Anda di halaman 1dari 68

MAKALAH ANALISIS PENGUBAHAN TINGKAH LAKU

“ EXPRESSIVE WRITING THERAPY ”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah APTL

Dosen Pengampu : Sri Adi N,S.Psi, .MM

Disusun Oleh :

1. Diyah Rahmawati (1120600033)

2. Rahma Ambarwati (1120600035)

3. Aldi Candra Saputra (1120600040)

4. Muhammad Rizal (1120600042)

Semester/Kelas : 5/B

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini yang berjudul “EXPRESSIVE WRITING THERAPY”.
Merupakan salah satu tugas terstruktur mata kuliah Analisis Pengubahan Tingkah
Laku (APTL) pada Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Pancasakti Tegal.

Kami menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari
bantuan, bimbingan, arahan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Sri Adi
N,S.Psi, MM selaku dosen mata kuliah Analisis Pengubahan Tingkah Laku (APTL)
yang mengarahkan penulisan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekeliruan,


kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kami menerima kritik, saran dan petunjuk
yang bersifat membangun. Semoga makalah ini berguna bagi penulis, dosen,
mahasiswa lain dan para pembaca pada umumnya.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang ............................................................................................1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan .........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................4

A. Pengertian Expressing Writing ..................................................................4


B. Jenis-Jenis Ekspressive Writing ................................................................7
C. Kapan Ekspressive Writing Digunakan .....................................................8
D. Mengapa Diperlukan Ekspressive Writing .............................................11
E. Tujuan Ekspressive Writing ...................................................................14
F. Tahapan-Tahapan Ekspressive Writing ...................................................15
G. Karakteristik Eksressive Writing .............................................................21
H. Faktor Mempengaruhi Keberhasilan Terapi Expressive Writing ...........24
I. Kelebihan dan Manfaat Ekspressive Writing ..........................................25
J. Kekurangan Ekspressive Writing ...........................................................28
K. Tempat untuk Membuat Ekspressive Writing ........................................29
L. Orang yang disarankan menggunakan terapi expressive writing ............30

BAB III PENUTUP ..............................................................................................48

A. Kesimpulan ..............................................................................................48
B. Saran ........................................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................51

iii
LAMPIRAN JURNAL ........................................................................................54

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sudah kurang lebih tiga bulan kita semua menghadapi pandemi Covid-
19. Tidak sedikit dari kita yang merasa bahwa dampak dari pandemi ini akan
semakin merugikan. Kita merasa terbatasi, seperti harus tinggal di rumah,
menjaga jarak dengan orang lain, dan tentunya ruang gerak untuk beraktivitas
tidak seleluasa terlebih dahulu. Akibatnya, kita merasa bosan karena harus di
rumah saja. Beberapa orang bahkan merasa dirinya sangat bosan hingga “tidak
tahu harus melakukan apa lagi”. Perasaan tersebut dapat dimengerti. Hal-hal
seperti kebosanan, kesendirian yang berkepanjangan memungkinkan kita
merasa stres karena tidak ada lagi aktivitas yang bisa dilakukan hingga
akhirnya kita merasa cemas dalam menghadapi keadaan yang sedang terjadi.
Seseorang yang mengalami stress akan sulit untuk focus dalam
menjalani kehidupan sehari-harinya. Hal ini sudah pernah dijelaskan dalam
artikel American Psychology Asociation (APA), yang membahas bahwa
Psikologi Perubahan tingkah laku disebabkan karena stress. efeknya adalah
perasaan cemas.
Hal yang bisa kita lakukan sendiri untuk mengurangi kebosanan, stres,
dan kecemasan antara lain adalah dengan mencari aktivitas yang dapat
membuat hati kita senang. Tidak ada salahnya kita hal-hal baru untuk mengisi
waktu agar produktivitas kita tetap terjaga. Salah satu caranya adalah mencoba
menulis ekspresif . Menulis ekspresif merupakan terapi yang menggunakan
aktivitas menulis sebagai sarana untuk merenungkan pikiran dan perasaan
terdalam terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan (menimbulkan trauma).
Dari pengertian ini kita dapat mengetahui bahwa menulis ekspresif juga dapat
menjadi terapi media apabila kita merasakan hal

1
hal yang tidak kita senangi tetapi sulit membagikannya pada orang lain. tulisan
ekspresif juga digunakan sebagai emosional coping (Herdiani , 2012). Wright
(dalam Bolton, 2004) mendefinisikan expressive writing terapi sebagai proses
menulis yang merupakan ekspresi dan refleksi individu dan dilakukan dengan
keinginan sendiri atau bimbingan terapis atau peneliti.

B. Rumusan Masalah
Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut, maka perlu dikemukakan batasan
masalah yang akan di teliti dalam penilitian ini agar diperoleh pemahaman yang
lebih baik.
1. Apa pengertian Expressive Writting?
2. Apa saja jenis-jenis Expressive Writting?
3. Kapan diperlukan expressive writting?
4. Mengapa diperlukan expressive writting?
5. Apa tujuan expressive writting?
6. Bagaimana Tahapan-Tahapan Expressive Writing?
7. Apa Karakteristik Ekspressive Writing?
8. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi Ekspressive
Writing?
9. Apa kelebihan dan manfaat expressive writting?
10. Apa kekurangan expressive writing?
11. Dimana proses penerapan expressive writing?
12. Apa dan siapa saja yang memerlukan terapi ekspressive writing?
C. Tujuan Penulisan
Adapaun tujuan dalam pembahasan makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian expressive writing
2. Untuk mengetahui jenis-jenis Expressive Writting
3. Untuk mengetahui waktu yang tepat penggunaan expressive writing
Therapy
4. Untuk mengetahui diperlukannya expressive writing
5. Untuk mengetahui tujuan expressive writing

2
6. Untuk mengetahui tahapan-tahapan expressive writing therapy
7. Untuk mengetahui Karakteristik Ekspressive Writing therapy
8. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi
Ekspressive Writing
9. Untuk mengetahui keunggulan dan manfaat expressive writing therapy
10. Untuk mengetahui kekurangan expressive writing therapy
11. Untuk mengetahui dimana proses pelaksanaan expressive writing therapy
12. Untuk mengetahui Siapa saja yang disarankan menggunakan terapi
ekspressive writing

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekspressive Writing

Dalam menjalani kehidupan, yang terjadi tidak selalu kebaikan berpihak


pada semua individu. Cita-cita yang belum tercapai,hubungan yang retak
dengan pasangan,tugas di kampus yang terlalu banyak,dosen yang tidak
sesuai dengan ekspektasi dan banyak lagi.

Pada dasarnya hal-hal yang terjadi dan tidak sesuai dengan keinginan itu
akan menjadi beban pikiran yang dapat menimbulkan stress. Berangkat dari
stress ini akan menimbulkan burn out bagi mental seseorang.Contoh
sederhananya adalah kecemasan yang berlebihan.Kecemasan pun disinyalir
ada 3 kategori.Pertama kategori kecemasan tingkat rendah,tingkat sedang dan
yang paling berbahaya adalah kecemasan tingkat tinggi yang dapat membuat
depresi seseorang atau putus asa dengan kehidupan yang
dijalaninya.Manajemen cemas yang tidak baik,akan menimbulkan hilangnya
kefokusan sehingga seseorang yang sedang dalam kondisi cemas tidak dapat
berfikir dengan jernih akan persoalan yang sedang dihadapapinya.

Menulis dapat menjadi media untuk melukiskan setiap peristiwa yang


sudah terlewati, cita-cita dan harapannya kedepan bahkan sebagai tempat
untuk mencurahkan isi hati. Menulis merupakan kegiatan berupa penuangan
ide/gagasan dengan kemampuan yang kompleks melalui aktivitas yang aktif
produktif dalam bentuk simbol huruf dan angka secara sistematis sehingga
dapat dipahami oleh orang lain.

Lebih mendalam lagi,”Menulis akan membuat seseorang


mempunyai kekuatan tersendiri dalam bentuk eksplorasi dan ekspresi area
pemikiran, emosi dan spiritual yang dapat dijadikan suatu sarana untuk

4
berkomunikasi dengan diri sendiri, dan mengembangkan suatu pemikiran dan
kesadaran akan suatu peristiwa (Rohmadani, 2017).”

Berangkat dari hal tersebut, menjadikan menulis sebagai tempat yang


mampu menerima berbagai cuahan hati ataupun pikiran yang kemudian
setelah diteliti dapat menjadi metode terapi yang mampu membantu
mengurangi tingkat kecemasan berlebih, dan dapat meningkatkan rasa
percaya diri individu.

Menulis ekspressive dapat diartikan pula sebagai wadah untuk


membuang sampah-sampah yang mengotori pikiran serta mental
seseorang.Sarana untuk lebih mengenal dirinya sendiri dengan jujur,menjadi
dirinya sendiri serta mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya
tersebut.Menulis dengan jujur apa saja yang terpendam didalam kesadaran
emosional seseorang akan menjadi maps diri dengan tujuan lebih tenang
didalam menghadapi suatu peristiwa dalam hidupnya.

Didalam jurnal INTERNATIONAL JOURNAL OF SCIENTIFIC &


TECHNOLOGY RESEARCH VOLUME 8, ISSUE 10, OCTOBER 2019
yang berjudul Managing Cognitive Anxiety Through Expressive Writing
In Student-Athletes page 1616 menjelaskan :

”Pennebaker (2012) states that expressive writing is a technique that


asks individuals to write their thoughts and feelings freely, especially
regarding the pressures they have or are facing. Through expressive
writing, individuals will get insights into their feelings and thought [12].
The purpose of expressive writing is to free negative feelings and
thoughts felt by individuals”

Yang artinya:

“Pennebaker (2012) menyatakan bahwa menulis ekspresif adalah


sebuah teknik yang meminta individu untuk menuliskan pikiran dan

5
perasaan mereka bebas, terutama mengenai tekanan yang mereka miliki
atau sedang menghadapi. Melalui tulisan ekspresif, individu akan
mendapatkan wawasan tentang perasaan dan pikiran mereka [12].
Tujuan dari menulis ekspresif adalah untuk membebaskan perasaan
dan pikiran negatif yang dirasakan oleh individu.”

Expressive writing yang juga disebut free writing adalah


menuliskan apapun yang terlintas di pikiran kita tanpa adanya batasan dan
tidak perlu diedit atau menulis dengan jujur. Dengan menuangkan perasaan,
ide, ataupun pikiran kita ke dalam tulisan, dapat membantu pemulihan atas
hal-hal yang kita alami entah traumatis atau hal-hal tidak menyenangkan
seperti cita-cita yang belum tercapai,masalah dalam suatu hubungan,atau
permasalahan emosional lainnya. Hal ini karena menulis menjadi tempat
teraman dan ternyaman untuk mencurahkan sesuatu karena sifatnya yang
terbebas dari kekhawatiran akan ekspektasi dan penilaian orang lain. Selain
itu, menulis juga merupakan bentuk cermin untuk diri kita yang bisa melihat
pantulan pikiran dan perasaan sehingga kita lebih obyektif dengan kondisi-
kondisi yang kita alami.

Dari beberapa referensi diatas dapat dimengerti secara spesifik


bahwa mengemukakan berbagai emosi negative, hal-hal yang menjadi sebab
kecemasan serta menjadi sebab memudarnya rasa percaya diri ini perlu
diperhatikan lebih lanjut. Oleh sebab itu pengertian singkat dari ekspressive
writing ini adalah terapi sebagai solusi positif untuk mengatasi berbagai hal
diatas.Sebagai terapi yang mengungkapkan apapun yang ada dipikiran serta
diperasaan maka seseorang diberi kebebasan untuk menulis apa saja yang
sedang ia anggap sebagai beban yang selama ini kiranya menjadi sampah
yang perlu dibersihkan.

6
B.Jenis-Jenis Ekspressive Writing

Ada beberapa jenis cara menulis ekpressive yang masing-masing tulisan


tersebut memiliki tujuan, yang memungkinkan penulis untuk
mengkomunikasikan pesan yang berbeda dengan cara yang unik.

Menulis seperti pemikiran yang halus, dan menulis ekspresif memurnikan


emosi seseorang, memungkinkan mereka untuk menerima apa yang mungkin
mereka rasakan dan memprosesnya dengan lebih baik. Inilah salah satu alasan
mengapa tulisan ekspresif digunakan dalam terapi.

1.Tulisan Jurnal Pribadi

Jurnal pribadi adalah kegiatan menuliskan perasaan secara


bebas tanpa harus takut terhadap penilaian orang lain. Saat masih kecil,
sebagian orang senang menuliskan perasaan dan pengalamannya di buku
jurnal. Tetapi dewasa ini kebiasaan menulis jurnal pribadi ini mulai
ditinggalkan karena kegiatan dan kesibukan yang semakin padat.

Sebuah jurnal pribadi disimpan untuk merenungkan dan berpikir


lebih dalam tentang pemikiran seseorang tentang dunia.Contoh penulisan
ekspresif dalam jurnal pribadi adalah Diary of Anne Frank yang terkenal,
yang memberikan perspektif tentang emosi di masa kritis.

2.Esai dan memoir

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI) esai adalah


suatu karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu
dari sudut pandang pribadi penulis.

Esai dan memoar juga merupakan bentuk tulisan ekspresif.


Sebuah esai, meskipun secara akademis condong, masih dianggap ekspresif
karena menyatakan sudut pandang individu terhadap subjek tertentu.
Misalnya, seseorang mungkin mengembangkan esai tentang sudut pandang

7
mereka terhadap sastra Victoria dan bagaimana hal itu membosankan.
Sepotong opini serupa dalam tujuan utamanya untuk memperdebatkan sudut
pandang tentang subjek tertentu. Memoar serupa dalam pandangan perspektif
mereka, mengambil sudut pandang tentang kehidupan seseorang dan
merenungkannya sepanjang cerita dan menarik pelajaran utama melalui
evaluasi pribadi.

3.Lagu dan Puisi

Lagu dan puisi merupakan ekspresi kreatif melalui tulisan.


Mereka adalah tulisan ekspresif dengan berkembang, mengambil bentuk
dan gaya yang merupakan bagian dari tradisi tertentu yang mana nada atau
irama didalam menulis lagu atau puisi tergantung pada apa yang sedang
dirsakannya dikala proses penulisan tersebut.

Contohnya adalah seorang penyair yang mengekspresikan diri


melalui batas-batas Haiku, dibatasi oleh struktur dan dipaksa untuk
mendorong pemikiran kreatif untuk mengembangkan sesuatu yang
bermakna, biasanya melalui wawasan pribadi.

C.Kapan Ekspressive Writing Digunakan

Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa ekspressive writing


merupakan suatu metode terapi dengan menulis berbagai hal yang ada
dipikiran dan perasaan terkait tekanan hidup yang sedang dialami
seseorang.Sebagaimana kita tahu seseorang memiliki banyak harapan dan
keinginan yang terkadang belum terpenuhi atau yang terjadi sebalikny.Bagi
orang-orang yang dapat dengan jeli memandang hikmah dari apa yang sudah
terjadi tentu akan merasa baik-baik saja tetapi berbeda cerita bagi mereka
yang belum memiliki hal yang demikian itu.

Orang-orang yang sedang memiliki banyak tekanan hidup dan tidak tahu
cara menuangkan emosinya dengan cara yang positif sangat cocok sekali

8
untuk menggunakan metode ini.Sebab penuangan emosi yang bentuknya
negative apabila dituangkan tidak pada tempat yang tepat justru akan
membawa dampak negative yang jauh lebih besar.Sebab walau akan
menemukan kepuasan tersendiri setelah meluapkan emosi pada tempat yang
tidak tepat,itu hanya kelegaan sesaat.Tetapi justru setelah hal tersebut akan
mengundang permasalahan baru yang akan muncul.Sehingga meluapkan
emosi lewat menulis dapat menjadi solusi positif untuk seseorang.

Dijelaskan didalam jurnal Journal of Psychosomatic Research yang


berjudul Expressive writing to combat distress associated with the COVID-
19 pandemic in people with inflammatory bowel disease (WriteForIBD): A
trial protocol,”yang menjelaskan

“Expressive writing offers promise for IBD patients since it may


improve immune functions and reduce distress [8]. Following the
recommendations from the meta-analyses on expressive writing and the
relevant study on IBS [8,17,18], we propose to adapt Pennebaker’s
evidence-based intervention by adding an element of gratitude writing.
Although good-quality systematic reviews are lacking on the effect of
gratitude writing, some early trials (n = 293) reported its significant
benefits [19] on mental health as compared to no intervention controls or
expressive writing controls. Gratitude, and a related concept of resilience
(i.e. human ability to bounce back from adversity), can protect victims of
disasters against post-traumatic stress, with resilience acting to prevent
an adverse response to trauma and gratitude promoting positive
outcomes post-trauma [20]. In the IBD context, resilience has been
associated with lower disease activity and fewer surgeries as well as
improved quality of life [21]Expressive writing offers promise for IBD
patients since it may improve immune functions and reduce distress [8].
Following the recommendations from the meta-analyses on expressive
writing and the relevant study on IBS [8,17,18], we propose to adapt
Pennebaker’s evidence-based intervention by adding an element of

9
gratitude writing. Although good-quality systematic reviews are lacking
on the effect of gratitude writing, some early trials (n = 293) reported its
significant benefits [19] on mental health as compared to no intervention
controls or expressive writing controls. Gratitude, and a related concept
of resilience (i.e. human ability to bounce back from adversity), can
protect victims of disasters against post-traumatic stress, with resilience
acting to prevent an adverse response to trauma and gratitude promoting
positive outcomes post-trauma [20]. In the IBD context, resilience has
been associated with lower disease activity and fewer surgeries as well as
improved quality of life [21].”

Yang artinya :

“Tulisan ekspresif menawarkan harapan bagi pasien IBD karena dapat


meningkatkan fungsi kekebalan dan mengurangi tekanan [8]. Mengikuti
rekomendasi dari meta-analisis pada penulisan ekspresif dan studi yang
relevan pada IBS [8,17,18], kami mengusulkan untuk mengadaptasi
intervensi berbasis bukti Pennebaker dengan menambahkan elemen
tulisan terima kasih. Meskipun tinjauan sistematis berkualitas baik
kurang pada efek penulisan terima kasih, beberapa uji coba awal (n =
293) melaporkan manfaat signifikannya pada kesehatan mental
dibandingkan dengan tidak ada kontrol intervensi atau kontrol
penulisan ekspresif. Syukur, dan konsep ketahanan terkait (yaitu
kemampuan manusia untuk bangkit kembali dari kesulitan), dapat
melindungi korban bencana dari stres pasca-trauma, dengan ketahanan
bertindak untuk mencegah respons yang merugikan terhadap trauma
dan rasa syukur mendorong hasil positif pasca-trauma . Dalam konteks
IBD, ketahanan telah dikaitkan dengan aktivitas penyakit yang lebih
rendah dan lebih sedikit operasi serta peningkatan kualitas hidup
Tulisan ekspresif menawarkan harapan bagi pasien IBD karena dapat
meningkatkan fungsi kekebalan dan mengurangi kesusahan . Mengikuti
rekomendasi dari meta-analisis pada penulisan ekspresif dan studi yang

10
relevan pada IBS [8,17,18], kami mengusulkan untuk mengadaptasi
intervensi berbasis bukti Pennebaker dengan menambahkan elemen
tulisan terima kasih. Meskipun tinjauan sistematis berkualitas baik
kurang pada efek penulisan terima kasih, beberapa uji coba awal (n =
293) melaporkan manfaat signifikannya [19] pada kesehatan mental
dibandingkan dengan tidak ada kontrol intervensi atau kontrol
penulisan ekspresif. Syukur, dan konsep ketahanan terkait (yaitu
kemampuan manusia untuk bangkit kembali dari kesulitan), dapat
melindungi korban bencana dari stres pasca-trauma, dengan ketahanan
bertindak untuk mencegah respons yang merugikan terhadap trauma
dan rasa syukur mendorong hasil positif pasca-trauma. Dalam konteks
IBD, ketahanan telah dikaitkan dengan aktivitas penyakit yang lebih
rendah dan lebih sedikit operasi serta peningkatan kualitas hidup .”

Menyimpulkan dari manfaat ekspressive writing diatas yang membantu


pasien IBD meningkatkan system kekebalan tubuhnya,mencegah respon
buruk dari trauma masalalu,dan melindungi korban bencana dari stress
berkepanjangan,yang artinya ekspressive writing ini dapat digunakan dimana
seseorang merasa pesimis dengan dirinya sendiri,Ketika seseorang terlalu
terlarut dengan trauma masalalunya,dan Ketika seseorang merasa dirinya
perlu meluapkan berbagai emosinya baik itu amarah,rasa sedih,dan lain-lain
agar tidak merugikan orang lain sangat cocok sekali untuk menerapkan
metode terapi ekspressive writing ini.

D.Mengapa Diperlukan Ekspressive Writing

Sebagai makhluk social manusia memiliki kebutuhan dasar yang


dipandang harus terpenuhi.Abraham Maslow dengan teori hierarki kebutuhan
menjelaskan 5 kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan fisiologo,rasa
aman,kasih sayang,penghargaan,aktualisasi diri.

11
Menurut Abraham Maslow, jika semua kebutuhan dasar ini telah
terpenuhi, maka seseorang akan menunjukkan dorongan yang kuat untuk
pengakuan diri. Jika dorongan itu terhambat, maka akan terjadi pengekangan.

Menurut Pennebeker, mengungkapkan bahwa “penerjemahan


pengalaman (pahit) ke dalam bahasa akan mengubah cara orang berpikir
mengenai pengalaman itu. Expressive Writing menyediakan peluang bagi
individu untuk memantulkan perasaannya secara emosional dalam bentuk
peningkatan penggunaan kata-kata penyampaian emosi selama interaksi
sosial, peningkatan penyampaian emosi tersebut akan meningkatkan
perbaikan dalam stabilitas hubungan”.

Dengan penyampaian emosi ini, secara psikologis akan mendorong keluar


hormone-hormon negative didalam diri agar tidak mengganggu Kesehatan
mental. Seseorang yang suka menulis Ketika sedang dihampiri oleh pikiran
atau perasaan negative,akan lebih merasa lega disbanding seseorang yang
memilih diam dan memendamnya jauh dibawah kesadarannya.

Didalam jurnal Journal of Adolescence dengan judul “Brief report: A


qualitative evidence synthesis of the psychological processes of school-
based expressive writing interventions with adolescents” menjelaskan “The
psychosocial dimension of health is very important during adolescence,
with the potential for mental health problems to worsen as young people
move through later stages of life (World Health Organization, 2016).
Programs aimed at the promotion of well-being and prevention of common
mental health problems during adolescence have proven to be effective
(Lovallo, 2015; Mental Health Commission of Canada, 2013). Since
adolescence represents a particularly crucial developmental window, such
programs are greatly needed. Expressive writing is a psychological
intervention to help cope with difficult life experiences (Pennebaker &
Beall, 1986). It consists of three to five brief sessions, in which participants
write about their “deepest thoughts and feelings” about a negative or

12
traumatic personal experience (Pennebaker, 1997, p. 162). This low-cost,
low-tech intervention can be easily implemented in school settings (Taylor,
Jouriles, Brown, Goforth, & Banyard, 2016), an important attribute since
in-school programs have been shown to be more useful in impacting
adolescents' mental health than out-of-school programs (Clarke, Morreale,
Field, Hussein, & Barry, 2015).” yang artinya sebagai berikut :

“Dimensi psikososial kesehatan sangat penting selama masa remaja,


dengan potensi masalah kesehatan mental memburuk saat orang muda
melewati tahap kehidupan selanjutnya (Organisasi Kesehatan Dunia,
2016). Program yang bertujuan untuk mempromosikan kesejahteraan
dan pencegahan masalah kesehatan mental umum selama masa remaja
telah terbukti efektif (Lovallo, 2015; Komisi Kesehatan Mental Kanada,
2013). Karena masa remaja merupakan jendela perkembangan yang
sangat penting, program semacam itu sangat dibutuhkan. Menulis
ekspresif adalah intervensi psikologis untuk membantu mengatasi
pengalaman hidup yang sulit (Pennebaker & Beall, 1986). Ini terdiri dari
tiga sampai lima sesi singkat, di mana peserta menulis tentang "pikiran
dan perasaan terdalam" mereka tentang pengalaman pribadi yang
negatif atau traumatis (Pennebaker, 1997, hlm. 162). Intervensi berbiaya
rendah dan berteknologi rendah ini dapat dengan mudah
diimplementasikan di lingkungan sekolah (Taylor, Jouriles, Brown,
Goforth, & Banyard, 2016), atribut penting karena program di sekolah
telah terbukti lebih bermanfaat dalam memengaruhi remaja. kesehatan
mental daripada program di luar sekolah (Clarke, Morereale, Field,
Hussein, & Barry, 2015).”

Dari penjelasan jurnal diatas alasan diperlukannya ekspressive writing


adalah salah satu media sebagai bentuk promosi untuk peka dan
memperhatikan Kesehatan mental sesame terkhusus bagi diri sendiri.
Ekpressive writing juga dapat menjadi salah satu alternatif untuk mencegah
potensi memburuknya mental remaja dikarenakan pada masa-masa ini remaja

13
akan dihadapkan dengan tantangan rasa kaingin tahuannya terhadap hal-hal
baru.Dan tantangan didalam pergaulannya dengan teman-teman sebayanya.

Sehingga expressive writing ini merupakan kebutuhan dan terapi yang


penting bagi kalangan mana saja. Baik itu remaja ataupun orang
dewasa.Disebabkan Kesehatan mental ini perlu diperhatikan untuk
membantu memaksimalkan diri didalam pengaktualisasian bakat didalam diri
masing-masing individu,dimasing-masing ranah yang sudah menjadi
tanggung jawabnya didalam menjawab tantangan zaman.

E. Tujuan Ekspressive Writing

Menurut Bolton melalui menulis memiliki manfaat di antaranya seperti:

a. Mengeksplorasi kognitif, emosi dan spiritual serta elemen lain yang


sebelumnya tidak dapat diungkapkan.

b. Menulis yang digunakan dalam terapi tidak membutuhkan tulisan dalam


bentuk seni, namun lebih dilihat sebagai bagian dari bentuk komunikasi
dengan diri sendiri ataupun orang lain serta cara untuk meningkatkan kognitif
dan kewasapadaan dari suatu pengalaman. Fokus dari menulis dalam terapi
adalah proses menulis itu sendiri bukan hasil dari menulis.

c. Meningkatkan pemahaman bagi diri sendiri maupun orang lain,


kreativitas, ekspresi diri dan harga diri.

d. Memperkuat komunikasi interpersonal, mengekspresikan emosi yang


berlebihan, menurunkan ketegangan individu.

Menurut Gorelick, secara umum expressive writing bertujuan untuk


meningkatkan pemahaman bagi dirinya sendiri maupun orang lain,
meningkatkan kreativitas, ekspresi diri dan harga diri, memperkuat
kemampuan komunikasi dan interpersonal, mengekspresikan emosi yang
berlebihan (katarsis) dan menurunkan ketegangan serta meningkatkan

14
kemampuan dalam mengatasi masalah dan fungsi adaptif individu.
Pennebaker juga mengatakan bahwa menulis merupakan bentuk
pengungkapan atau katarsis yang membuat menjadi lebih mampu
mengungkapkan apa yang dirasakan dan merasa lebih nyaman menyalurkan
ide, perasaan dan harapan kedalam sebuah tulisan. Kebiasaan menulis
membuat individu lebih kritis terhadap dinamika kehidupan sosial
disekelilingnya, selain itu juga terlatih untuk berfikir memecahkan masalah
dan menulis mampu mengasah kepekaan sosial.

Menurut Pennebaker dan Chung, menulis ekspresif memiliki beberapa


tujuan, yaitu:

(1) Membantu menyalurkan ide, perasaan dan harapan subyek kedalam suatu
media yang bertahan lama dan membuatnya merasa aman,

(2) membantu subyek memberikan respon yang sesuai dengan stimulusnya


sehingga subyek tidak membuang waktu dan energy untuk menekan
perasaannya,

(3) membantu subyek mengurangi tekanan yang dirasakannya sehingga


membantunya mereduksi stress.

F. Tahapan-Tahapan Ekspressive Writing

Cara menulis ekspresif itu cukup mudah. Tidak perlu banyak modal dan
usaha untuk menulis ekspresif. Berikut ini adalah cara-cara yang bisa
dilakukan saat menulis ekspresif:

1.Siapkan tempat dan waktu tertentu untuk menulis. Pastikan tempat untuk
menulis bebas dari gangguan.

2.Menulislah secara terus menerus dengan durasi paling sebentar 15 menit


selama 4 hari berturut-turut. Jika menulis selama 15 menit dirasa terlalu
lama, maka bisa dimulai dengan hanya menulis selama 5 menit terlebih

15
dahulu. Namun naikkan durasi penulisan dari hari ke hari hingga sampai
pada durasi 15 atau 20 menit.

3.Tuliskan perasaan dan pemikiran terdalam dan terjujur yang dirasakan.


Tuliskan apa yang memicu stres. Tulisan bisa dihubungkan dengan ingatan,
impian, atau topik-topik yang sudah dihindari beberapa waktu belakangan.

4.Tidak perlu mempedulikan tata bahasa, ejaan, dan semua aturan penulisan
yang ada. Jika merasa bingung ingin menuliskan apa, bisa diisi dengan
menarik garis di sepanjang kertas atau mengulang apa yang sudah ditulis
sebelumnya. Lebih baik untuk terus menulis selama waktu yang ditentukan
belum habis.

5.Menulislah ketika bisa menuliskan apa yang memicu stres. Jika apa yang
memicu stres dirasa terlalu berat untuk dituliskan, maka berhentilah
menulis. Kembalilah menulis lagi saat merasa sudah bisa menuliskannya.

6.Menulislah untuk diri sendiri. Tulisan ini bersifat rahasia. Simpan hasil
tulisan untuk direfleksikan di kemudian hari jika memungkinkan. Namun
jika merasa takut ada orang yang membacanya dan tidak bisa
menyembunyikannya, boleh membuang atau merobek tulisan tersebut. Tapi
lebih baik jika tulisan tersebut bisa disimpan.

7.Satu atau dua minggu setelah 4 hari penulisan berlalu, refleksikan apa yang
sudah dituliskan. Pada saat itu akan terlihat apa yang bisa diperhatikan dari
hidup dan bagaimana perasaan dan perilaku yang seharusnya. Mungkin suatu
saat tulisan tersebut bisa dibagikan dengan orang lain.

Adapun Langkah penggunaan Expressive Writing menurut Hynes &


Thompson, membagi terapi menjadi empat tahap yaitu:

a. Recognition atau Initial Write Merupakan tahap pembuka menuju sesi


menulis. Tahap ini bertujuan untuk membuka imajinasi, memfokuskan
pikiran, relaksasi dan menghilangkan ketakutan yang mungkin muncul

16
pada diri konseli, serta mengevaluasi kondisi perasaan atau konsentrasi
konseli. Konseli diberi kesempatan untuk menulis bebas kata-kata, frase
atau mengungkapkan hal lain yang muncul dalam pikiran tanpa
perencanaan dan arahan.

b. Examination atau Writing Exercise Tahap ini bertujuan untuk


mengexplore reaksi konseli terhadap suatu situasi tertentu. Waktu yang
diberikan untuk menulis bervariasi, 10-30 menit setiap sesi.Setelah
menulis konseli juga dapat diberi kesempatan untuk membaca kembali
tulisannya dan menyempurnakannya.Jumlah pertemuan berkisar 3-5
menit secara berturut-turut atau satu kali seminggu.

c. Juxtaposition atau Feedback Tahap ini merupakan sarana refleksi yang


mendorong pemerolehan kesadaran baru dan mengispirasi perilaku, sikap
atau nilai yang baru, serta membuat individu memperoleh pemahaman
yang lebih dalam tentang dirinya. Tulisan yang sudah dibuat konseli dapat
dibaca, direfleksikan atau dapat juga dikembangkan, disempurnakan dan
didiskusikan dengan orang lain atau kelompok yang dapat dipercaya oleh
konseli. Hal pokok yang digali pada tahap ini adalah bagaimana perasaan
penulis saat menyelesaikan tugas menulis dan atau saat membaca.

d. Application to the Self Pada tahap terakhir ini, konseli didorong untuk
mengaplikasikan pengetahuan baru dalam dunia nyata. Konselor atau
terapis membantu konseli mengintegrasikan apa yang telah dipelajari
selama sesi menulis dengan merefleksikan kembali apa yang mesti diubah
atau diperbaiki dan mana yang perlu dipertahankan. Selain itu juga
dilakukan refleksi tentang manfaat menulis bagi konseli. Konselor juga
perlu menanyakan apakah konseli mengalami ketidak nyamanan atau
bantuan tambahan untuk mengatasi masalah sebagai akibat dari proses
menulis yang mereka ikuti

Adapun Langkah penggunaan Expressive Writing menurut


Pannebaker sebagai berikut:

17
a. Expressive writing dilakukan dengan klien menulis pemikiran dan
perasaan terdalam tentang pengalaman yang paling traumatis di
sepanjang kehidupan, permasalahan, emosi yang telah mengubah diri dan
hidup. Waktu pelaksanaan selama tiga sampai empat hari berturutturut
dengan durasi 15-30 menit setiap kali menulis, tidak ada umpan balik
yang diberikan, klien bebas menulis pengalaman traumatis yang pernah
mereka alami dan efek langsung yang dirasakan oleh sebagian besar
partisipan ketika mengingat pengalaman traumatisnya antara lain
menangis atau marah.

b. Klien juga dapat menuliskan berbagai permasalahan umum atau


berbagai pengalaman, boleh sama, boleh berbeda, selama empat hari
menulis.

Tahapan-tahapan yang juga dapat dijadikan sebagai bahan referensi


dijelaskan pula dalam jurnal Atlantis Press yang berjudul Expressive
Writing Therapy and Disclosure Emotional Skills on the
Improvement of Mental Disorder Patients Control Hallucinations
menjelaskan,

Research Procedure

This stage was conducted on 16 respondents selected based on


inclusion criteria in mental patients who will be given interventions
and measurements of sensory perception:

a. Expressive Writing Implementation

Pre-Interaction Stage: Assess the health status of the client, Build a


trust relationship, Meeting contract for expressive writing therapy,
Create a calm and conducive environment, Prepare tools namely:
paper and pen Orientation Stage: Build a relationship of mutual trust
to the client, Therapeutic greetings, Pronounce the name and call of

18
the therapist, ask the name and call of the client Evaluation /
validation : Ask the current feelings of the client, Contract (Topic,
Time and Place), Remind the contract with the client, explain the
purpose of the activity

b. Interaction Stage: Try to calm and comfortable situations and


environments, encourage clients to take the most comfortable sitting
position. Prepare paper and pen for the client, Allow the client to start
writing on the thread for 5-15 minutes, encourage the client calm and
focus when given therapy, give praise after the client after finishing
writing

c. Termination Stage: Evaluation, the leader of therapy expresses


feelings after.

d. Hallucination Assessment Sensory Perception Disorder Assessment


using the score kategori scale for the BRIEF assessment scale is: < 50
Positive, which is a disorder that the client feels has decreased, > 50
Negative, which is a disorder that the client feels increasingly and
leads to severe signs and symptoms. After measurements are made
before and after the intervention, then the data recapitulation is
carried out. Recapitulation is done from each treatment for data
testing.

Yang diterjemahkan,

Prosedur Penelitian

Tahapan ini dilakukan terhadap 16 responden yang dipilih


berdasarkan kriteria inklusi pada pasien gangguan jiwa yang akan
diberikan intervensi dan pengukuran persepsi sensorik:

a. Implementasi Menulis Ekspresif

19
Tahap Pra Interaksi: Kaji status kesehatan klien, Bangun hubungan
saling percaya, Kontrak pertemuan untuk terapi menulis ekspresif,
Ciptakan lingkungan yang tenang dan kondusif, Siapkan alat yaitu:
kertas dan pena Tahap Orientasi: Membangun hubungan saling
percaya kepada klien, Salam terapeutik, Ucapkan nama dan panggilan
terapis, tanyakan nama dan panggilan klien Evaluasi / validasi :
Menanyakan perasaan klien saat ini, Kontrak (Topik, Waktu dan
Tempat), Ingatkan kontrak dengan klien, jelaskan tujuan kegiatan

b. Tahap Interaksi : Usahakan situasi dan lingkungan tenang dan


nyaman, dorong klien untuk mengambil posisi duduk yang paling
nyaman. Siapkan kertas dan pulpen untuk klien, Biarkan klien mulai
menulis di utas selama 5-15 menit, anjurkan klien tenang dan fokus
saat diberikan terapi, berikan pujian setelah klien selesai menulis

c. Tahap Terminasi: Evaluasi, pemimpin terapi mengungkapkan


perasaan setelahnya.

d. Penilaian Halusinasi Penilaian Gangguan Persepsi Sensori


menggunakan skala kategori skor untuk skala penilaian SINGKAT
adalah : < 50 Positif yaitu gangguan yang dirasakan klien mengalami
penurunan, > 50 Negatif yaitu gangguan yang dirasakan klien semakin
meningkat dan mengarah ke parah Tanda dan gejala. Setelah dilakukan
pengukuran sebelum dan sesudah intervensi, selanjutnya dilakukan
rekapitulasi data. Rekapitulasi dilakukan dari setiap perlakuan untuk
pengujian data.

Sementara rekomendasi Gillie Bolton di dalam buku “The


Therapeutic Potential of Creative Writing” yaitu dengan cara memulai
dari “sampah pemikiran” (mind dump) dalam waktu enam menit. Konseli
menuliskan apa saja yang ada dipikiran tanpa melakukan editing serta
tidak memperhatikan tata bahasa dan diksi. Klien terus menerus menulis
tanpa berhenti. Setelah itu, klien dapat berfokus pada suatu tema atau

20
pokok bahasan tertentu.Klien memilih sesuatu hal yang nyata, bukan yang
abstrak.Misalnya, kenangan dimasa anak-anak, peristiwa terpenting atau
terindah didalam kehidupanmu dan sebagainya.Klien mendeskripsikan
secara detail.Perlu ditekankan bahwa klien dapat menulis secara bebas,
mengalir saja di dalam menulis.tanpa ada batasan dan gaya tertentu.

G. Karakteristik Eksressive Writing

Expressive writing therapy, yaitu partisipan menulis pengalaman


emosionalnya mengenai pikiran maupun pengalaman-pengalaman yang
berkaitan dengan kejadian-kejadian yang menekan atau bersifat traumatik
(Pennebaker & Chung, 2007). Pusat dari terapi menulis (expressive writing
therapy) adalah pada proses selama menulis daripada hasil dari menulis itu
sendiri, sehingga penting bahwa menulis adalah suatu aktivitas yang
personal, bebas kritik, dan bebas dari aturan bahasa seperti tata bahasa,
sintaksis, dan bentuk (Bolton, 2004). Oleh karena itu, menulis dapat disebut
sebagai bentuk terapi yang menggunakan teknik sederhana, murah, dan
tidak membutuhkan umpan balik (Pennebaker, 1997).

Karakteristik Expressive Writing Therapy yaitu partisipan menulis


pengalaman traumatis dalam hidupnya. Waktu pelaksanaannya 3 - 4 hari
berturut-turut atau sesuai dengan tujuan penelitian dengan durasi 5-20 menit
setiap kali menulis, tidak ada umpan balik yang diberikan, partisipan bebas
menuliskan pengalaman traumatis yang mereka alami, dan efek langsung
yang dirasakan oleh sebagian besar partisipan ketika mengingat langsung
pengalaman traumatisnya, antara lain menangis atau sangat marah (Slatcher
& Pennebaker, 2005).Pennebaker (2002) menunjukkan syarat tulisan yang
bermanfaat bagi penulisnya antara lain:
a. Semakin banyak menggunakan kata-kata yang beremosi positif
seperti bahagia, cinta, baik, tertawa.
b. Kata-kata dengan kandungan emosi negative yang sedang (tidak
banyak atau terlalu sedikit) seperti marah, terluka, buruk.

21
c. Menggunakan lebih banyak kata-kata kognitif pada hari terakhir,
seperti pemikiran kausal (sebab-akibat, alasan) dan wawasan/ refleksi diri
(memahami, menyadari, mengetahui).
d. Membangun kisah yang jelas, koheren, dan terorganisir dengan
baik pada hari terakhir melakukan expressive writing therapy.

Karakteristik expressive writing therapy di antaranya terapi


dilakukan sedikitnya 3-4 hari berturut-turut dengan durasi waktu 5-20 menit
per-sesi, selain itu koresponden diharap mampu menuliskan cerita atau
tulisan yang runtut, baik serta mengandung kata-kata dengan unsur emosi
yang mampu menggambarkan perasaan koresponden.
Karekteristik Klien Dalam Terapi Expressive Writing
a. Pendiam
b. Suka menyendiri
c. Individu yang sedang mengalami permasalahan
Karakteristik Terapi Expressive Writing
Menurut Malchiodi (2005) sebagai bagian dari expressive therapy¸ terapi
menulis ekspresif memiliki karakteristik, dianataranya:
1. Self-expression
Self-expression digunakan sebagai wadah untuk mengungkapkan
perasaan dan persepsi menjadi pemahaman diri yang lebih baik, atau
menghasilkan emosi yang lebih baik, pemecahan masalah dan perasaan
well-being. Self-expression juga digunakan untuk membantu individu untuk
mengungkapkan aspek memori dan pengalaman yang belum mampu
diungkapkan melalui percakapan.
2. Active participation
Individu ini di harapkan untuk melibatkan energi mereka dalam
proses terapi pengalaman melakukan, membuat dan menciptakan dapat
memberikan energi bagi individu untuk mengalih.
Karakteristik Expressive writing therapy, yaitu partisipan menulis
pengalaman emosionalnya mengenai pikiran maupun pengalaman-

22
pengalaman yang berkaitan dengan kejadian-kejadian yang menekan atau
bersifat traumatik. Menulis tentang pengalaman emosional dapat
memperbaiki kesehatan mental dan fisik anak-anak sekolah dan lembaga
penitipan anak, penderita radang sendi, mahasiswa kedokteran, narapidana
dengan kawalan ketat, para ibu baru dan korban pemerkosaan. Ini tidak
hanya memberikan keuntungan kesehatan, tetapi juga di ketahui telah
mengurangi kecemasan dan depresi, memperbaiki nilai ujian (Peannebaker,
2007).
Menurut Malchiodi (2005) sebagai bagian dari expressive therapy¸
terapi menulis ekspresif memiliki karakteristik, dianataranya:
a. Self-expression
Self-expression digunakan sebagai wadah untuk mengungkapkan
perasaan dan persepsi menjadi pemahaman diri yang lebih baik, atau
menghasilkan emosi yang lebih baik, pemecahan masalah dan
perasaan well-being. Self expression juga digunakan untuk
membantu individu untuk mengungkapkan aspek memori dan
pengalaman yang belum mampu diungkapkan melalui percakapan.
b. Active participation
Individu ini di harapkan untuk melibatkan energi mereka dalam
proses terapi pengalaman melakukan, membuat dan menciptakan
dapat memberikan energi bagi individu untuk mengalihkan
perhatian dan fokus merigankan stress emosi mengajak individu
untuk fokus terhadap permasalahan tujuan dan prilaku.
c. Imajinasi Imajinasi membantu individu untuk merubah keyakinan
mereka melalui hal baru yang di peroleh dari komunikasi dan
pengalaman
d. Mind body connection The Neation Center for Complemetary an
Alternatie Medicine (NCCAN) mengatakan bahwa mind-body
interaction didesain untuk memfasilitasi kemampuan pikiran untuk
mempengaruhi fungsi tubuh dan simptom. Aktivitas ekspresi

23
menstimulus efek placebo melalui meniru self-soothing masa kanak-
kanak dan mendorong self-relaxation.

H. Faktor Mempengaruhi Keberhasilan Terapi Expressive Writing

Berdasarkan beberapa hasil penelitian diketahui bahwa menulis


ekspresif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan.
Meskipun demikian, menurut Pennebaker (1997) terdapat beberapa
faktor yang berhubungan dengan efektifitas expressive writting, yaitu:
1) Perbedaan Individu
Individu yang kurang terbuka terhadap perasaan yang
dirasakannya atau kurang mampu menjelasakan tentang apa yang
dirasakannya lebih merasakan manfaat dari menulis ekspresif.
2) Jarak dan lamanya waktu menulis
Adanya pengaruh yang lebih kuat terkait dengan jarak
pemberian treatment terhadap efektivitas menulis ekspresi, namun
untuk lamanya waktu menulis yang di lakukan individu tidak
berhubungan dengan efektivitas menulis ekspresif. Proses terapeutik
dapat meningkatkan selama beberapa periode waktu, yang dapat
meningkatkan manfaat dari menulis.
3) Topik yang di ungkapkan
Tidak perlu menuliskan masalah yang paling traumatis
dalam hidup. Yang paling penting adalah menitikberatkan pada
masalah-masalah yang sekarang di jalani. Lepaskan semuanya dan
tuliskan emosi terdalam apa yang di rasakan dan mengapa bisa
merasakan hal tersebut.
4) Menulis atau berbicara tentang peristiwa traumatis
Meskipun penelitian menemkan efek jangka panjang secara
biologis, mood dan kognitif yang sama antara menulis dan berbicara
mengenai peristiwa traumatis namun terdapat beberapa fakta bahwa
menulis dapat langsung memunculkan efek (jangka pendek) distress
bagu individu.

24
5) Karakteristik individu Menulis ekspressive dapat menjadi tidak
efektif bagi beberapa kelompok individu, yaitu pada individu dengan
gangguan proses kognitif, depresi berat, atau baru berduka, lansia.
Menulis juga menjadi tidak efektif bagi individu yang mengalami
PTSD, tanpa disertai dengan intervensi lain.

I.Kelebihan dan Manfaat Ekspressive Writing

1.1 Kelebihan

Menurut Aldrich (2010) kelebihan dari teknik bimbingan expressive


writing therapy, antara lain:
1) Kerahasiaan terjaga, dikarenakan semua yang tertulis hanya orang yang
bersangkutan yang mengetahui serta terapis, konselor atau peneliti;
2) Apabila yang bersangkutan malu untuk mengatakan perasaannya,
expressive writing therapy ini menjadi salah satu alternative sebagai
jalan untuk mengungkapkan perasaannya lebih maksimal dan bebas;

3) Melatih keterampilan menulis, agar terbiasa menyelesaikan masalah


dengan menulis dan sebagai latihan untuk melatih kognitif dan
komunikasi dalam menyampaikan maupun menyelesaikan masalah

1.2 Manfaat

1. Ekspressive writing membantu mengubah sikap dan perilaku,


meningkatkan kreativitas, memori, motivasi, dan berbagai hubungan antara
kesehatan dan perilaku.

2. Membantu mengurangi penggunaan obat-obatan yang mengandung bahan


kimia.

3. Mengurangi intensitas untuk pergi ke dokter, terapi maupun konseling.

4. Hubungan sosial semakin baik dengan masyarakat.

25
5. Membantu penerimaan diri, artinya individu dapat mengenal dirinya sendiri
dan dapat menerima dirinya sendiri. Penerimaan diri merupakan sebuah
proses atau perjalanan untuk menemukan diri sehingga individu dituntut
untuk memiliki pemahaman tentang diri sendiri jauh lebih dalam untuk yang
mengarahkan dirinya menuju aktualisasi diri. Agar penerimaan diri bisa
tercapai, maka individu harus memenuhi kebutuhan dasarnyaterlebih
dahulu yakni membangun hubungan interpersonal dengan orang lain
(Hoffman, Lopez, & Moats, 2013). Hal ini selaras dengan pendapat
Abraham Maslow dalam teori hirarki kebutuhan bahwa seseorang untuk
dapat mengaktualisasikan diri harus menerima dirinya sendiri.

6. Membantu membangun emosi positif, emosi positif merupakan faktor yang


memengaruhi kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologi bagi baik dewasa
ataupun remaja berpenyakit kronis. Ketika seseorang lebih
mengembangkan emosi positif dalam dirinya, maka berdampak pada
pengurangan rasa sakit fisik dan dapat terhindar dari gangguan psiklogis
seperti stres, kecemasan, dan depresi.

Dalam jurnal Journal of Contemporary Psychotherapy yang


berjudul Writing Technique Across Psychotherapies—From Traditional
Expressive Writing to New Positive Psychology Interventions: A Narrative
Review menjelaskan,

“Writing therapy has also been shown to have benefits in


constructing self-identity (Cooper, 2014). An important pioneer of this
method, Dan McAdams, developed a life story model of identity, which
postulates that individuals create and tell evolving life narratives as a
means to provide their lives with purpose and integrity (McAdams,
2008). Identity is an internalized story that is composed by many
narrative elements such as setting, plot, character(s) and theme(s). In
fact, human lives develop in time and space, they include a protagonist
and many other characters, and they are shaped by various themes.

26
Narrative identities allow one to reenact the past, become aware of the
present and have a future perspective. Individuals construct stories to
make sense of their existence, and these stories function to conciliate
who they are, were and might be according to their self-conception and
social identity. Biography, for example, is a written history of a person’s
life; it deals with the reconstruction of a personal story in which salient
events are selected and told. The therapeutic power of biographies
entails the act of selection of worthy events that characterize a person’s
life (Lichter et al., 1993)”.

Yang artinya: “Terapi menulis juga terbukti memiliki manfaat


dalam membangun identitas diri (Cooper, 2014). Pelopor penting dari
metode ini, Dan McAdams, mengembangkan model identitas kisah
hidup, yang mendalilkan bahwa individu menciptakan dan
menceritakan narasi kehidupan yang berkembang sebagai sarana
untuk menyediakan hidup mereka dengan tujuan dan integritas
(McAdams, 2008). Identitas adalah cerita yang terinternalisasi yang
tersusun oleh banyak elemen naratif seperti latar, plot, karakter, dan
tema. Faktanya, kehidupan manusia berkembang dalam ruang dan
waktu, mereka termasuk protagonis dan banyak karakter lainnya, dan
mereka dibentuk oleh berbagai tema. Identitas naratif memungkinkan
seseorang untuk menghidupkan kembali masa lalu, menjadi sadar
akan masa kini dan memiliki perspektif masa depan. Individu
membangun cerita untuk memahami keberadaan mereka, dan cerita-
cerita ini berfungsi untuk mendamaikan siapa mereka, dulu dan
mungkin sesuai dengan konsep diri dan identitas sosial mereka.
Biografi, misalnya, adalah sejarah tertulis tentang kehidupan
seseorang; itu berkaitan dengan rekonstruksi cerita pribadi di mana
peristiwa penting dipilih dan diceritakan. Kekuatan terapeutik biografi
memerlukan tindakan pemilihan peristiwa berharga yang menjadi ciri
kehidupan seseorang (Lichter et al., 1993)”.

27
Dapat disimpulkan dari pemaparan diatas bahwa ekspressive writing
memiliki kelebihan dan manfaatnya dapat membantu seseorang untuk
membangun kondisi diri yang lebih positif.Yang artinya berbagai emosi yang
negative dikeluarkan dan dituaangkan lewat menulis.

J.Kekurangan Ekspressive Writing

Efek psikologis yang penting untuk diperhatikan. Perubahan mood


yang terjadi setelah menulis merupakan hal yang umum terjadi. Seperti
halnya setelah menonton film, membaca atau mendengar cerita sedih,
perasaan kita ikut terhanyut, bahkan menangis. Begitupun setelah menuliskan
pengalaman yang tidak menyenangkan atau pengalaman traumatis. Kita
mungkin akan merasa sedih setelah itu, namun hanya sementara. Efek ini
biasanya akan hilang sekitar 1-2 jam kemudian. Namun, apabila merasakan
emosi yang cukup kuat ketika menulis atau setelah menulis, berhentilah
menulis atau ganti topik tulisan

Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah partisipan secara bebas bisa
mengekspresikan perasaannya, meningkatkan kepercayaan diri,
meningkatkan kemampuan merefleksi diri, meningkatkan keterampilan
menulis, membuat partisipan menjadi lebih terbuka, spontan dan menerima
diri apa adanya. Seseorang yang melakukan expressive writing akan belajar
menyatukan isi pikirannya, mengingat peristiwa traumatis yang pernah
dialami untuk dihadirkan kembali ke dalam pikiran, memilih hal-hal yang
ingin disampaikan melalui tulisan, dan melatih emosi agar terbiasa
menghadapi kembali peristiwa yang awalnya dianggap traumatis. Semakin
sering menulis, diharapkan orang yang bersangkutan akan memperoleh
gambaran tentang peristiwa traumatisnya secara menyeluruh sehingga
semakin memahami peristiwa tersebut, berpikir luas dan integratif, mampu
melakukan reflkesi diri, dan akhirnya memandang peristiwa traumatis
tersebut dari sudut pandang yang berbeda sehingga mampu menemukan
penyelesaiannya.

28
Kesimpulannya tujuan dari teknik expressive writing ini adalah
koresponden mampu mengungkapkan apa yang dirasakan serta melatih diri
untuk menerima keadaan dirinya, serta mampu menyelesaikan masalah
sendiri dengan perlahan

K.Tempat untuk Membuat Ekspressive Writing

Terapi menulis adalah bentuk terapi ekspresif yang menggunakan


tindakan menulis dan mengolah kata-kata tertulis sebagai terapi. Terapi
menulis berpendapat bahwa menulis perasaan seseorang secara bertahap
meredakan perasaan trauma emosional. Terapi menulis adalah bentuk terapi
yang murah, mudah diakses, dan serbaguna . Itu dapat dilakukan secara
individu, hanya dengan seseorang dan penanya, atau dapat dipandu oleh
seorang profesional kesehatan mental. Ini dapat dipraktikkan dalam
kelompok, dengan diskusi kelompok yang berfokus pada penulisan. Bahkan
dapat ditambahkan sebagai suplemen untuk bentuk terapi lain.Bahkan proses
menulis ekspressive dapat dilakukan dengan bimbingan secara daring/online.

Teknologi telah membuat banyak bentuk terapi lebih mudah diakses


oleh banyak orang. Internet dapat menghubungkan orang-orang di hampir
semua zona geografis dengan terapis yang mungkin secara fisik jauh. Terapi
menulis, khususnya, bertransisi dengan mudah ke dunia maya; kebanyakan
formulir tidak memerlukan pertemuan tatap muka sama sekali dan dapat
dilakukan melalui email.

Selain itu, terapi menulis merupakan bentuk intervensi swadaya yang


dapat dilakukan oleh siapa saja. Banyak petunjuk menulis (seperti tautan dari
Disability Dame dan Dancing through the Rain ) tersedia online dan
memungkinkan orang untuk segera mulai menulis dan mendapatkan manfaat
dari terapi ini. Baik dipandu oleh praktisi atau mandiri, terapi menulis adalah
praktik yang dapat diakses yang menawarkan banyak manfaat potensial bagi
mereka yang menggunakannya.

29
Bidang terapi menulis ini mencakup banyak praktisi dalam berbagai
pengaturan. Terapi biasanya dilakukan oleh terapis atau konselor. Beberapa
intervensi ada secara online. Pemimpin kelompok penulis juga bekerja di
rumah sakit dengan pasien yang berurusan dengan penyakit mental dan fisik.
Di departemen universitas mereka membantu kesadaran diri dan
pengembangan diri siswa. Ketika diberikan dari jarak jauh, ini berguna bagi
mereka yang lebih memilih untuk tetap anonim secara pribadi dan tidak siap
untuk mengungkapkan pikiran dan kecemasan mereka yang paling pribadi
dalam situasi tatap muka.

L. Orang Yang disarankan menggunakan terapi expressive writing

Selain manfaat umumnya, terapi menulis telah menjadi sumber yang


mudah diakses untuk mengobati orang dengan berbagai kondisi dan
pengalaman stres atau traumatis.

1. Gangguan Stres Pascatrauma

Bukti menunjukkan bahwa terapi menulis dapat menimbulkan gejala


gangguan stres pascatrauma (PTSD) dan gejala depresi yang sering dikaitkan
dengan PTSD. Potensi efektivitas terapi menulis dalam membantu orang
mengatasi trauma menjadikannya alternatif yang berguna ketika mode terapi
yang lebih tradisional tidak efektif atau tidak mungkin diakses.

Misalnya, sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2013 di Journal


of Sexual Medicine menggunakan terapi menulis untuk mengobati 70 wanita
yang pernah mengalami pelecehan seksual masa kanak-kanak. Para peneliti
meminta para wanita untuk menulis tentang trauma atau skema seksual
("generalisasi kognitif" yang dimiliki seseorang tentang diri seksual mereka,
diinformasikan oleh pengalaman seksual sebelumnya) selama lima sesi 30
menit, yang berlangsung hingga lima minggu. 13 Pada tiga interval yang
berbeda—dua minggu, satu bulan, dan enam bulan—para peserta penelitian
diminta untuk menyelesaikan wawancara dan kuesioner mengenai fungsi

30
seksual, PTSD, dan depresi mereka. Para peneliti menemukan bahwa antara
pra-perawatan dan pasca-perawatan, peserta melaporkan lebih sedikit gejala
PTSD. Menurut temuan penelitian, peserta yang menulis tentang skema
seksual juga lebih mungkin untuk pulih dari disfungsi seksual.

Ada juga penelitian yang sudah dilakukan untuk menurunkan trauma


psikologis pada korban kecelakaan lalu lintas.Hicking dan Banchard (2006)
telah meneliti dengan menggunakan 78 orang yang selamat dari kecelakaan
lalu lintas,penelitian ini dilakukan 3 bulan pasca kecelakaan itu terjadi.Hasil
penelitian membuktikan bahwa CBT dapat menurunkan sympthon trauma
sebesar 76,2% sementara terapi dukungan kelompok hanya menurunkan
sympthon trauma sebesar 47,6%.

Selain beberapa usaha diatas,salah satu usaha lainnya yaitu dengan


menulis jurnal harian.Jurnal harian disebut juga catatan harian atau buku
diary.Telah banyak penelitian tentang menulis yang sudah
dilakukan.Theresia dan Nida (2011) telah membuktikan bahwa terapi menulis
pengalaman emosional dapat menurunkan depresi pada mahasiswa tahun
pertama.

Sebagai data tambahan menurut Journal Of Clinical Psychology and


Mental Health Care berjudul Case Studies Demonstrating the Benefits of
Expressive Writing in Treatment of Ptsd and other Traumas,
Particularly for Male Clients in Brief Therapy Settings - Kevin Wright –
2021 yang menjelaskan :

‘’Expressive Writing in the treatment of Trauma

Over the last 30 years there has been a considerable amount of research
since the first study of Pennebaker & Beall (1986) which showed that
writing about traumatic or stressful events has physical and emotional
benefits. Pennebaker & Beall noted writing about traumatic experiences
produced increases in shortterm physiological arousal and long term

31
mental and physical benefits. They suggested that clients could do this
over a number of days, maybe 3-5 sessions of no more than about 20
minutes per session (20 minutes being the maximum concentration span
of any individual), though the number of sessions will depend, I suggest,
on the gravity or length of the traumatic experience (Pennebaker, 1994,
1997a; 1997b; Smyth & Pennebaker, 1999). The research showed that
there were usually short-term increases in distress, negative mood and
physical symptoms, but as with Pennebaker’s research, my clients
reported that they felt lighter and relief, even immediately after the first
writing session. Other studies found that those who had traumatic
histories or posttraumatic stress disorder (PTSD) shown improvements
in physical health and symptomology (Greenberg et al, 1996; Sloan &
Marx, 2004; Schoutrop et al, 1997; 2002). Some studies suggested that
expressive writing was detrimental for adult survivors of childhood
abuse (Batten et al, 2002) though this would seem to be contrary to the
comments made by writers who have written and published their stories
of their abuse where they comment that writing their story had allowed
them to move forward in their lives. But it may be, as suggested above,
that the researchers expected the narration of such events to be done in
a limited time and for some, maybe, it can take some time to relate all the
events and the feelings about those events. Interestingly, a meta-analysis
found that the effects sizes were greater for males than for females
(Smyth, 1998) as it seems this form of expression was more acceptable to
men. This is my experience, in that males maybe more reticent to express
their real emotions to others but in the privacy of their own writing (in
my protocol I would encourage them to keep their writing private, for
their eyes only {password protected}, so that they do not censor or
restrict their expressiveness, for fear of others seeing it and worrying
what others would think). Pennebaker & Beall (1986) also make the
important point that the benefits are greater if the client writes about the
event with the associated emotions than if they only wrote about the

32
emotions or the events, alone. Pennebaker (1985) suggested the
explanation was that the active inhibition of thoughts and feelings about
a traumatic event require physical effort and serves therefore as a
cumulative stressor on the body and is associated with increased
physiological activity, obsessive thinking or rumination. Clients come
saying they are desperate to stop thinking about the event, they are
desperate to forget and try to not to think about it but admit that this
doesn’t work as they continue to have flashback and nightmares, so they
think that I am mad to suggest that as their strategy is not working
(quote: Einstein – ‘To keep doing the same thing and expecting a
different outcome, is the definition of madness’) then we are going to do
the opposite – they are going to do everything to remember! Pennebaker
suggested confronting the trauma through talking or writing about it
with the associated emotions reduces the physiological work of inhibition
hence lowering the overall stress on the body and translating the event
into words enable cognitive integration and understanding (Pennebaker,
1985). However, I suggest here, that Pennebaker has not fully
appreciated the difference between relating the events verbally and in
writing. Yet, he notes, through his and other’s research, that expressive
writing as against verbal relating, is more effective. Writing requires
much more processing than the spoken word; it requires coherence,
order and integration, and hence I suggest uses different parts of our
brains, perhaps eventually by-passing the emotional brain (the
amygdala). Writing and systematic memory requires processing through
the hippocampus which, as discussed above, is implicated in memory,
remembering a sequences of events, spatial and temporal, and integrates
memories from different sensory modalities. Thus, it is suggested that the
expressive writing allows for a coherent narrative reflecting increasing
cognitive processing of the experience (Van der Kolk et al, 1996). The
writing may help the writer organise and structure the traumatic
memory (Harber & Pennebaker, 1992). It is for this reason that I try to

33
get clients to use their computers to write their story/stories, as they can
re-structure, as they progress, to get order to their story, and add in the
appropriate places, memories that were omitted at the time when they
first recorded it; they can cut and paste, if they find the memories need
to be re-organised. Their instructions are to keep going until they feel
nothing has been left out. Some clients have said they feel more in touch
with their emotions when they write by hand, but then they have still felt
it was helpful to transcribe what they had written onto the computer to
ensure its coherence. By asking clients to keep going until they feel there
is nothing left also produces prolonged exposure as they have to keep
reading it (another advantage of writing over talking) to check they have
not left anything out (the re-reading can also trigger forgotten parts of
the memory of the event – often the most painful parts, the parts they try
to forget – but not very successfully!). This repeated reading and adding
(I don’t suggest repeated writing) may produce extinction of negative
emotional responses (Lepore et al, 2002; Sloan & Marx, 2004; Sloan et
al, 2005). It is suggested that to produce immediate emotional habituation
requires 45-90 minutes of writing, but this view, I think, forgets that after
brief writing sessions of even 20 minutes, the brain does not stop
processing and further sessions over days seem to produce this effect,
even if the actual sessions are for only 20 minutes, the maximum time
most can tolerate the emotional arousal. However, in some instances, the
clients have said once they have started, they wanted to keep going and
wrote until they were exhausted, but were still instructed to keep re-
visiting what they had written, daily, until nothing was left to write
about.’’

Yang artinya :

‘’ Menulis Ekspresif dalam pengobatan Trauma

34
Selama 30 tahun terakhir telah ada cukup banyak penelitian sejak studi
pertama Pennebaker & Beall (1986) yang menunjukkan bahwa menulis
tentang peristiwa traumatis atau stres memiliki manfaat fisik dan
emosional. Pennebaker & Beall mencatat menulis tentang pengalaman
traumatis menghasilkan peningkatan gairah fisiologis jangka pendek
dan manfaat mental dan fisik jangka panjang. Mereka menyarankan
agar klien dapat melakukan ini selama beberapa hari, mungkin 3-5 sesi
tidak lebih dari sekitar 20 menit per sesi (20 menit adalah rentang
konsentrasi maksimum setiap individu), meskipun jumlah sesi akan
tergantung, saya sarankan , pada gravitasi atau lamanya pengalaman
traumatis (Pennebaker, 1994, 1997a; 1997b; Smyth & Pennebaker,
1999). Penelitian menunjukkan bahwa biasanya ada peningkatan jangka
pendek dalam kesusahan, suasana hati negatif dan gejala fisik, tetapi
seperti penelitian Pennebaker, klien saya melaporkan bahwa mereka
merasa lebih ringan dan lega, bahkan segera setelah sesi menulis
pertama. Studi lain menemukan bahwa mereka yang memiliki riwayat
trauma atau gangguan stres pasca trauma (PTSD) menunjukkan
peningkatan kesehatan fisik dan gejala (Greenberg et al, 1996; Sloan &
Marx, 2004; Schoutrop et al, 1997; 2002). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa menulis ekspresif merugikan orang dewasa yang
selamat dari pelecehan masa kanak-kanak (Batten et al, 2002) meskipun
ini tampaknya bertentangan dengan komentar yang dibuat oleh penulis
yang telah menulis dan menerbitkan cerita pelecehan mereka di mana
mereka berkomentar bahwa menulis mereka cerita telah
memungkinkan mereka untuk bergerak maju dalam hidup mereka.
Tetapi mungkin, seperti yang disarankan di atas, peneliti mengharapkan
narasi peristiwa semacam itu dilakukan dalam waktu yang terbatas dan
untuk beberapa, mungkin, perlu waktu untuk menghubungkan semua
peristiwa dan perasaan tentang peristiwa itu. Menariknya, sebuah meta-
analisis menemukan bahwa ukuran efek lebih besar untuk laki-laki
daripada perempuan (Smyth, 1998) karena tampaknya bentuk ekspresi

35
ini lebih dapat diterima oleh laki-laki. Ini adalah pengalaman saya, di
mana laki-laki mungkin lebih segan untuk mengekspresikan emosi
mereka yang sebenarnya kepada orang lain tetapi dalam privasi tulisan
mereka sendiri (dalam protokol saya, saya akan mendorong mereka
untuk menjaga tulisan mereka tetap pribadi, karena mata mereka hanya
{dilindungi kata sandi}, jadi bahwa mereka tidak menyensor atau
membatasi ekspresi mereka, karena takut orang lain melihatnya dan
mengkhawatirkan apa yang akan dipikirkan orang lain). Pennebaker &
Beall (1986) juga membuat poin penting bahwa manfaat lebih besar jika
klien menulis tentang peristiwa dengan emosi yang terkait daripada jika
mereka hanya menulis tentang emosi atau peristiwa saja. Pennebaker
(1985) menyarankan penjelasannya adalah bahwa penghambatan aktif
pikiran dan perasaan tentang peristiwa traumatis memerlukan upaya
fisik dan karena itu berfungsi sebagai stresor kumulatif pada tubuh dan
dikaitkan dengan peningkatan aktivitas fisiologis, pemikiran obsesif
atau perenungan. Klien datang mengatakan bahwa mereka putus asa
untuk berhenti memikirkan acara tersebut, mereka putus asa untuk
melupakan dan mencoba untuk tidak memikirkannya tetapi mengakui
bahwa ini tidak berhasil karena mereka terus mengalami kilas balik dan
mimpi buruk, sehingga mereka berpikir bahwa saya gila menyarankan
bahwa karena strategi mereka tidak berhasil (kutipan: Einstein – 'Untuk
terus melakukan hal yang sama dan mengharapkan hasil yang berbeda,
adalah definisi kegilaan') maka kita akan melakukan yang sebaliknya –
mereka akan melakukan segalanya untuk ingat! Pennebaker
menyarankan menghadapi trauma melalui berbicara atau menulis
tentang hal itu dengan emosi yang terkait mengurangi kerja fisiologis
penghambatan sehingga menurunkan stres keseluruhan pada tubuh dan
menerjemahkan peristiwa ke dalam kata-kata memungkinkan integrasi
kognitif dan pemahaman (Pennebaker, 1985). Namun, saya
menyarankan di sini, bahwa Pennebaker belum sepenuhnya menghargai
perbedaan antara menceritakan peristiwa secara lisan dan tertulis.

36
Namun, dia mencatat, melalui penelitiannya dan penelitian lainnya,
bahwa tulisan ekspresif dibandingkan dengan hubungan verbal, lebih
efektif. Menulis membutuhkan lebih banyak pemrosesan daripada kata-
kata yang diucapkan; itu membutuhkan koherensi, keteraturan, dan
integrasi, dan karenanya saya sarankan menggunakan berbagai bagian
otak kita, mungkin pada akhirnya melewati otak emosional (amigdala).
Menulis dan memori sistematis memerlukan pemrosesan melalui
hipokampus yang, seperti yang dibahas di atas, terlibat dalam memori,
mengingat urutan peristiwa, spasial dan temporal, dan
mengintegrasikan memori dari modalitas sensorik yang berbeda.
Dengan demikian, disarankan bahwa penulisan ekspresif
memungkinkan narasi koheren yang mencerminkan peningkatan
pemrosesan kognitif dari pengalaman (Van der Kolk et al, 1996).
Menulis dapat membantu penulis mengatur dan menyusun memori
traumatis (Harber & Pennebaker, 1992). Karena alasan inilah saya
mencoba membuat klien menggunakan komputer mereka untuk menulis
cerita/cerita mereka, karena mereka dapat menyusun ulang, seiring
kemajuan mereka, untuk menertibkan cerita mereka, dan
menambahkan di tempat yang sesuai, kenangan yang ada. dihilangkan
pada saat mereka pertama kali merekamnya; mereka dapat memotong
dan menempel, jika mereka menemukan ingatan perlu diatur ulang.
Instruksi mereka adalah untuk terus berjalan sampai mereka merasa
tidak ada yang tertinggal. Beberapa klien mengatakan bahwa mereka
merasa lebih berhubungan dengan emosi mereka ketika mereka menulis
dengan tangan, tetapi kemudian mereka masih merasa bahwa menyalin
apa yang telah mereka tulis ke komputer untuk memastikan
koherensinya akan membantu. Dengan meminta klien untuk terus
berjalan sampai mereka merasa tidak ada yang tersisa juga
menghasilkan paparan yang berkepanjangan karena mereka harus
terus membacanya (keuntungan lain dari menulis daripada berbicara)
untuk memastikan bahwa mereka tidak meninggalkan apa pun

37
(membaca ulang juga dapat memicu bagian yang terlupakan dari
memori acara – seringkali bagian yang paling menyakitkan, bagian yang
mereka coba lupakan – tetapi tidak terlalu berhasil). Pembacaan dan
penambahan berulang ini (saya tidak menyarankan penulisan berulang)
dapat menghasilkan pemadaman respons emosional negatif (Lepore et
al, 2002; Sloan & Marx, 2004; Sloan et al, 2005). Disarankan bahwa
untuk menghasilkan pembiasaan emosional segera membutuhkan 45-90
menit menulis, tetapi pandangan ini, saya pikir, lupa bahwa setelah sesi
menulis singkat bahkan 20 menit, otak tidak berhenti memproses dan
sesi lebih lanjut selama berhari-hari tampaknya menghasilkan ini. efek,
bahkan jika sesi yang sebenarnya hanya 20 menit, waktu maksimum
yang paling dapat mentolerir gairah emosional. Namun, dalam beberapa
kasus, klien mengatakan setelah mereka mulai, mereka ingin terus
menulis dan menulis sampai mereka lelah, tetapi masih diperintahkan
untuk terus mengunjungi kembali apa yang telah mereka tulis, setiap
hari, sampai tidak ada yang tersisa untuk ditulis.’’

2. Kecemasan

Beberapa penelitian telah menemukan bahwa terlibat dalam terapi


menulis dapat membantu mengurangi kecemasan . Dalam sebuah penelitian
yang dilakukan pada tahun 2020 oleh fakultas Tabriz University of Medical
Sciences di Iran, para peneliti memberikan tiga sesi terapi menulis kepada
wanita hamil, ditambah dua panggilan telepon di antara sesi dan perawatan
kehamilan dasar, selama empat hingga enam minggu. Selama sesi pertama,
para wanita diminta untuk menulis tentang kekhawatiran mereka tentang
kehamilan dan solusi brainstorming yang akan membantu meringankan
kecemasan yang mereka timbulkan, dan panggilan telepon mendorong
mereka untuk menindaklanjuti dengan solusi. Pada sesi kedua, peneliti
menggunakan teknik terapi naratif dan meminta para wanita untuk menulis
cerita yang menguraikan kekhawatiran mereka tentang kehamilan dan
kemudian menerapkan solusi yang telah mereka buat sebelumnya. Sesi

38
terakhir memupuk diskusi kelompok antar peserta tentang tugas-tugas
sebelumnya.

Ada beberapa orang yang kemudian berhasil sembuh dari gangguan


kecemasan yang berlebih dengan menggunakan terapi ekspressive
writing.Dengan mengikuti arahan terapis dan menggunakan Teknik penulisan
yang unik,terbukti menulis ekspressive dikatakan ampuh untuk kesembuhan
mental seseorang dari kecemasan.

Dalam Tesis yang berjudul Express Yourself : A Study of Expressive


Writing and State Anxiety" (2020).Honors Theses.Emerald Danielle
Norman menjelaskan,

Anxiety can be defined as excessive apprehensiveness, fear, and worry.


However, its definition is complicated by its broad nature. Anxiety has
been defined as a trait, a state, a stimulus, a response, a drive, and as a
motive (Endler, & Kocovski, 2001). According to psychologist C. D.
Spielberger, there are two distinct factions of anxiety known as state and
trait anxiety (Endler, & Kocovski, 2001). He likened the relationship
between the state and trait anxiety to the relationship between potential
and kinetic energy. While potential energy is theoretically conserved
power, kinetic energy is actualized power in motion. In the same way,
trait anxiety is a personality model that is prone to anxiety in various
situations, while state anxiety is situationally specific anxiety brought on
by stress-inducing environmental conditions. This model of anxiety has
been widely recognized and largely accepted within the psychological
research community. Researcher Laura J. Jillian, Ph.D., conducted
research validating the State-Trait Anxiety Inventory, developed by
Spielberger in 1983 (Spielberger, 2010). According to her review, the
inventory was adequate in encouraging accurate self-reporting of
anxious behavior. It was also useful in determining the severity of anxiety
symptoms (Jillian, 2011). This is the model of anxiety and instrument of

39
measurement that will be utilized in the current study. High levels of
anxiety are shown to decrease the quality of life for afflicted individuals.
Anxiety can have numerous negative effects on the health and wellbeing
of patients, which includes physiological maladies such as higher blood
pressure, retarded lung function, and a lowered immune system (Baikie
& Wilhelm, 2005). However, anxiety can also negatively influence
psychological factors increasing depression and negatively impacting
self-esteem, which can lead to the development of serious mood disorders
(de Jong, 2002).

Yang diterjemahkan,

Kecemasan dapat didefinisikan sebagai kekhawatiran, ketakutan, dan


kekhawatiran yang berlebihan. Namun, definisinya rumit karena
sifatnya yang luas. Kecemasan telah didefinisikan sebagai sifat, keadaan,
stimulus, respons, dorongan, dan sebagai motif (Endler, & Kocovski,
2001). Menurut psikolog C. D. Spielberger, ada dua faksi kecemasan
yang berbeda yang dikenal sebagai kecemasan keadaan dan sifat
(Endler, & Kocovski, 2001). Dia menyamakan hubungan antara keadaan
dan sifat kecemasan dengan hubungan antara energi potensial dan
kinetik. Sementara energi potensial secara teoritis adalah daya yang
dilestarikan, energi kinetik adalah daya aktual dalam gerakan. Dengan
cara yang sama, kecemasan sifat adalah model kepribadian yang rentan
terhadap kecemasan dalam berbagai situasi, sedangkan kecemasan
keadaan adalah kecemasan spesifik situasional yang disebabkan oleh
kondisi lingkungan yang memicu stres. Model kecemasan ini telah diakui
secara luas dan diterima secara luas dalam komunitas penelitian
psikologis. Peneliti Laura J. Jillian, Ph.D., melakukan penelitian yang
memvalidasi State-Trait Anxiety Inventory, yang dikembangkan oleh
Spielberger pada tahun 1983 (Spielberger, 2010). Menurut ulasannya,
inventaris itu memadai dalam mendorong pelaporan diri yang akurat
tentang perilaku cemas. Itu juga berguna dalam menentukan tingkat

40
keparahan gejala kecemasan (Jillian, 2011). Ini adalah model kecemasan
dan instrumen pengukuran yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Tingkat kecemasan yang tinggi terbukti menurunkan kualitas hidup
individu yang menderita. Kecemasan dapat memiliki banyak efek
negatif pada kesehatan dan kesejahteraan pasien, yang meliputi
penyakit fisiologis seperti tekanan darah tinggi, fungsi paru-paru
terbelakang, dan sistem kekebalan yang menurun (Baikie & Wilhelm,
2005). Namun, kecemasan juga dapat secara negatif mempengaruhi
faktor psikologis yang meningkatkan depresi dan berdampak negatif
pada harga diri, yang dapat menyebabkan perkembangan gangguan
mood yang serius (de Jong, 2002).

Lebih lanjut dalam jurnal yang sama menjelaskan tentang bagaimana menulis
dapat megurangi perasaan cemas,yaitu,

Expressive writing may be an important medium for treating anxiety. It


is shown to encourage growth in those dealing with trauma (Baikie &
Wilhelm, 2005). It is useful in improving self-esteem, lowering
rumination, and decreasing depressive symptoms (Gortner, Rude &
Pennebaker, 2006). Writing encourages deep self-expression and
provides a level of comfort that other social forms of therapy do not. In
addition, expressive writing is a cost-efficient treatment option that can
be useful as lower-income populations like undergraduate college
students experience the highest levels of anxiety (Sarros, & Densten,
1989). This study looked at the efficacy of expressive writing as an
intervention method to reduce anxiety. It is also part of a larger umbrella
study on psychological first aid. Psychological first aid is a method of
trauma intervention that employs active listening as a means of treating
trauma-stricken subjects. This research team will be evaluating overall
PFA usefulness, although this study will primarily focus on the
expressive writing component.

41
Wellbeing Word Factors

Kraus and colleagues (1967) argued that the use of temporal words can
be indicative of anxiety levels. That research team found that there was
a weak positive correlation between present tense words and anxiety.
They also found a slightly larger positive correlation between past and
future tenses (Krauss, Ruiz, Mozdzierz & Button, 1967). This project
seeks to see if such a relationship exists between written temporal words
and anxiety levels. Based on previous research, it was expected that the
usage of more present tense words should correlate with a lower state of
anxiety. In addition to time-orientation words, this study will also look at
the usage of positive and negative emotion words. An additional goal of
the study is to see how the use of these two affective focus words during
expressive writing treatment can affect the state of anxiety over time.
Previous research has found that people with high levels of state anxiety
tend to fixate on negative words, especially in evaluative circumstances
(Mansell, Ehlers, Clark & Chen, 2002) and that the expressive writing of
more positive emotion words helps to reduce anxiety states (Shen, Yang,
Zhang & Zhang, 2018). Therefore, this study expected to see less
improvement in those who use a lot of negative words in their expressive
writing, compared to control conditions. Lastly, this study looked at the
effect of using more insight words on anxiety stated through expressive
writing compared to a control condition. Literature suggests that less
anxious people use greater insight words (Pennebaker & Stone, 2003;
Shen et al., 2018). As stated previously, expressive writing is effective in
reducing anxiety states due to the cathartic element of unburdening the
self. One would expect that those who used the most insightful words
were largely unburdened due to their unhindered insightful view of the
self. Research suggests that those who meet those conditions should
benefit the most from expressive writing therapy and see a significant
decrease in their anxiety levels (Baiki & Wilhelm, 2005).

42
Yang diterjemahkan,

‘‘Menulis ekspresif mungkin menjadi media penting untuk mengobati


kecemasan. Ini terbukti mendorong pertumbuhan pada mereka yang
menangani trauma (Baikie & Wilhelm, 2005). Hal ini berguna dalam
meningkatkan harga diri, menurunkan perenungan, dan mengurangi
gejala depresi (Gortner, Pegawai & Pennebaker, 2006). Menulis
mendorong ekspresi diri yang dalam dan memberikan tingkat
kenyamanan yang tidak dilakukan oleh bentuk terapi sosial lainnya.
Selain itu, penulisan ekspresif adalah opsi perawatan hemat biaya yang
dapat berguna karena populasi berpenghasilan rendah seperti
mahasiswa sarjana mengalami tingkat kecemasan tertinggi (Sarros, &
Densten, 1989). Penelitian ini melihat kemanjuran tulisan ekspresif
sebagai metode intervensi untuk mengurangi kecemasan. Hal ini juga
bagian dari studi payung yang lebih besar pada bantuan psikologis
pertama. Bantuan psikologis adalah metode intervensi trauma yang
mempekerjakan mendengarkan secara aktif sebagai cara mengobati
subjek yang terserang trauma. Tim peneliti ini akan mengevaluasi
keseluruhan kegunaan PFA, meskipun penelitian ini terutama fokus
pada komponen menulis ekspresif.’’

‘‘Faktor Kata Kesejahteraan

Kraus dan rekan (1967) berpendapat bahwa penggunaan kata-kata


temporal dapat menjadi indikasi tingkat kecemasan. Tim peneliti itu
menemukan bahwa ada korelasi positif yang lemah antara kata-kata
present tense dan kecemasan. Mereka juga menemukan korelasi positif
yang sedikit lebih besar antara bentuk lampau dan masa depan (Krauss,
Ruiz, Mozdzierz & Button, 1967). Proyek ini berusaha untuk melihat
apakah ada hubungan seperti itu antara kata-kata temporal tertulis dan
tingkat kecemasan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diharapkan
penggunaan kata-kata present tense yang lebih banyak berkorelasi

43
dengan tingkat kecemasan yang lebih rendah. Selain kata-kata orientasi
waktu, penelitian ini juga akan melihat penggunaan kata-kata emosi
positif dan negatif. Tujuan tambahan dari penelitian ini adalah untuk
melihat bagaimana penggunaan dua kata fokus afektif ini selama
perawatan menulis ekspresif dapat mempengaruhi keadaan kecemasan
dari waktu ke waktu. Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa
orang dengan tingkat kecemasan negara yang tinggi cenderung terpaku
pada kata-kata negatif, terutama dalam keadaan evaluatif (Mansell,
Ehlers, Clark & Chen, 2002) dan bahwa penulisan ekspresif dari kata-
kata emosi yang lebih positif membantu mengurangi keadaan
kecemasan ( Shen, Yang, Zhang & Zhang, 2018). Oleh karena itu,
penelitian ini diharapkan dapat melihat lebih sedikit peningkatan pada
mereka yang menggunakan banyak kata-kata negatif dalam tulisan
ekspresif mereka, dibandingkan dengan kondisi kontrol. Terakhir,
penelitian ini melihat pengaruh penggunaan kata-kata yang lebih
berwawasan terhadap kecemasan yang dinyatakan melalui tulisan
ekspresif dibandingkan dengan kondisi kontrol. Sastra menunjukkan
bahwa orang yang kurang cemas menggunakan kata-kata wawasan
yang lebih besar (Pennebaker & Stone, 2003; Shen et al., 2018). Seperti
yang dinyatakan sebelumnya, menulis ekspresif efektif dalam
mengurangi keadaan kecemasan karena elemen katarsis dari pelepasan
beban diri. Orang akan berharap bahwa mereka yang menggunakan
kata-kata yang paling berwawasan luas sebagian besar tidak terbebani
karena pandangan mereka yang berwawasan luas tentang diri.
Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang memenuhi kondisi
tersebut harus mendapat manfaat paling banyak dari terapi menulis
ekspresif dan melihat penurunan yang signifikan dalam tingkat
kecemasan mereka (Baiki & Wilhelm, 2005).’’

3. Depresi

44
Penelitian telah menunjukkan bahwa gejala depresi berkurang di antara
orang-orang yang menggunakan terapi menulis. Misalnya, dalam satu
penelitian yang diterbitkan dalam Cognitive Therapy and Research edisi 2014
, satu kelompok mahasiswa sarjana ditugaskan untuk menulis non-emosional
, atau menulis yang tidak berfokus pada pengalaman dan perasaan yang sulit
atau traumatis, dan kelompok lain ditugaskan untuk menulis. tulisan
ekspresif, tulisan yang berhubungan dengan tekanan emosional dan trauma,
dalam hal ini difokuskan pada penerimaan emosional . Para siswa di
kelompok terakhir yang mengalami gejala depresi rendah atau rendah hingga
ringan melihat pengurangan gejala mereka.

Kusuma danarti N, Sugiarto A & Sunarko 2018 dalam tulisannya


berjudul Pengaruh Expressive Writing Terhadap Penurunan Depresi,
Cemas, Dan Stress Pada Remaja (Jurnal ilmu keperawatan jiwa Vol 1 Hal.
48-61) menuliskan penelitian yang dilakukan oleh salah seorang mahasiswa
keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang terhadap 25 remaja
yang sedang menjalani rehabilitasi sosial, ditemukan fakta bahwa pemberian
terapi menulis ekspresif dapat dijadikan intervensi dalam proses penurunan
depresi, cemas, dan stress pada remaja yang sedang menjalani rehabilitas
sosial. Sejalan dengan hal tersebut, salah seorang mahasiswa psikologi di
salah satu universitas di Surabaya juga melakukan penelitian terkait, dengan
subjek penelitian terhadap 19 mahasiswa dengan tingkat kecenderungan
depresi ringan hingga berat. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa
terdapat penurunan kecenderungan depresi sebanyak 65% setelah pemberian
terapi menulis ekspresif.

Studi lain, yang dilakukan oleh peneliti dari Catholic University of the
Sacred Heart di Italia dengan wanita yang baru saja melahirkan, kembali
membagi peserta menjadi dua kelompok; satu melakukan tulisan ekspresif,
dan yang lainnya hanya menulis tentang topik netral. Para wanita yang
menggunakan tulisan ekspresif mengalami penurunan gejala depresi,

45
sedangkan mereka yang berada dalam kelompok menulis netral tidak melihat
perubahan yang signifikan.

4. Kehilangan

Menurut Aribowo (2019), kehilangan adalah kondisi umum yang


dapat dirasakan oleh seluruh orang. Usia dewasa awal memiliki kesempatan
yang besar untuk mengalami kehilangan tersebut, khususnya kehilangan
orang tua. Tidak mudah bagi usia dewasa awal untuk dapat terbuka tentang
apa yang mereka rasakan.

Aribowo melakukan penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan


pengaruh menulis ekspresif terhadap tingkat duka seseorang. Menggunakan
model penelitian eksperimen dengan pretest-posttest control group design,
subjek penelitian berjumlah lima belas pada kelompok menulis ekspresif, dan
lima belas pada kelompok menulis non-ekspresif.

Subjek berada pada usia dewasa awal yang mengalami kehilangan


orang tua, baik ayah atau ibu, lebih dari 6 bulan. Pengambilan data dilakukan
setelah subjek mengisi self report quesionaire sebagai pretest. Selanjutnya
subjek diminta mengisi kuesioner yang sama sebagai posttest. Skala yang
digunakan adalah Iventory of Complicated Griefing versi Prigerson.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok menulis ekspresif


mengalami penurunan tingkat berduka jika dibandingkan dengan kelompok
kontrol yang menulis non ekspresif. Subjek yang melakukan penulisan
ekspresif sedang berhadapan dengan peristiwa sulit, dan mengalami proses
penyingkapan (self-disclosure). Hal inilah yang membuat mereka bisa
menjadi lebih terbuka dan berdamai dengan kondisi dirinya sendiri.

Dengan demikian terbukti, menulis ekspresif bisa membantu


menurunkan tingkat kedukaan akibat kematian orang tua. Menulis ekspresif

46
menjadi sarana yang efektif untuk melarutkan kedukaan, dan mengubah
kedukaan menjadi makna yang positif.

Orang yang menderita kehilangan orang yang dicintai dapat


memperoleh manfaat besar dari terapi menulis. Ini dapat mengurangi jumlah
perasaan negatif seputar acara dan memungkinkan penutupan. Ini
mempromosikan perawatan diri dan karena itu membantu klien pulih setelah
kehilangan. Terapi menulis juga dapat membantu mengurangi kecemasan
perpisahan yang dapat dipicu oleh kesedihan , memberi klien perspektif
baru tentang kehilangan mereka, dan mengenali perjalanan duka mereka.

Sebuah studi 2011 yang diterbitkan dalam Journal of Psychosomatic


Obstetrics and Gynecology melakukan 10 sesi menulis selama lima minggu
dengan orang-orang yang kehilangan kehamilan (Keguguran). Partisipan
diminta untuk menulis tentang keguguran mereka, menulis surat kepada
teman seolah-olah teman tersebut mengalami kehilangan yang sama, dan
menulis surat kepada diri mereka sendiri atau kepada seseorang yang
menyaksikan kehilangan tersebut. Tingkat kesedihan dan kehilangan
partisipan menurun setelah terapi terapi menulis.

47
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kesimpulan dari makalah ini yaitu saat menjalani kehidupan ,ada saatnya
manakala seseorang mengalami burn out,saat-saat dirinya merasa khawatir
,stress,cemas,atau bahkan depresi.
Menulis ekspressive dapat menjadi sebuah media untuk penyembuhan.
ekspressive writing adalah momen dimana sesorang menuliskan apapun
yang terlintas dipikiran kita tanpa adanya Batasan & tidak perlu diedit atau
dengan jujur. Lebih dalam lagi ,menulis akan membuat seseorang
mempunyai kekuatan tersendiri dalam bentuk eksplorasi & ekspresi area
pemikiran ,emosi & spiritual ,yang dapat dijadikan suatu sarana untuk
berkomunikasi dengan diri sendiri & mengembangkan suatu pemikiran &
kendaraan suatu peristiwa (rohmadani,2017).
2. Beberapa jenis-jenis ekspresissive writing adalah :
a).tulisan jurnal pribadi ,yaitu menuliskan perasaan pribadi tanpa
memikirkan terhadap perasaan orang lain.
b).Esai & memoir ,adalah suatu karangan prosa yang membahas suatu
masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang penulis .
c).lagu & puisi ,yaitu menulis ekspressive dengan berkembang ,mengambil
bentuk dan gaya yang merupakan bagian dari tradisi tertentu.
3. orang-orang yang memiliki tingkat stress yang ,kecemasan ,berlebihan
,kehilangan kepercayaan diri ,mengalami traumatic dan penyakit mental
lainnya,sangat dianjurkan menggunakan metode terapi ekspressive writing.
4. Ekspressive writing bertujuan untuk membantu menyalurkan ide,perasaan
& harapan seseorang sehingga dapat mengurangi tekanan yang dialami
klien.
5. Tujuan ekspressive writing adalah :
a). mengeksplorasi kognitif, emosi dan spiritual .
b). menulis sebagai bentuk dengan diri sendiri

48
c). meningkatkan pemahaman bagi diri sendiri
d) memperkuat komunikasi interpersonal
6. Beberapa Langkah-langkah yang dapat dilakukan Ketika menulis
ekspressive writing adalah:
a. Klien menuliskan pemikiran &perasaan yang ada didalam kesadarannya
yang terdalam.
b. Klien melakukan proses menulis 4 hari berturut-turut dengan tujuan
benar-benar tuntas akan apa yang menjadi beban pikiran & perasaanya.
7. Karakteristik ekspressive writing ini diantaranya proses terapi dilakukan
sedikitnya 3-4 hari berturut-turut dengan durasi waktu 5-20 menit persesi
dan responden dituntun agar dapat menuliskan cerita atau tulisan yang
runtut menggambarkan perasaannya.
8. Factor keberhasilan terapi ekspressive writing :
- Individu/klien
- Jarak & lamanya waktu menulis
- Topik yang diungkapkan
- Menulis traumatis
- Seseorang yang memiliki Gangguan kognitif akan terhadap proses
menulis.
9. Expressive writing memiliki keunggulan berupa kerahasiaan
terjaga,menjadi media mengungkapkan perasaan dan melatih keterampilan
menulis.
10. Efek yang terjadi setelah menulis expressive writing adalah seperti kita
Ketika menonton film.
11. Dengan canggihnya teknologi ,terapi menulis yang merupakan suatu
intervensi swadaya dapat dilakukan dimana saja,bahkan dapat dilakukan
secara online.
12. Orang-orang yang disarankan menggunakan terapi expressive writing
diantaranya:
- Gangguan stress pascatrauma
- Kecemasan

49
- Depresi
- kehilangan
B. Saran

Setelah menyusun makalah mata kuliah Analisis Pengubahan Tingkah Laku


(APTL) dengan tema Expressive Writting Therapy ini bisa dijelaskan Menulis
expressive dapat menjadi sebuah media untuk penyembuhan. ekspressive writing
adalah momen dimana sesorang menuliskan apapun yang terlintas dipikiran kita
tanpa adanya Batasan & jujur. Lebih dalam lagi ,menulis akan membuat seseorang
mempunyai kekuatan tersendiri dalam bentuk eksplorasi & ekspresi area pemikiran
,emosi & spiritual ,yang dapat dijadikan suatu sarana untuk berkomunikasi dengan
diri sendiri & mengembangkan suatu pemikiran.
Tentunya penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
mungkin masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu adapun nantinya penulis berharap akan berusaha melakukan perbaikan susunan
makalah mata kuliah Analisis Pengubahan Tingkah Laku (APTL) dengan tema
Expressive Writting Therapy ini dengan menggunakan pedoman dari beberapa
sumber dan kritik yang bisa membangun dari dosen pengampu mata kuliah Analisis
Pengubahan Tingkah Laku (APTL) Ibu Sri Adi N,S,Psi, .MM, dan para pembaca
khususnya Rekan-rekan mahasiswa FKIP BK UPS semester 5 kelas B supaya
makalah ini bisa lebih layak dibaca dan dipakai teorinya saat dipraktikan nantinya
.

50
DAFTAR PUSTAKA

Jannah Miftakhul et al . 2019. Managing Cognitive Anxiety Through Expressive


Writing In Student-Athletes . International Journal Of Scientific & Technology
Research. Vol.8(10):1615-1618. Dikutip pada tautan
http://www.ijstr.org/final-print/oct2019/Managing-Cognitive-Anxiety-
Through-Expressive-Writing-In-Student-athletes.pdf [27/09/2022].

A. Mikocka-Walus et al.2020. Expressive writing to combat distress associated


with the COVID-19 pandemic in people with inflammatory bowel disease
(WriteForIBD): A trial protocol. Journal of Psychosomatic
Research.Vol.139:1-8. Dikutip pada tautan
https://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/S0022399920308485?token=C99983
A4C4DB6CB19686788EBED2FFCB7FFAA3D6C0A4D414D1445977AC8E
BFD2D0153420BAF72C6F93074C919EBB2581&originRegion=eu-west-
1&originCreation=20220926151402 [27/09/2022].

M-H.Doucet et al. 2018. Brief report: A qualitative evidence synthesis of the


psychological processes of school-based expressive writing interventions with
adolescents. Journal of Adolescence. Vol.69:113-117. Dikutip pada tautan
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0140197118301829
[27/09/2022].

Chiara Ruini and Cristina C. Mortara. 2022. Writing Technique Across


Psychotherapies—From Traditional Expressive Writing to New Positive
Psychology Interventions:A Narrative. Journal of Contemporary
Psychotherapy. Vol.52:23-34. Dikutip pada tautan
https://link.springer.com/article/10.1007/s10879-021-09520-9 [27/09/2022].

Rusdi,and Kholifah ,S. 2021. Emotional Skills on the Improvement of Mental


Disorder Patients Control Hallucinations . Advances in Health Sciences
Research Atlantis Press International B.V. Vol.39:71-76 Dikutip pada tautan
https://www.atlantis-press.com/article/125962065.pdf [05/10/2022]

51
Wright ,K. 2021. Case Studies Demonstrating the Benefits of Expressive Writing
in Treatment of Ptsd and other Traumas, Particularly for Male Clients in Brief
Therapy Settings . Aditum - Journal Of Clinical Psychology and Mental Health
Care.Vol.2(2):1-9.Dikutip pada tautan
https://aditum.org/images/currentissue/1614583800Clinical_Psychology_and
_Mental_Health_Care_Galley_Proof.pdf [28/09/2022]

Norman, E . D. 2020. "Express Yourself : A Study of Expressive Writing and State


Anxiety". Andrews University Honors Theses. 242. Dikutip pada tautan
https://digitalcommons.andrews.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1243&conte
xt=honors [05/10/2022].

Puspayani, Ida Ayu. 2018. GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN


PEMBERIAN TERAPI MENULIS EKSPRESIF DALAM
PENGUNGKAPAN DIRI (SELF DISCLOSURE) UNTUK MENGATASI
ANSIETAS PADA ODHA DI YAYASAN KESEHATAN BALI - Diploma
thesis, Jurusan Keperawatan - POLTEKKES DENPASAR – ‘‘BAB II.pdf”.
Dikutip pada tautan http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/622/ [27-09-
2022]

Ulfa Nurul. 2021 . PENERAPAN TEKNIK EXPSPESSIVE WRITING UNTUK


MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DI SMA NEGERI
8 BANDA ACEH -FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH - SKRIPSI.
Dikutip pada tautan https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/20094/
[27/09/2022]

Halaman-halaman Website Dikutip pada tautan berikut:

“Pengertian, Tujuan dan Tahapan Menulis”. kajianpustaka.com. 09 Juli 2013. 27


September 2022. https://www.kajianpustaka.com/2013/07/pengertian-tujuan-dan-
tahapan-menulis.html

52
“Mengenal Expressive Writing dalam Kegiatan Journaling”. fisipol.ugm.ac.id. 24
April 2022. 27 September 2022. https://fisipol.ugm.ac.id/mengenal-expressive-
writing-dalam-kegiatan-journaling/

‘‘Expressive Writing: Menulis untuk Kesehatan Mental’’. lembarharapan.id. 13


Juli 2022. 27 September 2022. https://lembarharapan.id/artikel/expressive-writing-
menulis-untuk-kesehatan-mental/

‘‘Tujuan dan Manfaat Expressive Writing’’. literamediatama.com. 28 Januari 2021.


27 September 2022. https://www.literamediatama.com/expressive-writing/

‘‘Expressive Writing with Examples | What Is Expressive Writing?’’. study.com.


16 Desember 2021. 27 September 2022. https://study.com/academy/lesson/what-
is-expressive-writing-definition-types-examples.html

‘‘Writing therapy’’. en.m.wikipedia.org. 5 Agustus 2022. 27 September 2022.


https://en.m.wikipedia.org/wiki/Writing_therapy?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr
_hl=id&_x_tr_pto=tc,sc

‘‘Ini 6 Manfaat yang Kamu Rasakan Jika Rajin Menulis Jurnal Pribadi’’.
idntimes.com. 4 Desember 2018. 28 September 2022.
https://www.idntimes.com/life/inspiration/tiara-aulia-zalyanti/ini-6-manfaat-yang-
kamu-rasakan-jika-rajin-menulis-jurnal-pribadi-c1c2

‘‘Menulis Ekspresif untuk Meredakan Duka Berkepanjangan’’. ruangmenulis.id. 9


April 2021. 5 Oktober 2022. https://ruangmenulis.id/menulis-ekspresif-untuk-
meredakan-duka-berkepanjangan/

‘‘Menulis Ekspresif : Cara Mudah Lepas dari Stres’’. pijarpsikologi.org. 24 April


2022. 5 Oktober 2022. https://pijarpsikologi.org/blog/menulis-ekspresif-cara-
mudah-lepas-dari-stres

‘‘Menjaga Mental Health dengan Menulis’’. malangposcomedia.id. 2 April 2022.


5 Oktober 2022. https://malangposcomedia.id/menjaga-mental-health-dengan-
menulis/

53
LAMPIRAN JURNAL

Jurnal 1

54
Jurnal 2

55
Jurnal 3

56
Jurnal 4

57
Jurnal 5

58
Jurnal 6

59
60
Jurnal 7

61
62
63
64

Anda mungkin juga menyukai