Anda di halaman 1dari 12

GADIS KECIL

Adiansyah Putra

Kelas:7I
No Absen:03
Menjelang shubuh, aku terbangun teringat tugas yang belum aku
kerjakan. Cuaca hari itu cerah namun sedikit dingin. Aku segera
mempersiapkan diri untuk mulai mengerjakan tugasku. Aku bingung memulai
dari mana karena tidak terpikirkan olehku tugas yang kupikir mudah ternyata
bisa sesulit ini.
Segera kuambil beberapa buku untuk melihat contoh dari tugas yang
diberikan. Tetapi masih belum juga aku tahu harus mulai dari mana. Aku pikir
aku benar-benar mengacaukannya kali ini. Aku tidak pernah berpikir kalau
aku terlalu menganggap remeh semua ini. Pikirku, “Haruskah aku minta
tolong pada seseorang? Tapi pada siapa?”

Halaman 1
Lalu, terlintas dipikiranku untuk membangunkan kakakku. Aku pikir
dia mungkin bisa membantuku member nasihat untuk tugas ini. Kakakku
bangun begitu aku membangunkannya, dan bertanya “Ada apa?”. Aku
menjelaskan kalau aku kesulitan mengerjakan tugasku, kemudian dia
menceritakan kepadaku sebuah cerita.
Dia bercerita tentang gadis kecil yang pernah dia lihat sewaktu
perjalanannya ke kota lain. Biasanya anak-anak pada usianya sering
memainkan mainan seperti boneka, bercanda bersama temannya, dengan
heboh menceritakan pengalamannya bermain di taman bermain, bahkan jaman
sekarang anak kecil sering memainkan gadget.

Halaman 2
Gadis kecil itu katanya sedikit berbeda. Dia terlihat duduk dibawah pohon
seorang diri. Matanya terlihat sedih dan dia hanya diam saja disana.

Apa yang dilakukannya disana sendirian?

Kakakku berkata, “Gadis kecil itu sedang memandangi langit. Aku


bisa melihatnya mengucapkan beberapa kata, tapi aku tidak bisa
mendengarkan apa yang dia katakan. Dalam pikiranku, apa dia sedang
mengajak bicara langit? Tapi entahlah, aku hanya memperhatikannya dalam
diam.”

Halaman 3
Kakakku melanjutkan lagi, “Gadis kecil itu, seperti meneruskan
ceritanya pada lagit. Aku bisa melihatnya, perasaan dalam yang ingin ia
curhatkan kepada seorang. Tapi dia tidak melakukannya, anehnya dia justru
memilih langit sebagai tempatnya mengadu. Aku berpikir-pikir lagi, apa
yang begitu tidak adil? Aku merasa sedih hanya dengan melihatnya. Matanya
berkaca-kaca, seolah dia berusaha untuk menahan tangisnya.”

Aku dengan seksama mendengarkan kakakku bercerita. Aku


sebenarnya tidak begitu mengerti apa maksud dari cerita yang kakakku
katakan. Tetapi aku tetap memperhatikannya dalam diam. Aku sedikit
penasaran bagaimana kelanjutan ceritanya.

Halaman 4
Aku hanya berpikir, “Apa yang aneh dari seorang gadis kecil
menangis? Pada usia itu mereka hanya bisa menangis kalau apa yang
diinginkannya tidak dapat terpenuhi. Maksudku aku sering melihat anak
kecil menangis karena berebut mainan jadi aku pikir itu hal yang wajar.
Mungkinkah aku yang tidak bisa memahami yang dimaksud kakakku?”
Sejenak saat aku melamun, kakakku berkata lagi, “Melihatnya
mengingatkanku pada seseorang.” Aku bertanya, “Siapa maksudmu kak?”
Dia menjawab, “Seseorang yang terlihat dingin, bersikap acuh seolah tidak
terjadi apapun, padahal aku tahu betul hal buruk yang dia lalui. Dia hanya
tersenyum setelah menerima perlakuan yang tidak adil. Melangkah pasti
dengan raut wajah yang tidak bisa kubaca.” Aku hanya berkata “Huh?”

Halaman 5
Dalam benakku, “Apa maksudnya? Aku sama sekali tidak
mengerti. Mungkin pemikiran kakakku terlalu jauh untuk bisa aku
mengerti.” Aku memikirkannya baik-baik dari cerita kakakku. “Aku
setidaknya harus mengerjakan tugasku entah bagaimana nanti hasilnya”,
pikirku. Tapi aku masih bingung karena ini pertama kalinya aku diberikan
tugas seperti ini.
Setelah berpikir sejenak, akhirnya aku memutuskan untuk
menjadikan cerita kakakku sebagai acuan. Meskipun sebagian besar aku
tidak paham, aku mencoba memikirkan sendiri apa yang aku pahami.

Halaman 6
“Aku harus bisa menyelesaikan tugasku. Aku tahu salahku dan
tidak mau mengulanginya lagi.” gumamku pada diri sendiri.
Menjelang pagi hari, aku akhirnya bisa menyelesaikan tugasku.
Aku merasa lega. Kemudian, terbesit di benakku tentang gadis kecil yang
diceritakan kakakku.
“Mungkin gadis itu menangis karena suatu alasan. Tapi aku
mungkin tetap tidak bisa mengerti kenapa. Mungkin karena aku laki-laki.”

Halaman 7
Aku berangkat sekolah seperti biasa. Di jalan aku memperhatikan
anak kecil bersiap berangkat sekolah bersama teman-temannya. Mereka
mengobrol dengan riang gembira.
Terus kukayuh sepedaku melewati ajalanan yang biasanya aku
lewati. Setelah beberapa menit aku sudah dekat dengan sekolahku dan
mulai terlihat anak-anak yang memakai seragam yang sama sepertiku. Aku
tidak kenal beberapa, mungkin mereka kakak kelasku.
“Haaahh!” Aku menguap, mungkin karena tidurku kemalaman
aku jadi sedikit mengantuk.

Halaman 8
Aku terhanyut dalam lamunanku lagi. Dibandingkan dulu
ternyata ada beberapa hal yang berubah dari diriku. Ada beberapa hal yang
baik dan buruk. Aku merasa aku perlu merubah beberapa kebiasaan buruk
yang aku lakukan. Mungkin karena aku teringat yang diceritakan kakakku.
Tapi aku jadi teringat sewaktu aku masih kecil. Dulu, aku sering
sekali bermain dengan teman-temanku. Seringkali di lapangan kami
bermain sepak bola dari pagi sampai siang. Bahkan terkadang orang tua
dan kakakku akan mencariku karena aku belum pulang ke rumah.

Halaman 9
Beberapa waktu yang lalu, kakakku pernah berkata, “Sana main
bola! Jangan pulang kalau belum dicari orang rumah!.” dia berkata seperti
itu karena akhir-akhir ini aku lebih sering di rumah dan memainkan
smartphoneku. Aku akhirnya keluar dengan temanku waktu itu.
Saat kecil aku sering bermain di luar rumah dengan temanku.
Mungkin sedikit berbeda dengan gadis kecil yang diceritakan kakakku.
Karena aku sering bermain dengan teman-temanku, sementara gadis kecil
itu hanya bermain sendirian.

Halaman 10

Anda mungkin juga menyukai