Anda di halaman 1dari 1

Hidup adalah peristiwa.

Pengalaman-pengalaman yang kita alami dalam hidup ini,


terkadang ada yang merupakan peristiwa yang positif dan negatif. Bercermin dari
pengalaman hidup tentunya akan membuat kita tumbuh dalam menemukan solusi dari
permasalahan hidup yang sering kita alami. Terkadang ada pula beberapa pengalaman
yang berkesan dalam hidup kita yang masih kita ingat sampai saat ini, dan mungkin sampai
seterusnya.

Ketika itu saya masih seorang remaja yang duduk di bangku SMP kelas 3. Usia
remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Sifat seseorang pada
masa ini masih cenderung labil dan keinginan akan sesuatu itu sulit untuk ditentang.
Seperti remaja pada umumnya, saya memiliki keinginan untuk membeli sebuah sepatu
baru. Padahal masih banyak sepatu yang saya miliki dan semuanya berlabel ‘layak pakai’.
Keinginan saya inipun ditentang oleh orang tua saya, bukannya karena banyaknya koleksi
sepatu yang masih saya punya, tetapi lantaran saya masih merenggek minta uang untuk
membeli sepatu itu. Karena keinginan saya ditolak, maka saya pun berinisiatif untuk
minggat ke rumah teman selama dua hari, tentunya tanpa meninggalkan pesan kepada
orang di rumah.

Namun tidak sampai dua hari rencana saya gagal. Orang tua teman saya
memberitahukan kepada orang tua saya bahwa anaknya tinggal merepotkan di rumahnya.
Maka saya pun dijemput dengan paksa untuk pulang ke rumah. Rencana saya yang pertama
gagal. Namun muncul ide baru yang tidak perlu pihak ketiga, yaitu saya pun melancarkan
aksi mogok makan. Sepertinya kali ini orang tua saya mulai menyerah. Mungkin mereka
berpikir lebih baik memenuhi keinginan saya daripada repot mengurusi anak ‘baik’ seperti
saya. Maka malam hari itupun saya bersama ayah saya berangkat ke pameran tempat saya
ingin membeli sepatu itu. Selama perjalanan sebenarnya saya merasa sangat bersalah telah
bersikap seperti itu. Sampai disana saya merasa bimbang apakah jadi untuk membeli
sepatu itu, sementa dalam hati kecil saya sangat menyesal atas sikap saya.

Akhirnya saya mengurungkan niat saya untuk membeli sepatu itu. Kenapa? Sebuah
pemandangan yang saya lihat waktu itu telah membuat saya sadar sampai saat ini. Seorang
peminta-minta dipinggir jalan yang tidak memiliki kedua kakinya. Jangankan ada keinginan
untuk memakai sepatu, bahkan untuk berjalanpun ia tidak bisa. Hati saya menjadi miris,
saya berpikir bahwa masih banyak orang-orang yang nasibnya tidak sebaik saya. Apa yang
saya pikirkan hanya memenuhi hasrat pribadi tanpa pernah melihat kebawah. Saya pun
sadar bahwa seharunya saya lebih mensyukuri apa yang telah saya punya sebab Tuhan
telah memberikan anugrahnya kepada setiap orang.

Anda mungkin juga menyukai