MOTTO
“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali atas izin Allah, dan
barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Banyak tradisi buruk bangsa arab yang diharamkan dan dihapus oleh
Islam, di antaranya adalah tradisi menyembah berhala dan
diperintahkan hanya untuk menyembah Allah semata. Tradisi
mensekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Dengan kata lain, satu
sisi ia percaya kepada Allah sebagai Tuhan, namun di sisi lain
membuat ritual keagamaan yang bertentangan dengan ketundukan dan
pengakuan mutlak kepada Allah
"Ada ombak berarti harus masuk ke dalam ombak. Ada gunung saya
harus menjelajahi gunung. Ada di dalam hutan belantara dan
sebagainya. Itu secara manusia dan teori antropologi itu sudah sangat
kental masalah ini," tambah Prof Alie.
Namun, menurut Prof Alie, siapa pun, termasuk negara tak boleh
mencampuri kepercayaan ini, karena merupakan "ranah yang
istimewa".
Peristiwa ritual di pantai yang menelan korban jiwa bukan sekali terjadi.
Berdasarkan pemberitaan sejumlah media terdapat peristiwa serupa di
daerah lain ,yaitu:
Terakhir adalah kasus ibu dan anak yang terseret ombak saat melakukan
Melukat di Pantai Biaung, Bali, pada Mei 2021. Melukat adalah upacara
pembersihan pikiran dan jiwa dalam diri manusia.
Dan, tiga orang meninggal terseret ombak di Pantai Paseban, Jawa Timur
saat melakukan ritual penyembuhan penyakit 2018 silam.
Berdasarkan apa yang dipaparkan diatas, penulis tertarik untuk meneliti dengan
judul: “Komunikasi Aparat Desa Dalam Memberikan Pemahaman Bahaya
Ritual Laut Payangan , maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a. Sebegai referensi masyarakat luas untuk lebih memahami
tentang
persitiwa komunikasi yang terjadi pada sebuah tradisi dan makna
komunikasi yang terdapat pada tradisi tertentu.
b. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi
pemerhati kebudayaan yang kemudian dapat dijadikan sebagai
cara.
untuk pemahaman kepada masyarakat dampak yang terjadi terkait
adanya tradisi ritual laut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Upacara petik laut merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat
nelayan Puger, dengan latar belakang suku, agama dan budaya yang beragam,
membuat masyarakat memiliki pandangan tersendiri dalam melakukan kegiatan
tersebut yang masyarakatnya berasal dari suku Jawa, Madura, Mandarin, dan juga
Tionghoa. petik laut adalah upacara ritual yang dilakukan masyarakat nelayan
puger untuk mengungkapkan rasa syukur mereka atas kebaikan, hasil laut, berlayar
menuju keselamatan di sisi Tuhan dan dilakukan setiap bulan os Suroor muharram
setiap tahun.
Tujuan dari upacara petik laut di puger adalah mereka berharap akan mendapatkan
banyak ikan, keselamatan saat mereka memancing dan berlayar. Ada beberapa
kontradiksi antara mayoritas nelayan dan pemuka agama atau ulama yang
berhubungan dengan upacara petik laut. Sebagian besar pemuka agama tidak setuju
dengan upacara petik laut karena kepercayaan nelayan bahwa mereka akan
mendapatkan banyak ikan ketika upacara petik laut dilakukan. Ini tentang percaya
bahwa hanya Allah yang memberi kita keselamatan dan rezeki atau harta (ikan).
Sebagian besar masyarakat nelayan percaya bahwa upacara petik laut sebagai agen
untuk keselamatan dan tentang rezeki. Berbeda dengan kebanyakan pemuka agama
atau ulama yang menganggap upacara petik laut adalah syirik (syirik) dalam agama
Islam. Pemikiran yang kontras antara masyarakat nelayan dan pemuka agama
tentang upacara petik laut tidak akan menjadi konflik karena kesadaran mereka
untuk berinteraksi sosial yang baik. Gotong royong dan kebersamaan masih hidup
dalam komunitas mereka di Puger Jember.
Bagian ini berisi tentang pembahasan teori yang dijadikan sebagai perspektif
dalam melakukan penelitian. Pembahasan teori secara lebih luas dan mendalam
akan semakin memperdalam wawasan peneliti dalam mengkaji permasalahan yang
hendak dipecahkan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Berbeda
dengan penelitian kuantitatif, posisi teori dalam penelitian kualitatif diletakan
sebagai perspektif bukan untuk diuji.
a. Pengertian Karakter
berasal dari kata charassein yang artinya “mengukir corak yang tetap dan tidak
terhapuskan”.
Watak atau karakter merupakan perpaduan dari segala tabiat manusia yang bersifat
tetap sehingga menjadi tanda khusus untuk membedakan orang yang satu dengan
yang lain. Sedangkan karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti, yang membedakan seseorang dari
yang lain
Dari beberapa uraian tersebut dapatlah dinyatakan bahwasannya karakter ialah jati
diri yang melekat pada individu dengan menunjukkan nilai-nilai perilaku tertentu
yang membedakan antara individu yang satu dengan yang lainnya.
c. Nilai-nilai Karakter
didik kearah yang lebih baik. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan Nasional
telah merumuskan 18 nilai karakter yang akan ditanamkan dalam diri peserta didik
sebagai upaya dalam membangun karakter bangsa. Berikut 18 nilai karakter versi
Kementerian Pendidikan Nasional diantaranya adalah: religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratif, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.
Landasan Teori
Sebelum melangkah lebih jauh membahas mengenai Ritual Laut yang dilakukan
Pantai Selatan yaitu , perlu dipahami beberapa pengertian yang berkaitan dengan
penelitian yang akan dilakukan, antara lain sebagai brikut:
1. Ritual
a. Pengertian Ritual
Ritual merupakan teknik (cara, metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi
suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga adat sosial dan agama,
karena ritual merupakan agama dalam tindakan.1 Ritual bisa pribadi atau
berkelompok, serta membentuk disposisi pribadi dari pelaku ritual sesuai dengan
adat dan budaya masing-masing. Sebagai kata sifat, ritual adalah dari segala yang
dihubungkan atau disangkutkan dengan upacara keagamaan, seperti upacara
kelahiran, kematian, pernikahan dan juga ritual sehari-hari untuk menunjukan diri
kepada kesakralan suatu menuntut diperlakukan secara khusus.
mengatakan bahwa ritual adalah sesuatu ungkapan yang lebih bersifat logis dari
pada yang bersifat psikologis, ritual memperlihatkan tatanan atas simbul-simbul
yang diobjekkan, simbul- simbul ini memperlihatkan perilaku dan peranan serta
bentuk pribadi para pemuja dan mengikuti mengikuti masing-masing.
b. Tindaka religius, kultur para leluhur juga bekerja dengan cara ini.
sosial dengan merujuk pada pengertian mistis, dengan cara ini upacara-
Oleh karena itu, menjadi jelas bahwa terdapat karakter dari pengalaman para
peserta dalam upacara ritual yang meliputi takut dan tertarik, negatif dan positif,
sikap tabu dan sikap preservasi serta proteksi.
b. Macam-macam Ritual
2.Ritual Hindu
Ada 2 macam ritual orang Hindu, yakni ritual keagamaan vedis dan agamis ,adalah
Ritual vedis pada pokoknya meliputi korban- korban kepada para dewa. Suatu
korban berupa melakukan persembahan, seperti mentega cair, butir-butir padi, sari
buah soma, dan dalam kesempatan tertentu juga binatang, kepada suatu dewata.
Biasanya, sesajian ini ditempatkan pada baki suci kemudian dilemparkan ke dalam
api suci yang telah dinyatakan di atas altar pengorbanan. Imam-imam
mempersembahkan korban-korban melalui perantara dewi api (Agni) yang menjadi
perantara dewa dengan manusia. Ritual vedis tidak hanya bertujuan untuk
mengangkat dan memperkuat prosedur-prosedur sekuler yang berkaitan, namun
lebih dari itu ritual-ritual ini menetapkan suatu hubungan antara dunia Illahi
dengan dunia manusia, bahkan memberi wawasan tentang hakikat yang Illahi.
Sedangkan ritual agamis memusatkan perhatian pada penyembahan puja-pujaan,
pelaksanaan puasa serta pesta-pesta yang termasuk bagian agama Hindu. Orang
Hindu tidak memandang pujaan sebagai penyerapan seluruh keberadaan Tuhan.
Mereka memandang gambaran itu sebagai suatu lambang untuk Tuhan, dan bahkan
ketika menyembah alam, mereka melihat manifestasi dari kekuatan yang Illahi di
dalamnya.8
3. Ritual Jawa
Jawa memiliki tradisi dan bermacam ritual yang beragam,ritual Jawa ditujukan
untuk keselamatan, baik diri sendiri, keluarga dan orang lain. Dalam istilah Jawa
ritual disebut slametan. Slametan merupakan suatu kegiatan mistik yang bertujuan
untuk memohon keselamatan baik didunia dan diakhirat, ritual juga sebagai wadah
bersama masyarakat, yang mempertemukan berbagai aspek kehidupan sosial dan
perseorangan pada saat-saat tertentu.9 Contohnya: Ritual Kematian. Kematian
merupakan proses menuju kehidupan selanjutnya, pada masyarakat Jawa, kematian
adalah suatu hal yang sakral yang mana harus diadakan ritual supaya mayat bisa
sempurna dan arwahnya bisa diterima oleh yang maha kuasa, dalam kebiasaan
orang Jawa kerabat dan keluarga mengadakan beberapa acara ritual, diantaranya,
ritual surtanah, slametan telung dino, mitung Dino, metang puluh dino, nyatus
dino, nyewu dino dan terahir slametan mendak.
c. Tujuan Ritual
Dalam antropologi, upacara ritual dikenal dengan istilah ritus. Ritus dilakukan
untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, agar mendapatkan berkah atau rizki
yang banyak dari suatu pekerjaan, seperti upacara sakral ketika akan turun
kesawah, ada yang untuk menolak bahaya yang telah atau diperkirakan akan
datang, ritual untuk meminta perlindungan juga pengampunan dari dosa ada ritual
untuk mengobati penyakit (rites of healing), ritual karena perubahan atau siklus
dalam kehidupan manusia. Seperti pernikahan, mulai dari kehamilah, kelahiran
(rites of passage cyclic rites), kematian dan ada pula upacara berupa kebalikan dari
kebiasaan kehidupan harian (rites of reversal), seperti puasa pada bulan atau hari
tertentu, kebalikan dari hari lain yang mereka makan dan minum pada hari
tersebut. Memakai pakaian tidak berjahit ketika berihram haji atau umrah adalah
kebalikan dari ketika tidak berihram.11
Dalam setiap ritual penerimaan,ada tiga tahap, yaitu perpisahan, peralihan dan
penggabungan. Pada tahap persiapan, individu dipisahkan dari suatu tempat atau
kelompok atau status. Dalam setiap peralihan, ia disucikan dan menjadi subjek
bagi prosedur-prosedur perubahan. Sedangakan prosedur pada masa penggabungan
ia secara resmi ditempatkanpada suatu tempat, kelompok atau status yang baru.
Ritual penrimaan cenderung dikaitkan dengan krisis-krisis hidup individu-individu.
Dalam semua kelompok masyarakat, ada dua macam inisiasi. Untuk itu, diperlukan
ritual yang menjamin keberhasilan, yakni perubahan peran dan perpindahan
geografis. Dalam kedua inisiasi ini, orang-orang yang bersangkutan harus
melepaskan keterkaitan dan kebiasaan lamanya serta membentuk yang baru.
Dengan kata lain, mereka harus belajar.
Perubahan-perubaha peran terjadi secara kurang lebih teratur dan dapat diramalkan
pada lingkaran-lingkaran hidup individu-individu. Meskipun perubahan peran ini
dan waktunya berbeda dari satu budaya dengan budaya yag lain, pada umumnya
terkaitan dengan kematangan fisiologi. Kelahiran, puberitas, dan kematian
merupakan objek-objek ritual yang universal.
Melalui peristiwa-peristiwa itu, pribadi masuk ke dalam relasi baru dengan dunia
dan komunikasi.Memperoleh kesempatan-kesempatan baru bisa terkena bahaya-
bahaya baru, serta tanggung jawab yang baru pula. Tingkatan-tingkatan lain dalam
siklus kehidupan tampak jelas, perkawinan, belajar, perpindahan tingkat usia, dan
kelompok-kelompok sosial yang lain, mengemban tugas-tugas jabatan atau
melepaskan itu semua merupakan pokok-pokok dari ritual inisiasi. Tidak semua
perubahan peran dapat dicocokan dengan mudah ke dalam kerangka lingkungan
hidup.
Kepercayaan dan juga Agama sangatlah berbeda tidak seperti yang disebutkan
pada pada pernyataan di atas. Kedua hal tidak dapat disamakan dalam hal apapun.
Agama lebih jelas tujuannya dan terdapat aturan agama-agama didalamnya. Tujuan
dari agama tentunya tertuju pada sang pencipta yaitu Tuhan, sedangkan
kepercayaan memang belum jelas ditujukan pada Tuhan atau untuk tujuan tertentu
saja. Seperti tujuan untuk kepentingan duniawi mereka.
Kepercayaan terhadap suatu ritual di Jawa masih sangat dipegang teguh oleh
masyarakatnya, misalnya dalam memperingati kematian seseorang masyarakat
masih mempercayai adanya slametan, upacara slametan diadakan berurutan, dari
hari ke tiga setelah seseorang meninggal, hari ke tujuh, kemudian empat puluh
harian, slametan mendak pisan, mendak pindo, dan peringatan kematian seseorang
untuk terakhir kali. Tindakan seperti itu masih dilakukan oleh masyarakat Islam
Jawa pada, adanya penggabungan antara kebudayaan Jawa pada masa animisme
dengan ajaran agama Islam. Dalam pelaksanaannya slametan yang sekarang
dilakukan sudah tidak menggunakan sesaji-sesaji seperti pada zaman dahulu, pada
kenyataan yang terjadi dimasyarakat Jawa doa-doa yang digunakan seperti tahlil
dan juga sholawat yang ditujukan sebagai pelengkap doa slametan (Amin Darori:
2002: 134).
Dapat diketahui bahwa masyarakat mempercayai ritual selain karena sifatnya yang
masih berkaitan dengan agama namun juga adanya kebudayaan sebagai
karakteristik yang tidak dapat ditinggalkan. Perpaduan antara kebudayaan dan
agama salah satunya terlihat dalam kehidupan masyarakat Islam di Jawa. Mereka
memadukan kebudayaan yang ada dengan ajaran agama Islam. Perpaduan yang
dapat kita ketahui seperti adanya ritual dalam memperingati setiap kejadian yang
ada seperti kelahiran, kematian, dan juga acara-acara seperti memperingati hari
besar agama.
unsur-unsur yang terdapat dalam budaya. Aspek atau unsur terpenting dalam
budaya adalah agama.Menurut Geertz, agama merupakan pattern for behaviour
atau pola tindakan. Agama disini dianggap sebagai bagian dari sistem kebudayaan
yang membekali manusia atau sebagai dasar manusia dalam melahirkan tindakan
dan perilaku kesehariannya.Pola bagi tindakan terkait dengan sistem nilai atau
sistem evaluatif.Dan pola dari tindakan itu terletak pada sistem simbol yang
Geertz pada salah satu esai yang dimuatnya kembali dalam The Interpretation Of
Bagi Geertz, agama merupakan bagian dari suatu sistem kebudayaan yang lbih
meresap dan menyebar luas, dan bersamaan dengan itu kedudukannya berada
dalam suatu hubungan dengan dan untuk menciptakan serta mengembangkan
keteraturan kebudayaan; dan bersamaan dengan itu agama juga mencerminkan
keteraturan tersebut.20Agama dan budaya memiliki hubungan saling keterkaitan
yakni salah satunya terletak pada sifat-sifat dan asal-usul kepercayaaan
keagamaan, hubungan logis dan historis antara mitos, kosmos dan ritus.21 Hal
yang sama juga diungkapkan Frazer, baginya agama adalah sistem kepercayaan
yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan tingkat
kognisi seseorang.
Meskipun anggota masyarakat datang silih berganti akibat faktor kematian atau
kelahiran.
yang di sebut juga “sistem sosial”yang dalamnya mengikuti pola dan aturan
tertentu, misalnya dalam upacara, ritus dan sebagainya.
Setiap pemujaan memiliki dua sisi ganda: satu negatif, dan yang satu positif.
Kedua sisi tersebut sama seperti dua sisi mata uang yang saling berkaitan. Dalam
pemujaan juga seperti itu, sisi negatif dalam pemujaan dapat mempengaruhi sisi
positif dalam pemujaan itu sendiri. Contohnya saja dalam kegiatan ini, jika kita
benar-benar meyakininya, maka semua yang kita inginkan dapat terkabul.
Disini, apa yang diteorikan oleh Peter L. Berger bahwa agama dan budaya
saling menguatkan, tampaknya memang terlihat nyata.
Di satu sisi agama melegitimasi budaya yang ada pada masyarakat tersebut,
dan disisi lain budaya memberikan cover kepada agama sehingga agama
dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat.
4.Tradisi
Kata tradisi pasti identik dengan zaman kuno dan berhubungan dengan
orang-orang klasik. Keberadaan tradisi di tengah-tengah masyarakat
modern saat ini masih bertahan hingga sekarang. Sudah berganti nya
zaman ke globalisasi, bersamaan pula dengan teknologi yang semakin
canggih, namun tradisi juga masih menunjukkan pengaruhnya yang besar
dalam mempengaruhi pemikiran masyarakat sekarang. Indonesia salah
satu Negara yang banyak akan tradisi. Di setiap pulau, daerah-daerah
khususnya yang berada di wilayah semi perkotaan masih percaya dan
memegang erat tradisi. Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang
paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama
dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya
dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. (Juliana,
2017:10)
Tradisi berarti adat kebiasaan turun menurun (dari nenek moyang) yang
masih dijalankan dalam masyarakat. Bisa juga diartikan penilaian atau
anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik
dan benar. Kata lain yang memiliki makna hampir sama adalah budaya.
Tradisi sering dibahaskan dengan adat istiadat. Ada hal yang berkaitan
erat dengan tradisi, pertama adalah karakter, kedua adalah kondisi
geografis. Semua tradisi adalah sesuatu yang diciptakan. Tradisi serta
adat istiadat tercipta karena berbagai macam alasan. Tradisi berkembang
seiring dengan mengalirnya waktu, namun juga bisa diubah atau
ditransformasikan sesuai kehendak pihak yang berkompeten didalam nya.
(ahmad Muhakamurrohman, 2014:114)
5. Sistem Religi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah dengan menggunakan penelitian
kualitatif yang berdasarkan pada paradigma dalam melihat suatu
realitas/fenomena/gejala ketika terjadi perubahan dalam masyarakat dan sesuai
dengan data lapangan yang sesungguhnya, merupakan bagian dari cara pandang
paradigma post- positivisme. Metode penelitian kualitatif yang digunakan oleh
peneliti adalah metode Etnografi yang merupakan deskripsi tentang sutau
kebudayaan atau sistem kelompok sosial dalam masyarakat berupa pola perilaku,
kebiasaan, dan cara hidup.
Penelitian kualitatif ini yang dilakukan oleh peneliti karena di lihat dalam sebuah
fenomena di dalam masyarakat Jawa memunculkan identitas masyarakat tersebut
dan ekspresi keagaamaan yang dimunculkan dengan adanya tradisi ritual laut yang
berakulturasi antara budaya Jawa dan Islam yang ada di masyarakat Pantai
Payangan ,Jawa timur.
2. Observasi
3. Dokumentasi
Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa
diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat,
catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal
kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa
dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam.
Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai
semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang
tidak bermakna
I. LAMPIRAN I
Panduan Wawancara
DAFTAR PERTANYAAN
I. Identitas Informan
1. Nama: Gayuh Anggara
2. Jenis Kelamin:Laki-laki
3. Umur:45 tahun
4. Jabatan:Anggota Aparat (Polisi) Jember.
II. Tragedi Ritual Laut Payangan dan Komunikasi Aparat
Desa Memberi Pemahaman Bahaya Ritua Laut Payangan
1. Bagaimana latarbelakang kronologi tragedi Ritual Laut
Payangan Jember ?
2.Tujuan diadakannya ritual laut ?
3. Apa dampak yang terjadi dari ritual laut tersebut ?
4. Bagaimana reaksi aparat setelah terjadinya ritual laut di pantai
payangan ?
5. Bagaimana komunikasi aparat desa dalam memberikan
pemahaman bahanya Ritual Laut Payangan ?
Bab IV
Hasil Dan Pembahasan
Peta Pantai Payangan (Lokasi Ritual Laut)
Pantai berpasir hitam itu disebut memiliki keindahan yang memesona bagai
khayangan. Panoramanya diperindah dengan bukit yang menjadi latar belakang
pantai tersebut yang bernama Bukit Syarat.
Bukit Syarat diapit oleh dua bukit lainnya, yakni Samboja dan Suroyo. Salah satu
bukit di atasnya terdapat makam tua yang dikenal oleh warga sekitar dengan
sebutan Pati Ulung, diberitakan kanal Jatim Liputan6.com.
Warga yang tinggal di luar Jember, Jawa Timur, mempercayai bahwa di bukit
tersebut dapat membawa pada kekayaan. Karena itu, tak jarang banyak masyarakat
luar Jember yang datang untuk menggelar sejumlah ritual yang sering dikaitkan
dengan hal-hal berbau mistis.
Para korban tersebut diketahui tengah menjalani ritual. Menurut Kapolres Jember
AKBP Hery Purnomo kepada detikJatim, para peserta ritual berdiri di tepi pantai.
Ritual dimulai dengan berdoa terlebih dahulu.Saat ritual tersebut, ada sebagian
peserta yang duduk, namun beberapa lainnya berdiri. Ketika mendekat ke laut,
seluruh peserta posisi berdiri, membentuk dua saf seperti shalat, menghadap laut.
Secara teoritik, ketika air laut menuju surut maka arus akan bergerak menjauhi
pantai menuju ke lepas pantai. Ketika mendekati surut, terlihat elevasi muka laut
diduga menjadi lebih maju ke arah laut.
Akibatnya air turun atau surut antara 0,4 hingga 0,6 meter dari garis pantai pada
kondisi normal.
"Sehingga, pada saat para wisatawan melakukan prosesi ritual berdiri, tanpa
disadari mereka berdiri pada area surutan air yang kemungkinan besar ketika
kondisi normal adalah tempatnya gelombang pecah," ungkapnya.
Pada kondisi siang hari, area gelombang pecah akan dapat mudah dikenali. Ada
banyak buih-buih putih yang dihasilkan setelah pecahnya gelombang menghantam
lereng pantai.
"Ketika malam hari, dengan pencahayaan yang sangat terbatas, kemungkinan buih-
buih putih tidak bisa mudah dilihat," jelasnya.
Hasil Penelitian
Mereka tiba di Pantai Payangan menjelang Minggu dini hari, sekitar pukul 23.00
WIB. Rombongan yang dipimpin oleh seorang guru spiritual dari padepokan
Jamaah Tunggal Jati Nusantara ini bertujuan untuk melaksanakan ritual. Bentuk
meditasinya berupa merendam diri di laut.
Saat melakukan ritual di laut tiba-tiba ombak besar datang dan menyeret 13 orang.
"Namun karena ritual terlalu dekat dengan ombak, maka saat ombak besar
datakhirnya mereka tidak bisa menyelamatkan diri dan tergulung ombak.
Cara mengatasi :
1. Meberikan pemahaman penuh bahaya ritual laut kepada masyarakat.
2. Petugas Pantai harus lebih tegas untuk melarang acara ritual
tersebut ,misal cuaca sedang buruk atau tidak ada yang memantau ritual
tersebut.
3. Perlu adanya keamanan yang ketat agar tidak terjadi kedua kali tragedi
ritual laut.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
1. Sikap Pemerintah antara lain yaitu Anggota Polres ,Perangkat Desa ,Babinsa
Desa khususnya Aparat Desa yang bijak dalam memberikan pemahaman bahaya
ritual laut pantai payangan yang berdampat negatif.
Saran: