Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang

Notaris merupakan seorang pejabat umum yang diangkat oleh

pemerintah atas dasar hukum yang bertujuan untuk membantu masyarakat

dalam membuat suatu perjanjian-perjanjian dan perbuatan hukum lainnya

yang diperlukan oleh masyarakat. “dalam membuat suatu perjanjian-perjanjian

tertulis yang dibuat di hadapan notaris memiliki suatu arti yang sangat penting

yaitu untuk menjamin adanya suatu kepastian hukum dan dapat digunakan

sebagai alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang membuatnya.

Kebutuhan akan pembuktian tertulis ini yang menghendaki pentingnya

lembaga notaris ini”.1

Seorang notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum


memiliki harkat dan martabat. Oleh karena itu, dalam menjalankan
jabatannya harus bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri tanpa
berpihak dan menjaga kepentingan para pihak yang terlibat dalam
akta.2
Seorang notaris dalam menjalankan jabatannya haruslah sangat

berhati-hati, supaya setiap produk akta yang dibuat di hadapan notaris tidak

menimbulkan pemasalahan hukum walaupun ada sedikit niat jahat yang ada

dalam diri notaris. Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris yang selanjutnya

disebut UUJN secara khusus ketika seorang notaris terbukti melakukan

pelanggaran dalam menjalankan jabatannya, maka hanya dikenai

1
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
1993), hlm. 1-4
2
Seodharyo Soimin, Kitab Undang-undang hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika,
1996), hlm. 463.
pertanggunjawaban secara perdata, administrasi dan kode etik jabatan notaris.3

Dalam “Undang.-.Undang. Nomor. 2. Tahun. 2014. Tentang Jabatan Notaris”,

tidak mengatur tentang pertanggungjawaban pidana terhadap notaris dalam

menjalankan jabatannya harus dilihat ada atau tidaknya unsur perbuatan

pidana atau tindak pidana.

Berikut ini penulis akan mendeskriksikan rangkaian fakta-fakta hukum

atau persitiwa hukum berdasarkan pada Putusan Nomor 576/Pid.B/2008/PN.

Slm Jo Putusan Nomor 67/Pid.B/2008/PN. Slm, sehingga secara utuh dapat

diketahui permasalahan yang sebenarnya :

“Bahwa Gregorius Daryanto telah menjual tanah 2 (dua) bidang tanah

dengan sertipikat hak mili untuk selanjutnya disebut SHM nomor 717

dengan luas 1.309 m2 dan 718 luas 2.905 m2 yang terletak di

Juwangen, Purwomartan, Kalasan, kepada Mawar Muria Rini seharga

1.170.000.000 pembayaran tanah tersebut akan diangsur oleh Mawar

Muria Rini selaku pembeli secara bertahap 10 kali tetapi penjual tidak

mau pembayaran tersebut dilakukan dengan diangsur secara bertahap

10 kali kemudian pembeli menawarkan tukar guling dengan tanah

miliknya yang terletak di Dusun Teguhan, Kelurahan Kalitirto

Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman seluas 6320 m2 dengan harga

Rp. 790.000.000 sehingga dari total harga tanah yang akan dibeli oleh

Mawar Muria adalah sebesar Rp. 1.170.000.000 apabila dikurangi

maka, uang yang harus dibayar oleh pembeli tanah tersebut masih ada

3
Lihat pasal 16 dan 17 Nomor 02 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris
kekurangan sebesar Rp. 380.000.000 setelah terjadi kesepakatan harga

jual beli dengan tukar guling tersebut”.

“Kemudian Pembeli memberikan Bilyet Giro kepada Hendricus

Mulyono senilai Rp. 300.000.000 untuk diserahkan kepada Pembeli

agar dapat dicairkan sesuai degan tanggal pencairan, setelah jatuh

tempo Bilyet Giro tersebut ternyata tidak bisa dicairkan, kemudian

oleh Pembeli diganti dengan uang cash sebesar Rp. 135.000.000 dan

yang kedua sebesar Rp. 200.000.000 melalui transfer sehingga total

yang diterima Penjual adalah sebesar Rp. 335.000.000 dan masih ada

kekuarangan sebesar Rp. 45.000.000 dari Rp. 380.000.000”.

“Bahwa pada tanggal 10 Juni 2004 Gregorius Daryanto bersama

dengan Hendricus Mulyono datang ke kantor Notaris Endang Murniati

untuk dikonfirmasi oleh Notaris Endang Murniati tentang tukar guling

atas tanah milik Gregorius Daryanto SHM No. 717 dan SHM No. 718

dengan tanah milik Mawar Muria Rini kemudian Gregorius Daryanto

membenarkan tentang tukar guling tersebut”.

“Selanjutnya Gregorius Daryanto menandatangani akta yang telah

dipersiapkan oleh Notaris yaitu Akta Tukar Guling dan beberapa kali

paraf namun Gregorius Daryanto tidak membaca akta tersebut secara

detail yang telah ditandatanganinya. Kemudian Notaris tersebut

menyatakan sanggup untuk memproses tanah milik Mawar Muria Rini

menjadi atas nama Gregorius Daryanto baru kemudian tanah milik

Gregorius Daryanto diproses menjadi atas nama Mawar Muria Rini”.


“Setelah penandatanganan telah dilakukan kemudian penjual

memberikah sertipikat hak milik tersebut kepada Notaris untuk

dilakukan pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN),

selanjutnya sejak tanggal 13 Oktober 2004 Gregorius Daryanto pergi

keluar Negeri untuk berbisnis dan baru tiba kembali ke Indonesia pada

tanggal 14 Oktober 2004 kemudian pada bulan Desember tahun 2005

Gregorius menanyakan kepada Notaris terkait proses balik nama tukar

guling tersebut akan tetapi Notaris menjawab belum selesai. Sekitar

bulan Januari tahun 2006 Gregorius bersama Hendricus Daryanto dan

Notaris Endang Murniati bertemu dengan Delthy Rinaldi di depan

Hotel Regency, kemudian dia memberitahukan kepada Gregorius

Daryanto bahwa tanah tanah SHM No. 717 dan 718 telah dijual oleh

Mawar Muria Rini kepadanya dengan menunjukan bukti transfer uang

kepada Mawar Muria Rini senilai Rp. 1.300.000.000, Delthy Rinaldi

membeli tanah tersebut atas dasar adanya Akta Pengikatan Jual Beli

Nomor 65 tanggal 31 Mei 2004, Akta Kuasa Menjual Nomor 51

tanggal 30 September 2004 dan Akta Kuasa Menjual Nomor 52

tanggal 30 September yang dibuat oleh Notaris Endang Murniati”.

“Sesungguhnya berdasarkan fakta-fakta dipersidangan bahwa

Gregorius Daryanto merasa tidak pernah menandatangani Akta

Pengikatan Jual Beli Nomor 65 tanggal 31 Mei 2004, Akta Kuasa

Menjual Nomor 51 tanggal 30 September dan Akta Kuasa Menjual

Nomor 52 tanggal 30 September 2004, karena dia hanya

menandatangani Akta Tukar Guling jadi hanya satu akta saja yang dia
tandatangani namun tidak hanya terkait masalah tandatangan saja akan

tetapi hal ini juga terkait penanggalan dalam akta-akta sebagaimana

tersebut diatas, karena tanggal yang disebutkan dalam akta-akta

tersebut Gregorius Daryanto sedang berada di luar Negeri. Oleh sebab

itu dengan beralihnya tanah milik Gregorius Daryanto kepada pihak

ketiga dia merasa sangat dirugikan”.

Berdasarkan pada peristiwa hukum tersebut diatas penjual tanah

tersebut atau sebagai pihak yang melakukan tukar guling tersebut merasa

sangat dirugikan karena proses pembayaran berdasarkan perjanjian dalam

tukar guling belum lunas di bayar namun tanah tersebut sudah di alihkan

kepada pihak lain, artinya pihak pembeli melakukan perbuatan melawan

hukum, sehingga korban yang telah ditipu melaporkan permasalahan tersebut

ke kantor kepolisian kemudian diproses secara hukum, yang menjadi

tersangkanya adalah Notaris Endang Murniati dan Mawar Muria Rini selaku

pembeli atau pihak yang melakukan tukar guling dan hasil hasil putusan dalam

Putusan Nomor 576/Pid.B/2008/PN. Slm jo Putusan Nomor 2179 K/Pid/2009

yaitu “menyatakan lepas dari segala tuntutan”. Kemudian notaris tersebut

setelah dinyatakan bebas di tuntut kembali dengan peristiwa hukum yang sama

yaitu tentang tanah milik penjual kepada pihak lain karena pembayarannya

belum lunas, sehingga hasil putusan dalam Putusan Nomor 67/Pid.B/2012/PN.

Slm yaitu “menjatuhkan pidana penjara kepada Notaris tersebut”. Untuk lebih

jelas dalam perkara ini maka penulis akan memberikan perbandingan dalam

bentuk tabel sebagai berikut :


Tabel I

Putusan Nomor 576/Pid.B/2008/PN.Slm jo 2179 K/Pid/2009

Korban Terdakwa Dasar Hukum Amar Putusan Sanksi

Gregorius 1. Mawar muria Ini; “Pasal 378” jo 1. Menerima keberatan Lepas dari
Daryanto “Pasal 55 ayat (1) ke-1” dari Penasihat segala
2.Notaris Endang “Pasal 372” Jo “Pasal 55 Hukum Terdakwa; tuntutan
2. Menyatakan
Murniati ayat (1) ke-1 KUHP”
Penuntutan Umum
tidak dapat diterima
3. “Memulihkan hak
terdakwa dalam
kemampuan,
kedudukan dan
harkat serta
martabatnya”;
4. Memerintahkan
barang bukti yang
diajukan dalam
perkara ini sebanyak
(14 macam)
dikembalikan pada
saksi Ir. Gregorius
Daryanto;

Putusan Nomor 67/Pid.B/2012/PN.Slm

Korban Terdakwa Dasar hukum Amar Putusan sanksi

Gregorius Notaris Endang 1. Pasal 263 ayat (1) 1. “secara sah dan Pidana
Daryanto Murniati KUHP menyakinkan bersalah penjara
2. Pasal 264 ayat (1) ke 1 melakukan tindak selama 1
KUHP pidana” “pemalsuan tahun 9
surat berupa akta bulan
otentik”;
2. Menjatuhkan pidana
kepada terdakwa Ny.
Endang Murniati, SH,
oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 1
(satu) tahun dan 9
(sembilan) bulan
Berdasarkan pada putusan yang telah penulis uraikan dalam bentuk

tabel yaitu dalam Putusan Nomor 576/Pid.B/2008/PN.Slm secara tegas

menyatakan bahwa terdakwa Notaris Endang Murniati dinyatakan “lepas dari

segala tuntutan” kepada terdakwa. Dasar pertimbangan hakim menyatakan

“lepas dari segala tuntutan” karena tidak terbukti adanya unsur pidana

kemudian persoalan yang diperkarakan ini adalah tentang wanprestasi karena

hak dari korban tidak terpenuhi yaitu proses pembayaran terhadap tanah tukar

guling tersebut belum lunas dibayar namun sudah dialihkan kepada pihak lain.

Sehingga hakim menimbang bahwa ini bagian dari hukum perdata yang

seharusnya di gugat secara perdata dalam hal ganti kerugian.

Korban tersebut tidak melakukan gugatan secara perdata. namun

setelah 4 (empat) tahun korban tersebut diatas melaporkan kembali dengan

dasar perkara yang sama sebagaimana telah di adili dan di putus dalam

Putusan Nomor 576/Pid.B/2008/PN.Slm. namun dalam putusan yang kedua

yaitu Putusan Nomor 67/Pid.B/2012/PN.Slm, hakim menjatuhkan pidana

penjara terhadap Notaris Endang Murniati, apabila penulis mencermati dalam

putusan yang kedua ini tidak ada hal yang baru yang penulis temukan. Mulai

dari peristiwa hukumnya, korban yang melaporkan, pihak yang dilaporkan

objek yang dipermasalahkan adalah sama yang telah diputus dan diadili dalam

Putusan Nomor 576/Pid.B/2008/PN.Slm yang membedakan hanyalah tuntutan

hukumnya.

Pertanyaan apakah putusan yang telah “berkekuatan hukum tetap”

boleh diubah tentu jawabannya “diperbolehkan”, salah satu syarat putusan


hakim yang sudah tetap dapat diubah dengan satu syarat yaitu sebagaimana

pasal 263 KUHAP berbunyi :

(1) “terhadap.putusan. pengadilan. yang. Telah. Memperoleh.kekuatan


hukum.tetap.kecuali.putusan.bebas.atau.lepas.dari.segala.tuntutan.
hukum,terpidana.atau.ahli.warisnya.dapat.mengajukan.permintaan.
peninjauan.kembali kepada mahkamah agung”.
(2) “permintaan.peninjauan.kembali.dilakukan.atas.dasar :”
a.”apabila.terdapat.keadaan.baru.yang.menimbulkan.dugaan.kuat,
bahwa.jika.keadaan.itu.sudah.diketahui.pada.waktu.sidang.
masih.berlangsung, hasilnya.berupa.putusan.bebas.atau.putusan
lepas.dari.segala.tuntutan.hukum.atau.tuntutan.penuntut.umum
tidak.dapat.diterima.atau.terhadap.perkara.itu.diterpakan.ketentu
an.pidana.yang.lebih.ringan”.

Secara nyata Dalam Putusan Nomor 67/Pid.B/2012/PN.Slm, yang

menjatuhkan pidana penjara kepada notaris, penulis tidak menemukan adanya

“bukti baru” (“novum”) dalam putusan tersebut, sehingga dalam hal ini penulis

menemukan adanya pertentangan norma dalam Putusan Nomor

67/Pid.B/2012/PN.Slm yaitu yang bertentangan dengan norma hukum yaitu

tidak terpenuhinya ketentuan Pasal 188 ayat (3) KUHAP. 4 Serta secara nyata

bertentangan dengan “hukum pidana” sebagaimana dalam “Pasal 76 ayat (1)

dan (2) KUHP, tentang hilangnya hak penuntutan dan/atau hukuman” :

(1) “kecuali dalam keputusan hakim masih boleh diubah lagi, maka
orang tidak boleh dituntut sekali lagi lantaran perbuatan yang
baginya telah diputuskan oleh hakim Negara Indonesia, dengan
keputusan yang tidak boleh diubah lagi, yang dimaksudkan disini
dengan hakim Indonesia, adalah juga hakim dalam negeri yang
rajanya atau penduduk Indonesianya berhak memerintah sendiri.

4
Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu
dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan
penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasrkan hati nuraninya
Demikian juga dinegeri yang penduduknya Indonesia dibiarkan
memakai ketentuan pidana sendiri”.
(2) “jika putusan tersebut berasal dari hakim lain, maka penuntutan
tidak boleh dijalankan terhadap orang itu oleh sebab perbuatan
itu juga dalam hal“ :
1. Pembebasan
2. Lepas dari segala tuntutan
3. Putusan hukuman dan putusan “hukumannya telah
dijalankannya, atau mendapat ampun atau hukuman itu
gugur” (tidak dapat dijalankan lagi karena lewat waktunya)

Berdasarkan pada ketentuan hukum di atas yang telah ditegaskan

dalam hukum pidana yang disebut dengan “Asas Nebis In Idem” yang artinya :

“orang tidak boleh dituntut dua kali dalam perkara yang sama lantaran

peristiwa tersebut telah diputus oleh hakim”.5 Dalam Putusan Nomor

67/Pid.B/2012/PN.Slm, ini berlakunya “Asas Nebis in Idem” karena pokok

perkara atau persitiwa hukumnya sudah pernah di putus dan diadili serta

putusan yang sebelumnya sudah “inkracht” dan/atau telah memiliki kekuatan

hukum tetap yaitu Putusan Nomor 576/Pid.B/2008/PN.Slm

Hakim dalam memberikan putusan wajib memperhatikan berbagai

macam aspek supaya tidak keliru yaitu perlunya kehati-hatian, ketidakermatan

baik secara formal maupun secara tidak formal hingga sampai pada kecakapan

tehnik membuatnya.6 Oleh sebab itu hakim dalam memberikan putusan tidak

dapat berbuat sesuka hatinya namun harus mmeiliki pertimbangan yang jelas

karena itu hakim tidak berarti dapat berbuat sesuka hatinya, melainkan hakim

juga harus mempertanggung jawabkan putusannya.

5
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politea, 1980), hlm. 90
6
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 94
“Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana,
seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan
pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan
bagi terdakwa. Dimana dalam pertimbangan-pertimbangan itu dapat
dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk
menegakkan hukum (kepastian hukum) dan memberikan keadilan”.7

Dalam memberikan pertimbangan untuk memutuskan suatu perkara

pidana diharapkan hakim menilai secara cermat sehingga dengan demikian

ada hal-hal yang patut dalam penjatuhan putusan hakim apakah pertimbangan

tersebut memberatkan ataupun meringankan pidana, yang melandasi

pemikiran hakim, sehingga hakim sampai pada putusannya.

Hakim dalam memberikan putusannya harus memenuhi kepastian

hukum dan rasa keadilan supaya tidak keliru dalam menerapkan hukum,

supaya tidak merugikan pihak yang sedang berpekara, sebagaimana dalam

uraian diatas sangat jelas bahwa putusan hakim tersebut bertentangan dengan

asas Nebis in idem, karena pada perkara sebelumnya terdakwa sudah pernah di

putus dalam bidang hukum yang sama dan peristiwa hukum yang

diperkarakan telah berkekuatan hukum tetap.

Penting bagi penulis untuk mengkaji dan menganalisis serta

menemukan kejelasan terhadap dasar pertimbangan hakim dalam Putusan

Nomor 67/Pid.B/2012/PN.Slm, karena menerima tuntutan kembali terhadap

notaris yang pernah di adili dan telah berkekutan hukum tetap sebagaimana

dalam Putusan Nomor 576/Pid.B/2008/PN.Slm serta dalam hal ini penulis

juga mengkaji dan menganalisis serta menemukan perlindungan hukum

terhadap notaris yang diputus kemudian diperkarakan kembali.

7
Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu
Masalah Perkara Pidana, (Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1987), hlm. 50
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis akan

membahas dan menganalisa permasalahan yang terkait dengan judul :

“KAJIAN PUTUSAN HAKIM TERHADAP NOTARIS YANG

DIPUTUS BEBAS DIHUBUNGKAN DENGAN ASAS NEBIS IN IDEM

(STUDI PUTUSAN NOMOR 576/Pid.B/2008/PN.Slm Jo PUTUSAN

NOMOR 67/Pid.B/2012/PN.Slm)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah

penelitian ini sebagai berikut :

1. Apa pertimbangan hakim menerima tuntutan kembali pada kasus yang

telah diputus berdasarkan asas nebis in idem?

2. Apa bentuk Perlindungan hukum terhadap notaris yang di perkarakan

kembali pada perkara yang telah diputus?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelititan tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis serta menemukan kejelasan putusan

hakim terhadap notaris yang diputus bebas dihubungkan dengan asas

Nebis in idem.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis serta menemukan Perlindungan

hukum terhadap notaris yang diputus kemudian diperkarakan kembali.


1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam hasil penelitian ini sebagai

berikut :

1. Manfaat Teoritis atau keilmuan penelitian ini diharapkan dapat digunakan

untuk memberikan kontribusi dalam usaha mengembangkan ilmu

pengetahuan di bidang hukum pidana mengenai putusan hakim terhadap

notaris dihubungkan dengan asas Nebis in idem.

2. Manfaat Praktis dalam kajian penulisan ini berkontribusi memberikan

pandangan yang benar mengenai perlindungan hukum terhadap notaris

yang diputus kemudian diperkarakan kembali.

1..5 Orisinalitas Penelitian

Penelitian Tesis dari Muhammad Arif Sahlepi, persamaan penelitian

ini adalah meneliti tentang putusan hakim yang bertentangan dengan Asas

Nebis In Idem, kemudian perbedaan dari penelitian ini adalah meneliti

landasan philosofis dan yuridis dari asas nebis in idelm dalam hukum pidana

serta sebuah putusan dikategorikan sebagai nebis in idem sedangkan dalam

penelitian ini menganalisis putusan hakim terhadap notaris yang diputus bebas

dihubungkan dengan asas nebis in idem dalam putusan

576/Pid.B/2008/PN.Slm Jo Putusan nomor 67/Pid.B/2012/PN.slm. serta

kontribusi yang diberikan adalah sebagai bahan pembanding dalam putusan

hakim yang bertentangan dengan asas nebis in idem.8

“Penelitian Tesis dari Ratih Tri Jayananti, persamaan penelitian ini

adalah meneliti tentang perlindungan hukum bagi notaris terhadap akta yang

8
Muhammad Arif Sahlepi, Asas Nebis In Idem Dalam Hukum Pidana, Program Pascasarjana
Universitas Sumatra Utara Medan, Tahun 2009
dibuatnya, kemudian perbedaan dari penelitian ini adalah meneliti akibat

hukum dari putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Pontianak

terhadap notaris sedangkan dalam penelitian ini menganalisis bentuk

perlindungan hukum terhadap notaris yang diperkarakan kembali pada

perkara yang telah diputus, serta kontribusi yang diberikan adalah sebagai

bahan pembanding dalam perlindungan hukum bagi notaris yang aktanya

dipermasalahkan dengan hukum”.9

“Penelitian Tesis dari Yenny Lestari Milamarta, persamaan penelitian

ini adalah meneliti tentang perlindungan bagi notaris yang membuka isi akta,

kemudian perbedaan dari penelitian ini adalah meneliti tentang apakah

diperbolehkan membuka isi (rahasia) akta kepada penyidik, sedangkan dalam

penelitian ini menganalisis bentuk perlindungan hukum terhadap notaris yang

diperkarakan kembali pada perkara yang telah diputus, serta kontribusi yang

diberikan adalah sebagi bahan yang dapat dipergunakan untuk menguraikan

pada isi pemabahasan terkait bentuk perlindungan hukum dalam proses

pidana”.10

NO Penulis/Judul Persamaan Perbedaan Kontribusi


Tesis/Perguruan
1 “Muhammad Penelitian ini Penelitian ini Memberikan

Arif Meneliti tentang meneliti tentang pemaham

Sahlepi”/Asas putusan hakim seorang notaris atau konsep

Nebis In Idem yang yang pernah yang benar

9
Ratih Tri Jayanati, Perlindungan Hukum Notaris Dalam Kaitannya Dengan Akta Yang
dibuatnya Manakala Ada Sengketa Di Pengadilan Negeri, Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro, Tahun 2010
10
Yenny Lestari Milamarta, Perlindungan Hukum bagi Notaris Yang Membuka Isi
akta, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Tahun 2011
Dalam Hukum berhubungan diputus pidana dalam

Pidana/ dengan asas namun pengklasifika

Universitas nebis in idem diperkarakan sian tentang

Sumatra kembali serta nebis in idem

Utara/2009 dihubungkan

dengan asas nebis

in idem dan

perlindungan

hukumnya bagi

notaris tersebut

sedangkan dalam

penelitian yang

dilakukan oleh

Muhammad Arif

Sahlepi hanya

meneliti tentang

landasan filosofi

nebis in idem dalam

hukum pidana

2 “Ratih Tri penelitian ini Penelitian ini sebagai

Jayanati”/ meneliti tentang meneliti tentang bahan

Perlindungan perlindungan seorang notaris pembanding

Hukum Notaris hukum bagi yang pernah dalam


Dalam Kaitannya
notaris terhadap diputus pidana perlindungan
Dengan Akta akta yang namun hukum bagi

Yang dibuatnya dibuatnya diperkarakan notaris yang


Manakala Ada kembali serta aktanya
Sengketa Di
dihubungkan bertentangan
Pengadilan
dengan asas nebis dengan
Negeri,
in idem dan hukum
Universitas
perlindungan
Diponegor, Tahun
hukumnya bagi
2010
notaris tersebut

sedangkan dalam

penelitian yang

dilakukan oleh

Ratih Tri Jayanti

perlindungan

hukum bagi notaris

dengan akta yang

dibuatnya

3 “Yenny Lestari perlindungan Penelitian ini sebagi bahan

Milamarta”/ bagi notaris yang meneliti tentang yang dapat

Perlindungan membuka isi akta seorang notaris dipergunakan

bagi notaris yang yang pernah untuk

membuka isi diputus pidana menguraikan

akta, namun pada isi

Pascasarjana, diperkarakan pemabahasan


Universitas kembali serta terkait bentuk

Indonesia, tahun dihubungkan perlindungan

2015 dengan asas nebis hukum dalam

in idem dan proses pidana

perlindungan

hukumnya bagi

notaris tersebut

sedangkan dalam

penelitian yang

dilakukan oleh

Ratih Tri Jayanti

perlindungan

hukum bagi notaris

dengan akta yang

dibuatnya

1.6 Kerangka Teoritik dan Konseptual

a. Kerangka Teoritik

Soetandyo Wignjoesoebroto memberikan pengertian teori yaitu

“teori berasal dari kata theoria dalam bahasa yang berarti “perenungan”

yang pada gilirannya berasal dari kata the dalam bahasa Yunani yang

berarti “cara atau hasil pandang” yaitu suatu kontruksi di alam ide

imajinatif manusia tentang realitas-realitas yang ia jumpai dalam


pengalaman hidupnya.11 Pengertian teori hukum menurut JJH

Bruggink dalam arti luas yaitu seluruh rangkaian dalam ilmu hukum,

sedangkan teori hukum dalam arti sempit yaitu merupakan keseluruhan

pernyataan yang saling berkaitan dengan berkenan sistem konseptual

aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum.12

Teori hukum digunakan dalam melakukan penelitian ini dengan

tujuan untuk mengetahui apakah putusan hakim terhadap notaris yang

diputus bebas dihubungkan dengan asas Nebis in idem yang menjadi

permasalahan dalam peneitian ini telah sesuai dalam penerapannya

berdasarkan undang-undang sehingga dapat mencapai tujuannya yaitu

keadilan dan kepastian hukum.

Berdasarkan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian tesis

ini, maka teori yang tepat yang digunakan adalah sebagai berikut :

1.6.1 Teori Kepastian Hukum

Berkenaan dengan kepastian hukum tersebut, Peter Mahmud

Marzuki dalam bukunya menyatakan bahwa kepastian hukum

mengandung dua pengertian, yaitu yang pertama adalah adanya aturan

yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan yang kedua adalah berupa

keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena

dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat

mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh

negara terhadap individu, kepastian hukum bukan hanya berupa

11
Soetandyo Wignjoesoebroto, Pergeseran Paradigma Dalam Kajian-Kajian sosial dan
hukum, (Malang: Setara Press, 2013), hlm. 5
12
JJH Bruggink, Refleksi tentang Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 162
pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi

dalam penerapannya.13 Dengan demikian bahwa dalam kepastian

hukum tidak hanya mengenai konsistensi aturan-aturan atau pasal-

pasalnya saja tetapi juga harus memperhatikan penerapannya.

Kepastian hukum menurut Sudikno Mertokusumo, merupakan

salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum.

Sudikno Mertokusumo mengartikan, bahwa kepastian hukum

merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-

wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh

sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.14

Bachsan Mustafa mengungkapkan, bahwa kepastian hukum

itu mempunyai tiga arti, yaitu:

Pertama, pasti mengenai peraturan hukumnya yang mengatur


masalah pemerintah tertentu yang abstrak. Kedua, pasti
mengenai kedudukan hukum dari subjek dan objek hukumnya
dalam pelaksanaan peraturan-peraturan hukum administrasi
negara. Ketiga, mencegah kemungkinan timbulnya perbuatan
sewenang-wenang (eigenrechting) dari pihak manapun, juga
tindakan dari pihak pemerintah.15

Teori ini digunakan pada permasalahan pertama untuk

menganalisis dan menemukan jawaban tentang putusan hakim

terhadap notaris yang diputus bebas namun perkara tersebut diajukan

kembali akhirnya hakim menjatuhkan pidana penjara sehingga hal ini

bertentanga dengan kepastian hukumnya yaitu ketentuan tentang asas

Nebis In idem.

13
Abdul Rachmad Budiono, Pengantar Ilmu Hukum, ( Malang: Bayumedia, 2005) hlm. 22
14 Sudikno
Mertokusumo, Mengenal Hukum, Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2007, h.
145.
15
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Citra Aditya Bhakti,
Bandung, 2001, h. 53.
1.6.2 Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan Hukum merupakan unsur yang harus ada dalam

suatu negara. Setiap pembentukan negara pasti di dalamnya ada

hukum untuk mengatur warga negaranya. Dalam suatu negara,

terdapat hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hubungan

inilah yang melahirkan hak dan kewajiban. Perlindungan Hukum akan

menjadi hak bagi warga negara, namun di sisi lain perlindungan

hukum menjadi kewajiban bagi negara.

Negara wajib memberikan perlindungan hukum bagi warga

negaranya, sebagaimana di Indonesia yang mengukuhkan dirinya

sebagai negara hukum yang tercantum di dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut

UUD 1945) Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi : “Indonesia adalah negara

hukum”. Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang

diberikan terhadap subyek hukum (dari tindakan sewenang-wenang

seseorang) dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat

preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun

tidak tertulis.16 Perlindungan hukum merupakan suatu gambaran dari

fungsi hukum, yaitu bahwa hukum dapat memberikan suatu keadilan,

ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa secara teoritik

perlindungan hukum bagi rakyat terhadap suatu tindakan pemerintah

dibagi menjadi dua yaitu bersifat preventif dan represif, yaitu sebagai

16
Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia,
(Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1987), hlm. 2
berikut:17

a) Perlindungan hukum yang bersifat Preventif yang berarti bahwa

pemerintah memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan,

segala keputusan yang hendak ditetapkan harus membawa dengan

rasa keadilan dan kehati-hatian supaya tidak menimbulkan suatu

permasalahan dana/tau sengketa. Dalam hal ini Notaris sebagai

pejabat umum harus berhati-hati dalam menjalankan tugas

jabatannya berdasarkan kewenangan yang diberikan Negara

kepadanya untuk membuat suatu akta Otentik guna menjamin

kepastian hukum bagi masyarakat.

b) Perlindungan hukum yang bersifat represif bertujuan untuk

menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di

lembaga peradilan. Dalam hal ini, dengan begitu banyaknya akta

Otentik yang dibuat oleh Notaris, tidak jarang Notaris tersebut

dipermasalahkan oleh salah satu pihak atau pihak lainnya karena

dianggap telah merugikan kepentingannya, baik itu dengan

pengingkaran akan isi akta, tanda tangan maupun kehadiran pihak

dihadapan Notaris.

Secara gramatikal perlindungan dapat diartikan sebagai

tempat berlindung dan memperlindungi. Memperlindungi adalah

menyebabkan berlindung. Arti berlindung meliputi tiga arti

pertama menempatkan diri supaya tidak terlihat, kedua

bersembunyi, ketiga meliputi pertolongan. Sedangkan pengertian

17
Ibid
dari melindungi meliputi tiga bagian, pertama menutupi supaya

tidak terlihat atau tampak, kedua menjaga, merawat atau

memelihara, tiga menyelamatkan atau memberikan pertolongan18.

Satijipto Raharjo berpendapat bahwa “perlindungan

hukum merupakan suatu upaya untuk melindungi hak asasi

manusia yang perlu dilindungi karena adanya tindakan yang dapat

merugikan orang lain atau karena disakiti orang lain dan diberikan

oleh hak penuh untuk dilindungi berdasarkan hak yang diakui oleh

hukum”.19 Pendapat lain mengenai dengan teori perlindungan

hukum adalah teori yang mengkaji dan menganalisis tentang

wujud atau bentuk atau tujuan perlindungan, subjek hukum yang

dilindungi serta objek perlindungan yang diberikan oleh hukum

kepada subjeknya20.

Pengertian yang dijelaskan di atas mengenai teori

perlindungan hukum terdapat tiga unsur yaitu, pertama bentuk

atau tujuan perlindungan, kedua perlindungan diberikan kepada

subjek hukum, dan ketiga objek perlindungan hukum21.

“Perlindungan hukum harus berdasarkan atas suatu

ketentuan dan aturan hukum yang berfungsi agar dapat diberikan

suatu keadilan dan sebagai alat untuk mewujudkan kesejahteraan

bagi seluruh rakyat”.22 Perlindungan, keadilan, dan kesejahteraan

18
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani , Penerapan Teori hukum pada penelitian tesis
dan disertasi (Jakarta: RajaGrafiko Persada, 2013) hlm .259
19
Satijipto Raharjo dalam Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Ibid, hlm. 262.
20
Ibid, hlm.263.
21
Ibid.
22
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.53.
tersebut ditujukan pada subyek hukum yaitu pendukung hak dan

kewajiban, tidak terkecuali bagi seorang Notaris.23

“Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan

jabatannya perlu diberikan perlindungan hukum, antara lain

“pertama, untuk tetap menjaga keluhuran harkat dan martabat

jabatannya termasuk ketika memberikan kesaksian dan berproses

dalam pemeriksaan dan persidangan”. “Kedua, menjaga minuta

atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol

Notaris dalam penyimpanan Notaris. Ketiga, merahasiakan isi

akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta”.24.

Rahasia yang wajib disimpan ini dikenal dengan sebutan Rahasia

Jabatan. Jabatan Notaris dengan sendirinya melahirkan kewajiban

untuk merahasiakan itu, baik yang menyangkut isi akta ataupun

hal-hal yang disampaikan klien kepadanya, tetapi tidak dimuat

dalam akta, yakni untuk hal-hal yang diketahuinya karena

jabatannya (uit hoofde van Zijn ambt).

Teori ini digunakan pada permasalahan kedua guna

menganalisis untuk menemukan jawab tentang perlindungan

hukum bagi notaris yang putus bebas namun diperkarakan

kembali, hal ini bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan secara khusus dalam bidang hukum pidana harus

23
Habib Adjie, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, (Bandung, PT
Citra Aditya Bakti, 2009), hlm. 83
24
Andi Rio Idris Padjalangi, Perlindungan Hukum Notaris, Renvoi, Edisi Nomor 11
Tahun Ketiga, tanggal 11 Januari 2006, hlm. 61
memberikan perlindungan hukum bagi notaris, hal ini karena

bertentangan dengan asas Nebis in idem.

1.6.3 Landasan Konsep

Asas hukum merupakan jantung peraturan hukum, karena sebagai

landasan yang paling luas untuk melahirkan peraturan hukum serta

sebagai poko pikiran bagi lahirnya peraturan hukum. Asas hukum sebagai

dasar dengan kekuatan yang tidak akan pernah habis untuk selalu

menghasillam peraturan yang baru dengan cita-cita sosial dan pandangan

etnis masyarakat.25

“Menrurut Sudikno Martokusumo”, “bahwa asas hukum ialah

prinsip-prinsip yang terkadung dalam hukum yang hidup dan berkembang

yang tidak dianggap dari pertauran umum”, “dan bahwa asas hukum itu

merupakan pengendapan aturan positif dalam suatu masyarakat”.26

“Definisi Nebis in idem atau juga disebut non bis in idem


merupakan bahwa tidak melakukan pemeriksaan untuk kedua
kalinya mengenai perbuatan (feit) yang sama. Ketentuan ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa pada suatu saat nantinya
harus ada akhir dari pemeriksaan/penuntutan dan akhir dari
belakunya pegangan agar tidak lagi mengadakan
pemeriksaan/penuntutan terhadap pelaku yang sama dari suatu
tindak pidana yang sudah mendapat putusan hakim yang tetap”.27
Sedangkan menurut I Wayan Parthiana mengatakan definisi asas

Nebis in idem yaitu :

“bahwa orang yang sudah di adili atau yang sudah dijatuhi


hukuman yang telah memiliki kekuatan mengikat yang apsti oleh
badan pengadilan yang berwenang atas suatu kejahatan atau
tindak pidana yang dituduhkan terhadapnya, tidak boleh diadili
dan atau dijatuhi putusan untuk kedua kalinya atau lebih, atas

25
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cet. Ke-3, (Bandung: Alumni, 1991), hlm. 13
26
Sudikno Martokusumo, Mengenal Hukum, (Jakarta: Liberty, 1988), hlm. 32
27
S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta:
Alumni AHAEM-PETEHAEM, 1996), hlm. 418
kejahatan atau tindak pidana tersebut”.28
Asas “Nebis In Idem” ini tertuang dalam “Pasal 76 ayat (1) KUHP

yang berbunyi” :

“Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi,


orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh
hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan
yang menjadi tetap. Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga
hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang
mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut”

Berdasarkan pada pasal yang diuraikan diatas secara khusus

tentang Nebis In Idem, maka terdapat 5 (lima) Undur-Unsur pidana atau

yang dapat dikategorikan sebagai perkara Nebis In Idem yaitu sebagai

berikut :

1. Perbuatan yang didakwakan kedua kalinya sama dengan yang


peristiwa pidananya sudah pernah didakwakan;
2. Pelakunya sama dan atas perbuatan/peristiwa pidana yang
sama;
3. Korban yang diajukan sama, atau ada tambahan yang belum
pernah diajukan dalam perkara tetapi tidak menjadi dasar untuk
kedua kalinya penuntutan atas hal yang sama;
4. Objeknya sama atau satu;
5. Terhadap peristiwa pidana tersebut telah ada putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Putusan hakim adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam

sidang pengadilan terbuka, yang dapat merupakan pemidanaan atau bebas

atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini”.29

28
I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional, (Bandung: Yrama Widya, 2006),
hlm. 65
29
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981, tentang KUHAP dan
Penjelasannya, (Titik Terang, 1995), hlm. 13
1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Peter Mahmud Marzuki berpendapat bahwa, fungsi utama dari

adanya penelitian hukum adalah menemukan suatu pandangan baru

yang dapat menghasilkan suatu pandangan, teori, konsep baru dalam

menyelesaikan suatu permasalahan hukum yang terjadi.30

Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam tesis ini yaitu

penelitian hukum normatif. Dalam penelitian yang dimaksud oleh

penulis adalah penelitian yang dilakukan terhadap norma hukum tertulis

dalam hal ini adalah putusan nomor 576/Pid.B/2008/PN.Slm dan

Putusan Nomor 67/Pid.B/2012/PN.Slm.

Tujuan penulis menganalisis putusan hakim tersebut karena

putusan yang pertama dan putusan yang kedua ini memiliki kesamaan

yang sangat signifikan mulai dari terdakwa, pokok perkaranya,

peristiwa hukumnya, objek perkaranya, sampai pada pelapornya adlah

sama yang menjadi perbedaannya hanya pada tuntutannya aja, karena

penulis menilai bahwa putusan nomor 67/Pid.B/2012/PN.Slm

bertentangan dengan asas Nebis in idem sehingga penting bagi penulis

untuk meneliti putusan hakim tersebut.

1.7.2 Pendekatan Penelitian

Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa dalam penelitian

hukum diperlukan suatu model pendekatan. Dengan pendekatan tersebut,

Penulis akan mendapat informasi dari berbagai aspek mengenai isu

30
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005) hlm. 35
(permasalahan-permasalahan) yang sedang dicari jawabannya.31 Macam-

macam pendekatan yang digunankan oleh penulis dalam penelitian ini

adalah :

1. Pendekatan Undang-Undang (statute approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-

undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

sedang dikaji. Pendekatan undang-undang ini akan membuka

kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan

kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang

lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-Undang Dasar atau

antara regulasi dan undang-undang.

Dalam pendekatan perundang-undangan (the statute approach)

ini dilakukan penelitian sinkronisasi perundang-undangan baik vertical

maupun horizontal. Sehingga di dalam penelitian ini dilakukan dengan

pendekatan Undang-undang yaitu :

1. Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

1945;

2. Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia;

3. Pasal 76 KUHP

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana dan Lembaran Republik Indonesia Tahun

1983 Nomor 76 dan Tambahan Lembaran Negara Republik

31
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama Cetakan ke-7,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 93
Indonesia Nomor 3209. Yang menjadi fokus dalam penelitian

normatif ini adalah pertimbangan hakim menerima kembali perkara

yang telah diputus bebas dalam putusan nomor

576/Pid.B/2008/PN.Slm kemudian diperkarakan kembali sehingga

munculah putusan nomor 67/Pid.B/2012/PN.Slm karena putusan

tersebut bertentangan dengan asas nebis in idem sebagaimana

diatur dalam pasal 76 KUHP. Seharusnya hakim menolak perkara

tersebut namun dalam kenyataannya hakim justru menerima

perkara tersebut dan menjatuh pidana penjara kepada Notaris

tersebut sebagai terdakwa.

2. Pendekatan Konsep (conseptual approach)

Pendekatan konseptual dalam penelitian ini merujuk pada

prinsip-prinsip hukum. Prinsip-prinsip ini dapat ditemukan dalam

pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum. Adanya

kekaburan dalam putusan hakim terkait tentang Nebis In Idem, karena

hakim memberikan putusan bahwa Ny. Mawar Muria Rini dalam

Putusan Nomor 66/Pid.B/2012/PN.Slm menyatakan tidak dapat

diterima karena perkara tersebut Nebis In Idem sementara Notaris

Endang Murniati pernah diputus lepas dari segala tuntutan kemudian

diajukan lagi oleh penuntut dan hasilnya adalah berdasarkan Putusan

Nomor 67/Pid.B/2012/PN.Slm dinyatakan terbukti secara sah. penting

bagi peneliti untuk memahami konsep Nebis In Idem.

Menurut Yahya Harahap Nebis In Idem adalah “larangan untuk

melakukan pengulangan dalam penuntutan terhadap seseorang atas


dasar perbuatan yang sama terhadap mana atas perbuatan itu orang

yang bersangkutan telah pernah didaili dan telah diputus perkaranya

oleh hakim serta putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap”.32

Permasalahan yang sedang diteliti yaitu berkaitan dengan

konsep Nebis In Idem adanya kekaburan dalam putusan hakim

sebagaimana yang telah penulis uraikan pada bagian di atas. Hakim

seharusnya memberikan alasan kepada Notaris Endang Murniati

sebagaimana dalam 67/Pid.B/2012/PN.Slm bertentangan dengan Nebis

In Idem karena telah diputus dan telah mendapatkan kekuatan hukum

tetap sebagaimana dalam Putusan Nomor 576/Pid.B/2008/ PN. Slmn.

3. Pendekatan Kasus (case approach)

pendekatan kasus ini bertujuan untuk mempelajari kaidah-

kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum yang dilakukan

dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang telah diputus

oleh pengadilan berkaitan dengan permasalahan penelitian pertama

untuk dijadikan referensi bagi ketajaman analisis penelitian ini. Bahwa

hakim keliru dalam menerapkan hukum dan memutus suatu perkara

tidak memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan terhadap

Putusan Nomor 67/Pid.B/2012/PN.Slm.

1.7.3 Bahan Hukum Penelitian

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Bahan Hukum Primer

32
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidika dan
Penuntutannya, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hlm. 152
Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini

adalah perundang-undangan yang berdasarkan hierarki perundang-

undangan. Bahan hukum primer disini terdiri dari perundang-

undangan, yang terdiri dari :

1) Unang-Undang Dasar Tahun 1945

2) Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

4) Kitab Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Hukum Acara Pidana

(KUHAP) Lembaran Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 76 dan

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah suatu bahan yang menjadi

penunjang sebagai penjelasan dari bahan primer. Bahan sekunder ini

merupakan kumpulan pustaka misalnya adalah literature-literatur

hukum yang berkaitan dengan penelitian ini, tesis yang dipergunakan

sebagai bahan dasar Orisinalitas Penelitian sebagaimana penulis

uraikan pada halaman sebelumnya, dan internet guna mencari definisi

beberapa kata menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia Online.

1.7.4 Tehknik Penelusuran Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh

dari penelusuran melalui kegiatan library research, yaitu mengumpulkan

berbagai bahan hukum, baik berupa peraturan perundang-undangan,

literartur, karya ilmiah dan hasil penelitian terdahulu, majalah renvoi,

pendapat praktisi hukum, serta berbagai buku yang relevan yang terkait
dengan putusan hakim terhadap notaris yang diputus bebas dihubungkan

dengan asas Nebis In Idem. Mengenai Teknik pengumpulan bahan hukum

yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah dengan melakukan

kegiatan membaca secara kritis analisis lalu menemukan permasalahan

dan isu hukum yang akan diteliti dan mengumpulkan semua informasi

yang ada kaitannya dengan permasalahan yang penulis teliti.

1.7.5 Tehnik Anaslisis Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum dikumpulkan terlebih dahulu lalu dilakukan

analisis secara sistematis yaitu dengan mengaitkan peraturan perundang-

undangan satu dengan lain dalam hal ini menganalisis serta menemukan

kejelasan dalam Putusan Nomor 576/Pid.B/2008/PN. Slm dan Putusan

Nomor 67/Pid.B/2012/PN.Slm dan tentu saja didukung dengan bahan-

bahan hukum lainnya, misalnya adalah teori dan konsep hukum dan

menyertakan hasil wawancara langsung dengan responden sebagai data

pendukung, terkait dengan permasalahan yang diteliti.

Setelah itu penulis akan menganalisis semua bahan hukum tersebut

menggunakan interpretasi gramatikal atau menurut bahasa, dan metode

analogi atau dikenal dengan “argumentum per analogium”, maksudnya

adalah menarik sesuatu dari khusus ke umum atau dalam hal ini adalah

melihat suatu fakta atau kenyataan kemudian menariknya pada suatu

peraturan umum yang ada, selain itu digunakan Interpretasi logis untuk

memaknai aturan-aturan hukum dan bahan-bahan hukum lainnya

mengenai permasalahan yang telah dikaji supaya dapat menemukan solusi

dari permasalahan tersebut.


1.8 Definisi Konseptual

Dalam definisi konseptual, penulis memilih beberapa kata atau

istilah penting dan memberikan suatu pengertian atau penjelasan, sehingga

akan memberikan suatu persepsi yang sama untuk memperjelas apa maksud

kata atau istilah tersebut. Beberapa kata atau istilah yang dianggap penting

bagi penulis adalah:

1. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh

undang-undang untuk mengadili.

2. Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di

sidang pengadilan.

3. Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa

dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak

memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini.

4. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak

atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang

berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya

peristiwa pidana.

5. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang

pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas

dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini.

6. Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau


kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan

kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur-dalam undang-undang

ini.

7. Nebis in idem adalah orang tidak boleh di tuntut sekali lagi lantaran

peristiwa yang baginya telah diputus

1.8 Sistematika Penulisan

Dalam tesis ini akan diuraikan sistematika penulisan secara jelas

dan sistematis untuk memberikan gambaran secara keseluruhan dalam

penelitian ini yang akan diuraikan per bab secara berurutan, yang akan

dibagi menjadi 4 bab “sebagaimana yang berikut ini” :

BAB I : “PENDAHULUAN”

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang adanya

pemahaman yang tidak selaras mengenai putusan hakim dalam

perkara pidana sehingga menimbulkan suatu permasalahan

dalam penerapannya (Putusan Nomor 576/Pid.B/2008/ PN. Slmn

jo Putusan Nomor 67/Pid.B/2012/PN.Slm) yang akan diteliti

dalam tesis ini, selanjutnya adalah rumusan permasalah, tujuan

penelitian penelitian, manfaat dari penelitian, kerangka teoritik,

metode penelitian serta “susunan penulisan”.

BAB II : “TINJAUAN PUSTAKA”

Kajian pustaka berisi mengenai kajian – kajian teoritis yang

berhubungan dengan putusan hakim dihubungkan dengan asas

Nebis in idem yang berhubungan dengan suatu permasalahan

“yang bisa dijadikan sebagai bahan kajian” dalam pembahasan.


BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini menguraikan tentang proses penelitian dan hasil

pembahasan dari suatu permasalahan yang diteliti sampai

ditemukan jawaban dari suatu permasalahan yang disebut dengan

hasil pembahasan.

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

kesimpulan memuat secara ringkas temuan hasil pembahasan

dari suatu pemasalahan yang diteliti dalam bab-bab sebelumnya,

kemudian saran dapat diberikan kepada pihak-pihak yang

berwenang dalam melakukan perbaikan berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti tersebut.

Anda mungkin juga menyukai