Disusun Oleh :
Semester/Kelas : 5/B
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini yang berjudul “EXPRESSIVE WRITING THERAPY”.
Merupakan salah satu tugas terstruktur mata kuliah Analisis Pengubahan Tingkah
Laku (APTL) pada Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Pancasakti Tegal.
Kami menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari
bantuan, bimbingan, arahan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Sri Adi
N,S.Psi, MM selaku dosen mata kuliah Analisis Pengubahan Tingkah Laku (APTL)
yang mengarahkan penulisan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ..............................................................................................48
B. Saran ........................................................................................................50
iii
LAMPIRAN JURNAL ........................................................................................54
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah kurang lebih tiga bulan kita semua menghadapi pandemi Covid-
19. Tidak sedikit dari kita yang merasa bahwa dampak dari pandemi ini akan
semakin merugikan. Kita merasa terbatasi, seperti harus tinggal di rumah,
menjaga jarak dengan orang lain, dan tentunya ruang gerak untuk beraktivitas
tidak seleluasa terlebih dahulu. Akibatnya, kita merasa bosan karena harus di
rumah saja. Beberapa orang bahkan merasa dirinya sangat bosan hingga “tidak
tahu harus melakukan apa lagi”. Perasaan tersebut dapat dimengerti. Hal-hal
seperti kebosanan, kesendirian yang berkepanjangan memungkinkan kita
merasa stres karena tidak ada lagi aktivitas yang bisa dilakukan hingga
akhirnya kita merasa cemas dalam menghadapi keadaan yang sedang terjadi.
Seseorang yang mengalami stress akan sulit untuk focus dalam
menjalani kehidupan sehari-harinya. Hal ini sudah pernah dijelaskan dalam
artikel American Psychology Asociation (APA), yang membahas bahwa
Psikologi Perubahan tingkah laku disebabkan karena stress. efeknya adalah
perasaan cemas.
Hal yang bisa kita lakukan sendiri untuk mengurangi kebosanan, stres,
dan kecemasan antara lain adalah dengan mencari aktivitas yang dapat
membuat hati kita senang. Tidak ada salahnya kita hal-hal baru untuk mengisi
waktu agar produktivitas kita tetap terjaga. Salah satu caranya adalah mencoba
menulis ekspresif . Menulis ekspresif merupakan terapi yang menggunakan
aktivitas menulis sebagai sarana untuk merenungkan pikiran dan perasaan
terdalam terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan (menimbulkan trauma).
Dari pengertian ini kita dapat mengetahui bahwa menulis ekspresif juga dapat
menjadi terapi media apabila kita merasakan hal
1
hal yang tidak kita senangi tetapi sulit membagikannya pada orang lain. tulisan
ekspresif juga digunakan sebagai emosional coping (Herdiani , 2012). Wright
(dalam Bolton, 2004) mendefinisikan expressive writing terapi sebagai proses
menulis yang merupakan ekspresi dan refleksi individu dan dilakukan dengan
keinginan sendiri atau bimbingan terapis atau peneliti.
B. Rumusan Masalah
Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut, maka perlu dikemukakan batasan
masalah yang akan di teliti dalam penilitian ini agar diperoleh pemahaman yang
lebih baik.
1. Apa pengertian Expressive Writting?
2. Apa saja jenis-jenis Expressive Writting?
3. Kapan diperlukan expressive writting?
4. Mengapa diperlukan expressive writting?
5. Apa tujuan expressive writting?
6. Bagaimana Tahapan-Tahapan Expressive Writing?
7. Apa Karakteristik Ekspressive Writing?
8. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi Ekspressive
Writing?
9. Apa kelebihan dan manfaat expressive writting?
10. Apa kekurangan expressive writing?
11. Dimana proses penerapan expressive writing?
12. Apa dan siapa saja yang memerlukan terapi ekspressive writing?
C. Tujuan Penulisan
Adapaun tujuan dalam pembahasan makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian expressive writing
2. Untuk mengetahui jenis-jenis Expressive Writting
3. Untuk mengetahui waktu yang tepat penggunaan expressive writing
Therapy
4. Untuk mengetahui diperlukannya expressive writing
5. Untuk mengetahui tujuan expressive writing
2
6. Untuk mengetahui tahapan-tahapan expressive writing therapy
7. Untuk mengetahui Karakteristik Ekspressive Writing therapy
8. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi
Ekspressive Writing
9. Untuk mengetahui keunggulan dan manfaat expressive writing therapy
10. Untuk mengetahui kekurangan expressive writing therapy
11. Untuk mengetahui dimana proses pelaksanaan expressive writing therapy
12. Untuk mengetahui Siapa saja yang disarankan menggunakan terapi
ekspressive writing
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pada dasarnya hal-hal yang terjadi dan tidak sesuai dengan keinginan itu
akan menjadi beban pikiran yang dapat menimbulkan stress. Berangkat dari
stress ini akan menimbulkan burn out bagi mental seseorang.Contoh
sederhananya adalah kecemasan yang berlebihan.Kecemasan pun disinyalir
ada 3 kategori.Pertama kategori kecemasan tingkat rendah,tingkat sedang dan
yang paling berbahaya adalah kecemasan tingkat tinggi yang dapat membuat
depresi seseorang atau putus asa dengan kehidupan yang
dijalaninya.Manajemen cemas yang tidak baik,akan menimbulkan hilangnya
kefokusan sehingga seseorang yang sedang dalam kondisi cemas tidak dapat
berfikir dengan jernih akan persoalan yang sedang dihadapapinya.
4
berkomunikasi dengan diri sendiri, dan mengembangkan suatu pemikiran dan
kesadaran akan suatu peristiwa (Rohmadani, 2017).”
Yang artinya:
5
perasaan mereka bebas, terutama mengenai tekanan yang mereka miliki
atau sedang menghadapi. Melalui tulisan ekspresif, individu akan
mendapatkan wawasan tentang perasaan dan pikiran mereka [12].
Tujuan dari menulis ekspresif adalah untuk membebaskan perasaan
dan pikiran negatif yang dirasakan oleh individu.”
6
B.Jenis-Jenis Ekspressive Writing
7
mereka terhadap sastra Victoria dan bagaimana hal itu membosankan.
Sepotong opini serupa dalam tujuan utamanya untuk memperdebatkan sudut
pandang tentang subjek tertentu. Memoar serupa dalam pandangan perspektif
mereka, mengambil sudut pandang tentang kehidupan seseorang dan
merenungkannya sepanjang cerita dan menarik pelajaran utama melalui
evaluasi pribadi.
Orang-orang yang sedang memiliki banyak tekanan hidup dan tidak tahu
cara menuangkan emosinya dengan cara yang positif sangat cocok sekali
8
untuk menggunakan metode ini.Sebab penuangan emosi yang bentuknya
negative apabila dituangkan tidak pada tempat yang tepat justru akan
membawa dampak negative yang jauh lebih besar.Sebab walau akan
menemukan kepuasan tersendiri setelah meluapkan emosi pada tempat yang
tidak tepat,itu hanya kelegaan sesaat.Tetapi justru setelah hal tersebut akan
mengundang permasalahan baru yang akan muncul.Sehingga meluapkan
emosi lewat menulis dapat menjadi solusi positif untuk seseorang.
9
gratitude writing. Although good-quality systematic reviews are lacking
on the effect of gratitude writing, some early trials (n = 293) reported its
significant benefits [19] on mental health as compared to no intervention
controls or expressive writing controls. Gratitude, and a related concept
of resilience (i.e. human ability to bounce back from adversity), can
protect victims of disasters against post-traumatic stress, with resilience
acting to prevent an adverse response to trauma and gratitude promoting
positive outcomes post-trauma [20]. In the IBD context, resilience has
been associated with lower disease activity and fewer surgeries as well as
improved quality of life [21].”
Yang artinya :
10
relevan pada IBS [8,17,18], kami mengusulkan untuk mengadaptasi
intervensi berbasis bukti Pennebaker dengan menambahkan elemen
tulisan terima kasih. Meskipun tinjauan sistematis berkualitas baik
kurang pada efek penulisan terima kasih, beberapa uji coba awal (n =
293) melaporkan manfaat signifikannya [19] pada kesehatan mental
dibandingkan dengan tidak ada kontrol intervensi atau kontrol
penulisan ekspresif. Syukur, dan konsep ketahanan terkait (yaitu
kemampuan manusia untuk bangkit kembali dari kesulitan), dapat
melindungi korban bencana dari stres pasca-trauma, dengan ketahanan
bertindak untuk mencegah respons yang merugikan terhadap trauma
dan rasa syukur mendorong hasil positif pasca-trauma. Dalam konteks
IBD, ketahanan telah dikaitkan dengan aktivitas penyakit yang lebih
rendah dan lebih sedikit operasi serta peningkatan kualitas hidup .”
11
Menurut Abraham Maslow, jika semua kebutuhan dasar ini telah
terpenuhi, maka seseorang akan menunjukkan dorongan yang kuat untuk
pengakuan diri. Jika dorongan itu terhambat, maka akan terjadi pengekangan.
12
traumatic personal experience (Pennebaker, 1997, p. 162). This low-cost,
low-tech intervention can be easily implemented in school settings (Taylor,
Jouriles, Brown, Goforth, & Banyard, 2016), an important attribute since
in-school programs have been shown to be more useful in impacting
adolescents' mental health than out-of-school programs (Clarke, Morreale,
Field, Hussein, & Barry, 2015).” yang artinya sebagai berikut :
13
akan dihadapkan dengan tantangan rasa kaingin tahuannya terhadap hal-hal
baru.Dan tantangan didalam pergaulannya dengan teman-teman sebayanya.
14
kemampuan dalam mengatasi masalah dan fungsi adaptif individu.
Pennebaker juga mengatakan bahwa menulis merupakan bentuk
pengungkapan atau katarsis yang membuat menjadi lebih mampu
mengungkapkan apa yang dirasakan dan merasa lebih nyaman menyalurkan
ide, perasaan dan harapan kedalam sebuah tulisan. Kebiasaan menulis
membuat individu lebih kritis terhadap dinamika kehidupan sosial
disekelilingnya, selain itu juga terlatih untuk berfikir memecahkan masalah
dan menulis mampu mengasah kepekaan sosial.
(1) Membantu menyalurkan ide, perasaan dan harapan subyek kedalam suatu
media yang bertahan lama dan membuatnya merasa aman,
Cara menulis ekspresif itu cukup mudah. Tidak perlu banyak modal dan
usaha untuk menulis ekspresif. Berikut ini adalah cara-cara yang bisa
dilakukan saat menulis ekspresif:
1.Siapkan tempat dan waktu tertentu untuk menulis. Pastikan tempat untuk
menulis bebas dari gangguan.
15
dahulu. Namun naikkan durasi penulisan dari hari ke hari hingga sampai
pada durasi 15 atau 20 menit.
4.Tidak perlu mempedulikan tata bahasa, ejaan, dan semua aturan penulisan
yang ada. Jika merasa bingung ingin menuliskan apa, bisa diisi dengan
menarik garis di sepanjang kertas atau mengulang apa yang sudah ditulis
sebelumnya. Lebih baik untuk terus menulis selama waktu yang ditentukan
belum habis.
5.Menulislah ketika bisa menuliskan apa yang memicu stres. Jika apa yang
memicu stres dirasa terlalu berat untuk dituliskan, maka berhentilah
menulis. Kembalilah menulis lagi saat merasa sudah bisa menuliskannya.
6.Menulislah untuk diri sendiri. Tulisan ini bersifat rahasia. Simpan hasil
tulisan untuk direfleksikan di kemudian hari jika memungkinkan. Namun
jika merasa takut ada orang yang membacanya dan tidak bisa
menyembunyikannya, boleh membuang atau merobek tulisan tersebut. Tapi
lebih baik jika tulisan tersebut bisa disimpan.
7.Satu atau dua minggu setelah 4 hari penulisan berlalu, refleksikan apa yang
sudah dituliskan. Pada saat itu akan terlihat apa yang bisa diperhatikan dari
hidup dan bagaimana perasaan dan perilaku yang seharusnya. Mungkin suatu
saat tulisan tersebut bisa dibagikan dengan orang lain.
16
pada diri konseli, serta mengevaluasi kondisi perasaan atau konsentrasi
konseli. Konseli diberi kesempatan untuk menulis bebas kata-kata, frase
atau mengungkapkan hal lain yang muncul dalam pikiran tanpa
perencanaan dan arahan.
d. Application to the Self Pada tahap terakhir ini, konseli didorong untuk
mengaplikasikan pengetahuan baru dalam dunia nyata. Konselor atau
terapis membantu konseli mengintegrasikan apa yang telah dipelajari
selama sesi menulis dengan merefleksikan kembali apa yang mesti diubah
atau diperbaiki dan mana yang perlu dipertahankan. Selain itu juga
dilakukan refleksi tentang manfaat menulis bagi konseli. Konselor juga
perlu menanyakan apakah konseli mengalami ketidak nyamanan atau
bantuan tambahan untuk mengatasi masalah sebagai akibat dari proses
menulis yang mereka ikuti
17
a. Expressive writing dilakukan dengan klien menulis pemikiran dan
perasaan terdalam tentang pengalaman yang paling traumatis di
sepanjang kehidupan, permasalahan, emosi yang telah mengubah diri dan
hidup. Waktu pelaksanaan selama tiga sampai empat hari berturutturut
dengan durasi 15-30 menit setiap kali menulis, tidak ada umpan balik
yang diberikan, klien bebas menulis pengalaman traumatis yang pernah
mereka alami dan efek langsung yang dirasakan oleh sebagian besar
partisipan ketika mengingat pengalaman traumatisnya antara lain
menangis atau marah.
Research Procedure
18
the therapist, ask the name and call of the client Evaluation /
validation : Ask the current feelings of the client, Contract (Topic,
Time and Place), Remind the contract with the client, explain the
purpose of the activity
Yang diterjemahkan,
Prosedur Penelitian
19
Tahap Pra Interaksi: Kaji status kesehatan klien, Bangun hubungan
saling percaya, Kontrak pertemuan untuk terapi menulis ekspresif,
Ciptakan lingkungan yang tenang dan kondusif, Siapkan alat yaitu:
kertas dan pena Tahap Orientasi: Membangun hubungan saling
percaya kepada klien, Salam terapeutik, Ucapkan nama dan panggilan
terapis, tanyakan nama dan panggilan klien Evaluasi / validasi :
Menanyakan perasaan klien saat ini, Kontrak (Topik, Waktu dan
Tempat), Ingatkan kontrak dengan klien, jelaskan tujuan kegiatan
20
pokok bahasan tertentu.Klien memilih sesuatu hal yang nyata, bukan yang
abstrak.Misalnya, kenangan dimasa anak-anak, peristiwa terpenting atau
terindah didalam kehidupanmu dan sebagainya.Klien mendeskripsikan
secara detail.Perlu ditekankan bahwa klien dapat menulis secara bebas,
mengalir saja di dalam menulis.tanpa ada batasan dan gaya tertentu.
21
c. Menggunakan lebih banyak kata-kata kognitif pada hari terakhir,
seperti pemikiran kausal (sebab-akibat, alasan) dan wawasan/ refleksi diri
(memahami, menyadari, mengetahui).
d. Membangun kisah yang jelas, koheren, dan terorganisir dengan
baik pada hari terakhir melakukan expressive writing therapy.
22
pengalaman yang berkaitan dengan kejadian-kejadian yang menekan atau
bersifat traumatik. Menulis tentang pengalaman emosional dapat
memperbaiki kesehatan mental dan fisik anak-anak sekolah dan lembaga
penitipan anak, penderita radang sendi, mahasiswa kedokteran, narapidana
dengan kawalan ketat, para ibu baru dan korban pemerkosaan. Ini tidak
hanya memberikan keuntungan kesehatan, tetapi juga di ketahui telah
mengurangi kecemasan dan depresi, memperbaiki nilai ujian (Peannebaker,
2007).
Menurut Malchiodi (2005) sebagai bagian dari expressive therapy¸
terapi menulis ekspresif memiliki karakteristik, dianataranya:
a. Self-expression
Self-expression digunakan sebagai wadah untuk mengungkapkan
perasaan dan persepsi menjadi pemahaman diri yang lebih baik, atau
menghasilkan emosi yang lebih baik, pemecahan masalah dan
perasaan well-being. Self expression juga digunakan untuk
membantu individu untuk mengungkapkan aspek memori dan
pengalaman yang belum mampu diungkapkan melalui percakapan.
b. Active participation
Individu ini di harapkan untuk melibatkan energi mereka dalam
proses terapi pengalaman melakukan, membuat dan menciptakan
dapat memberikan energi bagi individu untuk mengalihkan
perhatian dan fokus merigankan stress emosi mengajak individu
untuk fokus terhadap permasalahan tujuan dan prilaku.
c. Imajinasi Imajinasi membantu individu untuk merubah keyakinan
mereka melalui hal baru yang di peroleh dari komunikasi dan
pengalaman
d. Mind body connection The Neation Center for Complemetary an
Alternatie Medicine (NCCAN) mengatakan bahwa mind-body
interaction didesain untuk memfasilitasi kemampuan pikiran untuk
mempengaruhi fungsi tubuh dan simptom. Aktivitas ekspresi
23
menstimulus efek placebo melalui meniru self-soothing masa kanak-
kanak dan mendorong self-relaxation.
24
5) Karakteristik individu Menulis ekspressive dapat menjadi tidak
efektif bagi beberapa kelompok individu, yaitu pada individu dengan
gangguan proses kognitif, depresi berat, atau baru berduka, lansia.
Menulis juga menjadi tidak efektif bagi individu yang mengalami
PTSD, tanpa disertai dengan intervensi lain.
1.1 Kelebihan
1.2 Manfaat
25
5. Membantu penerimaan diri, artinya individu dapat mengenal dirinya sendiri
dan dapat menerima dirinya sendiri. Penerimaan diri merupakan sebuah
proses atau perjalanan untuk menemukan diri sehingga individu dituntut
untuk memiliki pemahaman tentang diri sendiri jauh lebih dalam untuk yang
mengarahkan dirinya menuju aktualisasi diri. Agar penerimaan diri bisa
tercapai, maka individu harus memenuhi kebutuhan dasarnyaterlebih
dahulu yakni membangun hubungan interpersonal dengan orang lain
(Hoffman, Lopez, & Moats, 2013). Hal ini selaras dengan pendapat
Abraham Maslow dalam teori hirarki kebutuhan bahwa seseorang untuk
dapat mengaktualisasikan diri harus menerima dirinya sendiri.
26
Narrative identities allow one to reenact the past, become aware of the
present and have a future perspective. Individuals construct stories to
make sense of their existence, and these stories function to conciliate
who they are, were and might be according to their self-conception and
social identity. Biography, for example, is a written history of a person’s
life; it deals with the reconstruction of a personal story in which salient
events are selected and told. The therapeutic power of biographies
entails the act of selection of worthy events that characterize a person’s
life (Lichter et al., 1993)”.
27
Dapat disimpulkan dari pemaparan diatas bahwa ekspressive writing
memiliki kelebihan dan manfaatnya dapat membantu seseorang untuk
membangun kondisi diri yang lebih positif.Yang artinya berbagai emosi yang
negative dikeluarkan dan dituaangkan lewat menulis.
Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah partisipan secara bebas bisa
mengekspresikan perasaannya, meningkatkan kepercayaan diri,
meningkatkan kemampuan merefleksi diri, meningkatkan keterampilan
menulis, membuat partisipan menjadi lebih terbuka, spontan dan menerima
diri apa adanya. Seseorang yang melakukan expressive writing akan belajar
menyatukan isi pikirannya, mengingat peristiwa traumatis yang pernah
dialami untuk dihadirkan kembali ke dalam pikiran, memilih hal-hal yang
ingin disampaikan melalui tulisan, dan melatih emosi agar terbiasa
menghadapi kembali peristiwa yang awalnya dianggap traumatis. Semakin
sering menulis, diharapkan orang yang bersangkutan akan memperoleh
gambaran tentang peristiwa traumatisnya secara menyeluruh sehingga
semakin memahami peristiwa tersebut, berpikir luas dan integratif, mampu
melakukan reflkesi diri, dan akhirnya memandang peristiwa traumatis
tersebut dari sudut pandang yang berbeda sehingga mampu menemukan
penyelesaiannya.
28
Kesimpulannya tujuan dari teknik expressive writing ini adalah
koresponden mampu mengungkapkan apa yang dirasakan serta melatih diri
untuk menerima keadaan dirinya, serta mampu menyelesaikan masalah
sendiri dengan perlahan
29
Bidang terapi menulis ini mencakup banyak praktisi dalam berbagai
pengaturan. Terapi biasanya dilakukan oleh terapis atau konselor. Beberapa
intervensi ada secara online. Pemimpin kelompok penulis juga bekerja di
rumah sakit dengan pasien yang berurusan dengan penyakit mental dan fisik.
Di departemen universitas mereka membantu kesadaran diri dan
pengembangan diri siswa. Ketika diberikan dari jarak jauh, ini berguna bagi
mereka yang lebih memilih untuk tetap anonim secara pribadi dan tidak siap
untuk mengungkapkan pikiran dan kecemasan mereka yang paling pribadi
dalam situasi tatap muka.
30
seksual, PTSD, dan depresi mereka. Para peneliti menemukan bahwa antara
pra-perawatan dan pasca-perawatan, peserta melaporkan lebih sedikit gejala
PTSD. Menurut temuan penelitian, peserta yang menulis tentang skema
seksual juga lebih mungkin untuk pulih dari disfungsi seksual.
Over the last 30 years there has been a considerable amount of research
since the first study of Pennebaker & Beall (1986) which showed that
writing about traumatic or stressful events has physical and emotional
benefits. Pennebaker & Beall noted writing about traumatic experiences
produced increases in shortterm physiological arousal and long term
31
mental and physical benefits. They suggested that clients could do this
over a number of days, maybe 3-5 sessions of no more than about 20
minutes per session (20 minutes being the maximum concentration span
of any individual), though the number of sessions will depend, I suggest,
on the gravity or length of the traumatic experience (Pennebaker, 1994,
1997a; 1997b; Smyth & Pennebaker, 1999). The research showed that
there were usually short-term increases in distress, negative mood and
physical symptoms, but as with Pennebaker’s research, my clients
reported that they felt lighter and relief, even immediately after the first
writing session. Other studies found that those who had traumatic
histories or posttraumatic stress disorder (PTSD) shown improvements
in physical health and symptomology (Greenberg et al, 1996; Sloan &
Marx, 2004; Schoutrop et al, 1997; 2002). Some studies suggested that
expressive writing was detrimental for adult survivors of childhood
abuse (Batten et al, 2002) though this would seem to be contrary to the
comments made by writers who have written and published their stories
of their abuse where they comment that writing their story had allowed
them to move forward in their lives. But it may be, as suggested above,
that the researchers expected the narration of such events to be done in
a limited time and for some, maybe, it can take some time to relate all the
events and the feelings about those events. Interestingly, a meta-analysis
found that the effects sizes were greater for males than for females
(Smyth, 1998) as it seems this form of expression was more acceptable to
men. This is my experience, in that males maybe more reticent to express
their real emotions to others but in the privacy of their own writing (in
my protocol I would encourage them to keep their writing private, for
their eyes only {password protected}, so that they do not censor or
restrict their expressiveness, for fear of others seeing it and worrying
what others would think). Pennebaker & Beall (1986) also make the
important point that the benefits are greater if the client writes about the
event with the associated emotions than if they only wrote about the
32
emotions or the events, alone. Pennebaker (1985) suggested the
explanation was that the active inhibition of thoughts and feelings about
a traumatic event require physical effort and serves therefore as a
cumulative stressor on the body and is associated with increased
physiological activity, obsessive thinking or rumination. Clients come
saying they are desperate to stop thinking about the event, they are
desperate to forget and try to not to think about it but admit that this
doesn’t work as they continue to have flashback and nightmares, so they
think that I am mad to suggest that as their strategy is not working
(quote: Einstein – ‘To keep doing the same thing and expecting a
different outcome, is the definition of madness’) then we are going to do
the opposite – they are going to do everything to remember! Pennebaker
suggested confronting the trauma through talking or writing about it
with the associated emotions reduces the physiological work of inhibition
hence lowering the overall stress on the body and translating the event
into words enable cognitive integration and understanding (Pennebaker,
1985). However, I suggest here, that Pennebaker has not fully
appreciated the difference between relating the events verbally and in
writing. Yet, he notes, through his and other’s research, that expressive
writing as against verbal relating, is more effective. Writing requires
much more processing than the spoken word; it requires coherence,
order and integration, and hence I suggest uses different parts of our
brains, perhaps eventually by-passing the emotional brain (the
amygdala). Writing and systematic memory requires processing through
the hippocampus which, as discussed above, is implicated in memory,
remembering a sequences of events, spatial and temporal, and integrates
memories from different sensory modalities. Thus, it is suggested that the
expressive writing allows for a coherent narrative reflecting increasing
cognitive processing of the experience (Van der Kolk et al, 1996). The
writing may help the writer organise and structure the traumatic
memory (Harber & Pennebaker, 1992). It is for this reason that I try to
33
get clients to use their computers to write their story/stories, as they can
re-structure, as they progress, to get order to their story, and add in the
appropriate places, memories that were omitted at the time when they
first recorded it; they can cut and paste, if they find the memories need
to be re-organised. Their instructions are to keep going until they feel
nothing has been left out. Some clients have said they feel more in touch
with their emotions when they write by hand, but then they have still felt
it was helpful to transcribe what they had written onto the computer to
ensure its coherence. By asking clients to keep going until they feel there
is nothing left also produces prolonged exposure as they have to keep
reading it (another advantage of writing over talking) to check they have
not left anything out (the re-reading can also trigger forgotten parts of
the memory of the event – often the most painful parts, the parts they try
to forget – but not very successfully!). This repeated reading and adding
(I don’t suggest repeated writing) may produce extinction of negative
emotional responses (Lepore et al, 2002; Sloan & Marx, 2004; Sloan et
al, 2005). It is suggested that to produce immediate emotional habituation
requires 45-90 minutes of writing, but this view, I think, forgets that after
brief writing sessions of even 20 minutes, the brain does not stop
processing and further sessions over days seem to produce this effect,
even if the actual sessions are for only 20 minutes, the maximum time
most can tolerate the emotional arousal. However, in some instances, the
clients have said once they have started, they wanted to keep going and
wrote until they were exhausted, but were still instructed to keep re-
visiting what they had written, daily, until nothing was left to write
about.’’
Yang artinya :
34
Selama 30 tahun terakhir telah ada cukup banyak penelitian sejak studi
pertama Pennebaker & Beall (1986) yang menunjukkan bahwa menulis
tentang peristiwa traumatis atau stres memiliki manfaat fisik dan
emosional. Pennebaker & Beall mencatat menulis tentang pengalaman
traumatis menghasilkan peningkatan gairah fisiologis jangka pendek
dan manfaat mental dan fisik jangka panjang. Mereka menyarankan
agar klien dapat melakukan ini selama beberapa hari, mungkin 3-5 sesi
tidak lebih dari sekitar 20 menit per sesi (20 menit adalah rentang
konsentrasi maksimum setiap individu), meskipun jumlah sesi akan
tergantung, saya sarankan , pada gravitasi atau lamanya pengalaman
traumatis (Pennebaker, 1994, 1997a; 1997b; Smyth & Pennebaker,
1999). Penelitian menunjukkan bahwa biasanya ada peningkatan jangka
pendek dalam kesusahan, suasana hati negatif dan gejala fisik, tetapi
seperti penelitian Pennebaker, klien saya melaporkan bahwa mereka
merasa lebih ringan dan lega, bahkan segera setelah sesi menulis
pertama. Studi lain menemukan bahwa mereka yang memiliki riwayat
trauma atau gangguan stres pasca trauma (PTSD) menunjukkan
peningkatan kesehatan fisik dan gejala (Greenberg et al, 1996; Sloan &
Marx, 2004; Schoutrop et al, 1997; 2002). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa menulis ekspresif merugikan orang dewasa yang
selamat dari pelecehan masa kanak-kanak (Batten et al, 2002) meskipun
ini tampaknya bertentangan dengan komentar yang dibuat oleh penulis
yang telah menulis dan menerbitkan cerita pelecehan mereka di mana
mereka berkomentar bahwa menulis mereka cerita telah
memungkinkan mereka untuk bergerak maju dalam hidup mereka.
Tetapi mungkin, seperti yang disarankan di atas, peneliti mengharapkan
narasi peristiwa semacam itu dilakukan dalam waktu yang terbatas dan
untuk beberapa, mungkin, perlu waktu untuk menghubungkan semua
peristiwa dan perasaan tentang peristiwa itu. Menariknya, sebuah meta-
analisis menemukan bahwa ukuran efek lebih besar untuk laki-laki
daripada perempuan (Smyth, 1998) karena tampaknya bentuk ekspresi
35
ini lebih dapat diterima oleh laki-laki. Ini adalah pengalaman saya, di
mana laki-laki mungkin lebih segan untuk mengekspresikan emosi
mereka yang sebenarnya kepada orang lain tetapi dalam privasi tulisan
mereka sendiri (dalam protokol saya, saya akan mendorong mereka
untuk menjaga tulisan mereka tetap pribadi, karena mata mereka hanya
{dilindungi kata sandi}, jadi bahwa mereka tidak menyensor atau
membatasi ekspresi mereka, karena takut orang lain melihatnya dan
mengkhawatirkan apa yang akan dipikirkan orang lain). Pennebaker &
Beall (1986) juga membuat poin penting bahwa manfaat lebih besar jika
klien menulis tentang peristiwa dengan emosi yang terkait daripada jika
mereka hanya menulis tentang emosi atau peristiwa saja. Pennebaker
(1985) menyarankan penjelasannya adalah bahwa penghambatan aktif
pikiran dan perasaan tentang peristiwa traumatis memerlukan upaya
fisik dan karena itu berfungsi sebagai stresor kumulatif pada tubuh dan
dikaitkan dengan peningkatan aktivitas fisiologis, pemikiran obsesif
atau perenungan. Klien datang mengatakan bahwa mereka putus asa
untuk berhenti memikirkan acara tersebut, mereka putus asa untuk
melupakan dan mencoba untuk tidak memikirkannya tetapi mengakui
bahwa ini tidak berhasil karena mereka terus mengalami kilas balik dan
mimpi buruk, sehingga mereka berpikir bahwa saya gila menyarankan
bahwa karena strategi mereka tidak berhasil (kutipan: Einstein – 'Untuk
terus melakukan hal yang sama dan mengharapkan hasil yang berbeda,
adalah definisi kegilaan') maka kita akan melakukan yang sebaliknya –
mereka akan melakukan segalanya untuk ingat! Pennebaker
menyarankan menghadapi trauma melalui berbicara atau menulis
tentang hal itu dengan emosi yang terkait mengurangi kerja fisiologis
penghambatan sehingga menurunkan stres keseluruhan pada tubuh dan
menerjemahkan peristiwa ke dalam kata-kata memungkinkan integrasi
kognitif dan pemahaman (Pennebaker, 1985). Namun, saya
menyarankan di sini, bahwa Pennebaker belum sepenuhnya menghargai
perbedaan antara menceritakan peristiwa secara lisan dan tertulis.
36
Namun, dia mencatat, melalui penelitiannya dan penelitian lainnya,
bahwa tulisan ekspresif dibandingkan dengan hubungan verbal, lebih
efektif. Menulis membutuhkan lebih banyak pemrosesan daripada kata-
kata yang diucapkan; itu membutuhkan koherensi, keteraturan, dan
integrasi, dan karenanya saya sarankan menggunakan berbagai bagian
otak kita, mungkin pada akhirnya melewati otak emosional (amigdala).
Menulis dan memori sistematis memerlukan pemrosesan melalui
hipokampus yang, seperti yang dibahas di atas, terlibat dalam memori,
mengingat urutan peristiwa, spasial dan temporal, dan
mengintegrasikan memori dari modalitas sensorik yang berbeda.
Dengan demikian, disarankan bahwa penulisan ekspresif
memungkinkan narasi koheren yang mencerminkan peningkatan
pemrosesan kognitif dari pengalaman (Van der Kolk et al, 1996).
Menulis dapat membantu penulis mengatur dan menyusun memori
traumatis (Harber & Pennebaker, 1992). Karena alasan inilah saya
mencoba membuat klien menggunakan komputer mereka untuk menulis
cerita/cerita mereka, karena mereka dapat menyusun ulang, seiring
kemajuan mereka, untuk menertibkan cerita mereka, dan
menambahkan di tempat yang sesuai, kenangan yang ada. dihilangkan
pada saat mereka pertama kali merekamnya; mereka dapat memotong
dan menempel, jika mereka menemukan ingatan perlu diatur ulang.
Instruksi mereka adalah untuk terus berjalan sampai mereka merasa
tidak ada yang tertinggal. Beberapa klien mengatakan bahwa mereka
merasa lebih berhubungan dengan emosi mereka ketika mereka menulis
dengan tangan, tetapi kemudian mereka masih merasa bahwa menyalin
apa yang telah mereka tulis ke komputer untuk memastikan
koherensinya akan membantu. Dengan meminta klien untuk terus
berjalan sampai mereka merasa tidak ada yang tersisa juga
menghasilkan paparan yang berkepanjangan karena mereka harus
terus membacanya (keuntungan lain dari menulis daripada berbicara)
untuk memastikan bahwa mereka tidak meninggalkan apa pun
37
(membaca ulang juga dapat memicu bagian yang terlupakan dari
memori acara – seringkali bagian yang paling menyakitkan, bagian yang
mereka coba lupakan – tetapi tidak terlalu berhasil). Pembacaan dan
penambahan berulang ini (saya tidak menyarankan penulisan berulang)
dapat menghasilkan pemadaman respons emosional negatif (Lepore et
al, 2002; Sloan & Marx, 2004; Sloan et al, 2005). Disarankan bahwa
untuk menghasilkan pembiasaan emosional segera membutuhkan 45-90
menit menulis, tetapi pandangan ini, saya pikir, lupa bahwa setelah sesi
menulis singkat bahkan 20 menit, otak tidak berhenti memproses dan
sesi lebih lanjut selama berhari-hari tampaknya menghasilkan ini. efek,
bahkan jika sesi yang sebenarnya hanya 20 menit, waktu maksimum
yang paling dapat mentolerir gairah emosional. Namun, dalam beberapa
kasus, klien mengatakan setelah mereka mulai, mereka ingin terus
menulis dan menulis sampai mereka lelah, tetapi masih diperintahkan
untuk terus mengunjungi kembali apa yang telah mereka tulis, setiap
hari, sampai tidak ada yang tersisa untuk ditulis.’’
2. Kecemasan
38
terakhir memupuk diskusi kelompok antar peserta tentang tugas-tugas
sebelumnya.
39
measurement that will be utilized in the current study. High levels of
anxiety are shown to decrease the quality of life for afflicted individuals.
Anxiety can have numerous negative effects on the health and wellbeing
of patients, which includes physiological maladies such as higher blood
pressure, retarded lung function, and a lowered immune system (Baikie
& Wilhelm, 2005). However, anxiety can also negatively influence
psychological factors increasing depression and negatively impacting
self-esteem, which can lead to the development of serious mood disorders
(de Jong, 2002).
Yang diterjemahkan,
40
keparahan gejala kecemasan (Jillian, 2011). Ini adalah model kecemasan
dan instrumen pengukuran yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Tingkat kecemasan yang tinggi terbukti menurunkan kualitas hidup
individu yang menderita. Kecemasan dapat memiliki banyak efek
negatif pada kesehatan dan kesejahteraan pasien, yang meliputi
penyakit fisiologis seperti tekanan darah tinggi, fungsi paru-paru
terbelakang, dan sistem kekebalan yang menurun (Baikie & Wilhelm,
2005). Namun, kecemasan juga dapat secara negatif mempengaruhi
faktor psikologis yang meningkatkan depresi dan berdampak negatif
pada harga diri, yang dapat menyebabkan perkembangan gangguan
mood yang serius (de Jong, 2002).
Lebih lanjut dalam jurnal yang sama menjelaskan tentang bagaimana menulis
dapat megurangi perasaan cemas,yaitu,
41
Wellbeing Word Factors
Kraus and colleagues (1967) argued that the use of temporal words can
be indicative of anxiety levels. That research team found that there was
a weak positive correlation between present tense words and anxiety.
They also found a slightly larger positive correlation between past and
future tenses (Krauss, Ruiz, Mozdzierz & Button, 1967). This project
seeks to see if such a relationship exists between written temporal words
and anxiety levels. Based on previous research, it was expected that the
usage of more present tense words should correlate with a lower state of
anxiety. In addition to time-orientation words, this study will also look at
the usage of positive and negative emotion words. An additional goal of
the study is to see how the use of these two affective focus words during
expressive writing treatment can affect the state of anxiety over time.
Previous research has found that people with high levels of state anxiety
tend to fixate on negative words, especially in evaluative circumstances
(Mansell, Ehlers, Clark & Chen, 2002) and that the expressive writing of
more positive emotion words helps to reduce anxiety states (Shen, Yang,
Zhang & Zhang, 2018). Therefore, this study expected to see less
improvement in those who use a lot of negative words in their expressive
writing, compared to control conditions. Lastly, this study looked at the
effect of using more insight words on anxiety stated through expressive
writing compared to a control condition. Literature suggests that less
anxious people use greater insight words (Pennebaker & Stone, 2003;
Shen et al., 2018). As stated previously, expressive writing is effective in
reducing anxiety states due to the cathartic element of unburdening the
self. One would expect that those who used the most insightful words
were largely unburdened due to their unhindered insightful view of the
self. Research suggests that those who meet those conditions should
benefit the most from expressive writing therapy and see a significant
decrease in their anxiety levels (Baiki & Wilhelm, 2005).
42
Yang diterjemahkan,
43
dengan tingkat kecemasan yang lebih rendah. Selain kata-kata orientasi
waktu, penelitian ini juga akan melihat penggunaan kata-kata emosi
positif dan negatif. Tujuan tambahan dari penelitian ini adalah untuk
melihat bagaimana penggunaan dua kata fokus afektif ini selama
perawatan menulis ekspresif dapat mempengaruhi keadaan kecemasan
dari waktu ke waktu. Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa
orang dengan tingkat kecemasan negara yang tinggi cenderung terpaku
pada kata-kata negatif, terutama dalam keadaan evaluatif (Mansell,
Ehlers, Clark & Chen, 2002) dan bahwa penulisan ekspresif dari kata-
kata emosi yang lebih positif membantu mengurangi keadaan
kecemasan ( Shen, Yang, Zhang & Zhang, 2018). Oleh karena itu,
penelitian ini diharapkan dapat melihat lebih sedikit peningkatan pada
mereka yang menggunakan banyak kata-kata negatif dalam tulisan
ekspresif mereka, dibandingkan dengan kondisi kontrol. Terakhir,
penelitian ini melihat pengaruh penggunaan kata-kata yang lebih
berwawasan terhadap kecemasan yang dinyatakan melalui tulisan
ekspresif dibandingkan dengan kondisi kontrol. Sastra menunjukkan
bahwa orang yang kurang cemas menggunakan kata-kata wawasan
yang lebih besar (Pennebaker & Stone, 2003; Shen et al., 2018). Seperti
yang dinyatakan sebelumnya, menulis ekspresif efektif dalam
mengurangi keadaan kecemasan karena elemen katarsis dari pelepasan
beban diri. Orang akan berharap bahwa mereka yang menggunakan
kata-kata yang paling berwawasan luas sebagian besar tidak terbebani
karena pandangan mereka yang berwawasan luas tentang diri.
Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang memenuhi kondisi
tersebut harus mendapat manfaat paling banyak dari terapi menulis
ekspresif dan melihat penurunan yang signifikan dalam tingkat
kecemasan mereka (Baiki & Wilhelm, 2005).’’
3. Depresi
44
Penelitian telah menunjukkan bahwa gejala depresi berkurang di antara
orang-orang yang menggunakan terapi menulis. Misalnya, dalam satu
penelitian yang diterbitkan dalam Cognitive Therapy and Research edisi 2014
, satu kelompok mahasiswa sarjana ditugaskan untuk menulis non-emosional
, atau menulis yang tidak berfokus pada pengalaman dan perasaan yang sulit
atau traumatis, dan kelompok lain ditugaskan untuk menulis. tulisan
ekspresif, tulisan yang berhubungan dengan tekanan emosional dan trauma,
dalam hal ini difokuskan pada penerimaan emosional . Para siswa di
kelompok terakhir yang mengalami gejala depresi rendah atau rendah hingga
ringan melihat pengurangan gejala mereka.
Studi lain, yang dilakukan oleh peneliti dari Catholic University of the
Sacred Heart di Italia dengan wanita yang baru saja melahirkan, kembali
membagi peserta menjadi dua kelompok; satu melakukan tulisan ekspresif,
dan yang lainnya hanya menulis tentang topik netral. Para wanita yang
menggunakan tulisan ekspresif mengalami penurunan gejala depresi,
45
sedangkan mereka yang berada dalam kelompok menulis netral tidak melihat
perubahan yang signifikan.
4. Kehilangan
46
menjadi sarana yang efektif untuk melarutkan kedukaan, dan mengubah
kedukaan menjadi makna yang positif.
47
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kesimpulan dari makalah ini yaitu saat menjalani kehidupan ,ada saatnya
manakala seseorang mengalami burn out,saat-saat dirinya merasa khawatir
,stress,cemas,atau bahkan depresi.
Menulis ekspressive dapat menjadi sebuah media untuk penyembuhan.
ekspressive writing adalah momen dimana sesorang menuliskan apapun
yang terlintas dipikiran kita tanpa adanya Batasan & tidak perlu diedit atau
dengan jujur. Lebih dalam lagi ,menulis akan membuat seseorang
mempunyai kekuatan tersendiri dalam bentuk eksplorasi & ekspresi area
pemikiran ,emosi & spiritual ,yang dapat dijadikan suatu sarana untuk
berkomunikasi dengan diri sendiri & mengembangkan suatu pemikiran &
kendaraan suatu peristiwa (rohmadani,2017).
2. Beberapa jenis-jenis ekspresissive writing adalah :
a).tulisan jurnal pribadi ,yaitu menuliskan perasaan pribadi tanpa
memikirkan terhadap perasaan orang lain.
b).Esai & memoir ,adalah suatu karangan prosa yang membahas suatu
masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang penulis .
c).lagu & puisi ,yaitu menulis ekspressive dengan berkembang ,mengambil
bentuk dan gaya yang merupakan bagian dari tradisi tertentu.
3. orang-orang yang memiliki tingkat stress yang ,kecemasan ,berlebihan
,kehilangan kepercayaan diri ,mengalami traumatic dan penyakit mental
lainnya,sangat dianjurkan menggunakan metode terapi ekspressive writing.
4. Ekspressive writing bertujuan untuk membantu menyalurkan ide,perasaan
& harapan seseorang sehingga dapat mengurangi tekanan yang dialami
klien.
5. Tujuan ekspressive writing adalah :
a). mengeksplorasi kognitif, emosi dan spiritual .
b). menulis sebagai bentuk dengan diri sendiri
48
c). meningkatkan pemahaman bagi diri sendiri
d) memperkuat komunikasi interpersonal
6. Beberapa Langkah-langkah yang dapat dilakukan Ketika menulis
ekspressive writing adalah:
a. Klien menuliskan pemikiran &perasaan yang ada didalam kesadarannya
yang terdalam.
b. Klien melakukan proses menulis 4 hari berturut-turut dengan tujuan
benar-benar tuntas akan apa yang menjadi beban pikiran & perasaanya.
7. Karakteristik ekspressive writing ini diantaranya proses terapi dilakukan
sedikitnya 3-4 hari berturut-turut dengan durasi waktu 5-20 menit persesi
dan responden dituntun agar dapat menuliskan cerita atau tulisan yang
runtut menggambarkan perasaannya.
8. Factor keberhasilan terapi ekspressive writing :
- Individu/klien
- Jarak & lamanya waktu menulis
- Topik yang diungkapkan
- Menulis traumatis
- Seseorang yang memiliki Gangguan kognitif akan terhadap proses
menulis.
9. Expressive writing memiliki keunggulan berupa kerahasiaan
terjaga,menjadi media mengungkapkan perasaan dan melatih keterampilan
menulis.
10. Efek yang terjadi setelah menulis expressive writing adalah seperti kita
Ketika menonton film.
11. Dengan canggihnya teknologi ,terapi menulis yang merupakan suatu
intervensi swadaya dapat dilakukan dimana saja,bahkan dapat dilakukan
secara online.
12. Orang-orang yang disarankan menggunakan terapi expressive writing
diantaranya:
- Gangguan stress pascatrauma
- Kecemasan
49
- Depresi
- kehilangan
B. Saran
50
DAFTAR PUSTAKA
51
Wright ,K. 2021. Case Studies Demonstrating the Benefits of Expressive Writing
in Treatment of Ptsd and other Traumas, Particularly for Male Clients in Brief
Therapy Settings . Aditum - Journal Of Clinical Psychology and Mental Health
Care.Vol.2(2):1-9.Dikutip pada tautan
https://aditum.org/images/currentissue/1614583800Clinical_Psychology_and
_Mental_Health_Care_Galley_Proof.pdf [28/09/2022]
52
“Mengenal Expressive Writing dalam Kegiatan Journaling”. fisipol.ugm.ac.id. 24
April 2022. 27 September 2022. https://fisipol.ugm.ac.id/mengenal-expressive-
writing-dalam-kegiatan-journaling/
‘‘Ini 6 Manfaat yang Kamu Rasakan Jika Rajin Menulis Jurnal Pribadi’’.
idntimes.com. 4 Desember 2018. 28 September 2022.
https://www.idntimes.com/life/inspiration/tiara-aulia-zalyanti/ini-6-manfaat-yang-
kamu-rasakan-jika-rajin-menulis-jurnal-pribadi-c1c2
53
LAMPIRAN JURNAL
Jurnal 1
54
Jurnal 2
55
Jurnal 3
56
Jurnal 4
57
Jurnal 5
58
Jurnal 6
59
60
Jurnal 7
61
62
63
64