Anda di halaman 1dari 2

Tajuk Rencana “Kompas”

KECANDUAN GAWAI PADA ANAK

Kecanduan gawai pada anak-anak sudah dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Bukan hanya
di kota besar, melainkan juga menimpa anak-anak di kota kecil.

Harian ini melaporkan, sejumlah rumah sakit di sejumlah daerah sedang menangani anak-anak san
remaja yang kwcandhan gawaai. Poli jiwa Rumah Sakit Umum Daerah Koesnandi, Kabupaten
Bondowoso, Jawa Timur, misalnya, menangani 11 pelajar yang kecanduan atau adiksi gawai.

Anak-anak yang kecanduan gawai tersebut bisa tahan bermain game pada gawai selama tiga haru
dua malam, tanpa makan dan tidur. Jika dilarang orangtuanya, anak-anak itu marah dan mengamuk,
bahkan sampai membentur-benturkan kepalanya sendiri ke tembok. Tidak sedikit pula pecandu
game yang mengonsumsi sabu dan metamfetamin agar bisa terus terjaga saat bermain game.

Tercatat sejumlah kasus anak melakukan kekerasan terhadap teman dan keluarganya setelah
bermain game. Banyak pula kasus remaja melakukan pelecehan seksual dan kekerasan seksual
setelah melihat konten pornografi di gawai.

Tak heran jika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan International Classification of
Disease (ICD) edisi ke- 11 yang menyebutkan kecanduan game sebagai gangguan kesehatan jiwa
yang masuk kategori sebagai gangguan permainan atau gaming disorder. Artinya, persoalan
kecanduan game sudah menjadi masalah dan perhatian dunia.

Komisi Nasional Perlindungan Anak sejak 2016 sudah menangani 42 kasus anak yang kecanduan
gawai. Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Antarsena di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, juga
menangani 28 anak dari sejumlah provinsi yang terkena pengaruh negatif gawai yang terkoneksi
internet.

Meningkatnya kecanduan gawai di kalangan anak dan remaja dalam lima tahun terakhir memang
tidak terlepas dari tingginya penetrasi internet di Indonesia.

Survei yang dklakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017
mengungkapkan, 143,2 juta orang atau 54,6 persen dari populasi Indonesia menggunakan internet.
Sekitar 75,5 persen pengguna internet tersebut berusia 13-18 tahun dan 44,1 persen di antaranya
mengakses internet dari gawai.

Kenyataan inilah yang harus menjadi perhatian bersama. Gawai yang terkoneksi internet di satu sisi
sangat bermanfaat, terutama untuk menambah wawasan informasi dan pengetahuan anak. Namun,
di sisi lain, penggunaan gawai terkoneksi internet yang keliru justru berdampak negatif pada anak.

Karena itulah, dampak penggunaan gawai berinternet pada anak harus ditangani bersama. Sekokah,
misalnya, perlu memberikan edukasi soal gawai berinternet. Begitupun orangtua harus bijak dalam
memilih gawai untuk anak sesuai usianya, membatasi waktu penggunaan gawai sejak dini, dan
memberikan edukasi soal konten yang bermanfaat sesuai usia anak. Bijak pula jika orangtua
mempunyai akses pada gawai anak.

Lebih penting lagi, orangtua memberikan teladan soal penggunaan gawai di hadapan anak. Jujur
saja, banyak orangtua yang asyik memainkan gawai, termasuk bermedia sosial, sampai mengabaikan
anak yang ada di hadapannya.

Anda mungkin juga menyukai