Anda di halaman 1dari 23

TEKNIK FOTOGRAFI UNTUK MENJADI

FOTOGRAFER PROFESIONAL

Sejarah Perkembangan Fotografi Dan Peran

Fotografi Pada Desain Komunikasi Visual

Mentor :

OKA HARDIANA

Halaman 1 dari 23
Sejarah Perkembangan Fotografi di Indonesia

Kassian Cephas, lahir di Yogyakarta, 15 Januari 1845. Oleh banyak pihak diakui sebagai

fotografer pertama Indonesia. Fotografer lainnya yang ada di Indonesia sebagian

adalah keturunan Belanda. Kassian Cephas yang tinggal dan punya studio di

Yogyakarta juga merupakan “pemotret resmi” Kraton Yogyakarta.

Selain itu, ada pula Ansel Adam seorang “fine art photographer” Amerika terbesar dari

abad ke-20. Ansel adam tidak hanya dihargai dari karya foto-fotonya saja, juga dari

dedikasinya dalam dunia pendidikan fotografi. Ansel bersama Fred Archer pada 1940-

an memperkenalkan suatu metode yang dikenal dengan nama zone system (ZS).

Metode temuan Ansel ini secara umum adalah proses terencana dalam pembuatan

foto, mulai dari pra-visualisasi kemudian mengkalkulasi pencahayaan secara tepat

sampai memproses film secara akurat. Hasil akhirnya adalah negative foto yang prima

sebagai pondasi utama membuat cetakan foto yang berkualitas juga maksimal.

Era reformasi yang dimulai pada tahun 1998 di Indonesia telah membawa dampak

yang besar bagi segala aspek di masyarakat. Masyarakat yang terkekang dalam kurun

waktu hampir 30 tahun dibawah rezim Orde Baru mulai bebas ruang geraknya. Hal ini

sangat terasa di bidang politik. Para penguasa tidak bisa seenaknya memanfaatkan

kekuasaannya,karena sekarang masyarakat punya “kekuasaan” untuk menjatuhkan

pemerintahan jika kebijakan dirasa merugikan. Dalam bidang fotografi pun, terjadi

perubahan yang cukup signifikan.

Perkembangan fotografi di Indonesia terasa sangat nyata karena media,yang menjadi

Halaman 2 dari 23
naungan karya-karya fotografi juga terlepas dari kungkungan pemerintah. Selama

jaman kekuasan Orde Baru, karya-karya fotografi hanya sebatas untuk kepentingan

komersial saja. Sekarang,para juru foto dapat mempertontonkan karya idealis mereka

lewat pameran-pameran.

Perkembangan fotografi Indonesia memang tidak mencakup bidang teknologi yang

kemudian menimbulkan perubahan signifikan dalam bidang fotografi dunia. Di

Indonesia fotografi lebih pada bagaimana penerapannya. Atau bisa dibilang fotografi

di Indonesia lebih bersifat konsumtif. Sejarah fotografi di Indonesia dimulai pada tahun

1857,pada saat 2 orang juru foto Woodbury dan Page membuka sebuah studio foto

di Harmonie, Batavia. Masuknya fotografi ke Indonesia tepat 18 tahun setelah

Daguerre mengumumkan hasil penelitiannya yang kemudian disebut-sebut sebagai

awal perkembangan fotografi komersil.

Studio foto pun semakin ramai di Batavia. Dan kemudian banyak fotografer

professional maupun amatir mendokumentasikan hiruk pikuk dan keragaman etnis di

Batavia.

Masuknya fotografi di Indonesia adalah tahun awal dari lahirnya teknologi

fotografi,maka kamera yang adapun masih berat dan menggunakan teknologi yang

sederhana. Teknologi kamera pada masa itu hanya mampu merekam gambar yang

statis. Karena itu kebanyakan foto kota hasil karya Woodbury dan Page terlihat sepi

karena belum memungkinkan untuk merekam gambar yang bergerak.

Masuknya Jepang tahun 1942 juga menciptakan kesempatan transfer teknologi ini.

Halaman 3 dari 23
Karena kebutuhan propagandanya, Jepang mulai melatih orang Indonesia menjadi

fotografer untuk bekerja di kantor berita mereka, Domei. Mereka inilah, Mendur dan

Umbas bersaudara, yang membentuk imaji baru Indonesia, mengubah pose simpuh di

kaki kulit putih, menjadi manusia merdeka yang sederajat.

Foto-foto mereka adalah visual-visual khas revolusi, penuh dengan kemeriahan dan

optimisme, beserta keserataan antara pemimpin dan rakyat biasa. Inilah momentum

ketika fotografi benar-benar “sampai” ke Indonesia, ketika kamera berpindah tangan

dan orang Indonesia mulai merepresentasikan dirinya sendiri

Banyak karya-karya fotografer maupun masyarakat awam yang dibuat pada masa awal

perkembangan fotografi di Indonesia tersimpan di Museum Sejarah Jakarta. Seperti

namanya, museum ini hanya menghadirkan foto-foto kota Jakarta pada jaman

penjajahan Belanda saja. Karena memang perkembangan teknologi fotografi belum

masuk ke daerah.

Seni dan Kreativitas dalam Fotografi

Seni fotografi adalah perpaduan antara teknologi dan seni. Berbagai nilai estetika yang

tidak tercakup dalam teknologi fotografi harus diselaraskan dengan proses teknis

untuk memberikan karakter dan keindahan pada hasil visualnya. Seni fotografi bukan

sekedar merupakan rekaman apa adanya dari dunia nyata, tapi menjadi karya seni

yang kompleks dan media gambar yang juga memberi makna dan pesan.

Seni dalam fotografi bisa dikatakan sebagai kegiatan penyampaian pesan secara visual

dari pengalaman yang dimiliki seniman/fotografer kepada orang lain dengan tujuan

Halaman 4 dari 23
orang lain mengikuti jalan pemikirannya. Fotografi menampilkan kenyataan (realita)

dan tidak ada unsur abstrak (dalam seni fotografi).

Suatu kenyataan bahwa pembuatan seni fotografi dengan kamera berarti membatasi

subyek dengan batas format pada jendela pengamat. Hal ini menjadikan seni fotografi

lebih jujur daripada seni lainnya karena merekam seperti memfotocopy subyek yang

ada di depannya.

Dalam proses berkaya seni fotografi atau proses visualisasi karya adalah

menghidupkan dan memberi jiwa pada karya foto. Seperti halnya dengan seniman

seni rupa lainnya, fotografer bekerja menggunakan otak dan hatinya yaitu segala

tindakan yang dilakukan, terutama dalam proses pengambilan obyek, ia akan

mengetahui hasil yang akan diperoleh sehingga melakukan tindakan-tindakan yang

berguna untuk mendukung ide dan gagasannya.

Dunia fotografi adalah dunia kreativitas tanpa batas. Beragam karya foto dapat

dihasilkan dengan berkreasi, tidak ada yang dapat membatasinya. Sejauh keinginan

untuk berkreasi, seluas itu pula lautan karya yang bisa dihasilkan.

Kreativitas yang dimaksud menyangkut segala aspek dan proses pem- buatan foto,

mulai dari pemilihan peralatan yang dipakai, kejelian menentukan obyek pemotretan

sampai proses pencetakan foto. Kejelian menentukan obyek sangat berpengaruh pada

foto yang akan dihasilkan.

Memang terasa begitu besar peranan kreativitas dalam era fotografi yang didukung

perkembangan teknologi kamera. Apalagi jika sudah memanfaatkan fotografi digital

Halaman 5 dari 23
untuk menyederhanaan proses teknis fotografi sehingga fotografer bisa lebih

berkonsentrasi untuk berkarya.

Keunggulan kreatif akan semakin menunjukkan perannya dalam dunia fotografi.

Berbagai titik kreatif memang bisa dipelajari, tetapi untuk menjadi fotografer kreatif

harus banyak mencoba, belajar dari kesalahan, dan terus berkarya

Fotografer

Fotografer adalah orang yang membuat gambar (melukis) dengan sinar melalui film

atau permukaan yang dipekakan. Fotografer menjadi penentu apakah sebuah gambar

yang dihasilkan sama persis dengan aslinya. Dalam hitungan tahun, perkembangan

dunia fotografi pun sangat maju pesat. Kemajuan itu ditandai dengan semakin banyak

bermunculannya kamera dengan kecanggihan yang menawarkan segala kemudahan.

Era Fotografi Digital memudahkan fotografer untuk memahami dunia fotografi lebih

luas lagi. Berbeda dengan Fotografi Konvensional, di mana fotografer harus

mencetaknya terlebih dahulu baru dapat melihat dan mengevaluasi hasil jepretan, data

teknisnya pun harus dicatat terlebih dahulu. Proses ini membutuhkan waktu dan biaya

yang lebih banyak dibandingkan dengan Fotografi Digital.

Begitu strategisnya kehadiran seorang fotografer, maka terbukalah kesempatan bagi

para pecinta fotografi untuk menekuni lebih dalam lagi tentang dunia fotografi

sebagai profesi. Profesi fotografer dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Foto “Fine Art” (Seni Murni)

Yaitu cabang fotografi yang semata-mata karena minat dan kesukaan sang

Halaman 6 dari 23
fotografer.

2. Foto Jurnalistik

Merupakan cabang fotografi yang khusus menampilkan foto-foto yang

mempunyai nilai berita. Bersifat aktual sebagai berita yang mampu mengungkapkan

kejadian, menjelaskan, dan menimbulkan rasa ingin tahu.

3. Foto Komersial

Yaitu cabang dari fotografi professional, di mana fotografer bekerja untuk memenuhi

kebutuhan industri periklanan, penjualan, dan peragaan untuk media massa atau

publikasi khusus. Industry membagi profesi fotografi lebih terkotak-kotak dan

memecah fotografer advertising dan pewarta foto jadi spesialisasi yang lebih kecil lagi,

misalnya spesialisasi landscape, wild life, fashion, dan lain-lain. Ketika memotret orang

(portrait photography), tidak hanya teknik fotografi yang dibuthkan, tapi juga ilmu

psikologi. Begitu juga untuk fotografer fashion. Pengetahuan tentang perkembangan

mode mutlak dipahami oleh fotografer agar hasil fotonya tidak ketinggalan zaman.

Masa Depan Fotografer

Kini, fotografi telah enjadi bagan tak terelakan dalam kehidupan manusia di seluruh

dunia. Bahkan, orang awam dapat berhadapan dengan seribu hasil fotografi tiap

harinya, baik dalam bentuk foto, iklan, di berbagai media massa sampai di pinggir

jalan. Hal ini merupakan salah satu peluang besar seorang fotografer untuk

menawarkan idenya kepada orang lain untuk salah satu bidang.

Selama industri di Indonesia terus ada, semakin banyak produk yang dikeluarkan,

Halaman 7 dari 23
berarti akan semakin banyak kebutuhan akan foto. Sekarang bagaimana fotografer

mengambil peluang tersebut. Salah seorang fotografer Indonesia yang sukses dengan

karya foto komersialnya adalah Jerry Aurum. Fotografer yang baru saja menerbitkan

buku “in my room” ini pernah mendapat bayaran Rp 100 juta per jam untuk sesi foto.

Fotografi dalam dunia industri

Setiap ada kemajuan dan perkembangan dari sebuah teknologi, secara pasti juga ada

perubahan sikap dan konsekuensi yang harus diikuti. Hal ini juga berlaku bagi mereka

yang berkecimpung pada dunia fotografi. Demikian pula dunia industri/perusahaan

yang memanfaatkan karya fotografi, mereka juga menuntut suatu perubahan dalam

cara kerja fotografer. Karya foto banyak dibutuhkan pada industri, perusahaan atau

lembaga tertentu (penerbit, percetakan, periklanan, biro disain, dan lain-lain) untuk

menunjang dalam menyampaikan pesan-pesannya baik komersial/ non-komersial,

misalnya sebagai ilustrasi atau elemen dalam bentuk media cetak seperti folder, leaflet,

brosur, iklan koran, iklan majalah, kalender, poster, dan lain-lain. Fotografi sebagai

salah satu elemen dalam disain komunikasi visual yang tampil secara realistis, cepat

prosesnya, mampu meyakinkan komunikan/ konsumen, sehingga menjadi pilihan

yang sangat tepat bagi industri/perusahaan dalam menawarkan barang/jasanya.

Perkembangan fotografi/kamera digital sudah diprediksi akan mendapat perhatian

dan sangat berpengaruh pada bidang industri, seperti penerbitan dan percetakan,

periklanan/ biro desain grafis, dan bidang-bidang bisnis fotografi. Seperti dikatakan

Mr. Kasai dari Jepang, bahwa hadirnya kamera digital akan mengalami perubahan

besar di Indonesia, dan akan membawa perubahan besar terhadap proses kerja di

Halaman 8 dari 23
bidang industri, dan kamera digital juga akan menjadi tumpuan bagi pengusaha di

bidang fotografi (Fotomodern, No. 5, Sept 1995:13).

Sebelum ada kamera digital untuk membuat foto manusia terbang, manusia bersayap,

imajinasi yang aneh-aneh sangat sulit bahkan tidak mungkin dilakukan. Namun di era

digital, ide apapun dapat diwujudkan/relatif dapat dibuat. Teknik-teknik yang dulu

sulit dipelajari dan lama prosesnya, seperti multiprint, multi exposed, sandwich,

solarisasi dan lainnya. Sekarang, dengan menguasai teknologi yang berbasis digital,

dengan mudah dan cepat dapat diciptakan.

Iswanto, fotografer profesional mengatakan bahwa, “Paradigama tentang fotografi

sekarang ini mulai bergeser dan harus dipahami dan diikuti, kalau masih ingin eksis

sebagai fotografer harus mengikuti perubahan ini, kalau tidak mengikuti lambat laun

akan tersingkir.” Di era digital sekarang ini, seorang fotografer tidak hanya dapat

menguasai kamera, lighting dan teknis fotografi saja, namun dituntut juga memiliki

wawasan dan pengetahuan dan menguasai teknologi digital. Seorang fotografer yang

belum menguasai perangkat fotografi digital (kamera, komputer, photoshop, printer,

dan sebagainya), dalam kerjanya paling tidak perlu didampingi seorang digital artist.

Karena saat ini klien (biro iklan, advertising) tidak mau menerima foto berupa print

(foto cetakan), namun foto yang sudah siap didesain yang berupa soft copy (data

digital). Kerja sama tim antara fotografer dan digital artist sekarang ini mutlak

diperlukan karena sebuah foto jadi/final prosesnya dapat terdiri dari beberapa

pemotretan yang dilakukan, dapat beda lokasi, beda angle of view, beda setting, dan

lainnya. Artinya tim ini perlu tahu mana gambar yang diperlukan, mana yang harus

Halaman 9 dari 23
dibuang/di-crop, mana yang dapat edit/retouch, dan sebagainya. Maka akan lebih

ideal jika seorang fotografer selain memiliki ide yang baik, dapat menguasai kamera,

teknik fotografi, lighting dan estetika yang baik, juga menguasai perangkat lain seperti

komputer serta software yang diperlukan, sehingga dapat mewujudkan/memvisualkan

gagasan/ide dari klien (art director) dengan baik.

Herdamon dalam fotomedia (2005: 12) mengatakan bahwa seorang fotografer yang

baik pada umumnya:

1. memiliki gagasan/ide yang baik dan unik,

2. mampu menuangkan ide/gagasan dalam bentuk visual/foto,

3. menguasai peralatan fotografi,

4. memahami dan menguasai teknik-teknik fotografi, dan

5. memiliki taste/cita rasa seni.

Selain hal-hal tersebut di atas, wawasan dan pengetahuan yang luas berkaitan dengan

berkembangnya teknologi sangat dibutuhkan dan harus diikuti perkembangannya.

Seperti dikatakan Sam Nugroho, bahwa perkembangan beberapa tahun ke depan

dapat lebih dahsyat lagi yakni berbaurnya antara Digital imaging, 3D, dan fotografi

(concept :13) karena ketiga unsur tersebut sangat dekat dan saling berkaitan antara

satu dengan yang lain. Lebih lagi pengguna komputer sudah banyak dan tidak asing

bagi masyarakat dewasa ini, sehingga masyarakat pengguna komputer menuntut

dirinya juga dapat memotret, menyimpan, mengolah dan mencetaknya. Paradigma

fotografi yang dulu relatif susah dilakukan, sekarang di era kamera digital, masyarakat

Halaman 10 dari 23
memandang fotografi sebagai sesuatu yang mudah, murah, dan merupakan bagian

dari kehidupan sehari-hari, inilah era digital photography.

Fotografi dalam DKV

Peran Penting dan Pengajaran Fotografi di DKV

Istilah Desain Komunikasi Visual atau lebih akrab dengan sebutan DKV sekarang sudah

tidak asing lagi di telinga, karena sudah banyak perguruan tinggi/lembaga pendidikan

memiliki program studi/jurusan DKV. Out put/lulusan dari prodi ini diyakini memiliki

prospek kerja/profesi yang banyak dibutuhkan dalam masyarakat atau terserap di

dunia industri. Selama industri ada dan berkembang ,lulusan DKV pasti diperlukan.

Pada umumnya S-1 DKV memiliki 144-148 sks dan memiliki mata kuliah Fotografi

dengan bobot 5-8 sks. Di antara mata kuliah penting yang lain, ada mata kuliah

Fotografi yang sangat strategis dan penting. Dalam DKV menu mata kuliah yang harus

ada adalah fotografi, ini dianggap strategis dan penting artinya bahwa dalam DKV

elemen visual ini sering dimanfaatkan untuk berbagai perancangan desain.

Mata kuliah Fotografi biasa diajarkan/ diberikan secara bervariasi di setiap perguruan

tinggi, ada yang selama tiga semester, yakni Fotografi I, Fotografi II, dan Fotografi

Desain. Fotografi I memberikan materi tentang pengetahuan fotografi serta

penguasaan peralatan fotografi dan teknik-teknik pemotretan, lighting, dan lainnya.

Fotografi I ini merupakan dasar dan sebagai bekal awal yang harus dipahami dan

dikuasai. Fotografi II memberikan materi tentang seluk beluk mengaplikasikan karya

foto untuk kebutuhan disain grafis (DKV) misalnya foto ilustrasi, foto land mark, essai

Halaman 11 dari 23
dan lain-lain. Selain materi tersebut juga diberikan pengetahuan olah visual/kamar

gelap, eksperimen-eksperimen yang berkaitan dengan fotografi. Pada mata kuliah

Fotografi Desain mahasiswa diberikan cara/teknis pemotretan di studio secara

profesional, baik pemotretan still life atau manusia. Pembuatan foto diarahkan untuk

kepentingan DKV (cenderung komersial), juga diajari membuat konsep dan riset

hingga aplikasinya ke dalam media.

Namun demikian, ada beberapa perguruan tinggi yang membagi mata kuliah

Fotografi menjadi dua (2) dengan memberi nama: Fotografi Dasar dan Fotografi

Desain; Fotografi 1 dan Fotografi 2; Dasar-dasar Fotografi dan Fotografi Aplikatif, dan

lain-lain. Dengan bekal fotografi dua semester, tiga semester atau lebih dan

memberikan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan DKV dan perkembangan

teknologi saat ini, diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan menciptakan foto yang

baik dan menarik, komunikatif untuk kepentingan komersial maupun non-komersial.

Selain memiliki dan menguasai hal di atas, seorang fotografer perlu juga memiliki

kesadaran untuk melakukan penelitian/riset sebelum melakukan pemotretan. Dengan

riset sangat banyak manfaat yang diperoleh bagi fotografer maupun bagi pihak-pihak

yang berkepentingan dengan foto tersebut. Selain mendapatkan hasil foto yang baik,

menarik, indah, dan lain sebagainya, pekerjaan pun akan lebih efektif dan efisien.

Karena riset adalah bagian dari tujuan fotografer dalam melakukan pemotretan.

Bagaimanapun sederhananya tujuan dalam pemotretan, riset sangat diperlukan. Riset

dalam fotografi baik dari sisi ide/gagasan, teknis, estetis dapat meliputi identifikasi

permasalahan, menganalisis, mengambil kesimpulan hingga sampai pada suatu

Halaman 12 dari 23
eksekusi atau pelaksanaan pemotretan.

Ketika seseorang mengatakan riset, gambaran yang muncul adalah laboratorium yang

lengkap dengan peralatan-peralatan yang serba canggih, prosedural, dan rumit.

Istilah riset selama ini selalu dihubungkan dengan sesuatu yang rumit, ilmiah, disiplin,

kaku, dan berbau akademis. Istilah riset menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

penyelidikan (penelitian) suatu masalah secara sistematis, kritis, dan ilmiah untuk

meningkatkan pengetahuan dan pengertian, mendapatkan fakta baru, atau melakukan

penafsiran yang lebih baik (Depdikbud, 1998:844). Meskipun pada umumnya istilah

riset ini sering dilakukan oleh suatu lembaga, perusahaan, maupun institusi- institusi

sebelum melakukan pekerjaannya, namun secara tidak disadari seorang fotografer

sebelum melakukan pemotretan perlu dan penting melakukan riset/penelitian.

Melakukan riset berarti menyiapkan diri untuk melakukan penyelidikan atau

mendapatkan fakta yang baru, artinya riset sudah bukan hal baru bagi fotografer.

Karena riset yang dilakukan fotografer tidak harus dikaitkan dengan bidangnya para

peneliti atau ilmuwan. Contohnya adalah dalam foto jurnalistik yang menuntut kriteria

informatif, aktual, faktual, terpercaya, dan otentik, riset seharusnya sudah menjadi

sesuatu hal yang wajib para fotografer. Karena fotonya harus tampil dengan

‘kedalaman’ yang mewakili sebuah fakta. Demikian pula halnya dengan foto komersial

(barang/jasa) yang menuntut penampilan akan daya tarik visual yang informatif dan

persuasif. Dengan demikian, untuk membuat foto apapun kepentingannya idealnya

riset atau penelitan sangat diperlukan.

Halaman 13 dari 23
Secara sederhana fotografer akan menghadapi persoalan-persoalan seperti dari mana

sudut pengambilan yang paling baik, dengan lensa berapa, diafragma berapa,

kecepatan berapa, diambil keseluruhan atau dipotong, dan seterusnya. Artinya,

memotret (fotografi) adalah pekerjaan ilmiah, karena membuat foto tidak hanya

sekadar persoalan teknis melainkan mencari suatu pemecahan atas persoalan yang

harus dapat diatasi dan diuraikan secara sistematis. Oleh karena itu, sebelum

melakukan pemotretan fotografer perlu terlebih dulu melakukan penelitian/riset

tentang objek atau subjek yang akan dibuat agar fotonya tersaji dengan baik dan

mampu menjawab permasalahannya. Menurut Kountur (2003: 3-8) penelitian/riset

berhubungan dengan usaha untuk mengetahui sesuatu, mencari suatu jawaban atas

suatu permasalahan.

Pada dasarnya dikenal dua cara untuk memecahkan persoalan yaitu secara rasional

dan empiris. Pendekatan secara rasional (internal process) di mana untuk memecahkan

suatu persoalan dimulai dari suatu gagasan atau ide yang dimiliki sesorang.

Sedangkan pendekatan empiris (external process), di mana jawaban atas persoalan

ada pada objek di mana masalah tersebut berada, dan yang harus dilakukan adalah

mengidentifikasi, mengamati, observasi, mencari data, dan membuat suatu

kesimpulan.

Dengan melihat begitu banyak kebutuhan foto yang dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan pada media komunikasi visual, maka sudah selayaknya mata kuliah

fotografi di DKV perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak (mahasiswa dan

lembaga). Meskipun di atas ada pembagian profesi/konsentrasi fotografer, namun

Halaman 14 dari 23
tujuan pengajaran fotografi di DKV tidak mengarah pada satu profesi atau spesialisasi.

Pembuatan foto atau pemotretan yang dilakukan mahasiswa di prodi DKV lebih

menekankan pada tujuan utama bahwa foto sebagai karya komunikasi visual dan

dapat difungsikan untuk kepentingan disain komunikasi visual.

Fotografi bagi DKV adalah hal yang sangat penting dan dibutuhkan sebagai salah satu

elemen visual. Seperti pada media cetak, misalnya untuk kalender, brosur, leaflet, iklan

koran, iklan majalah, poster dan banyak lagi, hal tersebut dapat kita lihat dan cermati

dari media komunikasi visual yang ada di lapangan, baik yang berbentuk media cetak

peran foto masih dominan. Seperti dikatakan Lady Elisabet dalam tulisan Suprapto

Sujono (2006:14), bahwa fotografi merupakan ‘medium komunikasi’. Dalam hal ini

sebuah karya fotografi dimanfaatkan dalam DKV/disain grafis sebagai elemen ilustrasi

dalam media cetak seperti iklan cetak karena reliability dalam tampilannya dan dapat

meyakinkan konsumen/komunikan. Penampilan ilustrasi dengan fotografi yang tampil

secara realistik (sesuai produk; sesuai kenyataan) tentu akan lebih meyakinkan dan

memiliki nilai persuasif untuk mempengaruhi konsumen. Dengan kata lain karya

fotografi lebih komunikatif secara visual.

Dengan melihat kenyataan di lapangan, dan pendapat tersebut sudah barang tentu

bahwa mata kuliah fotografi sangat diperlukan untuk mahasiswa DKV. Namun dengan

perkembangan teknologi fotografi sekarang ini, perlu ada evaluasi dan perubahan

dalam pengajaran fotografi. Yang perlu menjadi perhatian, bagi perguruan tinggi yang

masih memiliki program/ jurusan ataupun mata kuliah fotografi perlu mengevaluasi

materi ataupun kurikulum lama yang sudah puluhan tahun digunakan agar ditinjau

Halaman 15 dari 23
ulang sesuai perkembangan fotografi. Dengan hadirnya teknologi digital, termasuk

kamera digital yang berkembang dengan pesat seperti sekarang ini, sangat

memungkinkan bergesernya pandangan atau paradigma tentang fotografi.

Dasar seni rupa pada fotografer

Tidak heran apabila sekarang ini hampir setiap orang dapat mengoperasikan kamera,

bahkan anak kecil pun sudah dapat motret. Perlu disadari bahwa memotret tidak

sekadar mengambil gambar, melainkan membuat gambar, artinya untuk

mendapatkan sebuah foto/gambar yang baik banyak hal yang perlu dipelajari,

misalnya dari segi teknis fotografi, lighting, pengetahuan estetika/seni rupa atau

memiliki pengetahuan seni visual yang baik. Kalau kita bicara mengenai fotografi, tidak

hanya pada yang serba teknis saja, namun banyak hal di luar masalah teknis. Dikatakan

Soeprapto Soedjono bahwa, fotografi sebagai salah satu entitas dalam domain seni

rupa tidak dapat terlepas dari nilai-nilai dan kaidah-kaidah seni rupa (2006:7). Dengan

kata lain meskipun peralatan yang tersedia sangat canggih, selain diperlukan

kemampuan teknis juga kemampuan estetis yang memadai. Jam terbang yang tinggi

dan dengan banyak membaca dan melihat buku fotografi, masalah teknis fotografi

dapat diatasi, tetapi hal yang berkaitan seni rupa, rasa estetika yang baik, tidak dapat

dicapai dengan membaca dan melihat saja, melainkan harus dengan

melakukan/praktik.

Dengan melakukan praktik psikomotorik misalnya menggores (olah visual seperti

melukis, nirmana, menggambar, sketsa), artinya kita memindahkan objek yang tiga

dimensi ke bentuk dua dimensi, dengan latihan ini kita belajar melihat dan merasakan

Halaman 16 dari 23
bentuk, sinar, bayangan, gradasi, warna, pola maupun tekstur. Perlu diketahui bahwa

fotografi adalah seni melihat (the art of seeing), dasar ilmu melihat ini berlaku untuk

ilmu pengetahuan lain termasuk fotografi. Demikian pula halnya yang terjadi dalam

membuat gambar/foto, berawal dari melihat/mata. Dasar seni rupa seperti

menggambar, nirmana, anatomi, sejarah seni rupa bahkan kritik seni sangat penting

sebagai bekal untuk belajar fotografi (Zahar, 2003: 101). Karena prinsip fotografi tidak

jauh dengan menggambar, artinya menggambar sama dengan memotret, seperti kata

fotografi sendiri berasal dari kata photos (cahaya) dan graphos

(menggambar/menggores) artinya menggambar dengan cahaya.

Dengan melihat dan menyadari arti pentingnya melakukan aktivitas psikomotorik

dengan menggambar, merancang nirmana, dan memahami wawasan seni rupa,

merupakan salah satu bekal untuk dapat membuat foto yang baik. Dengan demikian,

sudah seharusnya mahasiswa/ kita yang belajar fotografi lebih cepat menguasai dan

lebih baik dibanding yang hanya belajar teknis fotografi saja.

Spesialisasi Fotografer

1. Fotografi Murni atau Hobi

Jenis fotografi yang digolongkan ke dalam kelompok fotografi murni adalah jenis

karya fotografi yang dibuat semata-mata karena hobi atau kesukaan sang fotografer.

Fotografer di bidang ini mencoba mengkomunikasikan diri dan pengalamannya

kepada orang lain. Karena sifatnya pengalaman pribadi, seringkali foto- foto itu tidak

lepas dari subjektifitas pemotretnya.

Halaman 17 dari 23
2. Fotografi Jurnalistik

Fotografi jurnalistik berarti membuat berita dengan menggunakan foto sebagai media

informasi. Dengan menggabungkan dua media komunikasi visual dan verbal sehingga

menimbulkan efek ketiga bagi yang melihatnya.

Dalam foto jurnalistik juga dikenal rubrikasi atau pembagian antara lain:

a. Hard news (Spot News atau Hot News)

Dalam bahasa Indinesia lazim disebut berita hangat atau keras, merupakan hasil

rekaman berita beragam peristiwa yang dapat mengubah sejarah dunia.

b. General news (Berita Umum)

Foto jurnalistik kategori ini bersifat seremoni yang terjadwal atau teragendakan.

Seperti foto-foto pertemuan pejabat, peresmian sebuah gedung, karnaval, peringatan

atau ulang tahun sebuah negara, dan sebagainya.

c. Potraits (Tokoh, Artis, dan lain-lain)

Foto portrait berani menampilkan karakteristik sesuai dengan hati sang subjek. Yang

paling pokok adalah pengungkapan kreatif dari watak seorang tokoh, hingga

merupakan sebuah biografi visual.

d. Industri dan Pertanian

Foto-foto yang bersifat proses produksi dalam suatu industry baik pertanian maupun

industry berskala besar.

e. Ekonomi dan Investasi

Foto yang berkenaan dengan perekonomian makro.

Halaman 18 dari 23
f. Daily life (Features)

Foto jurnalistik yang tidak terikat dengan syarat unsur kehangatan atau aktualitas.

Yang diutamakan adalah segi keunikan, humor, maupun perjuangan hidup atau nasib

seseorang.

g. Seni dan Budaya

Jenis foto jurnalistik yang menvisualisasikan cerita dari suatu seni dan budaya tertentu.

h. Alam Lingkungan

Beberapa fokus permasalahan alam lingkungan dapat diangkat menjadi visual, agar

peristiwa tersebut dapat menjadi perhatian dan mendapat penanganan serius oleh

pemerintah.

i. Arsitektur

Segala foto yang berbau arsitektur, interior maupun eksterior, dan semua gedung

bangunan.

j. Iptek dan Kesehatan

Kategori foto tentang penemuan di bidang teknologi seperti computer maupun

penemuan serum suatu pengobatan.

k. Sports (Olahraga)

Foto olahraga merupakan wujud apresiasi terhadap semangat kompeisi sportif.

Foto-foto yang bercerita foto seri yang biasanya dilengkapi dengan teks pengantar.

Foto bukan foto tunggal melainkan terdiri dari beberapa foto yang menjadi item

maupun tema cerita.

Halaman 19 dari 23
1. Fotografi Komersial

Pekerjaan sebagai fotografer komersial biasanya meliputi foto produk (iklan), foto

arsitektur, foto fashion, foto udara, foto pernikahan, dan lain-lain

2. Fotografi Iklan

Munculnya berbagai iklan di media seperti surat kabar, majalah, poster, brosur, atau

billboard, menjadi lahan subur bagi fotografer. Pada fotografi iklan dapat dilihat

bahwa faktor objektifitasagak sedikit berkurang. Alas an yang paling mendasar adalah

foto-foto yang akan ditampilkan bertujuan mempengaruhi selera konsumen.

3. Fotografi Pernikahan (Wedding Photography)

Merupakan bagian dari fotografi komersial yang berfungsi sebagai sarana

pendokumentasian upacara pernikahan. Fotografi pernikahan merupakan “tambang

ema” bagi seorang fotografer yang tidak ada habis-habisnya.

4. Fotografi Fashion

Foto fashion tida lagi berbentuk foto produk tapi berkembang menjadi aliran yang

mengutamakan artistic tinggi yang mewakili rancangan mode

5. Fotografi dan Dokumentasi

Dokumen sering diasosiasikan dengan sesuatu yang berharga yang dihasilkan dari

tindakan merekam, mencatat, menulis, menyimpan, mengarsipkan, atau

mengabadikan. Dari sini, dokumentasi dapat dipahami sebagai proses mengubah

suatu peristiwa menjadi informasi atau data melalui media tertentu, baik secara verbal-

tekstual, visual, maupun auditorial. Foto adalah dokumen, dan fotografi senantiasa

Halaman 20 dari 23
berurusan dengan soal pendokumentasian. Peran foto sebagai dokumen erat dengan

soal indeksikalitas foto. Indeksikalitas menciptakan relasi kausal antara gambar obyek

dalam foto dengan obyek yang dipotret. Adanya obyek di depan kamera

mengakibatkan adanya gambar obyek itu. Kinerja kamera menghasilkan korespondesi

(kesesuaian) antara obyek dalam gambar dengan obyek dalam kenyataan aslinya. Isu

seputar peran foto sebagai dokumen terletak pada adanya belief bahwa foto adalah

medium perekaman visual obyek atau peristiwa yang otentik, akurat, netral, dan

obyektif. Foto diyakini sebagai gambaran fakta yang otentik, akurat, netral, dan

obyektif karena dihasilkan lewat kinerja otomatis alat, dengan tidak banyak melibatkan

peran manusianya. Foto digunakan sebagai bukti yang dapat dipercaya Beberapa jenis

fotografi tertentu sangat menekankan kekuatan dokumenter foto, misalnya: fotografi

jurnalistik, fotografi dokumenter, atau fotografi untuk keperluan pengarsipan identitas

orang dalam kelembagaan (medis, ilmiah, kriminal, atau pemerintahan). Dalam

konteks ini, foto difungsikan sebagai dokumen atau pelengkap suatu dokumen

tertentu. Foto digunakan sebagai medium visual untuk memberi informasi atau data

faktual tentang subyek, benda, atau peristiwa tertentu.

Teori Fotografi

Fotografi menurut para ahli adalah:

Sudarma (2014:2) memberikan pengertian bahwa media foto adalah salah satu media

komunikasi, yakni media yang bisa digunakan untuk menyampaikan pesan/ide kepada

orang lain. Media foto atau istilahkan dengan fotografi merupakan sebuah media yang

bisa digunakan untuk mendokumentasikan suatu momen atau peristiwa penting.

Halaman 21 dari 23
Menurut Bull (2010:5) kata dari fotografi berasal dari dua istilah yunani: photo dari

phos (cahaya) dan graphy dari graphe (tulisan atau gambar). Maka makna harfiah

fotografi adalah menulis atau menggambar dengan cahaya. Dengan ini maka identitas

fotografi bisa digabungkan menjadi kombinasi dari sesuatu yang terjadi secara

alamiah (cahaya) dengan kegiatan yang diciptakan oleh manusia dengan budaya

(menulis dan menggambar/melukis).

Sudjojo (2010), mengemukakan bahwa pada dasarnya fotografi adalah kegiatan

merekam dan memanipulasi cahaya untuk mendapatkan hasil yang kita inginkan.

Fotografi dapat dikategorikan sebagai teknik dan seni.

Gani & Kusumalestari (2014:4) mengutip dari Sudjojo (2010:vi) bahwa fotografi

sebagai teknik adalah mengetahui cara-cara memotret dengan benar, mengetahui

cara-cara mengatur pencahayaan, mengetahui cara-cara pengolahan gambar yang

benar, dan semua yang berkaitan dengan fotografi sendiri. Sedangkan fotografi

sebagai karya seni mengandung nilai estetika yang mencerminkan pikiran dan

perasaan dari fotografer yang ingin menyampaikan pesannya melalui gambar/foto.

Fotografi tidak bisa didasarkan pada berbagai teori tentang bagaimana memotret saja

karena akan menghasilkan gambar yang sangat kaku, membosankan dan tidak

memiliki rasa. Fotografi harus disertai dengan seni.

Fotografi Sebagai Media Informasi

Sebagai medium yang dapat merekam gambar, dengan segala bentuk dari kehidupan

yang berhenti dalam sebuah foto bagaikan menekan tombol jeda alam kehidupan,

Halaman 22 dari 23
fotografi menangkap dan menjadikannya abadi. Mengenai fotografi sebagai medium,

dalam sub-bab ini, sebagai pembawa informasi, maka hubungannya adalah dengan

fotografi sebagai media pengampu dalam dunia jurnalistik.

Rasanya tidak ada media massa cetak (surat kabar, tabloid, dan majalah) di negeri ini

yang tidak menyertakan foto dalam setiap terbitannya. Foto seringkali menjadi daya

tarik bagi pembaca sebelum membaca berita. (quote) kedudukan karya foto di sini

adalah sebagai daya tarik, maka esensi dari karya foto dalam jurnalistik adalah sebagai

pelengkap/penunjang dari sebuah berita. Secara umum, foto jurnalistik merupakan

gambar yang dihasilkan lewat proses fotografi untuk menyampaikan suatu pesan,

informasi, cerita suatu peristiwa yang menarik bagi publik dan disebarluaskan lewat

media massa. Secara sederhana foto jurnalistik adalah foto yang bernilai berita atau

foto yang menarik bagi pembaca tertentu, dan informasi tersebut disampaikan kepada

masyarakat sesingkat mungkin.

Halaman 23 dari 23

Anda mungkin juga menyukai