Anda di halaman 1dari 4

MAHABBAH

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wacana mahabbatullah dalam dunia tasawuf dipopulerkan oleh seorang wanita suci
yang menjadi kekasih Allah (Waliyyullah), Rabiah al-Adawiyyah. Tampilnya Rabiah dalam
sejarah tasawuf Islam, memberikan cinta tersendiri dalam menyetarakan gender pada dataran
spiritual Islam. Bahkan dengan kemampuan nya dalam menempuh perjuangan ‘melawan diri
sendiri’ dan seterus nya tenggelam dalam ‘telaga cinta Ilahi’, dinilai oleh kalangan sufi telah
melampau seratus derajat orang-orang soleh dari kalangan laki-laki.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang di maksud dengan mahabbah


2. Apa tujuan dan kedudukan mahabbah dalam tasawuf
3. Alat apa saja yang bisa mencapai mahabbah
4. Siapakah tokoh dalam mahabbah
5. Mahabbah dalam pandangan Al-Qur’an dan Hadits

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MAHABBAH

Mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang artinya mencintai secara
mendalam. Lawan dari kata mahabbah yaitu al-baghd yaitu benci. Mahabbah dapat juga berarti
al-wadud yaitu sangat kasih atau penyayang.

Mahabbah dalam tasawuf berart usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang
untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak, yaitu
kecintaan kepada Allah. Mahabbah adalah cinta yang tanpa diikuti dengan harapan padahal-
hal yang bersifat duniawi.

Dari segi tingkatnya, mahabbah memilik itiga macam, yaitu mahabbah nya orang biasa,
mahabbah nya orang siddiq dan mahabbah nya orang yang arif. Mahabbah orang biasa berupa
selalu mengingat Allah dengan dzikir, selalu menyebut nama Allah dan selalu memperoleh
kesenangan dalam berdialog dengan Allah. Selanjutnya mahabbah nya orang siddiq yaitu cinta
orang yang telah mengenal Allah, mengenal kebesaran-Nya, kekuasaan-Nya, pada ilmu-Nya
dan lain-lain yang berupa cinta yang dapa membukakan tabir yang memisahkan diri seseorang
dengan Allah sehingga ia dapat mengetahui rahasia yang ada pada Allah. Sedangkan cinta nya
orang yang arif adalah cinta orang yang tahu betul tentang tuhan, artinya bukan lagi cinta yang
dirasa, melainkan diri yang dicintai, dan akhirnya sifat yang dicintai masuk kedalam diri yang
mencintai.Dalam kitab Mu'jam Al-Falsafi, Jamil Shaliba mengatakan, mahabbah adalah lawan
dari al-baghd, yakni benci.

B. TUJUAN DAN KEDUDUKAN MAHABBAH DALAM TASAWUF

Tujuan Mahabbah yaitu untuk memperoleh kebutuhan, baik yang bersifat material maupun
spiritual untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak,
yaitu cinta ke pada Tuhan, untuk memperoleh kesenangan bathiniah yang sulit dilukis
kandengan kata kata, tetapi hanya dapat dirasakan oleh jiwa.

C. ALAT UNTUK MENCAPAI MAHABBAH

Manusia memiliki potensi rohaniah yang memungkinkan dirinya untuk mencapai mahabbah.
Harun Nasution mengatakan alat untuk memperoleh ma’rifat oleh sufi disebut sir. Beliau juga
mengatakan bahwa ada tiga alat dalam diri manusia yang dapat dijadikan alat untuk
berhubungan dengan Allah.

a) Yang pertama yaitu qalba tau hati sanubari, yaitu alat yang digunakan untuk
mengetahui sifat-sifat Allah.
b) Yang kedua yaitu ruh sebagai alat yang digunakan untuk mencintai Allah.
c) Dan yang terakhir atau yang ketiga yaitu sir yaitu alat untuk melihat Allah. Sir lebih
halus dari ruh, dan ruh lebih halus dari qalb. Sir bertempat di ruh, dan ruh bertempat
di qalb. Sir timbul dan dapat menerima iluminasi dari Allah jika ruh dan qalb telah suci
sesuci-sucinya dan kosong sekosong-kosongnya dan tidak berisi apapun kecuali
Allah.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa alat untuk mencapai Mahabbah adalah
ruh yang sudah suci dari dosa dan maksiat, serta telah kosong dari kecintaan kepada segala
hal selain Allah.
D. TOKOH YANG MENGEMBANGKAN MAHABBAH

Tokoh yang memperkenalkan ajaran mahabbah adalah tokoh sufi besar wanita
Rabi’ahadawiyah. Di tangan rabi’ah inilah konsep cinta yang rasional telah berkembang
menjadi cinta rindu, dimana yang mencintai ingin bertemu yang di cintai

E. MAHABBAH DALAM PANDANGAN AL-QUR’AN DAN HADITS

mahabbah adalah mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala

larangannya, serta mengikuti ajaran yang dibawa Rosŭlullah dengan hati yang ikhlas dan

dengan akhlaq orang yang mencintai Allah. Allah berfirman dalam Surat al-‘Imran ayat 31-

32:

‫وا‬%%‫لْ َأطِ ي ُع‬%ُ‫ ق‬.‫و ٌر َرحِي ٌم‬%%ُ‫و َب ُك ْم َوهَّللا ُ َغف‬%%‫قُلْ ِإنْ ُك ْن ُت ْم ُت ِح ُّبونَ هَّللا َ َفا َّت ِب ُعونِي ُي ْح ِب ْب ُك ُم هَّللا ُ َو َي ْغف ِْر َل ُك ْم ُذ ُن‬
1
. َ‫ِب ا ْل َكاف ِِرين‬ ُّ ‫سول َ َفِإنْ َت َولَّ ْوا َفِإنَّ هَّللا َ اَل ُيح‬ َّ ‫هَّللا َ َو‬
ُ ‫الر‬
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kăfir".

Menurut al-Qusyairi, cinta adalah suatu hal yang mulia. Allah Yang Maha Suci yang

menyaksikan cinta hamba-Nya dan Allah pun memberitahukan cinta-Nya kepada hamba

itu. Allah menerangkan bahwa Dia mencintainya. Demikian juga hamba itu menerangkan

cintanya kepada Allah Yang Maha Suci.

ْ‫ ل َ قَد‬%‫ يَا ِج ْب َرِئ ْي‬: ‫ ِإ َذا َأ َح َّب هللاُ ا ْل َع ْبدَ َقال َ لِ ِج ْب َرِئ ْي ِل‬: َ ‫ َأ َّن ُه َقال‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَي ِه َو‬َ ِ‫ول هللا‬ ِ ‫س‬ ُ ‫َعنْ َأبِي ه َُر ْي َر ِة َعنْ َر‬
‫ َف ُي ِح ُّب ُه‬، ُ‫ا ً فَ َأ ِح ُّبوه‬%‫ ِإنَّ هللاَ َع َّز َوجَ ل َّ قَدْ َأ َح َّب فُاَل ن‬: ِ‫سمَاء‬ َّ ‫ َف ُي ِح ُّب ُه ِج ْب َراِئيل ُ ث َّم ُي َنادِي فِي َأهْ ِل ال‬، ‫ت فُاَل نا ً َفَأ ِّح ُب ُه‬ُ ‫َأ ْح َب ْب‬
َ ‫ ل‬%‫ض ِم ْث‬ ِ ‫ َب ُه ِإالََّ قَال َ فِى ا ْل ُب ْغ‬%‫س‬
َ ‫ اَل َأ ْح‬: ‫ك‬%%ِ‫ قَال َ َمال‬، ‫ َد‬%‫ض ا ْل َع ْب‬ ُ ‫ض َوِإ َذا َأ ْب َغ‬ ِ ‫ ُع لَ ُه ال َم َح َّب ُة فِي اَأْل ْر‬%‫ض‬
َ ‫سمَاءِ ُث َّم َي‬ َّ ‫َأهْ ِل ال‬
.‫ك‬ َ ِ‫َذل‬
“Jika Allah telah mencintai hamba-Nya, Allah berkata kepada jibrîl a.s., ‘Wahai Jibrîl,
sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah dia.’ Maka Jibrîl pun mencintainya,
kemudian menyeru kepada penduduk langit. ‘Sesungguhnya Allah telah mencintai fulan,

1
maka cintailah dia!’ Maka penduduk langit pun mencintainya. Kemudian allah memberikan
pengabulan kepadanya di bumi. Dan jika Allah membenci seorang hamba, maka Malăikat
Mălik berkata, ‘Saya tidak menganggapnya kecuali saya membencinya seperti kebencian
Allah kepadanya.’”2

Dari penjelasan Ayat Al-Qur’an dan Hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa
Mahabbah dalam pandangan Al-Qur’an dan Hadits adalah mengikuti segala perintah Allah
dan menjauhi segala larangannya, serta mengikuti ajaran yang dibawa Rosŭlullah dengan
hati yang ikhlas dan dengan akhlaq orang yang mencintai Allah. Dan Ketika Allah SWT
telah mencintai kita maka penduduk langit dan bumi pun akan mencintai kita.

Anda mungkin juga menyukai