Bahasa Indonesia adalah Bahasa persatuan bangsa Indonesia. Saat ini, Bahasa Indonesia dituturkan oleh lebih 250 juta penduduk Indonesia. Ada banyak faktor yang menyebabkan baha Indonesia bertahan dan berkembang sebagai Bahasa pemersatu bangsa. Menurut Pabottinggi (1996) dalam Sartini (2014:206) Faktor-faktor itu adalah (1) kemantapan Bahasa melayu sebagai lingua franca; (2)kuatnya semangat nasionalisme; (3) tersedianya ahli-ahli Bahasa yang penuh dedikasi; (4) sifat demokratis dan mobilitas bahasa Melayu; dan (5) terjaganya pertumbuhan alampikiran atas dasar kosmologi sendiri. Cikal bakal Bahasa Indonesia adalah Bahasa melayu. Bahasa Indonesia bukanlah berasal dari Bahasa pijin atau pun kreol-bahasa yang pertama kali muncul. Hal ini sudah dibuktikan oleh Sukesti (2015). Alasan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia sudah banyak diungkapkan oleh pakar Bahasa. Hal ini dapat dilihat dari uraian Alek dan Achmad HP (2011) bahwa ada empat asalan dipilihnya Melayu Riau sebagai bahasa persatuan Republik Indonesia, yaitu (1) Adanya perasaan dijajah oleh suku Jawa yang merupakan golongan mayoritas di RI bagi suku-suku lain di RI. Meskipun bahasa Jawa paling banyak penuturnya di Indonesia, namun Melayu Riau dianggap sebagai bahasa persatuan (2) Bahasa Jawa lebih sulit dipelajari jika dibandingkan dengan Bahasa Melayu Riau karena Bahasa Jawa memiliki tingkatan-tingkatan (halus, biasa, dan kasar)yang digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, dan pangkat (3) Dipilihnyamelayu Riau bukan Melayu Pontianak, Samarinda, Maluku, Jakarta, dan Kutai karena suku Melayu berasal dari Riau dan Sultan Malaka terakhir pun lari ke Riau serta Melayu Riau lingua franca yang juga sangat mudah dipahami (4)Adanya kesediaan suku Jawa tentang diangkatnya Melayu Riau sebagai Bahasa Indonesia. Ejaan bahasa Indonesia terus mengalami perubahan. Pertama kalinya diterbitkan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan oleh Mendikbud pada 31 Agustus 1972. Lalu, pada tahun 1988, diterbitkan Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD) edisi kedua. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0543a/U/1987 pada tanggal 9 September 1987. Setelah sembilan belas tahun sejak diterbitkan edisi ke-2, edisi ketiga diterbitkan, tepatnya pada tahun 2009. Edisi ke-3 diterbitkan diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidika Nasional Nomor 46. Selanjutnya, tujuh tahun kemudian, tepatnya 26 November 2016, Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kemendikbud telah mempublikasikan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang baru. Buku pedoman ini didasari oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015. (Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2016). Pada bagian Salinan lampiran peraturan ini, dari halaman lima sampai 44 ada empat hal yang dijelaskan. Keempat hal itu adalah 1) pemakaian huruf, 2) penulisan kata, 3) pemakaian tanda baca, dan 4) penulisan unsur serapan. Tidak hanya itu, keempat hal itu dibagi lagi menjadi beberapa bagian. Pada bagian pemakaian huruf, dijelaskan tentang 1) huruf abjad, 2) huruf vocal, 3) huruf konsonan, 4) huruf diftong, 5) gabungan huruf konsonan, 6) huruf kapital, 7) huruf miring, dan 8) huruf tebal. Pada bagian penulisan kata, dijelaskan tentang 1) kata dasar; 2) kata berimbuhan; 3) kata bentuk ulang; 4) gabungan kata; 5) pemenggalan kata; 6) kata depan; 7) partikel; 8) singkatan dan akronim; 9) angka dan bilangan; 10) kata ganti ku-, kau-, -mu, dan -nya; 11) kata sandang si dan sang. Selanjutnya, pada bagian pemakaian tanda baca dijelaskan tentang tanda titik, tanda koma, tanda titik koma, tanda titik dua, tanda hubung, tanda pisah, tanda tanya, tanda seru, tanda ellipsis, tanda petik, tanda petik tunggal, tanda kurung, tanda kurung siku, tanda garis miring, dan tanda penyingkatan atau apostrof. Terakhir, bagian keempat, pada penulisan unsur serapan, diuraikan perubahan unsur serapan dari bahasa asing, seperti ‘ain (dari Bahasa Arab) di akhir suku kata berubah menjadi k (sima’ menjadi simak).