LAPORAN PRAKTIKUM
MODIFIKASI FORMULA ENTERAL RUMAH SAKIT (FERS) “CO-
LITE” TINGGI ENERGI TINGGI PROTEIN DENGAN SENYAWA
FITOKIMIA UNTUK PASIEN KANKER
Dosen Pengampu :
Muti’ah Mustaqimastusy Syahadah, S.Gz, M.Gz
Ayu Rahadiyanti, S.Gz., MPH
Dr. Etika Ratna Noer, S.Gz., M.Si
Choirun Nissa, S.Gz., M.Gizi
Kelompok A1.2
Evelin Zefani Widhianti 22030120110031
Selena Kristina Huges N. 22030120120003
Dea Suliyani 22030120120007
A. Pendahuluan
Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan
pertumbuhan sel tidak normal/terus-menerus dan tidak terkendali yang
dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat
yang jauh dari asalnya yang disebut metastasis. 1 Pada umumnya,
penderita kanker mengalami malnutrisi. Malnutrisi pada kanker
diduga diakibatkan karena menurunnya asupan makanan per oral
(karena anoreksia, mual muntah, perubahan persepsi rasa dan bau),
perubahan metabolisme, efek samping terapi, malabsorbsi, dan faktor
psikologis. Defisiensi energi dan protein juga sangat sering ditemukan
pada pasien kanker karena pasien mengalami turnover protein yang
meningkat. Malnutrisi sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan
kematian dan berbagai komplikasi serta dapat mengakibatkan
peningkatan biaya rawat inap, memperpanjang penyembuhan dan
memperlama masa rawat inap.2,3 Untuk mengatasi hal tersebut,
intervensi gizi sangat penting dilakukan untuk meningkatkan asupan
makanan dan zat gizi pasien. Salah satu intervensi gizi yang dapat
dilakukan adalah memberikan makanan enteral untuk meningkatkan
asupan energi dan zat gizinya.
Pada umumnya, penderita kanker membutuhkan diet energi
tinggi protein tinggi, dikarenakan dapat mencegah terjadinya
penurunan zat gizi lebih lanjut serta membantu proses penyembuhan
pada pasien kanker.4 Oleh karena itu, diperlukan modifikasi formula
enteral rumah sakit dari bahan pangan yang tinggi energi dan tinggi
protein. Bahan pangan tinggi energi dan tinggi protein yang dapat
digunakan dalam pembuatan modifikasi FERS pasien kanker yaitu
tepung tempe, susu skim, minyak zaitun, virgin coconut oil¸ gula
pasir, maltodekstrin, dan tepung mocaf karena mengandung senyawa
bioaktif seperti senyawa fenolik, isoflavon genistein, dan asam laurat
yang berpotensi sebagai antikanker serta beberapa zat gizi seperti
asam amino leusin dan flavonoid yang sesuai untuk kondisi pasien
kanker yang mengalami perubahan metabolisme.5,6,7,8 Melalui
kombinasi tujuh bahan tersebut diharapkan dapat membuat FERS
yang lebih unggul dalam mendukung proses pengobatan pasien
kanker.
Setelah FERS dibuat, uji fisik yang meliputi viskositas dan
osmolaritas perlu dilakukan untuk mengetahui sifat fisik formula yang
telah dibuat. Uji fisik viskositas perlu dilakukan dengan tujuan untuk
menunjukkan kualitas fisik dari formula enteral, karena viskositas
merupakan karakteristik penting dari makanan cair dalam pengolahan
makanan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui produk enteral yang
dibuat sesuai dengan batas normal, tidak terlalu encer ataupun terlalu
kental.9 Osmolaritas adalah konsentrasi zat terlarut total, dinyatakan
dalam satuan mOsm/L. Analisis osmolaritas makanan enteral
dilakukan untuk menilai kemampuan penerimaan fisiologis dari
makanan dan untuk menghindari komplikasi.10 Selain melakukan uji
fisik, uji organoleptik juga penting dilakukan untuk mengetahui
penerimaan serta kesukaan konsumen terhadap warna, rasa, aroma,
kekentalan, tingkat kematangan, dan penerimaan keseluruhan melalui
pengujian secara organoleptik. Uji organoleptik memiliki relevansi
yang tinggi dengan mutu produk karena berhubungan langsung
dengan selera konsumen.11
B. Tujuan
1. Mengetahui terkait cara pembuatan Modifikasi Formula Enteral
Tinggi Energi Tinggi Protein “CO-LITE” untuk pasien kanker.
2. Mendeskripsikan dan mengetahui sifat fisik (viskositas dan
osmolaritas) formula enteral tinggi energi tinggi protein “CO-
LITE”.
3. Mendeskripsikan dan menguji organoleptik (warna, aroma, rasa,
konsistensi, kematangan, dan penerimaan) dari modifikasi
formula enteral tinggi energi tinggi protein “CO-LITE”.
C. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui cara pembuatan modifikasi formula
enteral tinggi energi tinggi protein “CO-LITE” untuk pasien
kanker.
2. Mahasiswa dapat mendeskripsikan dan mengetahui sifat fisik
(viskositas dan osmolaritas) formula enteral tinggi energi tinggi
protein “CO-LITE”.
3. Mahasiswa dapat mendeskripsikan dan menguji organoleptik
(warna, aroma, rasa, konsistensi, kematangan, dan penerimaan)
dari modifikasi formula enteral tinggi energi tinggi protein “CO-
LITE”.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Metabolisme
Kanker dapat menyebabkan efek merugikan yang berat bagi
status gizi. Tidak hanya sel kanker yang mengambil zat gizi dari tubuh
pasien, tapi pengobatan dan akibat fisiologis dari kanker dapat
mengganggu dalam mempertahankan kecukupan gizi. Beberapa efek
potensial dari kanker terhadap gizi berkaitan dengan kehilangan berat
badan akibat:2
1. Berkurangnya makanan yang masuk, mungkin diinduksi oleh
perubahan kadar neotransmiter (serotin) pada susunan saraf pusat;
peningkatan kadar asam laktat yang diproduksi oleh metabolisme
anaerob, metode metabolisme yang disenangi oleh tumor; stres
psikologis, disguesia (perubahan dalam pengecapan); dan tidak
suka terhadap makanan tertentu.
2. Meningkatnya kecepatan metabolisme basal.
3. Meningkatnya glukoneogenesis (produksi glukosa dengan pecahan
glikogen, lemak, dan protein tubuh) yang disebabkan oleh
ketergantungan tumor pada metabolisme anaerob.
4. Penurunan sintesis protein tubuh “Kaheksia kanker” adalah bentuk
malnutrisi berat yang ditandai dengan anoreksia, cepat kenyang,
penurunan berat badan, anemia, lemah, kehilangan otot. Walaupun
dukungan gizi yang adekuat dapat membantu mencegah
kehilangan otot dan berat badan, hanya terapi kanker yang sukses
yang dapat memperbaiki/mengembalikan sindrom kaheksia kanker
ini.
Pada pasien kanker juga mengalami perubahan metabolisme.
Metabolisme berkaitan erat degan metabolisme karbohidrat, protein,
dan lemak. Pada pasien kanker, perubahan metabolisme zat tersebut
berpengaruh pada terjadinya penurunan berat badan.2 Berikut
perubahan metabolisme yang terjadi pada pasien kanker:
1. Metabolisme Karbohidrat
Metabolisme normal karbohidrat meliputi glikolisis aerob
(siklus Krebs) yang menghasilkan 36 hingga 38 ATP. Namun pada
penderita kaheksia kanker, lebih sering terjadi glikolisis anaerob
yang hanya menghasilkan 2 ATP kemudian menyalurkan glukosa
bagi pertumbuhan tumor. Dalam keadaan ini diproduksi asam
laktat pada sel neoplastik yang diubah kembali menjadi glukosa
(glukoneogenesis) melalui siklus cori yang tidak efisien sehingga
meningkatkan pengeluaran energi pada penderita sebagai akibat
peningkatan laju glikoneogenesis, keadaan ini diperkirakan
menimbulkan intoleransi glukosa sehingga kadar serum glukosa
tetap tinggi sesudah makan yang bisa disebabkan oleh regulasi
menurunnya reseptor insulin atau oleh faktor lain. Akibat dari
abnormalitas ini berupa anoreksia karena hiperglikemia kronis atau
karena akumulasi asam laktat. Hasil akhirnya berupa peningkatan
glukoneogenesis, penipisan glikogen hati dan intoleransi glukosa.12
Berdasarakan kondisi intoleransi glukosa tersebut, pasien
kanker membutuhkan makanan dengan indeks glikemik rendah
sampai sedang, sehingga diharapkan akan menghambat
peningkatan kadar glukosa darah. Selain itu, kandungan serat yang
tinggi serta terdapatnya pati resisten juga dibutuhkan untuk
merangsang pertumbuhan kuman probiotik yang berperan sebagai
kontrol glikemik dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin.13
2. Metabolisme Protein
Pada kondisi starvasi, penggunaan energi untuk otak oleh
glukosa digantikan dengan benda keton yang merupakan hasil
pemecahan lemak. Protein otot dan protein visceral dipergunakan
sebagai prekursor glukoneogenesis sehingga terjadi penurunan
katabolisme protein dan penurunan glukoneogenesis dari asam
amino di hati. Pada pasien kanker, asam amino tidak disimpan
sehingga terjadi deplesi dari massa otot dan pada sebagian pasien
terjadi atrofi otot yang berat. Kehilangan massa otot merupakan
akibat dari peningkatan degradasi protein dan penurunan sintesis
protein karena terpakai untuk pembentukan protein fase akut dan
glukoneogenesis. Beberapa penelitian menyatakan bahwa asam
amino rantai cabang (AARC) dapat meregulasi sintesis protein
secara langsung dengan memodulasi translasi mRNA.2
Proteolysis-inducing factor (PIF) merupakan glikoprotein
sulfat yang dapat mengaktivasi jalur proteolisis. Kehilangan massa
otot pada pasien kanker dengan kaheksia menunjukkan korelasi
dengan adanya PIF di dalam serum yang mampu menginduksi
secara seimbang degradasi protein dan penghambatan sintesis
protein. Pada pasien kanker juga terjadi ketidakseimbangan antara
sitokin proinflamasi seperti TNF-Alfa, IL-², IL-2, IL-6, interferon-
gamma dan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, IL-12, IL-15.
Aktivasi sitokin proinflamasi akan mengaktivasi nuclear
transcripsi factor NF-B sehingga terjadi inhibisi sintesis protein
otot dan penurunan pro Myelin D.2
Berdasarkan kondisi tersebut, pasien kanker membutuhkan
asam amino esensial terutama asam amino rantai cabang (AARC)
yang berperan langsung terhadap stimulasi sintesis protein otot,
salah satunya yaitu leusin yang merupakan stimulator kuat
terhadap sintesis protein. Leusin bisa mengaktifkan beberapa sinyal
intraseluler melalui aktivasi jalur sinyal mTOR sehingga terjadi
aktivasi dari protein ribosom S6K1 dan 4E-BP1 yang akan
menginisiasi translasi untuk sintesis protein.5
3. Metabolisme Lemak
Pada pasien kanker terjadi perubahan mobilisasi lipid
berupa penurunan lipogenesis, penurunan aktivitas lipoprotein
lipase (LPL) dan peningkatan lipolisis. Peningkatan lipolisis
disebabkan oleh peningkatan hormon efinefrin, glukagon,
adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang dimediasi melalui
cyclic adenosine monophosphate (c-AMP).2
Pada pasien kanker, simpanan lemak akan terdeplesi
karena lemak dimobilisasi menjadi energi sehingga asam-asam
lemak bebas dibawa ke hati untuk diubah menjadi glukosa.
Lipoprotein lipase merupakan enzim yang menggerakkan
trigliserida serum ke dalam sel-sel lemak sehingga lemak dapat
disintesis dan disimpan. Sejumlah penelitian menunjukkan
penurunan keefektifan enzim tersebut pada pasien-pasien kaheksia
kanker sehingga lemak tubuh berkurang. Demikian pula, sebagian
tumor dapat menghasilkan faktor-faktor lipolitik yang
menyebabkan pemecahan lemak (lipolisis) dan peningkatan kadar
serum lipid atau hiperlipidemia. Akhirnya klien dapat melepaskan
TNF (Tumor Necrosis Factor), yaitu sitokin yang menghambat
kerja enzim lipoprotein lipase dan dengan demikian menyebabkan
deplesi simpanan lemak serta hiperlipidemia serum.6 Oleh karena
itu, pasien kanker membutuhkan senyawa antosianin dan flavonoid
yang memiliki efek anti inflamasi dengan cara menghambat
pelepasan sitokin TNF-α.14,15
4. Abnormalitas Mikronutrien
Penderita kaheksia kanker dapat mengalami penurunan
absorpsi vitamin C, A, B12, dan folat, serta gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Defisiensi lain dapat terjadi
menurut malignansinya. Sebagai contoh, kanker pankreas kerap
kali menyumbat duktus kelodukus sehingga terjadi penurunan
sekresi enzim-enzim pencernaan yang akan mengubah penyerapan
protein dan lemak. Jika sel-sel tumornya menggantikan sel-sel
fungsional dalam pulau-pulau Langerhans pancreas, maka produksi
insulin akan menurun dan mengakibatkan perubahan pada
metabolisme lipid serta KH.12
B. Prinsip dan Syarat Diet
Prinsip dan syarat diet tinggi energi tinggi protein yang
dirancang untuk formula enteral CO-LITE adalah sebagai
berikut:16,17,18
1. Densitas kalori 1,5 kkal/cc
2. Protein 20% dari total energi
3. Lemak 30% dari total energi
4. Karbohidrat 50% dari total energi
5. Vitamin dan mineral yang cukup
6. Osmolaritas 300-500 mOsm/kg.
C. Rute Pemberian Formula
Malnutrisi dan kaheksia merupakan masalah yang umum
dijumpai pada pasien kanker, padahal asupan energi dan nutrien yang
optimal merupakan hal penting pada penatalaksanaan penderita
kanker baik pada pasien yang sedang menjalani terapi, masa
pemulihan, dalam keadaan remisi maupun untuk mencegah
kekambuhan. Oleh karena itu, bila pasien tidak dapat memenuhi
kecukupan zat gizi secara oral maka perlu dilakukan pemberian nutrisi
dengan cara lain, salah satunya yaitu melalui enteral jika fungsi
saluran cerna masih baik. Nutrisi enteral diindikasikan pada pasien
yang tidak dapat makan secara oral karena efek samping terapi
misalnya odynophagia, mukositis, esofagitis, dan lain-lain.19
Pada dasarnya, ada dua jalur akses untuk memberikan diet
enteral, yaitu melalui kateter nasoenteral atau dengan jejunostomi.20
Pemberian diet enteral dengan kateter nasoenteral melalui rute
transanal di jejunum proksimal tidak dianggap sebagai prosedur yang
sangat kompleks. Namun demikian, kateter nasojejunal dapat
menggantikan, mengeksternalisasi dan bahkan menghalangi, yang
akan mencegah penggunaannya sebagai rute nutrisi enteral pada
periode pasca operasi. Pertukaran dan reposisinya dapat menjadi
penyebab peningkatan morbiditas bedah. Dalam situasi seperti itu,
sering kali mengubah pemberian makan menjadi nutrisi parenteral.
Secara berbeda, jejunostomi menyajikan tingkat perpindahan,
obstruksi, dan eksteriorisasi yang lebih rendah. Sebaliknya, prosedur
jejunostomi lebih rumit bila dibandingkan dengan kateter nasoenterik,
dengan komplikasi seperti dermatitis yang berdekatan dengan kateter,
infeksi luka, obstruksi usus dan kebocoran dengan peritonitis. Operasi
ulang karena komplikasi yang berkaitan dengan jejunostomi terjadi
pada hingga 3% kasus. Namun, rute akses terbaik ke saluran
pencernaan untuk makanan enteral belum ditetapkan, dan tidak ada
konsensus di antara penulis. Saat ini, rute yang digunakan, apakah
kateter nasojejunal atau jejunostomi, biasanya ditentukan sesuai
dengan preferensi ahli bedah dan protokol institusinya. Akan tetapi,
karena insiden komplikasi parah yang lebih rendah, pemberian nutrisi
enteral melalui kateter nasoenterik lebih direkomendasikan, 21
khususnya pada pasien yang mengalami mukositis parah yang
diinduksi radiasi atau tumor obstruktif pada kepala-leher atau dada,
pemberian EN direkomendasikan menggunakan tabung nasogastrik
atau perkutan (misalnya gastrostomies endoskopi perkutan (PEG)).17
Rute pemerian EN juga dapat dibedakan berdasarkan jangka
waktunya, utnuk pemberian enteral jangka pendek (4-6 minggu) dapat
menggunakan pipa nasogastrik (NGT), sedangkan pemberian enteral
jangka panjang (>4-6 minggu) menggunakan percutaneus endoscopic
gastrostomy (PEG).2 Berdasarkan pernyataan yang ada, kami
menyimpulkan bahwa akan melakukan pemberian makanan enteral
melalui jalur nasogastric tube (NGT).
D. Bahan dan Jumlah Bahan Formula
Makanan enteral diberikan sesegera mungkin untuk
mengembalikan fungsi usus secara normal dan menghindari atrofi jonjot
usus. Formula enteral tinggi kalori tinggi protein mempunyai kepadatan
energi yaitu antara 1,0 hingga 2,0 kkal/ml dengan pemberian antara 200 ml
hingga 250 ml. Pemberian formula enteral dapat dilakukan dengan interval
3 sampai 4 jam sehingga nutrisi enteral tersebut dapat memberikan energi
sampai 2000 kkal untuk mencegah retensi lambung serta regurgitasi.22
Perencanaan formula enteral yang kami buat adalah makanan enteral
tinggi energi tinggi protein dengan bahan-bahan sebagai berikut :
Tabel 1. Bahan-Bahan Modifikasi FERS Tinggi Energi Tinggi Protein
1. Tepung Tempe
2. Susu Skim
Susu bubuk skim adalah susu yang dibuat dengan
mengurangi kadar air dan lemak yang ada, kandungan lemak susu
bubuk skim tidak lebih dari 1,5% dan kandungan air tidak lebih
dari 5%. Kandungan rendah lemak susu bubuk skim dapat
digantikan kekurangannya tersebut, karena memiliki kandungan
protein yang cukup tinggi, laktosa dan mineral. Susu skim juga
mengandung kalsium yang tinggi, potassium, fosfor, niacin dan
riboflavin yang sangat penting untuk kesehatan terutama untuk
pasien kanker yang mengalami defisiensi vitamin dan mineral.24
3. Virgin Coconut Oil
Minyak kelapa murni atau VCO diyakini berkhasiat untuk
kesehatan diantaranya menurunkan resiko kanker, membantu
mencegah infeksi virus, mendukung sistem kekebalan tubuh, tidak
mengandung kolesterol dan tidak menyebabkan kegemukan.
Komponen kimia asam lemak yang terkandung dalam VCO adalah
asam lemak jenuh rantai sedang dan pendek, asam lemak jenuh
rantai sedang dan pendek mudah dicerna dan diserap tubuh.
Adapun senyawa asam lemak jenuhnya adalah asam laurat (41-52
%), asam lemak miristat (13-19%), asam lemak palmitat (7,5-
10,5%), asam lemak kaprilat (5-10 %), asam lemak kaprat (4-
5,8%), asam lemak stearat (1-3%). Sementara asam lemak tak
jenuh terdiri dari asam oleat (omega9) (5-8%), asam linoleat
(omega 6) (1,5-2,5%), dan asam palmitoleat (1,3%). Sedangkan
komposisi kimia minyak kelapa murni diantaranya ± 66% minyak,
protein 6-7% dari berat keringnya, air 48%, serat kasar 5%, kadar
abu ±2%. Selain asam lemak, beberapa komponen kimia lain yang
telah diketahui terkandung dalam virgin coconutoil adalah sterol,
vitamin E dan fraksi polifenol (asam fenolat). Komponen kimia
tersebut telah dilaporkan mempunyai aktifitas antioksidan.8
Komponen asam lemak dalam VCO yang dilaporkan
bermanfaat untuk kesehatan terutama adalah asam laurat. Asam
laurat adalah sejenis asam lemak jenuh dengan rantai karbon C
menengah (C-12) yang juga merupakan komponen terbesar dalam
minyak kelapa murni. Asam laurat dalam tubuh manusia dirubah
menjadi suatu bentuk senyawa monogliserida yakni monolaurin.
Monolaurin merupakan senyawa yang bersifat antivirus,
antibakteri, dan antijamur. Dalam mekanismenya monolaurin dapat
merusak membran lipid (lapisan pembungkus virus) diantaranya
virus HIV, influenza, dan beberapa virus lainnya. Beberapa jenis
bakteri seperti Staphylococcusaureus, Helieobacterpylori (bakteri
penyebab sakit maag) dilaporkan dapat dimatikan oleh senyawa
monolaurin. Di samping itu, VCO dapat menghambat pertumbuhan
sel kanker kolon manusia (HT-29) in vitro.8
4. Olive Oil
Minyak zaitun mengandung antioksidan telah dipakai
sejak lama untuk pencegahan kanker. Minyak zaitun terdiri dari
fraksi gliserol (90-99% dari buah zaitun) dan fraksi non-gliserol
(0,4-5% dari buah zaitun). Fraksi gliserol minyak zaitun terdiri dari
Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA), Poly Unsaturated Fatty
Acid (PUFA) dan Saturated Fatty Acid (SFA). Sedangkan fraksi
non-gliserol di antaranya senyawa fenolik, tokoferol, squalene,
klorofil (pigmen warna) dan β-karoten yang berfungsi sebagai
antioksidan. Minyak zaitun juga kaya akan polifenol yang dikenal
sebagai anti-inflamasi, antioksidan, dan antikoagulan. Antioksidan
membantu menetralkan radikal bebas dan memperbaiki kerusakan
membran sel yang disebabkan oleh paparan asap rokok, polusi,
alkohol, dan radiasi serta baik untuk kesehatan jantung. Fraksi non-
gliserol yang berfungsi sebagai antioksidan senyawa fenolik,
tokoferol, squalene, klorofil (pigmen warna) dan β-karoten.
Senyawa fenolik dalam minyak zaitun (hidrokortisol, oleuropein,
caffeic acid, coumaric acid, vanillic acid) adalah anti-oksidan alami
yang paling kuat. Bersama vitamin E dan karotenoid memainkan
peran penting melawan kanker.7
Kandungan phenol dalam minyak zaitun befrungsi sebagai
pencegah kanker. Kandungan phenol (polyphenol) memiliki efek
chemopreventive pada beberapa jenis kanker, serta dapat
menghambat proses karsinogenesis dengan beberapa mekanisme
seperti: penghambatan pada proses sintesis DNA, mengurangi
produksi ROS, meregulasi siklus sel, mengatur mekanisme
proliferasi serta survival sel. Selain itu kandungan phenol dapat
mempengaruhi proses apoptosis dengan menghambat ekspresi dari
protein regulator seperti menghambat terjadinya kerusakan DNA,
menghambat proliferasi sel-sel promyelocytic HL60 yang
merupakan sel-sel penyebab leukimia, mereduksi sel-sel HT115
yang merupakan sel yang berkembang pada kanker kolorektal, dan
menghambat gen Her-2/neu sebagai penyebab terjadinya kanker
payudara. Adapun kandungan yang terdapat pada phenol yaitu
hydroxytyrosol (HTyr), tyrosol (Tyr), dan secoiridoids oleacein dan
oleocanthal memainkan peran sentral sebagai agen antiinflamasi,
neuro protektif, dan antikanker.7 Selain itu, minyak zaitun juga
memiliki kandungan flavonoid yang dapat menghambat proses
inflamasi, menghambat produksi pro-inflamasi sitokin seperti IL -
1beta , IL - 2 , IL-3, IL - 6 , IFN - gamma , TNF-alpha , dan
kemokin di jenis sel yang berbeda-beda.15 Dengan demikian,
penambahan minyak zaitun penting karena berfungsi sebagai
antikanker dan dapat meningkatkan kerja lipoprotein lipase untuk
mencegah deplesi simpanan lemak pada pasien kanker melalui
penghambatan produksi TNF-alpha.
5. Gula pasir
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena dapat
larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi
energi. Gula pasir merupakan jenis gula sukorsa yang berasal dari
cairan sari tebu. Gula sukrosa memiliki sifat higroskopis yang lebih
kuat dibandingkan gula lainnya, sehingga dalam mengikat air lebih
kuat. Fungsi penambahan gula dalam produk pangan diantaranya
untuk memberikan aroma, rasa manis sebagai pengawet, dan
memperoleh tekstur tertentu.25 Dalam pembuatan formula enteral,
gula berfungsi sebagai sumber karbohidrat dan memberikan rasa
manis.
6. Maltodekstrin
Maltodekstrin merupakan produk modifikasi pati yang
memiliki kelarutan tinggi dalam air dingin sehingga layak
digunakan sebagai penstabil pada produk nutrisi enteral.
Penggunaan stabilisator ini dapat berdampak pada nilai gizi dan
viskositas produk enteral. Semakin tinggi kadar maltodekstrin yang
digunakan, semakin tinggi pula viskositasnya. Penambahan
maltodekstrin juga berpengaruh pada peningkatan kualitas fisik dan
kimia suatu produk. Maltodekstrin yang semakin banyak akan
meningkatkan total padatan sehingga memicu penurunan kadar air.
Warna maltodekstrin yang putih akan meningkatkan kecerahan
dalam suatu bahan.26
7. Tepung Mocaf
Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) adalah produk
tepung dari ubi kayu (Manihot esculenta crantz) yang diproses
menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi.
Mikroba yang tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik dari
tepung yang dihasilkan, seperti naiknya viskositas, kemampuan
gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut yang menyebabkan
tepung ubi kayu terfermentasi memiliki karakteristik dan kualitas
hampir sama menyerupai tepung terigu.27 Tepung Mocaf memiliki
keunggulan yaitu sebagai sumber karbohidrat kompleks
(87,3%/100 g) dengan daya cerna pati yang baik dan indeks
glikemik yang rendah serta tidak mengandung gluten.28 Oleh
karena itu, tepung Mocaf berpotensi dapat dijadikan bahan pangan
dalam pembuatan modifikasi FERS yang tinggi energi dan
karbohidrat untuk pasien kanker yang mengalami intoleransi
glukosa.
b. Bahan
Tepung tempe 27,5 gram
Susu skim 100 gram
Virgin Coconut Oil 10 gram
Olive oil 10 gram
Gula 22,5 gram
Maltodekstrin 5 gram
Tepung Mocaf 22,5 gram
c. Cara Kerja
Menimbang semua bahan dengan timbangan digital
Mencampur semua bahan kering yaitu susu, maltodekstrin,
gula halus, tepung tempe, dan tepung mocaf
Mengaduk bahan kering dengan spatula hingga homogen
selama 5 menit
Menambahkan bahan basah yaitu minyak zaitun dan virgin
coconut oil pada campuran bahan kering kemudian
mengaduk campuran dengan spatula selama 2 menit
Mixer semua adonan tersebut selama 8 menit
Blender campuran bahan FERS selama 30 detik untuk
memperkecil luas permukaan
Menyeduh campuran bahan FERS dengan air bersuhu 70℃
sesuai takaran saji (sampai volume 500 ml)
Blender larutan FERS dengan blender sekitar 2 detik (jangan
sampai berbuih)
Memasukkan FERS ke dalam wadah steril
B. Uji Fisik
1. Pengukuran Viskositas dengan Uji Alir
a. Alat
Spuit Gelas ukur
Selang sonde Baskom
Penggaris
b. Bahan
FERS yang sudah diseduh 100 ml
FEK yang sudah diseduh 100 ml
Air 100 ml
c. Cara Kerja
Memasang spuit dan selang NGT
Menekuk selang bagian atas tepat di bawah spuit
(sebagai titik start)
Menuang 50 ml FERS yang sudah diseduh menggunakan
gelas ukur ke dalam spuit
Mengalirkan 50 ml FERS ke dalam selang NGT dengan
ketinggian sekitar 92 cm
Menghitung waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan
formula di dalam selang
Stopwatch dihentikan ketika FERS telah melewati spuit
(garis start)
Mencatat waktu yang diperlukan dalam ml/detik
Lakukan uji alir sebanyak 2 kali
Lakukan hal yang sama pada FEK dan air
Bandingkan FERS dan FEK
2. Pengukuran Viskositas dengan Viskometer Ostwald
a. Alat
Viskometer Gelas ukur
ostwald Wadah
Pipet ball
Spuit
c. Bahan
FERS yang sudah diseduh 80 ml
FEK yang sudah diseduh 80 ml
Air 30 ml
d. Cara Kerja
Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Membersihkan viskometer terlebih dahulu. Kemudian,
menghilangkan gelembung udara di dalam viskometer
menggunakan spuit
Meletakkan viskometer pada posisi vertical
Menghitung t air dengan langkah :
a) Memasukkan 10-15 ml air ke viskometer reservoir C
b) Menghisap air menggunakan pipet ball melalui pipa
A sampai melewati garis reservoirnya
c) Cairan dibiarkan turun dari garis A menuju garis B
d) Mencatat waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir
dari garis A ke B.
Menghitung berat jenis sampel (ρ sampel) dengan
langkah:
a) Menimbang beaker glass kosong berukuran 100 ml
menggunakan timbangan analitik. Kemudian,
mencatat hasilnya. Sementara itu, viskometer
dibersihkan kembali dan gelembung udara
dihilangkan menggunakan spuit
b) Menuang 50 ml sampel (FERS) ke dalam baker glass
tersebut, kemudian menimbang kembali beaker glass
yang telah berisi sampel menggunakan timbangan
analitik. Lalu, catat hasilnya
Menghitung t FERS dengan langkah :
a) Memasukkan 10-15 ml sampel ke viskometer resevoir
C
b) Menghisap cairan FERS menggunakan pipet ball
melalui pipa A sampai melewati garis reservoirnya
c) Cairan FERS dibiarkan turun dari garis A menuju
garis B
d) Mencatat waktu yang dibutuhkan cairan FERS untuk
mengalir dari garis A ke B. Lakukan pengulangan
sebanyak 2x dari memasukkan sampel ke reservoir C
Menghitung viskositas dengan persamaan Poiseuille
Melakukan hal yang sama menggunakan FEK Peptisol
sebagai pembandingnya
A. Pembuatan FERS
Tabel 4. Pembuatan FERS Satu Resep
Kandungan Gizi (tiap 1 L)
Bahan Berat
No. Nilai Satuan
1. Tepung tempe 55 g Densitas 1,5 kkal/cc
2. Susu skim 200 g
Energi 1505,9 Kal
3. VCO 20 g
4. Olive Oil 20 g Protein 72,7 Gram
5. Gula 45 g
Lemak 51,7 gram
6. Maltodekstrin 10 g
7. Tepung Mocaf 45 g Karbohidrat 207,7 gram
Perhitungan :
Viskositas FERS
berat beaker beserta sampel−berat beaker kosong
ꝭ Sampel =
vol sampel 50 ml
106,47−42,21
=
1,285
=1,285 kg/m3
Viskositas FEK
berat beaker beserta sampel−berat beaker kosong
ꝭ Sampel =
vol sampel (50 ml)
115−63
=
50
=1,04 kg/m3
Perhitungan :
Osm formula Viskositas formula
=
Osm pembanding viskositas pembanding
Viskositas CO−LITE x Osm peptisol
Osm CO-LITE =
Viskositas peptisol
0,81 x 400
=
0,664
= 487 mOsm/L
Putih tepung Tidak suka Tawar Cair ada Kurang matang Tidak diterima
sedimen
Coklat muda Agak suka Manis Sangat Sangat matang Agak diterima
kekuningan kental
C. Uji Organoleptik
Mutu organoleptik didefinisikan sebagai tingkat kesukaan
panelis yang ditentukan dengan metode uji skalar garis meliputi
rasa, aroma, warna, kekentalan,tingkat kematangan, dan
penerimaan keseluruhan terhadap formula enteral rumah sakit yang
dianalisis menggunakan form uji organoleptik. Uji organoleptik
dilakukan pada 10 orang panelis.22
a. Warna
Warna termasuk dalam satu indikator penting dalam
menentukan apakah suatu produk dapat dikonsumsi atau tidak,
sebab indikator warna mudah diidentifikasi secara visual atau
kesan pertama suatu produk dan dapat mempengaruhi selera
konsumen.30,31 Ketika konsumen mempertimbangkan apakah
akan membeli suatu produk atau tidak, secara tidak sadar
konsumen akan memperhatikan warna pada produk, sehingga
meski produk tersebut memiliki rasa yang enak, tekstur yang
baik dan bergizi namun secara visual tidak menarik konsumen,
maka kemungkinan produk tersebut tidak dikonsumsi besar
karena mendapat kesan tidak menarik ataupun menyimpang
dari warna yang normal.32
Berdasarkan hasil pengamatan praktikan, FERS CO-
LITE yang sudah diseduh memiliki warna coklat muda.
Berdasarkan hasil pengamatan uji organoleptik warna pada 10
panelis, 6 panelis (60%) menyatakan warna FERS “CO-LITE”
coklat muda kekuningan, sementara 4 panelis (40%)
menyatakan coklat muda. Warna coklat yang terlihat pada
hasil akhir formula enteral CO-LITE berasal dari penggunaan
tepung tempe. Tepung tempe menghasilkan warna yang gelap
e. Kematangan
Tingkat kematangan mempengaruhi cita rasa makanan
dan tekstur makanan, dalam hal ini berupa formula enteral.
Dinyatakan matang apabila telah layak dikonsumsi atau sudah
dimasak sampai benar-benar matang.42 Proses pemanasan
merupakan salah satu faktor tingkat kematangan pada saat
pembuatan FERS. Berdasarkan anjuran WHO, untuk
melarutkan formula bubuk dapat menggunakan air dengan
suhu > 70 oC. Penggunaan air harus sesuai dengan standar
karena intensitas panas yang berbeda mempengaruhi tingkat
kematangan.43
Pada pembuatan Formula Tinggi Energi Tinggi Protein,
praktikan telah mengikuti anjuran WHO dimana pada suhu
70oC. Interpretasi tingkat kematangan dilakukan menggunakan
persepsi responden seperti terasanya sedimen tepung yang
tertinggal setelah FERS ditelan (chalkiness).
Pengujian doneness atau tingkat kematangan
Modifikasi FERS Tinggi Energi Tinggi Protein “CO-LITE”
dilakukan pada 10 panelis. Berdasarkan uji organoleptik,
didapatkan 50% (5 orang) panelis menjawab matang, cukup
matang oleh 40% (4 orang) panelis, dan sangat matang oleh
10% (1 orang) panelis. Secara keseluruhan, panelis dapat
menerima tingkat kematangan FERS.
f. Penerimaan Keseluruhan
Indikator penliaian penerimaan keseluruhan dilakukan
untuk mengetahui apakah FERS CO-LITE dapat diterima
dengan baik atau tidak oleh panelis. Berdasarkan uji tingkat
penerimaan keseluruhan panelis terhadap parameter rasa,
warna, aroma, kekentalan, dan kematangan mendapatkan hasil
40% (4 orang) panelis menyatakan kurang dapat diterima, dan
60% (6 orang) panelis menyatakan tidak dapat diterima.
Pernyataan para panelis didasari dengan pertimbangan secara
keseluruhan uji organoleptik yang mereka lakukan, sebagian
besar panelis menyatakan rasa formula kurang manis, warna
cokelat kekuningan, aroma agak tidak suka, tingkat kekentalan
cair dengan sedimen dan tingkat kematangan termasuk matang.
VI. PENUTUP
1. Kesimpulan
FERS CO-LITE merupakan modifikasi formula enteral
rumah sakit tinggi energi tinggi protein untuk pasien kanker yang
berbahan dasar tepung tempe, susu skim, minyak zaitun, virgin
coconut oil, maltodekstrin, gula halus, dan tepun mocaf.
Berdasarkan hasil uji alir didapatkan rerata kecepatan alir FERS
CO-LITE sebesar 5,25 mL/detik. Berdasarkan uji viskositas
menggunakan viskometer Ostwald, didapatkan rerata viskositas
FERS CO-LITE sebesar 8,1 cP. Osmolaritas FERS CO-LITE
didapatkan sebesar 487 mOsm/L. Dapat disimpulkan bahwa sifat
fisik (viskositas dan osmolaritas) FERS CO-LITE sesuai dengan
rentang yang direkomendasikan. Berdasarkan hasil uji
organoleptik, penerimaan keseluruhan dari FERS CO-LITE yaitu
tidak dapat diterima. Hal ini berkaitan dengan aroma yang berbau
langu dan rasa yang kurang manis dari FERS CO-LITE.
2. Saran
Praktikan perlu lebih memperhatikan komposisi dan
perbandingan bahan yang digunakan. Agar produk layak diterima
perlu mempertibangkan penggunaan bahan seperti tepung tempe
yang memiliki rasa dan aroma kurang sedap jika dicampur dengan
beberapa bahan menjadi kurang cocok sehingga menghasilkan rasa
tidak enak.
DAFTAR PUSTAKA
Pengukuran Vsikositas
Gambar 15. Menghitung t air Gambar 16. Menghitung t
FERS
Tindak lanjut
Dinyatakan matang apabila telah layak
dikonsumsi atau sudah dimasak sampai benar-
benar matang.