nilai
Indeks Glikemik (Ig), Beban Glikemik (Bg), Dan Tingkat Kesukaan Pada
Flakes Kumo. J Nutr Coll. 2016;4(5):360–7.
28. Septiar Pontang G, Kartika Wening D. Formulasi Snack Bar Berbahan
Dasar Tepung Mocaf Dan Tepung Kacang Merah Sebagai Makanan
Selingan Bagi Atlet. J Nutr Coll [Internet]. 2021;10(3):218–26.
29. Elvizahro L, Purwandari ADAN, Prastiwi RY, Putri SE, Majid VM.
Formulations Of Edamame Flour Based Enteral Nutrition As An
Alternative Liquid Diet For Stroke Patients. Acad Hosp J. 2021;3(1):10–7.
LAMPIRAN
2. Dokumentasi

Gambar 3. Bahan dan Alat Gambar 4. Penimbangan


bahan

Gambar 5. Penimbangan bahan Gambar 6. Penimbangan bahan


Gambar 7. Penimbangan bahan Gambar 8. Penimbangan bahan

Gambar 9. Penimbangan bahan Gambar 10. Penimbangan


bahan
Gambar 11. Pengadukan bahan Gambar 12. Pengadukan dengan
mixer
Gambar 13. Blender bahan Gambar 14.
Penyeduhan

Pengukuran Vsikositas
Gambar 15. Menghitung t air Gambar 16. Menghitung t
FERS

Gambar 17. Uji Alir FERS Gambar 18. Mengukur selang


sonde ketinggian 92 cm

Gambar 19. FERS ysng sudah diseduh


3. Lembar Masukan Dosen

NO. Masukan/saran Dosen

1. Penulisan judul Muti’ah Mustaqimatusy


Syahadah, S.Gz., M.Gz.
Tindak lanjut
Penulisan judul mengikuti instruksi sesuai
format yang telah diberikan.

2. Referensi resep Muti’ah Mustaqimatusy


Syahadah, S.Gz., M.Gz.
Tindak lanjut
Referensi resep diambil dari pencocokan
beberapa bahan yang pernah digunakan untuk
pencampuran formula enteral rumah sakit.

3. Kenapa pakai 2 jenis minyak Muti’ah Mustaqimatusy


Syahadah, S.Gz., M.Gz.
Tindak lanjut
Memperhatikan manfaat dari kedua minyak
tersebut seperti minyak zaitun mengandung
flavonoid untuk mencegah deplesi simpanan
lemak dan minyak kelapa murni (VCO)
karena diyakini berkhasiat untuk kesehatan
diantaranya menurunkan resiko kanker.

4. Sisipkan gambar perbedaan warna Muti’ah Mustaqimatusy


Syahadah, S.Gz., M.Gz.
Tindak lanjut
Menampilkan gambar/foto hasil perbedaan
warna.

5. Kuesioner rasa suka-tidak suka Muti’ah Mustaqimatusy


Syahadah, S.Gz., M.Gz.
Tindak lanjut
Mengubah parameter yang digunakan.

6. Definisi matang/tidak matang FERS Muti’ah Mustaqimatusy


Syahadah, S.Gz., M.Gz.

Tindak lanjut
Dinyatakan matang apabila telah layak
dikonsumsi atau sudah dimasak sampai benar-
benar matang.

7. Viskositas osmo: kaitkan faktor


yang Muti’ah Mustaqimatusy
Syahadah, S.Gz., M.Gz.
mempengaruhi dengan hasil viskositas jangan
copas referensi
Tindak lanjut
Viskositas pada makanan cair banyak
mengalami perubahan selama proses
pemanasan atau pendinginan.

Anda mungkin juga menyukai