Anda di halaman 1dari 20

DRS.

SISWO SUJANTO, DEA


AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

PENDAPAT AHLI

LEGAL OPINI TERHADAP KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM KASUS


DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENATAAN DAN PENGERUKAN DERMAGA
PELABUHAN LABUHAN HAJI KABUPATEN LOMBOK TIMUR TAHUN 2016

I. KASUS POSISI :

- Bahwa Pada tanggal 12 Agustus 2016 dilakukan penandatanganan kontrak/ perjanjian


Nomor : 07/ PPK/ Dermaga-Lb.Haji/ DPU/ 2016 antara NUGROHO, ST.,MM selaku
PPK dengan Ir. TRI HARI SEOLIHTIONO selaku Kepala Cabang PT. Gunakarya
Nusantara dengan nilai kontrak Rp. 38.104.500.000,- (tiga puluh delapan milyar
seratus empat juta lima ratus ribu rupiah) dan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan
selama 120 (seratus dua puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal 12 Agutus 2016
sampai dengan 09 Desember 2016
- Bahwa dalam pelaksanaan kegiatan, PT. Guna Karya Nusantara selaku Penyedia
barang/ jasa tidak melaksanakan kewajibannya jadwal pelaksanaan kegiatan bahkan
sampai dengan tanggal 31 Oktober 2016 progres pekerjaan baru mencapai 0,628 %
sehingga mengalami deviasi sebesar -40,649%, dan atas keterlambatan progres
pekerjaan tersebut PPK kemudian menerbitkan Surat Teguran yang.
- Pada tanggal 27 Oktober 2016 Kuasa Bendahara Umum Daerah menerbitkan Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor : 08702/KBUD/LS/2016 untuk pembayaran
Uang Muka (20%) atas Pekerjaan Penataan dan Pengerukan Dermaga Pelabuhan
Labuhan Haji ke BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN BARAT
dengan nomor rekening : 1004002276 an. PT.GUNAKARYA NUSANTARA/ Ir.
TRI HARI SOELIHTIONO sebesar Rp. 7.620.900.000,- (tujuh milyar enam ratus
dua puluh juta Sembilan ratus ribu rupiah) dengan potongan pajak penghasilan sebesar
Rp. 207.042.727,00 dan pajak PPn sebesar Rp. 692.809.091,00.

1|Page
DRS. SISWO SUJANTO, DEA
AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

- Bahwa meskipun PPK telah membayarkan uang muka pekerjaan akan tetapi pihak PT.
Guna Karya Nusantara tidak juga dapat melaksanakan kewajibannya, bahkan hingga
dengan berakhirnya masa kontrak yakni 29 Desember 2016 progres pekerjaan masih
tetap yakni sebesar 1,256% yang terdiri dari pekerjaan pengurusan izin keruk dan
mobilisasi alat berupa kapal keruk sehingga terjadi keterlambatan pekerjaan yang
sangat besar yakni sebesar - 98,744 %, atas dasar tersebut PPK kemudian melakukan
pemutusan kontrak dan pada tanggal 06 Januari 2017 melakukan klaim jaminan uang
muka pekerjaan kepaad Bank BNI Cabang Jalan Perintis Kemerdekaan Bandung.
- Bahwa setelah ternyata klaim jaminan uang muka pekerjaan tersebut tidak jadi
dilakukan (dibatalkan) oleh PPK dan memberikan kesempatan penyelesaian pekerjaan
kepada PT. Guna Karya Nusantara selama 50 (lima puluh) hari kalender tanpa melalui
proses pertimbangan kelayakan dan juga setelah berakhirnya kontrak.
- Bahwa dengan diberikannya waktu penyelesaian pekerjaan oleh PPK kepada PT. Guna
Karya Nusantara, Pemerintah Daerah kab. Lombok Timur tidak dapat menerima
haknya atas pengembalian uang muka pekerjaan dari nilai jaminan garansi bank uang
muka pekerjaan tersebut.
- Bahwa hingga dengan berakhirnya waktu pemberian kesempatan pekerjaan, PT. Guna
Karya Nusantara ternyata tidak juga dapat menyelesaikan pekerjaanya dan bahkan
progress pekerjaan masih diangka 1,256%, kemudian dilakukan pemutusan kontrak
oleh PPK dan mengajukan klaim jaminan uang muka pekerjaan.
- Bahwa klaim jaminan uang muka pekerjaan tersebut tidak bisa dicairkan karena salah
satu syarat klaim berupa Asli Garansi Bank Jaminan Uang Muka tersebut tidak
dapat dipenuhi oleh PPK, sehingga sampai dengan saat ini Pemerintah Daerah Kab.
Lombok Timur tidak bisa mendapatkan haknya berupa pengembalian uang muka
pekerjaan yang telah dibayarkan kepada PT. Guna Karya Nusantara.

2|Page
DRS. SISWO SUJANTO, DEA
AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

Atas dasar kronologi tersebut diatas, ditanyakan :


1. Apakah dalam peristiwa hukum tersebut telah terjadi kerugian keuangan Negara dalam
hal ini Pemerintah Daerah kab. Lombok Timur yang telah membayarkan uang muka
pekerjaan kepada PT. Guna Karya Nusantara?
2. Menurut pendapat ahli berapa nilai kerugian Negara yang terjadi dalam kasus ini?
3. Jika ada kerugian keuangan Negara dalam peristiwa tersebut, dalam kondisi bagaimana
kerugian keuangan negara itu terjadi dan apa indikator kerugian keuangan negara
tersebut?
4. Bagaimana status Uang Muka Pekerjaan yang dijaminakan oleh pihak BNI dalam
Garansi Bank Jaminan Uang Muka, mengingat BNI yang juga merupakan BUMN yang
menjadi bagian dari Negara.

II. Analisis

Analisis terhadap posisi kasus terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi Penataan dan
Pengerukan Dermaga Pelabuhan Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur Tahun 2106,
khususnya ditinjau dari aspek Hukum Keuangan Negara, harus dilakukan dengan
menempatkan kasus tersebut secara proporsional dalam pemikiran/ konsepsi Hukum
Keuangan Negara (Droit de Finances Publics). Terkait dengan itu, analisis yang
disampaikan disusun dalam dua bagian, yaitu: bagian pertama, yang merupakan konsepsi
teoritik yang berisi dasar pemikiran tentang Hukum Keuangan Negara; dan bagian kedua,
yang merupakan pendapat terhadap masalah yang disampaikan.

A. KONSEPSI TEORITIK

Sebagai alat untuk melakukan analisis terhadap kasus yang sedang dihadapi akan
disajikan paparan teoritik terkait dengan berbagai aspek tentang Keuangan Negara.

3|Page
DRS. SISWO SUJANTO, DEA
AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

Dalam kaitan ini, pertama-tama yang harus dipahami adalah bahwa, sesuai dengan
konsep teoritis, tidak terdapat perbedaan antara Keuangan Negara dengan Keuangan
Daerah. Dalam konsep Keuangan Negara, Pemerintah Daerah dianalogikan sebagai
miniatur negara. Artinya, berbagai fungsi negara dilaksanakan dalam suatu wilayah yang
lebih sempit. Oleh karena itu, Undang-undang Keuangan Negara tidak membedakan
antara keduanya.

Sehubungan dengan itu, dalam sajian berikut ini, apa yang tertulis dalam konsepsi
tentang Keuangan Negara, berlaku pula dalam hal Keuangan Daerah. Kecuali, dalam hal-
hal tertentu yang telah dinyatakan.

1. PENGERTIAN KEUANGAN NEGARA

Keuangan Negara pada prinsipnya adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban negara
dalam melaksanakan fungsi (pemerintahan) negara.

Pengertian tentang keuangan negara tersebut di masa lalu, diatur dalam berbagai ketentuan
terkait dengan pengelolaan/administrasi Keuangan Negara.

Pada saat ini, pengertian tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara Pasal 1 angka 1. Selanjutnya, dalam Undang undang tersebut,
sebagaimana diatur dalam pasal 2, pengertian Keuangan Negara dijelaskan secara rinci,
yaitu meliputi semua hak dan kekayaan negara sebagaimana tercantum dalam APBN yang
merupakan kekayaan negara yang dikelola sendiri, kekayaan negara yang dikelola oleh
pihak lain, dan kekayaan pihak lain yang dikelola oleh Negara.

4|Page
DRS. SISWO SUJANTO, DEA
AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

2. PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Menurut studi Ilmu Hukum Keuangan Negara, Pengelolaan Keuangan Negara terbagi
dalam dua aspek (sisi), yaitu : aspek politis dan aspek administratif.

Sudut pandang dari dua aspek sebagaimana tersebut di atas ditrapkan pula di Indonesia.
Bahkan, di Indonesia pemisahan dimaksud diwujudkan secara tegas dengan
menempatkan kedua aspek pengelolaan keuangan negara tersebut dalam undang-undang
yang berbeda. Yaitu, aspek politis pengelolaan keuangan negara dalam Undang-undang
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, sedangkan aspek administratifnya dalam
Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

a.Aspek Politis

1. Anggaran Negara merupakan kesepakatan politik.


Dalam kajian Ilmu Hukum Keuangan Negara, aspek politik keuangan negara ini secara
substansi mengatur hubungan hukum antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif
dalam rangka penyusunan dan penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN).

Secara konkrit, aspek politis keuangan negara tersebut terkait dengan pelaksanaan
pemikiran/ ide yang terkandung dalam undang-undang dasar. Yakni, mengatur
bagaimana amanah undang-undang dasar yang meliputi penyelenggaraan pemerintahan
negara dan pemenuhan hak-hak azasi warga negara harus diwujudkan.

Amanah undang-undang dasar dimaksud diwujudkan dalam bentuk kegiatan pengelolaan


rumah tangga negara, baik dari aspek kegiatan yang akan dilaksanakan maupun dari
aspek pembiayaannya (financing). Dari aspek pembiayaan, pada hakekatnya, menjawab
pertanyaan bagaimana pemerintah dapat membiayai kegiatan pemerintah dalam rangka

5|Page
mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan dan pemenuhan hak-hak azasi warga
negara.

Setiap tahun, lembaga legislatif, sebagai wakil rakyat membuat kesepakatan dengan
lembaga eksekutif mengenai rencana kerja yang harus dilakukan dalam rangka
mewujudkan amanah undang-undang dasar tersebut di atas. Kesepakatan tersebut bukan
saja berisi kegiatan-kegiatan yang harus dan akan dilaksanakan, akan tetapi juga berisi
bagaimana cara pembiayaannya. Dalam arti, dari mana pendanaan untuk membiayai
kegiatan tersebut dapat diperoleh. Kesepakatan inilah yang kemudian dikenal secara luas
dengan istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dengan demikian, secara politis, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah suatu
bentuk kesepakatan antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif yang berisi rencana
kegiatan dan cara pembiayaannya. Dalam kesepakatan tersebut lembaga legislatif
memberikan kewenangan sepenuhnya kepada lembaga eksekutif untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang tertuang didalamnya, di satu sisi, dan
memberikan kewenangan untuk mengupayakan pendanaan dalam rangka membiayai
kegiatan tersebut. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah autorisation
parlementaire.

Konsekuensi logis dari kesepakatan tersebut adalah :

Lembaga legislatif memiliki hak untuk melakukan pengawasan agar kesepakatan tersebut
dilaksanakan dengan baik dan benar. Dalam arti bahwa seluruh rencana kegiatan yang
tertuang dalam kesepakatan dimaksud harus dapat diwujudkan. Disamping itu, lembaga
legislatif memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban terhadap realisasi
kesepakatan dimaksud.

Sedangkan lembaga eksekutif memiliki kewajiban untuk melaksanakan dan mewujudkan


program kerja sesuai dengan rencana yang telah disepakati, serta menyampaikan
pertanggungjawaban baik dari segi kinerja maupun keuangan. Sementara itu, hak yang
dimiliki oleh lembaga eksekutif berupa kewenangan untuk mengupayakan pendanaan
dalam koridor kebijakan umum yang telah disepakati bersama.

6|Page
DRS. SISWO SUJANTO, DEA
AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

Untuk dapat melakukan pengawasan secara efektif dan efisien terhadap pengelolaan
anggaran negara yang dilaksanakan oleh lembaga eksekutif, lembaga legislatif memiliki
peralatan ataupun prinsip-prinsip yang dikenal sebagai Golden Principles Of Budget
Execution, yang terdiri dari: prinsip-prinsip anterioritas, annualitas, universalitas, unitas,
dan prinsip spesialitas/ spesifitas.

2. Materi yang terkandung dalam Anggaran Negara

Secara sederhana penyusunan anggaran negara dilakukan dengan cara mencari titik temu
antara keinginan yang tidak terbatas dengan ketersediaan dana yang terbatas. Pada titik
temu tersebut kemudian disusunlah skala prioritas.

Oleh sebab itu, dengan tetap memperhatikan skala prioritas yang disusun, sepanjang tidak
bertentangan dengan amanah undang-undang dasar yang secara rinci dituangkan dalam
berbagai ketentuan (undang-undang) sebagai pelaksanaan, di satu sisi, dan terdapat
kemungkinan untuk menyediakan pendanaan untuk membiayai kegiatan yang
direncanakan dimaksud, di sisi lain, lembaga legislatif bersama lembaga eksekutif, secara
prinsip, memiliki kebebasan menuangkan berbagai rencana kegiatannya dalam anggaran
negara sesuai kebutuhan.

Kendati, kalau diamati dari sudut teori, fungsi-fungsi penyelenggaraan pemerintahan di


berbagai negara tidak banyak berbeda, kandungan yang termuat dalam setiap fungsi
maupun teknik pengelompokan kegiatan dari negara yang satu dengan lainnya ternyata
sangat bervariasi. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor
politis dan faktor ekonomis negara yang bersangkutan.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, di lembaga Eksekutif, setiap tahun, Pemerintah


mengumpulkan rencana kerja berbagai kementerian/ lembaga dalam suatu dokumen yang

7|Page
disusun atas dasar Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Ini adalah suatu
bentuk perencanaan fisik terkoordinasikan yang nantinya digunakan untuk menyusun

DRS. SISWO SUJANTO, DEA


AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

kebutuhan dana anggaran. Itulah sebabnya, setiap tahun, semua kementerian/ lembaga,
tanpa kecuali, diwajibkan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran untuk disampaikan
kepada Pemerintah, cq. Menteri Keuangan, selaku Pengelola Fiskal. Dokumen tersebut,
pada saat ini, dikenal dengan nama RKA-K/L.

Dengan demikian, ditinjau dari sudut substansi, dokumen RKA-K/L mengandung dua
unsur yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain yaitu, Rencana Kerja dan Rencana
Anggaran. Sebagaimana dikemukakan di atas, Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
tersebut kemudian dihimpun oleh Pemerintah (dilakukan oleh Bappenas) dan disusun
menjadi Rencana Kerja Tahunan Pemerintah. Sementara itu, Rencana Anggarannya,
dihimpun oleh Menteri Keuangan, selaku Pengelola Fiskal, untuk kemudian disusun
menjadi dokumen Rancangan Undang-Undang APBN (RUU-APBN).

b. Aspek Administratif

Bila aspek politik keuangan negara secara substansi mengatur hubungan hukum antara
lembaga legislatif dan lembaga eksekutif dalam rangka penyusunan dan penetapan
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), aspek administratifnya mengatur
hubungan hukum antar instansi dalam lembaga eksekutif dalam rangka pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Dalam aspek administratif pengelolaan keuangan negara terdapat serangkaian tindakan


(sequential act) yang diawali dengan pemberian kewenangan oleh Presiden sebagai
Kepala Pemerintahan kepada para pembantunya, penerbitan dokumen yang dijadikan
dasar dalam melaksanakan UU APBN, dan pelaksanaan kegiatan.

8|Page
DRS. SISWO SUJANTO, DEA
AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

1. Otorisasi Presiden

Pemberian otorisasi parlementer dalam bentuk pengesahan dan penetapan Undang-


undang APBN, menandai berakhirnya tahapan politis dalam pengelolaan keuangan
Negara. Selanjutnya, pengelolaan keuangan Negara memasuki tahapan administratif.

Secara konkrit, aspek administratif keuangan negara tersebut terkait dengan teknik
bagaimana Undang-undang APBN dilaksanakan. Yakni, mengatur bagaimana
kesepakatan antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif yang telah dituangkan dalam
Undang-undang APBN dapat diwujudkan oleh berbagai instansi di dalam Kementerian/
Lembaga.

Mengawali tahapan administratif tersebut, sebagai tindak lanjut dari pemberian otorisasi
parlementer yang diberikan kepada Pemerintah, Pemerintah, dalam hal ini Presiden,
kemudian menerbitkan Otorisasi Presiden (Presidential Authorization) yang ditujukan
kepada para Menteri/ Pimpinan Lembaga sebagai pengguna anggaran (budget user).

Secara substansi, Otorisasi Presiden tersebut berupa pemberian mandat/ kuasa kepada
para Menteri/ Pimpinan Lembaga untuk melaksanakan berbagai kegiatan beserta alokasi
dana sebagaimana telah dituangkan dalam Undang-undang APBN. Di dalam system
pengelolaan keuangan Negara Indonesia, Otorisasi Presiden dimaksud diwujudkan
dengan peraturan presiden yang mengatur tentang rincian APBN.

Bila dicermati dengan saksama, lahirnya Otorisasi Presiden tersebut mengandung dua
makna penting. Pertama, di pihak Kementerian Keuangan dan, kedua, di pihak
Kementerian/ Lembaga.

9|Page
Di pihak Kementerian Keuangan keputusan Presiden tersebut menandai: pertama,
berakhirnya peran Menteri Keuangan yang selama pembahasan bersama DPR bertindak
mewakili Presiden dan berperan selaku Penguasa Fiscal (Fiscal Authority); dan kedua,
menandai dimulainya peran Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
(Treasurer) yang mengendalikan pengeluaran berbagai kementerian/ lembaga agar

DRS. SISWO SUJANTO, DEA


AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

bertindak sesuai UU APBN dan mematuhi aturan dalam tata kelola administrasi
Keuangan Negara.

Sedangkan di pihak Kementerian/ Lembaga, membebankan kewajiban kepada para


Menteri untuk melaksanakan kesepakatan yang telah disetujui antara Pemerintah dengan
DPR sesuai bidangnya masing-masing.

Dengan demikian, terkait dengan makna kelahiran Otorisasi Presiden tersebut --


khususnya makna kedua--, berbagai tindakan para pejabat publik dalam pelaksanaan
APBN (dalam tahapan administratif) hanya merupakan operasionalisasi keputusan
politis. Dengan kata lain, berbagai tindakan/ keputusan para pejabat publik terkait dengan
pelaksanaan APBN adalah sekedar membuat berbagai keputusan yang telah dituangkan
dalam APBN menjadi sesuatu yang nyata. Perubahan dalam bentuk apa pun, kecuali
telah diberikan mandat sebelumnya oleh Lembaga Legislatif, ditinjau dari sudut Hukum
Keuangan Negara, merupakan suatu bentuk pelanggaran. Hal ini karena setiap perubahan
yang terjadi sebagai akibat keputusan pejabat public dapat dipastikan akan melanggar
prinsip pengelolaan Keuangan Negara (Golden Principles) sebagaimana dikemukakan di
atas.

2. Penerbitan Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Dalam rangka mengoperasionalkan keputusan politik yang tertuang dalam UU APBN,


setiap Kementerian/ lembaga kemudian wajib menyusun dokumen pelaksanaan. Di
dalam sistem tata kelola keuangan negara Indonesia -- menurut undang-undang bidang

10 | P a g e
keuangan negara – dokumen dimaksud dikenal dengan nama Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA).

Secara prinsip, sesuai alur pemikiran yang disampaikan di atas, DIPA suatu kementerian/
lembaga berisi segala rincian kegiatan dan sekaligus rincian pembiayaan (anggaran) yang
diperlukan yang akan dilaksanakan selama satu tahun ke depan. Sebagai alat operasional,
dokumen (DIPA) tersebut kemudian terbagi dalam unit-unit kerja kementerian/ lembaga
yang dikenal dengan istilah Satuan Kerja (Satker). Artinya, setiap Satker akan memiliki

DRS. SISWO SUJANTO, DEA


AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) sendiri-sendiri sebagai alat operasional dalam


melaksanakan kegiatannya.

Bila dicermati, dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) tersebut memiliki dua arti
penting. Pertama, dilihat dari sudut Hukum Keuangan Negara; dan kedua, dilihat dari
sudut manajemen, khususnya, manajemen keuangan negara.

Ditinjau dari sudut Hukum Keuangan Negara, DIPA merupakan dokumen yang memiliki
karakter otorisasi yang dijadikan dasar bagi pelaksanaan pengeluaran negara. Bila
diperhatikan dengan seksama, penerbitan DIPA tersebut merupakan bagian terakhir dari
suatu rangkaian pemberian otorisasi (kewenangan). Yaitu, yang dimulai dengan Otorisasi
Parlemen (otorisation parlementaire) dari lembaga legislatif kepada lembaga eksekutif
yang berupa UU APBN; kemudian diikuti dengan Otorisasi Pemerintah (Otorisation
Gouvernementale) dari Presiden kepada setiap kementerian/lembaga yang diwujudkan
dalam bentuk Peraturan Presiden tentang Rincian APBN; dan terakhir, Otorisasi
Kementerian (Otorisation Ministeriele) dari Kepala Kementerian/ Lembaga kepada para
pejabat bawahannya (Kepala Satuan Kerja) dalam bentuk DIPA.

Terkait dengan itu, penerbitan berbagai (surat) keputusan oleh pejabat publik dalam
pelaksanaan APBN bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri, melainkan
merupakan akibat dari suatu keputusan politis yang telah diambil dalam rangka
penyusunan dan penetapan Undang-undang APBN. Penerbitan surat keputusan oleh para

11 | P a g e
Pejabat Publik dimaksud adalah suatu bentuk tindakan dalam pemenuhan unsur untuk
melengkapi langkah operasionalisasi keputusan politis.

Sedangkan ditinjau dari sisi lainnya, yaitu dari sudut manajemen keuangan negara, DIPA
merupakan sebuah dokumen acuan bagi pelaksanaan kegiatan dan anggaran untuk setiap
satuan kerja sebuah kementerian/ lembaga. Dus, DIPA tersebut merupakan alat kendali
(means of control). Yaitu, merupakan alat kendali operasional :

DRS. SISWO SUJANTO, DEA


AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

 agar berbagai keputusan yang dilakukan oleh para pejabat publik di kementerian/
lembaga tetap mengacu dan sejalan dengan keputusan politik,
 agar pelaksanaan kegiatan dan pelaksanaan pengeluaran anggarannya tetap
memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan anggaran (keuangan negara), antara
lain: prinsip annualitas, prinsip spesialitas, dlsb.

Kedua hal di atas itulah, pada hakekatnya, yang melandasi makna hubungan antara UU
APBN dengan DIPA.

3. Pelaksanaan Kegiatan

Satu hal yang menjadi kunci dalam pelaksanaan kegiatan terkait dengan alokasi
pendanaan yang tercantum dalam UU APBN adalah, bahwa proses pelaksanaan
pengeluaran negara untuk pembiayaan kegiatan dimaksud harus mengikuti prosedur baku
dan berpatokan pada norma-norma pengelolaan keuangan negara. Keharusan tersebut
merupakan kunci untuk menghindarkan Negara dari kemungkinan mengalami kerugian.

Sejalan dengan itu, pemikiran utama yang harus dijadikan landasan bagi para pejabat /
pengelola keuangan negara dalam melakukan tindakan pengeluaran negara adalah dengan
menghindarkan terjadinya kerugian negara.

12 | P a g e
Tindakan tersebut diawali dengan memastikan terselenggaranya organisasi pengelolaan
keuangan negara di semua unit jajarannya agar mampu menjamin terselenggaranya
mekanisme chek and balance diantara para pejabat pemegang kewenangan. Secara
konkrit, tindakan tersebut dilakukan dengan cara memisahkan secara tegas pemegang
fungsi pengambil keputusan yang dapat mengakibatkan pengeluaran negara degan
pemegang fungsi perintah pembayaran.

Selanjutnya, adalah menjamin bahwa terhadap keputusan pejabat pengambil keputusan


yang dapat mengakibatkan pengeluaran negara tersebut harus dilakukan pengujian-
pengujian yang diperlukan, yaitu pengujian dari aspek wetmatigheid, rechtmatigheid dan
doel matigheid. Maksud yang terkandung dalam tindakan pengujian dimaksud, pada
prinsipnya, adalah memberikan jaminan atau kepastian bahwa pemerintah :

DRS. SISWO SUJANTO, DEA


AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

 telah memperoleh haknya dalam perikatan yang dibuatnya dengan pihak lain
(rekanan),
 hanya akan membayar kepada pihak lain berdasarkan kesepakatan/ perikatan yang
dibuatnya, dan
 pembayaran tersebut sesuai dengan prestasi yang diterimanya dalam koridor
perikatan yang ada.

Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan pengujian wetmatigheid pada prinsipnya
adalah pengujian yang mempertanyakan dasar hukum pengeluaran negara yang akan
dilakukan. Dalam hal ini, fokus pertanyaan adalah terkait dengan ketersediaan alokasi
anggaran dalam APBN yang selanjutnya dituangkan dalam dokumen pelaksanaan
Anggaran.

Pengujian rechtmatigheid pada hakekatnya mempertanyakan mengapa pihak lain


(rekanan) melakukan tagihan kepada negara. Secara prinsip, jawaban yang diharapkan
adalah pengungkapkan tentang adanya kesepakatan antara pemerintah dengan pihak lain,
penyerahan barang/jasa yang diperjanjikan, dan besaran biaya/harga yang ditagihkan atas
dasar perjanjian tersebut.

13 | P a g e
Pengujian doelmatigheid pada dasarnya mempertanyakan kelayakan/ tujuan penggunaan
dana yang dialokasikan dalam dokumen APBN.

3. KERUGIAN NEGARA

Menurut definisi, yang dimaksud dengan kerugian Negara adalah kekurangan asset/
kekayaan Negara karena suatu perbuatan melanggar/ melawan hukum, lalai yang dilakukan
oleh para pejabat pengelolanya ataupun oleh pihak-pihak lain, ataupun karena force majeur.

Kekurangan asset/ kekayaan ini dapat terjadi antara lain karena uang yang seharusnya
disetor, tidak disetor; kekayaan yang seharusnya menjadi milik Negara, tidak menjadi milik
Negara; atau dapat juga antara lain, karena uang yang berada di kas Negara berkurang
secara melanggar/ melawan hukum; atau asset yang menjadi milik Negara terlepas dari
kepemilikan Negara secara melanggar/ melawan hukum. -------
DRS. SISWO SUJANTO, DEA
AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

Kerugian negara dinyatakan telah terjadi pada saat terjadinya perbuatan melawan hukum
yang mengakibatkan kekurangan asset negara dimaksud. Konkritnya, dalam Hukum
Keuangan Negara, terjadinya kerugian negara, yang dalam hal ini merupakan akibat,
dikaitkan dengan saat (tempus) terjadinya perbuatan yang merupakan sebab dalam suatu
hubungan sebab-akibat (causaliteits verband). ------------------------------------------------------

Dalam konsepsi hukum keuangan Negara kerugian negara memiliki sifat nyata dan pasti.
Hal tersebut mengandung pengertian bahwa, pertama, keberadaan kerugian negara tidak
boleh sekedar merupakan potensi, melainkan bahwa keberadaannya harus benar-benar
dapat dibuktikan; kedua, bahwa besaran kerugian negara tersebut harus terukur, oleh
karena itu tidak boleh dihitung atas dasar asumsi, atau menggunakan metode oportunitas (
opportunity methode ).
------------------------------------------------------------------------------------------------

Terkait dengan itu, berbeda dengan penilaian terhadap aset dalam bentuk uang yang sudah
memiliki kepastian dalam nilai, yaitu sebagaimana tercantum dalam catatan pembukuan,
untuk aset dalam bentuk barang (bukan uang) nilai pasti dimaksud diperoleh dari

14 | P a g e
perhitungan atau taksasi yang dinyatakan oleh lembaga / institusi yang berkompeten untuk
melakukan perhitungan dengan menggunakan harga (pasar) yang berlaku pada saat
kerugian negara dimaksud terjadi.
-----------------------------------------------------------------------------------------

Dari sudut Hukum Keuangan Negara penghitungan besaran kerugian Negara, secara
prinsip, dilakukan dengan memperbandingkan antara Alokasi dana anggaran yang
digunakan dalam kegiatan yang bersangkutan, dengan pencapaian tujuan dan manfaat yang
telah ditetapkan dalam UU APBN ataupun Perda APBD.
-------------------------------------------------------------

Dengan mengacu pada adagium di atas, maka makna pengertian kekurangan asset negara,
bukanlah semata-mata hanya berupa kekurangan asset dari segi fisik, melainkan dapat juga
terjadi karena hilangnya kemampuan pemerintah dalam memanfaatkan asset yang dimiliki/
dikuasainya yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum para pejabat negara
ataupun pihak-pihak lain.
DRS. SISWO SUJANTO, DEA
AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

Hilangnya kemampuan Pemerintah dalam memanfaatkan asset yang dimiliki/ dikuasainya


tersebut di atas, pada dasarnya, telah mengakibatkan terjadinya kerugian negara. Hal ini
mengingat bahwa pada kenyataannya pada periode tahun anggaran yang bersangkutan dana
yang dialokasikan dalam APBN/ APBD tidak lagi ada di Kas Negara/ Kas Daerah,
sehingga tidak memungkinkan Pemerintah melaksanakan kegiatannya yang telah
direncanakan sebagaimana telah dituangkan dalam APBN/ APBD. Artinya, pada periode
tahun anggaran tersebut Pemerintah tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam
penyediaan layanan kepada masyarakat, khususnya layanan terkait yang seharusnya
diwujudkan.

4. PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Sebagaimana telah disampaikan dalam penjelasan diatas, bahwa kerugian negara pada
hakikatnya, adalah merupakan sebuah akibat. Sementara itu, sesuai dengan penyebabnya,

15 | P a g e
yang dalam hal ini merupakan perbuatan yang dapat terjadi baik di ranah administrasi
maupun di ranah non-administrasi .telah memberikan sifat dan teknik penyelesaian
kerugian negara yang terjadi.
--------------------------------------------------------------------------------------

Di ranah administrasi, perbuatan tersebut dapat dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan
negara baik sebagai administrator, yang merupakan pejabat yang tidak secara langsung
mengelola keuangan negara, maupun pejabat yang secara langsung melakukan pengelolaan
keuangan negara yang dikenal sebagai Bendahara. -------------------------------------------------

Sedangkan di ranah non-administrasi, perbuatan dimaksud dapat dilakukan oleh setiap


orang, dan perbuatan tersebut dapat terjadi dalam bentuk perbuatan perdata ataupun dalam
bentuk perbuatan pidana. -------------------------------------------------------------------------------

Pembedaan dalam ranah yang pada gilirannya memberikan sifat terhadap kerugian negara
tersebut, disamping terkait dengan teknik penyelesaian kasus kerugian negara itu sendiri,
juga terkait dengan kewenangan Majelis Hakim yang mengadili kasus kerugian negara
tersebut. ---------------------------------------------------------------------------------------------------
DRS. SISWO SUJANTO, DEA
AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

Pembedaan dalam ranah yang pada gilirannya memberikan sifat terhadap kerugian negara
tersebut, disamping terkait dengan teknik penyelesaian kasus kerugian negara itu sendiri,
juga terkait dengan kewenangan Majelis Hakim yang mengadili kasus kerugian negara
tersebut. Maksudnya, bahwa penyelesaian kerugian negara itu sendiri secara proporsional
akan mengikuti kaidah yang berlaku sesuai nature atau sifatnya. --------------------------------

Konkritnya, bahwa dalam kasus-kasus yang masuk dalam ranah administrative akan
diputuskan oleh Majelis dalam peradilan administrative dan penyelesaian kerugian negara
dengan menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku dalam ranah adinistratif, sedangkan
kasus-kasus yang masuk dalam ranah non-administrative, yaitu dalam ranah perdata dan
pidana, akan diputuskan oleh Majelis dalam peradilan non-administrative, yaitu peradilan

16 | P a g e
umum, dengan pola penyelesaian kerugian negara dengan menggunakan kaidah-kaidah
yang berlaku dalam ranah perdata ataupun pidana.

III. Pendapat

Atas pendapat Majelis Hakim khususnya Hakim anggota I dan Hakim anggota 2 dalam
pertimbangannya pada halaman 196 alinea ke-3 menyatakan kepastian uang garansi
bank yang diperhitungkan sebagai kerugian negara tersebut masih tetap ada dengan
alasan pihak Bank BNI selaku penyimpan dana menjelaskan demikian dan juga Bank
BNI merupakan Bank yang nota bene milik negara/ BUMN serta status Bank BNI yang
sehat sehingga keberadaan uang/ dana garansi bank aman hingga saat ini, dengan
demikian menurut hemat Hakim anggota I dan Hakim anggota II bentuk kerugian negara
sebagaimana diuraikan oleh Penuntut Umum dalam surat tuntutannya belum dapat
dipastikan atau masih bersifat potensial lost belum memiliki kepastian. Atas dasar
pendapat yang tertuang dalam putusan Majelis Hakim sebagaimana tersebut di atas,
secara akademis saya menyampaikan pendapat atas dasar pertanyaan yang diajukan,
sebagai berikut :

DRS. SISWO SUJANTO, DEA


AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

1. Dari kasus posisi tersebut, bahwa dana yang ada di Bank BUMN tersebut tetap
saja tidak dapat dimanfaatkan oleh negara. apakah tindakan tersebut bisa
mengakibatkan kerugian negara ? mohon ahli jelaskan !
1. Dengan mengacu pada penjelasan sebagaimana disampaikan dalam
jawaban sebelumnya, pengertian kekurangan asset negara, disamping
kekurangan asset dari segi fisik, dapat juga terjadi karena hilangnya
kemampuan pemerintah dalam memanfaatkan asset yang dimiliki/
dikuasainya yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum para
pejabat negara ataupun pihak-pihak lain. Atas dasar pemikiran
tersebut, terkait dengan kasus di atas, walaupun pada kenyataannya
dana Pemerintah Daerah ..... sebesar Rp..... berada di Bank Negara
Indonesia, karena tidak berada di Kas Pemerintah daerah.... , dan oleh

17 | P a g e
karena itu tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan
Pemerintah daerah .... sebagaimana telah direncanakan dan ditetapkan
dalam APBD merupakan kerugian negara.

2. Menurut pendapat ahli berapa nilai kerugian Negara yang terjadi dalam kasus
ini?
2. Menurut pendapat saya dengan mengacu pada definisi sebagaimana
disampaikan dalam penjelasan diatas besarnya kerugian Negara adalah
sebesar nilai asset (hak) yang seharusnya tidak terlepas dari kekuasaan
negara, tetapi menurut kenyataan terlepas dari kekuasaan negara dan
dikuasai/dimiliki oleh pihak lain.

3. Apa indikatornya sehingg ahli menyimpulkan dalam peristiwa hukum tersebut


telah terjadi kerugian keuangan negara?

3.
Mengacu pada penjelasan yang telah disampaikan di atas bahwa
pemberian alokasi dana oleh lembaga legislatif yang telah dituangkan
dalam APBN/ APBD, pada prinsipnya, adalah untuk menjamin
kepastian tindakan/ kegiatan pemerintah dalam menyediakan layanan
publik untuk menjamin hak-hak azasi masyarakat. Yaitu, dalam bentuk
manfaat yang seharusnya diterima oleh masyarakat.
Atas dasar hal tersebut, untuk dapat memastikan ada atau tidaknya
kerugian negara dalam sebuah kegiatan pemerintah dideteksi dengan
cara membandingkan antara alokasi dana, tercapainya tujuan, dan
DRS. SISWO SUJANTO, DEA
AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

manfaat sebagaimana dimaksudkan dalam perencanaan dan kemudian


dituangkan dalam pengalokasian anggaran dengan tercapainya
kegiatan itu sendiri dan manfaat yang diterima oleh masyarakat.
Terkait dengan itu, dapat diberikan contoh sebagai berikut: ketika
alokasi danan telah digunakan sebesar 100%, sementara tujuan dan
manfaat yang diharapkan sama sekali tidak tercapai, atau sama dengan
0%, maka besaran kerugian negara/ daerah dihitung dari besaran
selisih uang yang seharusnya tidak keluar, tetapi keluar, yaitu sebesar
100% dihadapkan dengan manfaat yang dicapai, yaitu sebesar 0%.
Sehingga kerugian negara/ daerah adalah sebesar 100% dari
keseluruhan dana yang dialokasikan dalam APBN/ APBD. Atau dalam
istilah yang umum digunakan adalah merupakan kerugian total (Total
lost).
18 | P a g e
4. Bagaimana status Uang Muka Pekerjaan yang dijaminakan oleh pihak BNI
dalam Garansi Bank Jaminan Uang Muka, mengingat BNI yang juga
merupakan BUMN yang menjadi bagian dari Negara.
4. Perlu disampaikan bahwa tata kelola keuangan negara dipisahkan
sesuai dengan pembidangan sebagaimana tertuang dalam undang
undang no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dengan
pembidangan tersebut peran subyek (pemerintah), tata kelola obyek
(keuangan negara), dan tujuan pengeluaran (untuk penyediaan layanan
publik dan kepentingan mencari keuntungan) masing-masing berbeda.
Demikian juga, organisasi dan manajemen instansi masing-masing
juga berbeda.--------
Konsekuensi dari pola tersebut, hubungan antara satu dan instansi
lainnya didasarkan pada hubungan rasional antar organisasi/
kelembagaan, dan bukan merupakan hubungan intra kelembagaan.
Dengan demikian, jaminan uang muka di suatu bank milik negara
yang tidak dapat dicairkan, tidak dapat dinyatakan bahwa uang negara
tersebut dikuasai atau dimiliki negara. Hal ini bukan semata mata
karena secara fisik uang tersebut tidak berada di Kas Negara/ Daerah,
akan tetapi karena pada dasarnya Pemerintah tidak dapat
menggunakan uang tersebut untuk membiayai kegiatannya yang telah
diamanatkan oleh rakyat melalui lembaga legislative pada suatu
periode yang telah ditetapkan.

DRS. SISWO SUJANTO, DEA


AHLI HUKUM KEUANGAN NEGARA

Oleh karena itu, kerugian negara yang terjadi di suatu institusi/


lembaga Pemerintah tidak dapat kemudian dinyatakan sebagai tidak
ada, karena alasan bahwa satu dan lain sebab uang tersebut berada di
Kas sebuah BUMN, dan tidak dapat dicairkan dan dikembalikan ke
Kas Negara/ Kas Daerah.
Atau dengan kata lain, bahwa kerugian Negara/ Daerah dimaksud
kemudian dinyatakan tidak tidak ada atau dinyatakan tidak pernah
terjadi dengan alasan bahwa uang tersebut masih berada di sebuah
institusi perbankan yang nota bene merupakan bagian dari Negara.

19 | P a g e
* *

Bandung, 12 Oktober 2022

20 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai