Kewarganegaraan Seseorang
Oleh:
Mahmud Kusuma, S.H., M.H.
Melanjutkan bahasan kita terdahulu, yaitu tentang Hukum Kawin Beda Kewarganegaraan atau dalam
bahasa Undang-undang dikenal sebagai Perkawinan Campuran, pada kesempatan ini akan dibahas
mengenai akibat hukum dari Perkawinan Campuran dimaksud.
Dasar Hukum
Mengenai perkawinan, di negara kita Indonesia diatur dalam undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan. Aturan hukum yang mengatur ikatan hukum antara suami-istri beserta segala
akibatnya ini, juga mengatur di dalamnya tentang Perkawinan campuran beserta akibat hukum
daripadanya.
Yang dimaksud dengan akibat hukum dari Perkawinan Campuran dalam Undang-undang ini adalah
merujuk pada Pasal 58 Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 yang berbunyi sebagai berikut:
"Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat
memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya,
menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-undang Kewarganegaraan Republik
Indonesia yang berlaku."
Dari bunyi pasal di atas, jelas dikatakan bahwa akibat hukum atas perkawinan beda
kewarganegaraan di Indonesia, salah satunya, adalah soal kewarganegaraan. Dengan kata lain,
seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia atau kehilangan kewarganegaraan
Indonesia akibat perkawinan yang dilakukannya.
Lebih lanjut, pada Undang-undang Nomor: 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia, khususnya Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:
"(1). Warga negara asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia dapat
memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi
warga negara di hadapan Pejabat.
(2). Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila yang bersangkutan sudah
bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut
atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, kecuali dengan perolehan
kewarganegaraan tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.
(3). Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia yang
diakibatkan oleh kewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan
dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikan pernyataan untuk menjadi Warga
Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri."
Dari bunyi Pasal 19 di atas, jelas diatur bahwa seorang warga negara asing, dapat memperoleh
kewarganegaraan Indonesia berdasarkan perkawinan yang sah. Hal ini berarti, yang dimaksud
dengan perkawinan sah adalah perkawinan yang resmi dan memenuhi syarat-syarat hukum
perkawinan di Indonesia. Sedangkan syarat selanjutnya adalah dengan menindaklanjutinya berupa
melakukan pelaporan dihadapan Pejabat yang ditunjuk untuk itu.
Sebagaimana diuraikan terdahulu, bahwa akibat dari perkawinan campuran dengan mempelai
berkewarganegaraan Indonesia adalah dapat memperoleh kewarganegaraan atau dapat kehilangan
kewarganegaraan. Hal dimaksud adalah diatur dalam Pasal 58 Undang-undang Nomor: 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan.
Selain itu, diatur juga dalam Pasal 19 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor: 12 Tahun 2006
Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, bahwa dalam hal tidak memperoleh
Kewarganegaraan yang diakibatkan oleh kewarganegaraan ganda.
Kesimpulannya hanya ada dua, pertama seseorang yang kawin dengan pasangan
berkewarganegaraan Indonesia dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia, kedua seseorang
yang kawin dengan pasangan berkewarganegaraan Indonesia dapat kehilangan kewarganegaraan
negara asalnya dengan memilih berkewarganegaraan Indonesia dan/atau dalam hal mengakibatkan
kewarganegaraan ganda menurut hukum Indonesia.
____________
Referensi:
1. Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
2. Undang-undang Nomor: 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Ulasan Lengkap
Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum
yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan
Indonesia.
Dalam hal terjadi perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia (“WNI”) dengan Warga
Negara Asing (“WNA”), orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan
campuran dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula kehilangan
kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam undang-undang
kewarganegaraan yang berlaku.
Namun, untuk dapat membuat pernyataan tersebut, WNA terkait harus sudah bertempat tinggal
di wilayah RI paling singkat 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut, kecuali
dengan perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.
Jadi di sini kami meluruskan bahwa ibu Anda yang semula berkewarganegaraan Jepang dan
kemudian menikah dengan ayah Anda yang WNI, tidaklah otomatis menjadi WNI seperti yang Anda
katakan. Tentu ada syarat yang wajib dipenuhi ibu Anda sebagaimana kami terangkan di atas.
Lebih lanjut, permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
Permohonan diajukan di Indonesia secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai
cukup yang ditujukan kepada Presiden melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
(“Menkumham”).[7]
Adapun izin tinggal tetap adalah izin yang diberikan kepada orang asing tertentu untuk bertempat
tinggal dan menetap di wilayah Indonesia sebagai penduduk Indonesia.[9]
Dengan demikian, perkawinan campuran antara WNI dengan WNA di Indonesia tidak serta merta
mengubah kewarganegaraan seseorang secara otomatis, kecuali jika setelah menikah pihak WNA
melakukan pewarganegaraan dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya, berdasarkan informasi yang Anda berikan, sebelumnya Ibu Anda merupakan warga
negara Jepang, namun setelah menikah dengan WNI, berpindah kewarganegaraan menjadi WNI.
Perlu dicatat, Dosen/Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Dr. Ridwan, S.H.,
M.Hum dalam Workshop Penerapan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI tentang Pelayanan
Pewarganegaraan dan Kewarganegaraan Berbasis Online yang diselenggarakan oleh Direktorat
Jendral Administrasi Hukum Umum (AHU) menjelaskan sesuai dengan UU 12/2006, Indonesia
menganut asas kewarganegaraan tunggal, yakni tiap orang hanya dapat memiliki satu
kewarganegaraan.
Selain itu, berdasarkan hukum yang belaku di Jepang juga, jika Ibu Anda beralih menjadi WNI, maka
ia kehilangan kewarganegaraan Jepang yang ia miliki sebelumnya, sebagaimana diatur dalam Pasal
11 The Nationality Law (Law No. 147 of 1950) berikut aturan perubahanya, yang menyatakan
sebagai berikut:
A Japanese national shall lose Japanese nationality when he or she acquires a foreign
nationality by his or her own choice.
Pasal di atas menegaskan bahwa seorang warga negara Jepang akan kehilangan
kewarganegaraannya ketika ia mendapatkan kewarganegaraan asing atas pilihannya sendiri.
Untuk itu, dalam hal ini Anda perlu memastikan kembali perihal status kewarganegaraan Ibu Anda,
apakah benar telah berpindah kewarganegaraan menjadi WNI atau hanya mendapatkan izin tinggal
di Indonesia. Kedua hal tersebut memiliki konsekuensi yang berbeda.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, menurut hemat kami, apabila seorang WNA berpindah
kewarganegaraan menjadi WNI karena menikah dengan WNI, kemudian ia bercerai, perceraian
tersebut tidak lantas membuatnya kehilangan kewarganegaraannya sebagai WNI, kecuali ia
melakukan hal-hal sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 UU 12/2006 di atas.
Dengan demikian, apabila Ibu Anda merupakan WNI yang telah melakukan
pewarganegaraan, kewarganegaraannya tidak akan hilang meskipun bercerai dengan Ayah Anda.
Merujuk pada artikel yang sama, perceraian tidak serta merta membuat seorang WNA dapat
dideportasi. Namun, pada dasarnya izin tinggal sementara atau tetap WNA memang dapat
dibatalkan dengan alasan putusnya hubungan perkawinan karena perceraian dan/atau atas putusan
pengadilan bagi WNA yang memperoleh izin tinggal terbatas/tetap karena kawin secara sah dengan
WNI,[12] dengan pengecualian berdasarkan Pasal 162 ayat (1) dan (2) serta Pasal 163 ayat (1) PP
31/2013 yang mengatur sebagai berikut:
Pasal 162
1. Untuk perkawinan campuran yang telah berusia 10 (sepuluh) tahun atau lebih, Izin Tinggal
Tetap Orang Asing yang diperoleh karena perkawinan yang sah tetap berlaku walaupun
perkawinannya telah berakhir karena perceraian dan/atau atas putusan pengadilan.
2. Pemegang Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki Penjamin
berkewarganegaraan Indonesia
Pasal 163 ayat (1)
Untuk perkawinan campuran yang berusia kurang dari 10 (sepuluh) tahun, Izin Tinggal Tetap Orang
Asing yang diperoleh karena perkawinan yang sah tetap berlaku walaupun perkawinannya telah
berakhir karena perceraian dan/atau atas putusan pengadilan jika Orang Asing yang
bersangkutan memiliki Penjamin.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan
pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan
nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra
Justika.
Akibat Hukum Perkawinan Campuran By kamila farid 09/04/2020 5 Mins read 3784
1 Menurut Pasal 57 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan Perkawinan Campuran dalam undang-undang ini ialah
perkawinan antara dua orang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan,
karena perbedaan kewarganegaraan. Salah satu pihak berkewarganegaraan Asing
dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Perkawinan Campuran
Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dasar hukumnya adalah
Undang-undang Noomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (pasal 59 ayat 1). Di
dalam pasal 60 UU menyebutkan bahwa Perkawinan campuran tidak dapat
dilaksanakan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan
oleh pihak masing-masing telah dipenuhi. Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat
tersebut telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan
perkawinan campuran, maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku bagi
pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan
bahwa syarat-syarat telah dipenuhi. Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk
memberikan surat keterangan, maka atas permintaan yang berkepentingan,
Pengadilan memberikan keputusan dengan tidak beracara serta tidak boleh
dimintakan banding lagi tentang soal apakah penolakan pemberian surat keterangan
itu beralasan atau tidak. Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak
beralasan, maka keputusan itu menjadi pengganti keterangan tersebut. Surat
keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi
jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan sesudah
keterangan itu diberikan. Praktik di Luar Indonesia Perkawinan yang dilangsungkan
di luar Indonesia antara seorang WNI dengan seorang WNA adalah sah bilamana
dilangsungkan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu
dilangsungkan. Dan bagi WNI tidak melanggar ketentuan Pasal 56 Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan campuran dapat dilakukan di luar
Indonesia, tentunya harus mengikuti aturan mengenai perkawinan yang berlaku di
negara tersebut dan selanjutnya dicatatkan pada institusi Catatan Sipil setempat.
Selama para pihak telah melaksanakan pencatatan perkawinan di luar negeri sesuai
hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan tersebut dilangsungkan, maka
perkawinan adalah sah dengan segala akibat hukumnya. Namun, untuk sahnya
perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri tersebut menurut hukum Indonesia
harus dilakukan pencatatan dan pelaporan pada Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil di Indonesia dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Apabila lewat dari waktu yang
ditetapkan maka harus melalui Pengadilan Negeri sesuai dengan domisili yang
bersangkutan dan akan dikenai sanksi denda sesuai dengan Peraturan Daerah
setempat juncto pasal 107 Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil yang
berbunyi: Baca Juga Melihat Bumi Pra, Pas, dan Pasca Pandemi (1) Denda
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2), Pasal 105 ayat (2)
dan Pasal 106 diatur dalam Peraturan Daerah. (2) Penetapan besaran denda
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan memperhatikan
Ketentuan Undang-Undang dan kondisi masyarakat di daerah masing-masing. (3)
Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan
daerah Kabupaten/Kota, dan bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan
penerimaan daerah Provinsi. Akibat Hukum Dampak atau akibat hukum dari
perkawinan campuran tersebut ialah mengenai kewarganegaraan yang
bersangkutan (istri/wanita WNI) dan juga status kewarganegaraan sang anak. Dari
sisi hukum, status kewarganegaraan seseorang menentukan hak dan
kewenangannya selaku warga negara. Orang yang memiliki status kewarganegaraan
akan berbeda dengan orang yang tidak berstatus sebagai warga negara di negara
tersebut, begitu juga sebaliknya, kewenangan dan hak orang asing juga terbatas.
Kewarganegaraan seseorang mengakibatkan orang tersebut memiliki pertalian
hukum serta tunduk pada hukum negara yang bersangkutan. Kewarganegaraan
menghasilkan akibat hukum yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara maupun
negara. Hak dan kewajiban warga negara merupakan “isi” atau “aspek material” dari
konsep kewarganegaraan itu sendiri. Hak dan kewajiban warganegara pada
umumnya dimuatkan dalam konstitusi negara yang bersangkutan. Penentuan
kewarganegaraan berdasarkan aspek perkawinan mencakup asas kesatuan hukum
dan asas persamaan derajat, yakni: Asas Ius Soli, artinya pedoman yang berdasarkan
daerah atau tempat. Asas ini menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang
ditentukan dari tempat dimana orang tersebut dilahirkan. Disebut juga asas daerah
kelahiran. Asas Ius Sangunis, pedoman yang berdasarkan darah atau keturunan.
Asas ini menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan
keturunan orang tersebut. Penentuan Status Kewarganegaraan Suatu perkawinan
dapat menyebabkan perubahan status kewarganegaraan. Permasalahan akan
muncul jika terjadi perkawinan campuran, yakni perkawinan antara warga negara
Indonesia dengan warga negara Asing. Penentuan kewarganegaraan berdasarkan
aspek perkawinan mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu
ikatan yang tidak terpecah sebagai inti dari masyarakat. Berdasarkan asas ini
diusahakan status kewarganegaraan suami dan istri adalah sama atau satu.
Sedangkan asas persamaan derajat didasarkan pandangan bahwa suatu perkawinan
tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan istri maupun suami.
Keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan sendiri kewarganegaraan.
Jadi, mereka dapat berbeda kewarganegaraan seperti halnya sebelum berkeluarga.
Sisi positif dari asas ini yaitu dapat menghindari terjadinya penyelundupan hukum
dan penyalahgunaan status kewarganegaran yang dimungkinkan terjadi jika
digunakan asas kesatuan hukum. Baca Juga Corona dan Kemenangan Kita yang
(Harus) Tertunda Penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh setiap
negara dapat menciptakan problem kewarganegaraan bagi seorang warga. Secara
ringkas problem kewarganegaraan adalah munculnya apatride dan bipatride.
Apatride adalah istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraag,
istilah lainnya stateless. Bipatride adalah istilah untuk orang-orang yang memiliki
kewarganegaraan rangkap (dua). Bahkan dapat muncul multiprade yaitu istilah
untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan banyak (lebih dari dua).
Undang-undang di Indonesia Di Indonesia ada undang-undang yang mengatur
tentang pasangan dari warga negara asing perkawinan campuran tersebut.
Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan menyatakan: “Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin
dengan laki-laki warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Indonesia jika
menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti
Kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut”. Namun beberapa
perempuan WNI masih ingin memegang Kewarganegaraan Indonesianya, hal
tersebut diatur dalam Pasal 26 (3) UU Kewarganegaraan. Sehingga perempuan WNI
yang ingin mempertahankan Kewarganegaraannya dapat mengajukan Surat
Pernyataan keinginan tetap berkewarganegaraan Indonesia kepada Pejabat atau
Perwakilan Republik Indonesia yang berwenang di tempat tinggal pihak suami WNA.
Surat pernyataan tersebut diajukan perempuan WNI setelah tiga tahun sejak tanggal
perkawinan berlangsung (pasal 26 ayat (4) UU Kewarganegaraan). Perlu
diperhatikan bahwa pengajuan tersebut tidak boleh mengakibatkan WNI menjadi
berkewarganegaraan ganda (bipatride). WNI tersebut harus melepaskan status
kewarganegaraan yang didapatkan dari perkawinan campuran tersebut, barulah
kemudian WNI dapat mengajukan Surat Pernyataan keinginan tetap
berkewarganegaraan Indonesia. Kewarganegaraan Ganda Anak yang lahir dari
pasangan berbeda warga negara, salah satunya, WNI, bisa memiliki
kewarganegaraan ganda hingga berusia 18 tahun. Paling lambat tiga tahun setelah
mencapai usia 18 tahun atau sudah kawin, si anak harus menyatakan memilih
kewarganegaraannya. Jika memilih menjadi WNI, si anak harus mengajukan
pernyataan memilih yang formulirnya tersedia di kantor-kantor imigrasi. Baca Juga
Sejuta Cerita Pemilu Serentak 2019 Ada dua kategori anak yang harus memilih
status kewarganegaraan. Batasannya adalah pengesahan UU No 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan. (1) anak yang lahir sebelum 1 Agustus 2006, adalah
mereka yang sudah mengantongi Surat Keputusan Menhukham tentang
kewarganegaraan. (2) anak yang lahir sesudah 1 Agustus 2006, yang memiliki
affidavit. Dalam konteks ini, affidavit adalah surat keimigrasian yang dilekatkan atau
disatukan pada paspor asing yang memuat keterangan sebagai anak
berkewarganegaraan ganda. Pemegang affidavit mendapatkan fasilitas keimigrasian
saat keluar masuk Indonesia. Jika anak berkewarganegaraan ganda memilih menjadi
Warga Negara Asing (WNA), maka pernyataan itu harus disampaikan kepada pejabat
atau perwakilan Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal si anak.
Jika selama ini anak tersebut sudah memegang paspor Indonesia, maka paspor itu
harus dicabut. Demikian pula jika anak tersebut memiliki affidavit, maka surat itu
harus dicabut pejabat yang menerima pernyataan memilih menjadi WNA. Setelah
Umur 18 Tahun Harus Memilih Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan
terobosan baru yang positif bagi anak-anak hasil perkawinan campuran dan ini
dimaksudkan untuk melindungi kepentingan sang anak. Dengan demikian orang tua
tidak perlu lagi repot-repot mengurus izin tinggal bagi anak-anaknya. Hal ini
sebagaimana diatur pada Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2006, bahwa dalam hal status
kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak:
a. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara
Indonesia dan ibu Warga Negara Asing.
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Asing
dengan ibu Warga Negara Indonesia.
c. Anak yang lahir dari tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga Negara Indonesia.
d. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
e. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun atau belum
menikah diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap
diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Anak yang tersebut di atas berakibat
berkewarganegraan ganda, setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin anak
tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Editor: Arif. See - https://ibtimes.id/akibat-hukum-perkawinan-campuran/
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkawinan campuran telah merambah seluruh pelosok Tanah Air dan kelas masyarakat. Globalisasi
informasi, ekonomi, pendidikan, dan transportasi telah menggugurkan stigma bahwa kawin campur
adalah perkawinan antara ekspatriat kaya dan orang Indonesia. Menurut survey yang dilakukan oleh
Mixed Couple Club, jalur perkenalan yang membawa pasangan berbeda kewarganegaraan menikah
antara lain adalah perkenalan melalui internet, kemudian bekas teman kerja/bisnis, berkenalan saat
berlibur, bekas teman sekolah/kuliah, dan sahabat pena. Perkawinan campur juga terjadi pada tenaga
kerja Indonesia dengan tenaga kerja dari negara lain. Dengan banyak terjadinya perkawinan campur di
Indonesia sudah seharusnya perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini diakomodir dengan
baik dalam perundang-undangan di indonesia.
Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : ”Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam
Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.”
Selama hampir setengah abad pengaturan kewarganegaraan dalam perkawinan campuran antara warga
negara indonesia dengan warga negara asing, mengacu pada UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958.
Seiring berjalannya waktu UU ini dinilai tidak sanggup lagi mengakomodir kepentingan para pihak dalam
perkawinan campuran, terutama perlindungan untuk istri dan anak. Persoalan yang rentan dan sering
timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang
lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran
hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan bahwa yang harus
diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di kemudian
hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga
negara asing.
2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan status hukum anak yang lahir dari perkawinan campuran sebelum dan
sesudah lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru?
2. Apakah kewarganegaraan ganda ini akan menimbulkan masalah bagi anak?
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari perkawinan campuran bisa menjadi
warganegara Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing :
1. Menjadi warganegara Indonesia
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warga negara asing dengan pria
warganegara Indonesia (pasal 1 huruf b UU No.62 Tahun 1958), maka kewarganegaraan anak
mengikuti ayahnya, kalaupun Ibu dapat memberikan kewarganegaraannya, si anak terpaksa harus
kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Bila suami meninggal dunia dan anak anak masih dibawah
umur tidak jelas apakah istri dapat menjadi wali bagi anak anak nya yang menjadi WNI di Indonesia.
Bila suami (yang berstatus pegawai negeri)meningggal tidak jelas apakah istri (WNA) dapat
memperoleh pensiun suami.
2. Menjadi warganegara asing
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warganegara Indonesia dengan
warganegara asing. Anak tersebut sejak lahirnya dianggap sebagai warga negara asing sehingga harus
dibuatkan Paspor di Kedutaan Besar Ayahnya, dan dibuatkan kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) yang
harus terus diperpanjang dan biaya pengurusannya tidak murah. Dalam hal terjadi perceraian, akan
sulit bagi ibu untuk mengasuh anaknya, walaupun pada pasal 3 UU No.62 tahun 1958 dimungkinkan
bagi seorang ibu WNI yang bercerai untuk memohon kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya yang
masih di bawah umur dan berada dibawah pengasuhannya, namun dalam praktek hal ini sulit dilakukan.
pewaris seorang WNI meninggalkan harta warisan berupa benda tak bergerak dengan
status hak milik, sementara pasangannya WNA dan anaknya belum cukup umur dan
masih memiliki dua kewarganegaraan? Elizabeth mengingatkan berlakunya Pasal 21
ayat (3) UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang
menyebut pewarisan tanpa wasiat menyebabkan ahli waris berstatus WNA memiliki
hak milik atas tanah atau hak bangunan. Tapi, dalam jangka waktu 1 tahun setelah
pewaris meninggal harus dijual, dialihkan, dilepaskan haknya kepada pihak lain yang
WNI. Jika ketentuan itu tidak dilakukan, haknya jatuh ke negara.
“Harta itu bisa dijual dan hasilnya dapat dibagikan sebagai harta warisan kepada
semua ahli waris, dihibahkan kepada saudara atau keluarga yang statusnya WNI.
Pilihan lain adalah melepaskan kepada WNI atau ahli waris itu menolak seluruh harta
warisan.”
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Anak adalah subjek hukum yang belum cakap melakukan perbuatan hukum sendiri sehingga harus
dibantu oleh orang tua atau walinya yang memiliki kecakapan. Pengaturan status hukum anak hasil
perkawinan campuran dalam UU Kewarganegaraan yang baru, memberi pencerahan yang positif,
terutama dalam hubungan anak dengan ibunya, karena UU baru ini mengizinkan kewarganegaraan
ganda terbatas untuk anak hasil perkawinan campuran.
SARAN
UU Kewarganegaraan yang baru ini menuai pujian dan juga kritik, termasuk terkait dengan status anak.
Seiring berkembangnya zaman dan sistem hukum, UU Kewarganegaraan yang baru ini penerapannya
semoga dapat terus dikritisi oleh para ahli hukum perdata internasional, terutama untuk mengantisipasi
potensi masalah.