Anda di halaman 1dari 48

ANALISIS DAMPAK INTEGRASI DATA TERHADAP KECEPATAN

PELAYANAN PUBLIK DI KOTA SURABAYA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial

Dosen Pengampu : Drs. Herbasuki Nurcahyanto, M.T.

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2022

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
ABSTRAK........................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................12
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................12
1.4 Kegunaan Penelitian......................................................................................12
1.4.1 Kegunaan Teoritis..................................................................................12
1.4.2 Kegunaan Praktis...................................................................................12
1.5 Kajian Teori....................................................................................................13
1.5.1 Penelitian Terdahulu..............................................................................13
1.5.2 Paradigma Administrasi Publik............................................................14
1.5.3 Konsep Electronic Government............................................................16
1.5.4 Pelayanan Publik....................................................................................21
1.5.5 Prinsip-prinsip pelayanan publik..........................................................22
1.5.6 Standar Pelayanan Publik.....................................................................23
1.6 Kerangka Teoritis..........................................................................................25
1.6.1 Variabel Bebas (Independent Variable)...............................................26
1.6.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)................................................27
1.6.3 Variable Antara (Intervening Variable)...............................................27
1.6.4 Variable Kontrol.....................................................................................27
1.7 Hipotesis..........................................................................................................27
1.8 Definisi Konsep dan Definisi Operasional....................................................33
1.8.1 Information Quality...............................................................................33
1.8.2 System Quality........................................................................................33
1.8.3 Service Quality........................................................................................33
1.8.4 Quality of Public Service in e-Government..........................................33
1.8.5 Public Value............................................................................................34

ii
1.8.6 Effectiveness of Public Organisations...................................................35
1.8.7 Achievement of Socially Desirable Outcomes.......................................35
1.9 Metodologi Penelitian.....................................................................................35
1.9.1 Tipe Penelitian........................................................................................35
1.9.2 Populasi dan Sampel..............................................................................36
1.9.3 Teknik Pengambilan Sampel.................................................................36
1.9.4 Jenis dan Sumber Data..........................................................................37
1.9.5 Skala Pengukuran..................................................................................38
1.9.6 Teknik Pengumpulan Data....................................................................40
2.1.1 Instrumen Penelitian..............................................................................41
2.1.2 Teknik Analisis.......................................................................................43
DAFTAR ISI....................................................................................................................44

iii
ABSTRAK
Perkembangan zaman saat ini membuat berbagai perubahan dalam kehidupan,
tidak hanya perubahan dalam kehidupan manusia namun kehidupan dalam
pemerintahan salah satunya yaitu pada bidang pelayanan publik. Pemerintahan
sebagai pelaksana pelayanan publik pada sebuah birokrasi, dimana dalam sebuah
birokrasi pelayanan publik itu menata sistem pemerintahannya seperti sebuah
tugas yang penting supaya terciptanya pelayanan publik yang efektif, efisien,
transparansi, dan berkualitas serta mendapatkan partisipasi yang antusias dari
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahannya

Sejak 2013, melalui Surabaya Single Window (SSW), Pemerintah Kota Surabaya telah
melaksanakan inovasi pelayanan publik atau electronic government (e-Government)
untuk mengintegrasikan data kependudukan kepada pemohon dengan domisili Kota
Surabaya. Adanya sinergi antara teknologi informasi dan pelayanan publik ini
menimbulkan pertanyaan terkait dampak positif dari sisi kecepatan pelayanan publik
setelah adanya integrasi data kependudukan. Survey mengenai waktu respon saat mengisi
permohonan perizinan teknis pada aplikasi SSW telah dilakukan kepada 151 responden.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor integrasi data melalui sebuah layanan
pengiriman data berformat JSON dapat mempercepat proses pengisian data
kependudukan sebesar 80.7 persen atau setara dengan lebih cepat 56.98 detik. Ini berarti,
apabila integrasi data kependudukan diimplementasikan secara menyeluruh, Unit
Pelayanan Terpadu Satu Atap dimungkinkan dapat menerima 2.850 berkas permohonan
secara elektronik setiap harinya. (one blank single space line, 10 point font)

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan zaman saat ini membuat berbagai perubahan dalam
kehidupan, tidak hanya perubahan dalam kehidupan manusia namun
kehidupan dalam pemerintahan salah satunya yaitu pada bidang pelayanan
publik. Pemerintahan sebagai pelaksana pelayanan publik pada sebuah
birokrasi, dimana dalam sebuah birokrasi pelayanan publik itu menata
sistem pemerintahannya seperti sebuah tugas yang penting supaya
terciptanya pelayanan publik yang efektif, efisien, transparansi, dan
berkualitas serta mendapatkan partisipasi yang antusias dari masyarakat
dalam penyelenggaraan pemerintahannya.
Munculnya Revolusi Industri 4.0 akan membawa perubahan cara
hidup manusia termasuk dalam berhubungan dan bekerja dari yang serba
manual menuju yang serba digital. Hal tersebut akan memberi kesempatan
dan peluang besar bagi Indonesia termasuk organisasi pemerintahan untuk
berinovasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dengan
memanfaatkan perkembangan IT akan mempercepat e-governance dalam
penyelenggaraan pemerintahan seperti pelayanan publik yang berbasis
teknologi. Hal ini sesuai dengan amanah pasal 23 Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan publik bahwa penyelenggara pelayanan
publik wajib mengelola sistem informasi elektronik maupun non
elektronik yang meliputi profil penyelenggara, profil pelaksana, standar
pelayanan, maklumat pelayanan, pengelola pengaduan dan penilaian
kinerja sehingga pelayanan dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan
transparan.
Diberlakukannya otonomi daerah memberi keleluasaan kepada
daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah guna
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan dan kemajuan
daerah akan selalu digalakkan guna mewujudkan kemandirian daerah
sehingga mendorong pemikiran baru untuk menata kewenangan yang

1
dimiliki secara efektif dan efisien sesuai dengan kapasitas dan kehendak
masyarakat daerah melalui aspirasi masyarakat yang ada di daerah. Hal ini
menunjukkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan bukan hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah, namun juga menjadi tanggung jawab seluruh
komponen aktor dalam sebuah negara. Namun demikian, peran pemerintah
masih dibutuhkan dalam kaitannya dengan pelayanan publik. Pelayanan
publik yang baik merupakan salah satu indikator keberhasilan daerah
dalam melaksanakan otonomi daerah dan sebagai bukti pengabdian
pemerintah kepada masyarakat.
Munculnya reformasi birokarasi menjadi tantangan tersendiri bagi
setiap instansi pemerintah untuk mewujudkan good governance melalui
perubahan pola pelayanan yang lebih baik. Hal tersebut menjadi kewajiban
pemerintah untuk memenuhi hak warga negara diantaranya adalah hak
mendapatkan pelayanan yang baik dan berkualitas. Namun kadang
terdapat kecenderungan pelayanan dilakukan seadanya dan terkesan hanya
menggugurkan kewajiban yang dianggap sebagai bagian dari tugas rutin.
Budaya kerja pemerintah masih menggunakan cara lama sehingga terkesan
pelayanan publik jalan di tempat (lamban, berbelitbelit dan transaksional).
Munculnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik merupakan tonggak gerakan reformasi yang melindungi dan
menjamin penduduk dan warga negara Indonesia untuk mendapatkan
pelayanan publik yang berkualitas.
Agustina (2019) mengatakan bahwa “Pelayanan publik menjadi
tolok ukur kinerja pemerintah yang paling diperhatikan oleh masyarakat
serta langsung menilai kinerja pemerintah berdasarkan pelayanan yang
diterimanya. Oleh karena itu, kualitas pelayanan publik di seluruh
kementerian/lembaga menjadi isu utama yang perlu segera ditingkatkan,
dengan ide-ide inovatif dan produktif di lembaga-lembaga pemerintah baik
pusat maupun daerah. Hal tersebut merupakan pendekatan yang tepat
untuk mendapatkan dukungan dari seluruh komponen masyarakat. Namun
belum semua pemerintahan daerah melaksanakan penyelenggaraan

2
pelayanan publik yang sesuai dengan UU, banyak dirasakan pelayanan
yang belum optimal dalam berbagai sektor pelayanan terutama
menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan masyarakat belum
sesuai dengan yang diharapkan. Adanya keluhan masyarakat seperti
prosedur dan mekanisme pelayanan yang berbelit-belit, memencar, kurang
informatif, dan terbatasnya fasilitas sarana prasarana pelayanan. Hal ini
ditandai karena pelayanan publik merupakan tugas pokok dan kewajiban
pemerintah yang harus diwujudkan dan dilaksanakan sebaik mungkin
dalam penyelenggaraan pelayanan public”.
Taufik (2020) mengatakan bahwa “Pelayanan publik di era
sekarang dengan menerapkan kebijakan yang telah ditetapkan, akan
berdampak terhadap akses pelayanan kepada masyarakat. Hal ini
diharapkan dapat mengurangi intensitas pertemuan antara pemberi dan
penerima layanan. Kondisi tersebut, harus dijadikan sebagai sebuah
kesempatan yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan pemberian
pelayanan publik yang prima terhadap masyarakat. Terbatasnya ruang
gerak yang ditimbulkan akibat kurangnya tempat dan sarana prasarana,
seringkali menimbulkan kesulitan bagi masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang prima sehingga diperlukan kebijakan dari pemerintah
dalam pemberian hak kepada masyarakat untuk tetap mendapatkan
pelayanan yang optimal”.
Pelayanan publik ibarat deret hitung sementara harapan masyarakat
akan pelayanan publik seperti deret ukur. Hal tersebut disebabkan kondisi
riil pelayanan publik terkesan lamban, sementara harapan masyarakat akan
kualitas pelayanan publik jaraknya semakin jauh. Untuk itu, diperlukan
inovasi daerah guna mempercepat kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan publik sebagaimana diatur pada pasal 2 ayat 2
huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2017
tentang Inovasi Daerah.
Melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2017 tentang

3
“Penyelenggaraan mal pelayanan publik memutuskan bahwa mal
pelayanan publik ditujukan untuk memberikan kemudahan, kecepatan,
keterjangkauan, keamanan, dan kenyamanan kepada masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan dan meningkatkan daya saing global dalam
memberikan kemudahan. Mal pelayanan publik adalah bukti bahwa
pemerintah telah melakukan pembaharuan kebijakan dalam pelayanan
publik di Indonesia. Mal pelayanan publik dilaksanakan dengan prinsip
yaitu, keterpaduan, berdaya guna, koordinasi, akuntabilitas, aksesibilitas,
dan kenyamanan”.
Dalam Perpres Nomor 89 Tahun 2021 menyebutkan pengertian
Mal Pelayanan Publik (MPP) adalah “Pengintegrasian pelayanan publik
yang diberikan oleh kementrian, lembaga, pemerintah daerah, provinsi dan
kabupaten, BUMN/BUMD, serta swasta secara terpadu pada satu tempat
sebagai upaya meningkatkan kecepatan, kemudahan, jangkauan,
kenyamanan, dan keamanan pelayanan. Tujuan MPP yaitu
mengintegrasikan pelayanan publik untuk meningkatkan kecepatan,
kemudahan, jangkauan, kenyamanan, keamanan pelayanan, dan
meningkatkan daya saing dan memberikan kemudahan berusaha”.
MPP pada pemerintah daerah/kabupaten/kota dilakukan oleh Dinas
Penanaman Modal Pelayanan Satu Pintu hal ini tercantum dalam Perpres
Republik Indonesia No. 86 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan MPP.
Adapun kendala dan tantangan dalam mewujudkan mal pelayanan publik
yaitu perubahan kepemimpinan baik dikarenakan pergantian masa periode
jabatan, sakit/meninggal dunia, dan tersangkut masalah integritas (dalam
pemeriksaan hukum), selanjutnya permasalahan keterbatasan anggaran
untuk pembentukan MPP, belum memahami pentingnya integrasi
pelayanan publik melalui penyelenggaraan MPP sehingga tidak menjadi
prioritas, dan perlu peningkatan payung hukum agar menjadi lebih baik
dan MPP dapat segera diterapkan di seluruh Pemda di Indonesia.
Sandro Datamora (2019) mengatakan bahwa “Sebelum
penyelenggaraan MPP terdapat beberapa hal yang perlu disiapkan yaitu;

4
menyediakan sarana, tempat, dan ruang pelayanan. Serta penataan dan
pengaturan pola pelayanan dalam penyelenggaraan MPP, pengordinasian
ketersediaan, standar pelayanan bagi keseluruhan pelayanan dalam MPP,
selanjutnya penjaminan kualitas pelayanan dalam MPP sesuai dengan
standar pelayanan, penyediaan pengelolaan pengaduan masyarakat yang
terintegrasi, penyediaan tata tertib, dan pemantauan evaluasi pelaksanaan
MPP. Tugas penyelenggaraan MPP diselenggarakan oleh DPMPTSP
(Dinas Penanaman Modal Pelayanan Satu Pintu) sebagai instansi yang
memiliki kewenangan dalam hal perizinan, sehingga menjadi leading
sector (sektor unggulan) dalam penyelenggaraan mal pelayanan publik.
Adapun kunci penyelenggaraan MPP seperti komitmen dalam pelayanan,
kerjasama yang baik dan kompak, integrasi dan kinerja kualitas dalam
standar pelayanan”.
Febriani Puryatama dan Haryani (2020) mengtakan bahwa
“Adanya mal pelayanan publik di Indonesia ini diharapkan dapat
menambah warna baru bagi sejarah reformasi administrasi pelayanan
publik. Dalam penyelenggaraan mal pelayanan publik, integrasi data dan
sistem informasi terpadu sangat dibutuhkan untuk mewujudkan efisiensi
pelayanan. Layanan yang diintegrasikan secara terpusat dalam satu gedung
diharapkan mempercepat proses pelayanan warga dalam mengurus
perizinan dan nonperizinan. Adanya layanan yang ditawarkan secara
terpusat, masyarakat akan dimudahkan dalam proses pengurusan dokumen
yang diperlukan tanpa harus berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Selain mampu menghemat waktu dan juga tenaga, sistem tersebut dapat
mempermudah suatu instansi dalam melakukan pengadministrasian
dokumen. Ini adalah sebuah lompatan dalam pelayanan publik, dari yang
sebelumnya berpisah dan menyebar sekarang berkumpul dalam satu lokasi
yang sama”.
Abdi (2020) mengatkan bahwa “Pelaksanaan pelayanan publik
melalui mal pelayanan publik ini juga diselenggarakan di Pemerintahan
Kabupaten Ponorogo, Mal Pelayanan Publik (MPP) dibuka pada tanggal

5
10 Agustus 2021 berada di Jl.Ir Juanda Kelurahan Tonatan, Kecamatan
Ponorogo lebih tepatnya di gedung Mall Ponorogo City Center (PCC)
lantai 2. Mal pelayanan publik di dalamnya terdapat tiga instansi yaitu
Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP),
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DISPENDUKCAPIL) dan Badan
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD). Salah
satu yang mendorong adanya mal pelayanan publik di pemerintahan
Kabupaten Ponorogo yaitu hasil 100 hari kerja Bapak Sugiri Sancoko
selaku Bupati Ponorogo. Mal pelayanan publik ini bekerja sama dengan
salah satu mall yang ada di Kabupaten Ponorogo yaitu Ponorogo City
Center (PCC) yang dilaksanakan dengan pertimbangan, karena dalam hal
pendirian gedung sendiri memerlukan pendanaan yang besar”.
Berdasarkan www.kompasiana.com bahwa dorongan inovasi
daerah dilatarbelakangi oleh :
1. Rendahnya peringkat Global Innovation Index (GII) Indonesia di mata
dunia khususnya tingkat ASEAN pada 5 tahun terakhir yang berada di
posisi 87 dari 127 negara dengan skor 30,10 dalam skala 0 - 100. Skor
Indonesia masih jauh dibandingkan Swiss yang menduduki peringkat
pertama dengan skor 64,69. Sejak tahun 2013-2017 Indonesia masih
berada di bawah negara serumpun seperti Singapura (7),Malaysia
(34),Thailand (48) dan Brunei Darussalam (72). Indeks tersebut
menunjukkan semakin inovatif suatu negara, maka semakin maju
perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya
2. Global Competitive Index (GCI) juga merilis laporan tahun 2017-2018
bahwa Indonesia berada di peringkat 37 di negara-negara ASEAN di
bawah Singapura (2), Malaysia (22), Thailand (33). Kondisi ini
mendorong akselerasi kompetisi antar daerah lewat inovasi.
3. Inovasi mendukung program pembangunan berkelanjutan atau
Sustainable Development Goals (SDGs) yang dilakukan PBB. Salah
satunya adalah tuntutan berinovasi dalam pengentasan kemiskinan,
pendidikandan dan kesehatan.

6
4. Dalam hal persepsi korupsi yang diolah Kominfo dari data
Transparensy International menunjukkan bahwa IPK (indeks persepsi
korupsi) Indonesia berada di peringkat 34. Skor ini jauh jika
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya yaitu Malaysia (54),
Singapura (98) dan Filipina (38).
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sejak tahun 2013
mengupayakan adanya inovasi di bidang pelayanan publik. Salah satunya
adalah meluncurkan aplikasi pelayanan publik berbasis elektronik
(electronic government, e-Government) bernama Surabaya Single
Window (SSW). Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) dalam hal
ini merupakan satuan kerja perangkat daerah yang bertugas untuk
mengoperasikan SSW mulai dari menerima berkas permohonan perizinan
hingga penyerahan surat izin kepada pemohon.
Pengelompokan e-Government idealnya berdasarkan objektif dari
pemangku kepentingan dibagi menjadi 4 kategori, antara lain pemerintah
ke pelaku bisnis (Government-toBusiness, G2B), pemerintah terhadap
pemerintah (Government-to-Government, G2G), pemerintah terhadap
pegawai (Government-to-Employee, G2E), dan pemerintah terhadap
penduduk (Government-to-Citizen, G2C). Demikian halnya dengan
Pemkot Surabaya hingga memberi klasifikasi khusus pada e-Government
berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 28 Tahun 2013 tentang
Tata Cara Pelayanan Perijinan dan Non Perijinan Secara Elektronik di
Kota Surabaya. Sedikitnya teridentifikasi ada 60 pelayanan publik dengan
rincian 50 perizinan teknis (Tabel 1) dan 10 perizinan non-teknis (lihat
Tabel 2) yang saat ini telah tersedia pada SSW.
SSW merupakan kios pelayanan publik secara daring yang dapat
diakses oleh penduduk dari dalam ataupun luar Kota Surabaya guna
berbagai keperluan, di antaranya:
1) Pelayanan perizinan (lihat Tabel 1 dan Tabel 2)
2) Pelayanan kesehatan, contoh: Pendaftaran pasien online di rumah sakit
atau puskesmas

7
3) Pelayanan kependudukan, contoh: Akta kelahiran, akta kematian, surat
keterangan pindah
4) Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) pada jenjang sekolah dasar
hingga menengah atas
5) Pelayanan kecamatan, contoh: KTP elektronik, kartu keluarga

Tabel 1
Perizinan Dengan Teknis
No Nama Perizinan Teknis Kategori
1 Surat Keterangan Rencana Kota Untuk G2B
Non Rumah Tinggal, Luas Tanah < 1000
m2
2 Surat Keterangan Rencana Kota Sudah G2C
Ada Perencanaan (SAP) Untuk Rumah
Tinggal, Luas Tanah > 200 m2
3 Surat Keterangan Rencana Kota Untuk G2B
Non Rumah Tinggal, Luas Tanah < 1000
m2
4 Surat Keterangan Rencana Kota Belum G2B
Ada Perencanaan (BAP) Dan Non Rumah
Tinggal, Luas Tanah > 1000 m2
5 Site Plan, Replanning, Perubahan G2B
Peruntukan
6 IMB Rumah Tinggal < 2 Lantai, Luas G2C
Tanah < 200 m2
7 IMB Non Rumah Tinggal (melalui proses G2B
bintek terlebih dahulu)
8 IRB Rumah Tinggal Dan Non Rumah, G2B
Tinggal
9 Ijin Mendirikan Rumah Ibadah G2B
10 Ijin Gangguan (HO) (Permohonan Baru) G2B

8
11 Ijin Gangguan (HO) (Daftar Ulang) G2B
12 Ijin Gangguan (HO) (Pengalihan Hak) G2B
13 Ijin Atas Pemakaian Tanah Sempadan G2B, G2C
Baru/Baliknama/Pelimpahan/Per-
panjangan
14 Peresmian Ijin Sewa Tanah G2B
15 Pemutihan Ijin Sewa Tanah G2B
16 Perpanjangan Ijin Pemakaian Tanah G2B, G2C
17 Pengalihan Hak/Balik Nama Ijin G2B
Pemakaian Tanah
18 Ijin Perusahaan Pengambilan Air Bawah G2B
Tanah
19 Ijin Usaha Perusahaan Pengeboran Air G2B
Bawah Tanah
20 Ijin Perpanjangan Perusahaan Pengeboran G2B
Air Bawah Tanah
21 Ijin Pengeboran Air Bawah Tanah G2B
22 Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah, G2B
(Untuk Sumur Bor)
23 Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah, G2B
(Untuk Sumur Gali)
24 Ijin Perpanjangan Pengambilan Air, G2B
Bawah Tanah untuk Sumur Gali
25 Ijin Explorasi Air Bawah Tanah G2B
26 Ijin Perpanjangan Eksplorasi Air Bawah G2B
Tanah
27 Ijin Pembuangan Air Limbah G2B
28 Ijin Penyelenggaraan Pameran Skala Loka G2B
29 Ijin Penyelenggaraan Pameran Skala G2B
Regional

9
30 Ijin Penyelenggaraan Pameran Skala G2B
Nasional & Internasional
31 Ijin Penyelenggaraan Tempat Parkir G2B
32 Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) G2B
33 Ijin Usaha Jasa Pelaksanaan Pekerjaan G2B
Konstruksi
34 Ijin Usaha Jasa Konsultasi Perencanaan & G2B
Pengawasan Pekerjaan Konsultasi
35 Ijin Instalasi Listrik G2B
36 Ijin Instalasi Penyalur Petir G2B, G2C
37 Ijin Pengangkutan Jenazah/ Kerangka G2B, G2C
38 Ijin Perabuan Jenazah/Kerangka G2B, G2C
39 Ijin Pemindahan Jenazah/Kerangka G2B, G2C
40 Tanda Daftar Industri (TDI) G2B
41 Tanda Daftar Gudang (TDG) (> 100 m2) G2B
42 Ijin Pembuangan Limbah Cair G2B
43 Ijin Usaha Showbiz (Pertujukan Umum) G2B
44 Ijin Usaha Bersyarat G2B
45 Pelayanan Pendaftaran Bangunan dan/atau G2B
Lingkungan Cagar Budaya
46 Pelayanan Ijin Pemanfaatan Bangunan G2B
dan/atau Cagar Budaya
47 Pelayanan Ijin Pemugaran Bangunan G2B
dan/atau Cagar Budaya
48 Ijin Penyelenggaraan Reklame G2B
49 Ijin Mendirikan Bangunan Menara diatas G2B
Bangunan (roof top)
50 Ijin Mendirikan Bangunan Menara diatas G2B
Permukaan tanah (Green Field)

10
Tabel 2
Perizinan Non-Teknis
No Nama Perizinan Non-Teknis Kategori
1 Surat Keterangan Pencari Kerja (Kartu G2C
Kuning)
2 Surat Tanda Pendaftaran (STP) Orsos, G2B
Yayasan, LSK-UKS
3 Rekomendasi Pengalihan Hak G2B
4 Rekomendasi Bank G2B
5 Rekomendasi IMB G2B, G2C
6 Rekomendasi Bantuan Organisasi Sosial G2B
7 Rekomendasi Bantuan Tempat Ibadah G2B
8 Rekomendasi Undian Gratis Berhadiah G2B
(RUGB)
9 Pemberitahuan Keberadaan Ormas, LSM G2B
dan Yayasan
10 Surat Keterangan Terdaftar (SKT) G2B
Orkemas

Menurut Jawa Pos, UPTSA kini mampu menangani 261 perizinan. Dari
sumber tersebut dijelaskan pula bahwa UPTSA telah menambah loket baru
yang awalnya 14 menjadi 30 unit. Hal ini guna mengantisipasi
membeludaknya pemohon yang rata-rata per harinya mencapai 500 orang
akibat sentralisasi perizinan yang dilakukan Pemkot Surabaya.

Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan riset analisis dampak
integrasi data kependudukan terhadap waktu respon pada aplikasi
perizinan di SSW. Berdasarkan pernyataan seorang informan dari Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, pihaknya telah memberikan akses
legal kepada sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di
lingkungan Pemkot Surabaya untuk menggunakan layanan data

11
kependudukan guna mempercepat pengisian data diri pemohon saat
membuat permohonan perizinan.

Penelitian DeLone & McLean tentang sebuah model evaluasi adopsi


model kesuksesan sistem informasi yang tersusun atas beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi kinerja individu maupun organisasi apabila
telah menerapkan suatu teknologi informasi. Salah satu faktornya adalah
kualitas sistem. Kualitas sistem terdiri dari beberapa indikator, di
antaranya kemampuan beradaptasi, ketersediaan, kehandalan, integrasi
data, dan kemudahan penggunaan. Indikator integrasi data
diinterpretasikan dengan waktu respon terhadap jumlah penggunaan,
frekuensi penggunaan, dan tingkat penggunaan yang berasal dari berbagai
departemen atau divisi yang saling terkait untuk berbagi data.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Dampak Integrasi Data Terhadap Kecepatan Pelayanan
Publik di Kota Surabaya?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Dampak Integrasi Data Terhadap Kecepatan Pelayanan
Publik di Kota Surabaya
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
1. Penelitian dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Dampak Integrasi
Data Terhadap Kecepatan Pelayanan Publik.
2. Penelitian ini dapat menjadi bagian dalam pengembangan ilmu
administrasi publik dalam pemikiran akademis dalam
menganalisis Dampak Integrasi Data Terhadap Kecepatan
Pelayanan Publik
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Bagi Peneliti

12
Penelitian ini digunakan untuk menambah pengetahuan dan
wawasan baru bagi peneliti sebab penelitian ini salah satunya
berdasarkan pada hasil proses pembelajaran selama
perkuliahan.
2. Bagi Pemerintah Daerah
Penelitian ini dapat menjadi sebuah bahan evaluasi bagi
pemerintah daerah terkait proses pelaksanaan kebijakan padat
karya tunai untuk dapat mengatasi permasalahan pelayanan
publik
1.5 Kajian Teori
1.5.1 Penelitian Terdahulu

No. Penelitian/Tahun/Judul Fokus Metode Hasil


Kajian Penelitian
1 Yunissa Nur Widiani untuk kuantitatif deskriptif kualitas
(2018), KUALITAS mengetahui pelayanan e-
PELAYANAN E- pengaruh Government
GOVERNMENT kualitas melalui
MELALUI APLIKASI pelayanan e- aplikasi e-
E-FILING KANTOR Government Filing KPP
PELAYANAN PAJAK melalui Pratama
PRATAMA BANDUNG aplikasi e- Bandung
CIBEUNYING Filing Cibeunying
TERHADAP Kantor berpengaruh
KEPUASAN Pelayanan secara positif
PENGGUNA Pajak terhadap
APLIKASI Pratama kepuasan
Bandung pengguna
Cibeunying aplikasi
terhadap sebesar
kepuasan 70,5%,
pengguna sedangkan
aplikas sisanya
sebesar
29,5%
dipengaruhi
faktor- faktor
lain yang
tidak diteliti
dalam
penelitian ini.
2 Trisapto Wahyudi Agung untuk kualitatif deskriptif Kementerian
Nugroho (2016), mendeskrips Hukum Dan
ANALISIS E- ikan secara HAM dalam
GOVERNMENT sistematis, pelaksanaan

13
TERHADAP faktual dan e-government
PELAYANAN PUBLIK akurat memenuhi
DI KEMENTERIAN mengenai tahap pertama
HUKUM DAN HAM peran e- yaitu
(Analysis Of E- government information
Government To Public di publishing
Services In The Ministry Kementerian dan
Of Law And Human Hukum Dan kedua“officia
Rights) HAM dalam l” two-way
mengoptimal transactions
kan berdasarkan
pelayanan kerangka
publik. Deloitte &
Touche dan
dari sektor
Government
to Citizen
(G2C) masuk
dalam
kategori yaitu
e-governance,
e-service, and
e-knowledge
(Ditjen
Imigrasi,
Ditjen AHU,
dan Ditjen
KI)

1.5.2 Paradigma Administrasi Publik


Perkembangan peradaban, pemikiran dan dinamika masyarakat
berdampak pada perkembangan ilmu pengethuan termask ilmu
administrasi public.
Denhardt dan Denhardt 2003 dalam Sabaruddin 2015 membagi
perkembangan ilmu administrasi Publik pada tiga paradigm besar,
yaitu:
a. Paradigma Administrasi Publik Klasik (Old public
Administration) 1887-1987
Konsep Old Public Administration dalam perkembangannya
menurut Denhardt dan Denhardt dalam Sabaruddin 2015: 16
memunculkan konsep-konsep baru yaitu: Pertama, model
rasional pandangan Herbert A Simon yang mengungkapkan
bahwa preferensi individu dan kelompok seringkali berpengaruh

14
pada berbagai urusan manusia. Organisasi pada dasarnya tidak
berkenaan dengan standar tunggal efisiensi, tetapi juga dengan
standar lainnya, konsep utama yang ditampilkan Simon adalah
Rasionalitas.
Kedua, public choice (pilihan public), pandangan ini didasarkan
pada tiga asumsi kunci yaitu,:
a. Teori ini memusatkan perhatian pada individu dengan asumsi
bahwa pengambil keputusan perorangan adalah rasional,
mementingkan diri sendiri dan berusaha memanfaatkan orang
lain.
b. Teori ini memusatkan perhatian pada barang public sebagai
output dari badan-badan public.
c. Teori ini berdasarkan asumsi bahwa situasi keputusan
berbeda akan menghasilkan pendekatan yang berbeda dalam
penentuan pilhan.

Berdasarkan pandangan tersebut maka perspektif Administrasi


public klasik menempatkan organisasi tertutup sehingga
keterlibatan masyarakat dan pemerintahan dinilai tidak penting.

b. Paradigma New Public Management (Manajemen Publik


Baru) 1990- 2000
Lahirnya konsep new public management (NPM) pada awal
tahun 1990-an merupakan reaksi terhadap lemahnya birokrasi
tradisional dalam paradigm administrasi public klasik. Dernhardt
dan Dernhardt 2013:13 dalam Sabaruddin 2015 menjelaskan
perspektif new public management semua pimpinan/manajer
didorong untuk menemukan cara baru dan inovatif untuk
memcapai hasil maksimal atau melakukan privatisasi terhadap
fungsi-fungsi pemerintahan. NPM berkehendak meningkatkan
efisiensi, efektivitas, dan produktivitas sehingga kurang
memperhatikan keadilan social. Nilai-nilai ekonomis (bisnis)

15
yang dianut NPM seringkali bertentangan dengan demokrasi dan
kepentingan public. Pengelolaan pelayanan public yang
diserahkan kepada sector swasta pada satu sisi meningkatkan
kinerja pelayanan public, namun cenderung dinikmati orang-
orang yang memiliki kekuasaan dan kekayaan.
c. Paradigma New Public Service ( Pelayanan Publik baru )
Menurut Dernhardt dan Dernhardt 2003:170 (dalam Sabaruddin
2015:21) perspektif NPS mengawali pandangannya dari
pengakuan atas warga negara dan posisinya sangat penting bagi
pemerintahan demokratis. Jati diri warga negara tidak hanya
dipandang semata sebagai kepentingan pribadi namun juga
melibatkan nilai, kepercayaan, dan kepedulian terhadap orang
lain. Dalam pendekatan NPS, administrasi public tidak bisa
dijalankan seperti perusahaan swasta seperti dikehendaki NPM
karena administrasi Negara harus mampu menciptakan suasana
demokratis dalam keseluruhan proses kebijakan public, yaitu
dengan memperhatikan kepentingan dan nilai yang hidup dalam
masyarakat. Pegawai pemerintah tidak melayani pelanggan tetapi
memberikan pelayanan untuk kepentingan demokrasi (Dernhardt
dan dernhardt dalam Syafri 2012:196).
Sementara itu istilah collaborative governance merupakan
cara pengelolaan pemerintahan yang melibatkan secara langsung
stakeholder diluar negara, berorientasi consensus, dan
musyawarah dalam proses pengambilan keputusan kolektif, yang
bertujuan membuat atau melaksanakan kebijakan public serta
program-program public (Ansell dan Hash 2007 dalam Syafri
2012:198).
1.5.3 Konsep Electronic Government
Konsep Electronic Government Penyelenggaraan pemerintahan
yang baik sudah merupakan suatu keharusan dan tuntutan zaman,
untuk itu diperlukan suatu solusi yaitu keterpaduan sistem

16
penyelenggaraan pemerintah melalui jaringan sistem informasi on-
line antar instansi pemerintah baik pusat dan daerah untuk
mengakses seluruh data dan informasi khususnya yang
berhubungan dengan pelayanan publik. Perubahan lingkungan
strategis (LINGSTRA) dan kemajuan teknologi mendorong
aparatur pemerintah mengantisipasi paradigma baru untuk
peningkatan kinerja birokrasi serta perbaikan pelayanan agar
terwujudnya pemerintah yang baik (good govermance). Hal ini
dikarenakan pemerintah merupakan pendorong serta fasilitator
dalam keberhasilan berbagai kegiatan pembangunan, oleh untuk itu
harus didukung oleh kecepatan arus data dan informasi antar
instansi agar terjadi keterpaduan sistem antara pemerintah dengan
pihak penggunan lainnya.
Sektor teknologi informasi dan komunikasi telah mengambil peran
yang begitu besar di setiap negara. Kehadiran teknologi telah
membuat hilangnya sekat penghalang untuk berkomunikasi dan
mencari informasi.Setiap instansi pemerintahan kini telah memiliki
website resmi dalam upaya keterbukaan informasi kepada publik.
Informasi-informasi yang disampaikan dalam website resmi akan
selalu diupdate oleh setiap instansi yang bersangkutan. Sehingga
hal ini mempermudahkan masyarakat dalam pencarian informasi
publik yang dibutuhkan tanpa harus datang ke kantor instansi
tersebut. Hal ini merupakan salah satu bentuk wujud dari electronic
government (e-government). E-government memberi kemudahan
bagi warga masyarakat untuk mengakses layanan pemerintah.
Sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya dan peningkatan
transparasi dalam upaya pengurangan korupsi di dalam
pemerintahan.18 Berdasarkan pemahaman di atas, ada beberapa
aspek yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan dan
pengembangan e-governmentyaitu kelembagaan, infrastruktur dan
sumberdaya manusia agar mampu mendukung pemanfaatan e-

17
government. Melalui pengembangan e-government dilakukan
penataan sistem manajemen dan proses kerja khususnya di
Kementerian Hukum Dan HAM dengan mengoptimalisasikan
pemanfaatan teknologi informasi. Menurut para ahli ada 3 (tiga)
sektor dari e-government19 yaitu: G2C (Governmet to Citizen),
yaitu mempermudah interaksi dengan warga/masyarakat dengan
lembaga pemerintah untuk segala sesuatu dari mendapatkan surat
nikah hingga pembayaran pajak. G2B (Government to Business),
membantu memfasilitasi aktivitas seperti procurement, perizinan,
dan aktivitas lainnya yang membantu memfasilitasi bisnis- yang
berbasis pertumbuhan ekonomi dan G2G (Government to
Government) yaitu berfungsi mendukung pelaksanaan antar
pemerintah/lembaga dan saling tukar menukar data dan informasi.
Sedangkan e-government memberikan beberapa manfaat yang
dapat dirasakan yaitu: pelayanan yang lebih baik kepada
masyarakatyaitu informasi yang disediakan dapat diakses kapan
saja (24 jam); Informasi dapat diakses dari kantor, rumah, tanpa
harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan; Peningkatan
hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum;
Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah
diperoleh dan; Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien.
Sebagai contoh, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui
e-mail atau bahkan video conference. Di dalam e-government yang
diimplementasikan dan dikembangkan khususnya di
kementerian/lembaga, webnya baru fitur e-commerce pada tahap
mempublikasikan informasi yang tersedia terkait aktivitas, sejarah,
struktur, produkproduk hukum maupun layanan pengaduan.
Namun beberapa unit layanan di Kementerian Hukum dan HAM
sudah menyediakan layanan secara online diantaranya imigrasi,
pelayanan jasa hukum dan kekayaan intelektual. Seperti terlihat

18
pada tabel 3 di bawah ini merupakan ringkasan fitur aplikasi
Government to Citizen (G2C)
Tabel 3
Fitur E-Commerce Pada Tahap I Information Publishing

No Fitur Keterangan
1 Profil Struktur Organisasi Sejarah Tugas dan Fungsi Visi
dan Misi Arti logo Alamat atau e-mail yang bisa
dihubungi
2 Informasi yang Berita Artikel Event (kegiatan atau acara) yang
tersedia diadakan oleh kementerian yang bersangkutan.
General data yang berkaitan dengan ruang lingkup
fungsi Kementerian. Formulir yang dapat diunduh,
contohnya formulir pendaftaran. Panduan tata cara
suatu kegiatan yang berhubungan dengan layanan
tersebut
3 Layanan online Interaksi antara pihak pemerintah dan masyarakat
berupa layanan publik yang tersedia secara online
4 Produk hokum Peraturan maupun kebijakan kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah terkait dengan
masingmasing kementerian
5 Pengaduan/saran Fasilitas yang disediakan kementerian pada situs
web-nya dalam menjembatani aspirasi maupun
keluhan masyarakat
6 Link Tautan yang berkaitan dengan kementerian, baik ke
lembaga lain yang berhubungan maupun
lembagalembaga di bawah pengawasannya.

Menurut Deloitte dan Touche ada beberapa tahapan dalam


mengimplementasikan e-government, yaitu ada 6 (enam) tahapan,
namun saat ini kementerian/lembaga baru sampai pada portal tahap
yang 1 (pertama) dan 2 (kedua), seperti pada gambar dibawah ini :
Tahap 1 adalah information publishing atau Publikasi Informasi.
Pada tahapan ini masih terjadi one-way communication di mana
websitekementerian/lembaga hanya menyediakan informasi-
informasi umum terkait dengan kementerian tersebut, jenisjenis
layanan yang diberikan, serta kontak yang dapat dihubungi untuk
memperoleh informasi lebih lanjut. Selain itu, layanan untuk
pengunduhan dokumen terkait juga disediakan, seperti formulir
atau surat isian. Penggunaan e-mail yang ditujukan bagi
kementerian terkait juga termasuk pada tahap ini. Kemudian pada

19
Tahap 2 adalah “official two way transactions” atau transaksi
Komunikasi Dua Arah yaitu transaksi antara masyarakat dengan
pemerintah. Pengertian dua arah dalam hal ini adalah adanya
hubungan timbal balik antara pihak pengguna, dalam hal ini
masyarakat, dengan pihak pemerintah sebagai penyedia layanan.
Misal dibidang imigrasi bila seseorang akan membuat paspor
secara online, yang bersangkutan bisa mengisi data diri dan
tentunya tidak perlu mengantri, hanya menyiapkan berkasberkas
syarat pembuatan paspor kemudian discan dan diinput sesuai
dengan tahapan pembuatan paspor yang ada. Kemudian layanan
yang ada di Direktorat Administrasi Hukum Umum sudah secara
online yang bisa dilakukan dengan PC, laptop ,maupun melalui
smartphone. yang kemudian pihak pemerintah akan memberikan
feedback berupa dokumen yang dapat dicetak dari transaksi
tersebut. Website harus dilengkapi dengan perangkat keamanan
seperti digital signature, untuk menjamin informasi pribadi
masyarakat yang disimpan aman dari penyalahgunaan informasi.
Contoh nyata penerapan tahap ini adalah pelayanan di Direktorat
Jenderal AHU yaitu permohonan pendaftaran Fidusia
menggunakan online system melalui notaris yang bisa diakses
secara online kemudian sertifikat fidusia bisa dicetak langsung dan
ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang secara digital.
Selaras dengan kerangka teori e-government yang diusung oleh
Deloitte dan Touche, Bonham menyebutkan bahwa setiap sektor e-
government terdiri dari tiga kategori yaitue-governance, e-service,
and e-knowledgeseperti diilustrasikan pada tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4 merupakan aktivititas di setiap kategori yaitu G2C, G2B,
and G2G. Menurut Bonham bahwa penyelenggaraan e-governance
sektor G2C diharapkan dapat mendorong masyarakat terlibat dan
berpartisipasi terhadap proses politik melalui forum diskusi secara
online, sedangkan melalui e-service (pendaftaran paspor online,

20
pendaftaran jaminan fidusia) memberikan kesempatan untuk
beraktivitas melalui layanan ataupun konsultasi secara individual,
kemudian pada sektor e-knowledge yaitu:

pemerintah menyediakan informasi yang penting bagi masyarakat


terkait aktivitas atau kegiatan yang dilakukan. Hingga saat ini e-
government di Kementerian Hukum Dan HAM baru
dikembangkan pada sektor G2C dan G2B, belum sampai pada
sektor G2G untuk memberikan atau bertukar informasi antar
kementerian/lembaga. Kedepannya perlu dibangun sektor G2G
yang terintegrasi sehingga informasi akan lebih mudah diakses
untuk kepentingan bersama.
1.5.4 Pelayanan Publik
Istilah pelayanan berasal dari kata “layan” yang artinya menolong
menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk
perbuatan melayani. Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan
pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa
pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia
(Sinambela, 2010:3).
Sementara itu, istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public
yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya
sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia Baku menjadi Publik
yang berarti umum, orang banyak, ramai. Beberapa pakar yang
memberikan pengertian mengenai pelayanan publik diantaranya
adalah Agung kurniawan (2005:6), mengatakan bahwa pelayanan

21
publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang
lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi
itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditetapkan.
Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 63 Tahun 2003 telah dijelaskan bahwa pengertian
pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan
kebutuhan peraturan perundangundangan. Sedangkan
penyelenggara pelayanan publik dalam Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 tahun 2003 diuraikan
bahwa Instansi Pemerintah sebagai sebutan kolektif yang meliputi
Satuan Kerja/ satuan organisasi Kementerian, Departemen,
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi dan Tinggi Negara, dan Instansi Pemerintah lainnya, baik
pusat maupun Daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan
Usaha Milik Daerah, Menjadi penyelenggara palayanan publik.
Sedangkan pengguna jasa pelayanan publik adalah orang,
masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum yang menerima
layanan dari instansi pemerintah.
Dari beberapa pengertian pelayanan publik yang diuraikan
tersebut, dalam konteks pemerintah daerah, pelayanan publik dapat
disimpulkan sebagai pemberian layanan atau melayani keperluan
orang atau masyarakat dan/atauorganisasi lain yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu, sesuai dengan aturan pokok dan
tata cara yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan
kepuasan kepada penerima pelayanan.
1.5.5 Prinsip-prinsip pelayanan publik
Penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh penyelenggara
pelayanan publik yaitu penyelenggara Negara/ pemerintah,
penyelenggara perekonomian dan pembangunan, lembaga

22
independen yang dibentuk oleh pemerintah, badanusaha/badan
hukum yang diberi wewenang melaksanakan sebagian tugas dan
fungsi pelayanan publik, badan usaha/badan hukum yang
bekerjasama dan/ atau dikontrak untuk melaksanakan sebagaian
tugas dan fungsi pelayanan publik dan masyarakat umum atau
swasta yang melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pelayanan
public yang tidak mampu ditangani/dikelola oleh
pemerintah/pemerintah daerah. Terdapat 3 unsur penting dalam
pelayanan publik, yaitu:
1. Organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu
Pemerintah Daerah,
2. Penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat atau
organisasiyang berkepentingan,
3. . Kepuasan yang diberikan dan/atauditerima oleh penerima
layanan (pelanggan).

Dengan demikian, pemerintah daerah dalam menjalankan


monopoli pelayanan publik, sebagai regulator/pembuat peraturan
(rule government/peraturan pemerintah) harus mengubah pola pikir
dan kerjanya dan disesuaikan dengan tujuan pemberianotonomi
daerah, yaitu memberikan dan meningkatkan pelayanan yang
memuaskan masyarakat Untuk terwujudnya good governance,
dalam menjalankan pelayanan publik, pemerintah daerah juga
harus memberikan kesempatan luas kepada warga dan masyarakat,
untuk mendapatkan akses pelayanan publik, berdasarkan prinsip-
prinsip kesetaraan, transparansi, akuntabilitas dan keadilan

1.5.6 Standar Pelayanan Publik


Setiap Penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan,sebagai jaminan adanya kepastian bagi pemberi didalam
pelaksanaan tugas danfungsinya dan bagi penerima pelayanan
dalam proses pengajuan permohonannya. Standar pelayanan

23
merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik sebagai pedoman yang wajib ditaati dan
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan, dan menjadi pedoman
bagi penerima pelayanan dalamproses pengajuan permohonan,
serta sebagai alat kontrol masyarakat dan/atau penerima layanan
atas kinerja penyelenggara pelayanan. Oleh karena itu perludisusun
dan ditetapkan standar pelayanan sesuai dengan sifat, jenis dan
karakteristik pelayanan yang diselenggarakan serta memperhatikan
lingkungan. Dalam proses perumusan dan penyusunannya
melibatkan masyarakat dan/ atau stakeholder lainnya (termasuk
aparat birokrasi) untuk mendapatkan saran dan masukan dan
membangun kepedulian dan komitmen Dalam Sinambela (2010,
hal : 6), secara teoritis tujuan pelayanan publik pada dasarnya
adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu
dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :
1. Transparan
Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh
semua pihakyang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas
Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional
Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan
pemberi dan penerimapelayanan dengan tetap berpegang pada
prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif
Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan Hak

24
Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek
apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan
lain-lain.
6. Keseimbangan Hak Dan Kewajiban
Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara
pemberi dan penerima pelayanan publik.

Disamping itu, persyaratan, pengawasan, penanganan pengaduan


dan jaminan pelayanan bagi pelanggan perlu dijadikan materi
muatan standar pelayanan publik.Penyusunan standar pelayanan
publik, harus mempertimbangkan aspek kemampuan, kelembagaan
dan aparat penyelenggara pelayanan, dan karakteristik sosial
budaya masyarakat setempat. Dengan harapan, agar standar
pelayanan publik yang ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik,
terutama oleh para pelaksana operasional pelayanan yang
berhadapan langsung dengan masyarakat, dimengeti dan diterima
oleh masyarakat/ stakeholder.

1.6 Kerangka Teoritis


Pelayanan aparatur pemerintah merupakan suatu kegiatan melayani publik
baik berinteraksi langsung atau tidak sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat. Hal ini melayani keperluan orang atau masyarakat yang
memiliki kepentingan pada organisasi sesuai yang ditetapkan organisasi
sendiri. Sedangakan Integrasi Data merupakan upaya untuk
menyelenggarakan pelayanan meningkatkan kualitas pelayanan publik
secara efektif dan efisien. Adapun yang menjadi gambaran dari kerangka
konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:

25
Variable X1:
Variable Y1:
Kualitas Sistem
Intensitas
Penggunaan

Manfaat/
Variable X2:
Keuntungan
Kualitas Informasi
Variable Y2:

Kepuasan
Variable X3: Pengguna

Kualitas Layanan

Dampak Integrasi Data


Terhadap Kecepatan
Pelayanan Publik di
Surabaya

1.6.1 Variabel Bebas (Independent Variable)


Variabel bebas sering disebut dengan variabel independen, variabel
stimulus, variabel prediktor, variabel antecedent. Variabel bebas

26
merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)
(Sugiyono, 2019:69). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu
implementasi kebijakan pelayanan yang akuntabilitas dan
transparansi.
1.6.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat sering disebut dengan variabel dependen. Variabel
dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016:68).
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu keberhasilan upaya
peningkatan kualitas pelayanan.
1.6.3 Variable Antara (Intervening Variable)
Menurut Sugiyono (2019:39) variabel intervening (penghubung)
atau yang sering juga disebut dengan variabel antara adalah
variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antar
variabel independen dan dependen menjadi hubungan yang tidak
langsung dan tidak dapat diamati dan diukur. Variabel antara pada
penelitian ini adalah peran pemerintah dalam merancang kebijakan
serta peran stakeholder dalam menjalankan kebijakan pelayanan
yang akuntabilitas dan transparansi
1.6.4 Variable Kontrol
Azwar (1999) menyatakan bahwa variabel kontrol atau kendali
merupakan variabel bebas tetapi efek pengaruhnya terhadap
variabel tergantung dikendalikan (dikontrol) oleh peneliti sehingga
pengaruhnya netral. Variabel kontrol pada penelitian ini adalah
pemahaman serta kemauan stakeholder dalam memahami
kebijakan
1.7 Hipotesis
1. Hubungan Information Quality terhadap Quality of Public Service
Domain information quality sangat berkaitan erat dengan informasi itu
sendiri. Bagaimana layanan e-government menyediakan sebuah

27
informasi yang akurat, tepat dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
masyarakat serta tersedianya fitur-fitur yang sangat membantu
pengguna / masyarakat dalam memanfaatkan website pelayanan yang
disediakan oleh pemerintah. Pada salah satu variabel IS Success Model
milik Delone and McLean (2003) adalah information quality yang
merujuk pada karakteristik yang diinginkan sebagai keluaran (output)
yang diinginkan oleh konsumen dari sistem layanan yang disediakan
(Petter et al., 2008). Hal tersebut serupa dengan review yang ditulis
oleh Papadomichelaki et al. (2006), layanan e-government dibagi
menjadi empat dimensi yaitu service, content, system dan
organization. Salah satu dimensi yang berkaitan dengan information
adalah dimensi content. Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud content
pada layanan egovernment merujuk pada permasalahan bagaimana
informasi dan presentasi yang ditampilkan pada website layanan e-
government.
Pemilihan variabel information quality ini berdasarkan pada penelitian
milik Wang and Liao (2008) menyebutkan bahwa variabel information
quality memiliki nilai yang dominan dibandingkan dua variabel
lainnya yaitu system quality dan service quality. Sehingga tidak heran
jika Wang and Liao (2008), menyarankan agar pemerintah harus
benar-benar mempengaruhi aspek informasi yang disediakan pada
layanan publik e-government. Hal tersebut juga serupa dengan
literature review yang dilakukan dengan Petter et al. (2008) terhadap
11 penelitian dari tahun 1993-2006 yang membahas tentang
pengukuran IS Success Model pada variabel information quality yang
menunjukkan bahwa variabel information quality memiliki pengaruh
positif yang cukup signifikan terhadap net benefit dengan merujuk
pada 9 dari 11 penelitian yang menyebutkan demikian.
2. Hubungan System Quality terhadap Quality of Public Service
Tujuan utama dari layanan e-government adalah untuk memungkinkan
masyarakat bisa mengakses layanan e-government tersebut tanpa

28
secara fisik mengunjungi kantor-kantor pemerintah. Layanan tersebut
disediakan di website pemerintah, tersedia dimana saja untuk warga 24
jam sehari dan 7 hari dalam seminggu (Huang and Bwoma, 2003).
Ndou (2004) menyebutkan bahwa banyaknya saluran informasi yang
disediakan pemerintah untuk pengaksesan layanan e-government
seperti melalui PC, Web TV, mobile phone atau peralatan wireless
memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan partisipasinya dalam
penggunaan layanan e-government. Secara garis besar variabel system
quality berhubungan dengan karakteristik yang diinginkan dari sebuah
sistem informasi. Karakteristik tersebut mencakup aspek teknis yang
diterapkan pada layanan e-government. Sehingga yang diharapkan dari
aspek teknis ini adalah apa yang dirasakan masyarakat saat
mengoperasikan website tersebut. Misalnya terkait dengan kemudahan
saat mengakses dan bagaimana waktu respon saat website tersebut
diakses.
Pemilihan variabel system quality ini berdasarkan pada literature
review yang dilakukan oleh Petter et al. (2008) menunjukkan bahwa
variabel system quality pada level individu memiliki nilai moderate
support terhadap net benefit. Nilai tersebut didapatkan berdasarkan 22
penelitian sebelumnya yang mengukur kesuksesan IS Success Model
dari tahun 1994 hingga 2007. Hasil review pada 15 dari 22 penelitian
tersebut menunjukkan bahwa, system quality berpengaruh positif
terhadap net benefit.
3. Hubungan Service Quality Terhadap Quality of Public Service
Pada penerapan layanan e-government, tidak semua sistem yang
digunakan akan diotomatisasi. Salah satu komponen yang masih
dibutuhkan dalam penerapan sistem e-government adalah keberadaan
manusia. Sistem e-government dapat meminimalisir kinerja individu,
namun tidak akan lepas dari peran individu. Seperti peran petugas
yang akan berinteraksi dengan masyarakat langsung. Salah satu
layanan pemerintah yang masih menggunakan peran petugas

29
pelayanan adalah pelayanan call center. Sehingga yang diharapkan dari
variabel service quality ini adalah bagaimana petugas pelayanan
berperan dalam pelayanan e-government ini. Hal tersebut sesuai
dengan review milik (Delone and McLean, 2003; Papadomichelaki et
al., 2006; Petter et al., 2008) yang menyebutkan bahwa salah satu hal
yang perlu diperhatikan dalam pelayanan adalah bagaimana sebuah
sistem didukung baik secara personal maupun organisasi. Organisasi
merujuk pada interaksi yang diciptakan antara staf penyedia layanan
dan masyarakat sebagai pengguna layanan. Sehingga variabel service
quality ini menekankan pada bagaimana konsumen / masyarakat
menerima layanan dari bagian front-office dan juga tingkat
personalisasi dari layanan yang disediakan oleh pemerintah.
Pemilihan variabel service quality ini berdasarkan pada literature
review yang dilakukan oleh Petter et al. (2008) menunjukkan bahwa
variabel service quality pada level individu memiliki nilai moderate
support terhadap net benefit. Nilai tersebut didapatkan berdasarkan 7
penelitian sebelumnya yang mengukur kesuksesan IS Success Model
dari tahun 1992 hingga 2006. Hasil review pada 4 dari 7 penelitian
tersebut menunjukkan bahwa, service quality berpengaruh positif
terhadap net benefit.
4. Hubungan Quality of Public Service in e-Government terhadap
Penciptaan Public Value
Hal utama yang menjadi fokus dari penelitian terdapat pada hipotesis
H4 ini, yaitu mencari apakah terdapat keterkaitan antara quality of
public service terhadap public value. Berdasarkan hasil evaluasi pada
layanan publik egovernment dan public value yang dirasakan oleh
masyarakat akan diketahui apakah memang terdapat keterkaitan antara
quality of public service dengan public value atau tidak. Indikator
pengukuran yang digunakan untuk mengukur variabel quality of public
service e-government menggunakan pengukuran value of service milik
ITIL yaitu performance, constraint, available, capacity, continuous dan

30
secure. Banyak penelitian sebelumnya yang menggunakan acuan
pengukuran kualitas layanan menggunakan SERVQUAL milik
Parasuraman et al. (1991). Namun, ternyata perkembangan IS Success
Model milik Delone and McLean (2003) menambahkan variabel
service quality yang mengacu pada pengukuran kualitas layanan pada
Parasuraman et al. (1991). Sehingga service quality yang digunakan
pada penelitian ini merupakan variabel yang akan diukur dan bukanlah
sebagai variabel pengukur.
Quality of public service in e-government yang digunakan pada
penelitian ini mengacu pada usulan model milik Omar et al. (2011)
yang menggunakan variabel pada IS Success Model milik Delone and
McLean (2003) dalam mengukur sebuah penyampaian layanan. Usulan
model milik Omar et al. (2011) tersebut belum pernah dilakukan uji
empiris sebelumnya. Sehingga variabel information quality, system
quality dan service quality dianggap sebagai bagian pendukung dalam
penyampaian suatu layanan publik kepada masyarakat yang harus
diperhatikan oleh pemerintah serta akan divalidasi melalui kajian
secara teoritis serta empiris pada penelitian kali ini.
Penelitian sebelumnya (Moore, 1995; Kelly et al., 2002; Kearns, 2004;
Heeks, 2006; Karunasena, 2012) mengusulkan faktor penyampaian
layanan (delivery of quality public service) terhadap pengukuran
public value. Namun dari lima penelitian tersebut belum ada yang
melakukan kajian secara empiris terhadap usulan tersebut. Sehingga
Karunasena (2012) melakukan penelitian lanjutan mengenai variabel
delivery of quality public service terhadap public value tersebut dan
membuktikan bahwa variabel tersebut penting dalam evaluasi public
value. Pengukuran variabel delivery of quality public service milik
Karunasena (2012) menggunakan indikator ukur quality of
information, functionalities of the e-services dan user orientation.
5. Hubungan Effectiveness of Public Organization Terhadap Penciptaan
Public Value

31
Efektivitas organisasi publik melalui layanan e-government didapatkan
melalui (a) efisiensi organisasi, (b) keterbukaan organisasi publik dan
(c) responsivitas / kinerja sebuah organisasi publik (Kernaghan, 2003;
Jørgensen and Bozeman, 2007; Karunasena, 2012). E-government
dapat menjadi suatu alat yang mampu memperbaiki efisiensi dari
sebuah organisasi publik dengan memotong arus perputaran uang dan
membuat hubungan yang strategis antara departemen / dinas yang ada
di dalam pemerintahan (Heeks, 2008). Melalui perkembangan
infrastruktur ICT, desain ulang fungsi publik (Al-Omari and Al-Omari,
2006), berbagi informasi publik (eGEP, 2006) serta pemberdayaan staf
publik (eGEP, 2006). Pada usulan-usulan penelitian sebelumnya milik
Kernaghan (2003); eGEP (2006); Jørgensen and Bozeman (2007)
belum dilakukan kajian empiris. Pada eGEP (2006) pun hanya sebatas
usulan pengukuran framework untuk layanan e-government. Sehingga
Karunasena (2012) menguji variabel effectiveness of public
organization tersebut dan menunjukkan bahwa variabel tersebut
penting dalam melakukan evaluasi public value.
6. Hubungan Achievement of Socially Desirable Outcomes Terhadap
Penciptaan Public Value
Achievement of socially desirable outcomes merujuk pada dampak dan
konsekuensi yang diinginkan / dicapai dari penerapan layanan publik
e-government (Karunasena et al., 2011). Pada penelitian ini merujuk
pada penelitian milik Karunasena (2012) yang sebelumnya sudah
melakukan kajian secara teoritis dan empiris mengenai variabel ini.
Indikator yang mendukung variabel ini adalah (a) equity (b) self-
development (c) trust (d) participatory democracy dan (e)
environmental sustainability. Beberapa hal yang dapat dikaitkan
terhadap variabel ini adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap
ketersediaan informasi dan layanan e-government jika dilihat dari
adanya bahasa lokal, standar aksesabilitas, keterseduaan konten atau
fitur bagi kalangan minoritas serta keberadaan instruktur dan kiosk di

32
area pedesaan / terpencil untuk dapat mengakses layanan e-
government (Karunasena, 2012). Hal yang membedakan model
pengukuran public value milik Karunasena (2012) dan usulan-usulan
yang sebelumnya (Moore, 1995; Kelly et al., 2002; Kearns, 2004;
Karunasena et al., 2011; Omar et al., 2011) adalah peletakan variabel
trust pada variabel achievement of socially desirable outcomes ini.
Karena pada usulan model yang sebelumnya variabel development of
trust dibedakan dengan variabel ini. Sehingga tiga faktor utama
(delivery of public service, development of trust, achievement of
desirable outcomes) untuk pengukuran public value seperti usulan
pertama kali oleh Moore (1995) tidak serta merta diabaikan begitu
saja.
1.8 Definisi Konsep dan Definisi Operasional
1.8.1 Information Quality
Berkaitan erat dengan bagaimana layanan publik e-government
menyediakan informasi yang akurat, tepat dan sesuai dengan yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
1.8.2 System Quality
System quality berhubungan dengan karakteristik yang diinginkan
dari sebuah sistem informasi. Karakteristik tersebut mencakup
aspek teknis yang diterapkan pada layanan e-government.
1.8.3 Service Quality
Variabel service quality merujuk pada bagaimana petugas
pelayanan berperan dalam pelayanan e-government dan
berinteraksi dengan masyarakat langsung.
1.8.4 Quality of Public Service in e-Government
Banyak penelitian sebelumnya yang melakukan pengukuran
kualitas layanan menggunakan SERVQUAL milik Parasuraman et
al. (1991) dengan lima variabel utama yaitu tangibles, reliability,
responsiveness, assurance, dan empathy. Namun ternyata empat
dari lima variabel tersebut sudah diterapkan menjadi indikator pada

33
tiga variabel dari quality of public service yaitu service quality
(responsiveness, assurance, empathy) dan system quality
(reliability) (Delone and McLean, 2003). Hal tersebut sesuai
dengan perbaikan model yang diusulkan oleh Delone and McLean
(2003) ketika menambahkan model service quality pada IS Success
Model. Jiang et al. (2002) melakukan penelitian yang
menghasilkan bahwa 168 pengguna dan 168 IS professional setuju
jika pengukuran SERVQUAL dapat digunakan sebagai alat
analisis yang bernilai bagi IS Manager. Penelitian milik Pitt et al.
(1995) juga menyebutkan bahwa variabel reliability,
responsiveness, assurance dan empathy memiliki nilai konvergen
dan validitas yang tinggi. Sehingga empat variabel tersebutlah
yang digunakan pada perbaikan IS Success Model untuk variabel
service quality milik (Delone and McLean, 2003).
1.8.5 Public Value
Secara khusus, public value mengacu pada sebuah nilai yang
diciptakan oleh pemerintah melalui penyediaan layanan
berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku. Public value
mampu membantu sebuah sistem pemerintahan demokratis yang
efektif dan efisien dengan cara melibatkan partisipasi masyarakat.
Dalam penciptaan public value, kepuasan masyarakat dianggap
sangat penting (Kelly et al., 2002). Pengukuran public value
didapatkan dari usulan delapan indikator kesuksesan penerapan
public value oleh Kearns (2004). Kedelapan indikator tersebut
adalah :
1. Semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan layanan e-
government
2. Meningkatnya level kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
publik yang diberikan
3. Meningkatnya informasi dan pilihan yang tersebdia bagi
masyarakat

34
4. Menciptakan dan lebih fokus pada pelayanan yang dipercaya
oleh masyarakat
5. Meningkatnya fokus pelayanan yang baru dan inovatif sesuai
dengan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat
6. Berkurangnya biaya yang dibutuhkan dalam penyediaan
layanan
7. Adanya perbaikan dalam penyampaian hasil (layanan kepada
masyarakat)
8. Berkontribusi untuk memperbaiki level kepercayaan antara
masyarakat dengan pemerintah
1.8.6 Effectiveness of Public Organisations
Efektivitas organisasi publik melalui layanan e-government
didapatkan melalui (a) efisiensi organisasi, (b) keterbukaan
organisasi publik dan (c) responsivitas / kinerja sebuah organisasi
publik (Kernaghan, 2003; Jørgensen and Bozeman, 2007;
Karunasena, 2012).
1.8.7 Achievement of Socially Desirable Outcomes
Achievement of socially desirable outcomes merujuk pada dampak
dan konsekuensi yang diinginkan / dicapai dari penerapan layanan
publik e-government (Karunasena et al., 2011).
1.9 Metodologi Penelitian
1.9.1 Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah kuantitatif deskriptif.
Kuantitatif deskriptif adalah jenis penelitian yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya.
Penelitian kuantitatif deskriptif menggunakan pendekatan korelasi
(correlational research). Penelitian korelasi adalah penelitian yang
dilakukan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila
ada, berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidak hubungan itu.
Penelitian korelasi mempelajari dua variabel atau lebih yakni

35
sejauh mana variasi dalam satu variabel berhubungan dengan
variasi dalam variabel lain. Pemilihan kuantitatif deskriptif dalam
penelitian ini didasarkan dari penelitian yang ingin mengkaji dan
melihat derajat hubungan.
1.9.2 Populasi dan Sampel
1.9.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.
1.9.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto, 2010). Sampel adalah sebagian untuk diambil dari
keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini
dipilih dengan menggunakan metode. Sampel dalam penelitian
ini dipilih dengan menggunakan metode Simple Random
Sampling. Arikunto mengatakan bahwa : “Sampel adalah
mewakili dari keseluruhan populasi yang dijadikan objek
dalam penelitian.” Untuk menentukan jenis sampel dalam
penelitian, peneliti berpedoman kepada ketentuan sebagaimana
dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto : “ Apabila kurang dari
100 orang, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subjeknya
lebih besar, maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%
1.9.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel menurut Pasolong (2016:102) untuk
menentukan jumlah sampel yang digunakan dalam suatu
penelitian. Sugiyono (2016:52) menjelaskan pemilihan informan
atas dasar teknik non-probability sampling merupakan teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan

36
sama bagi setiap unsur atau setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah incidental sampling. Incidental
sampling adalah teknik penentuan informan berdasarkan kebetulan,
yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan
dapat digunakan sebagai informan, bila dipandang orang yang
kebetulan ditemui itu cocok atau sesuai kriteria sebagai sumber
data.
1.9.4 Jenis dan Sumber Data
1.9.4.1 Jenis data
Pada dasarnya, data-data dapat digolongkan menjadi dua jenis
diantaranya:
1. Data Kuantitatif Data kuantitatif adalah data yang
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka dan diperoleh
dari lapangan atau yang diperoleh dengan mengubah nilai-
nilai kualitatif menjadi nilai-nilai kuantitatif. Jenis data
kuantitatif ini dapat diolah dan dianalisis dengan
perhitungan statistika atau matematika karena data yang
akan diperoleh hanya berupa angka saja.
2. Data Kualitatif Data kualitatif merupakan data yang
berdasar pada argumen yang dinyatakan dalam bentuk kata-
kata dan kalimat bukan angka. Menurut Sutama (2016:198)
data kualitatif merupakan data yang dinyatakan dalam
bentuk kata, kalimat, ungkapan, narasi, dan gambar. Agar
bisa membuat kata, kalimat, ungkapan, narasi dan gambar.
Peneliti dapat mengumpulkan hasil wawancara, analisis
dokumen, diskusi hingga transkrip observasi serta
melampirkan data kualitatif berupa foto maupun sebuah
rekaman video.
1.9.4.2 Sumber data

37
Penelitian ini menggali dari bahan-bahan tertulis yang bersumber
dari buku-buku, laporan dan komentar, dokumen-dokumen, jurnal,
literatur, serta analisis maupun laporan dan komentar yang
dikemukakan masyarakat yang berkaitan dengan Kecepatan
Pelayanan Publik di Kota Surabaya.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang didapat dari sumber informan
yang relevan dengan masalah penelitian dan didapatkan
langsung oleh peneliti dari proses kegiatan wawancara langsung
kepada sumber informan diantaranya adalah pimpinan ataupun
pegawai dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, penanggung
jawab situs implementasi kebijakan, serta masyarakat kecamatan
Tembalang. Terdapat tiga objek dalam penelitian ini, yaitu dari
fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar dan
mengajar, dan kantor pemerintahan di kecamatan Tembalang.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data pendukung yang relevan dengan
masalah penelitian, meliputi kajian pustaka, laporan-laporan,
arsip,serta data yang telah diolah, seperti data yang telah
dipublikasikan baik dalam bentuk surat kabar, majalah maupun
literatur. Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah:
a. Berbagai kepustakaan yang berkaitan dengan perda
Kota Semarang tentang Kawasan Tanpa Rokok.
b. Berbagai hasil penemuan ilmiah, makalah, serta arsip-
arsip di kantor Dinas Kesehatan Kota Semarang yang
berkaitan dengan penelitian.
Berbagai publikasi umum yang berupa buku, laporan, surat
kabar, serta opini publik yang berkaitan dengan penelitian.
1.9.5 Skala Pengukuran
Menurut Sugiyono (2012: 92), skala pengukuran merupakan
kesepakatan yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan

38
panjang pendeknya interval yang terdapat dalam alat ukur sehingga
alat ukur tersebut apabila digunakan dalam pengukuran akan
menghasilkan data kuantitatif. Menurut Nurizzati (2012: 93)
menyebutkan bahwa terdapat empat jenis skala pengukuran, antara
lain:
1) Skala Nominal
Skala nominal merupakan skala yang bersifat kategorikal atau
pengelompokan. Skala nominal hanya menjadi pembeda dari
suatu kategori dengan kategori lainnya dalam suatu variabel
sehingga di dalam pengukuran ini bersifat murni tanpa adanya
penambahan asumsi seperti urutan yang diberikan.
2) Skala Ordinal
Pengukuran ordinal ialah skala yang menyatakan perbedaan
tingkatan subjek secara kuantitatif setelah dikelompokkan.
Dalam pengukuran ini, peneliti dapat membagi responden ke
dalam urutan ranking atas dasar sikapnya pada objek atau
tindakan tertentu sehingga memungkinkan adanya urutan hasil
pengukuran dari peringkat paling rendah ke peringkat paling
tinggi.
3) Skala Interval
Pengukuran interval ialah pengukuran yang yang memiliki
kesatuan jarak antara nilai yang satu dengan nilai yang lainnya
tetapi tidak memiliki nilai nol absolut, di samping memiliki ciri
nominal dan ordinal.
4) Skala Rasio
Skala rasio adalah skala yang memiliki nilai nol mutlak
sehingga dapat diperbandingkan antar kategori tersebut, di
samping memiliki ciri nominal, ordinal, dan interval. Skala ini
merupakan skala dengan tingkatan yang paling tinggi.

39
Pada penelitian ini menggunakan skala pengukuran ordinal dengan
membedakan kelompok data berdasarkan nilai atau tingkatannya
dengan skala likert. Menurut Sugiyono (2016) skala likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seorang atau
kelompok orang tentang fenomena sosial. Pada umumnya skala
likert dimulai dari angka 1 – 4 sebagai berikut.

Skala Likert Keterangan


1 Sangat Tidak Setuju
2 Tidak Setuju
3 Setuju
4 Sangat Setuju

Dari skala likert tersebut, dapat dilakukan perhitungan dengan


rumus :

I = R/K

Keterangan:

I : Interval

R: Rentang atau selisih data

K: Jumlah Data
1.9.6 Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan ini dilakukan oleh kedua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu(Moleong, 2007:186). Wawancara dilakukan kepada
masyarakat sekitar surabaya.

40
2 Dokumentasi
Teknik atau studi dokumentasi adalah cara mengumpulkan data
melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip, termasuk juga
buku-buku tentang pendapat, teori, dalil-dalil atau hukum-hukum
dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dalam
penelitian kualitatif, teknik ini merupakan alat pengumpul data
yang utama, karena pembuktian hipotesisnya yang diajukan secara
logis dan rasional melalui pendapat, teori, atau hukum-hukum, baik
mendukung maupun menolak hipotesis tersebut (Rachman, 1999).
Teknik dokumentasi sudah lama digunakan dalam penelitian
sebagai sumber data karena dalam banyak hal, dokumen sebagai
sumber data sering dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan,
bahkan meramalkan
2.1.1 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian kuantitatif dibuat peneliti dan menjadi
perangkat bebas yang dapat dibuat oleh peneliti dengan hak
sepenuhnya. Pada umumnya instrumen penelitian dalam penelitian
kuantitatif terbagi dua yakni tes dan non tes. Pengertian instrumen
penelitian menurut Sugiyono (2010:148) “Instrumen penelitian
adalah suatu alat untuk mengukur suatu fenomena alam maupun
sosial yang diamati”. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi.
1. Wawancara yang sering juga disebut dengan kuesioner lisan
adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara. Peneliti sebagai
pewawancara, sedangkan narasumber selaku responden menjadi
terwawancara. Interview digunakan oleh peneliti untuk meneliti
keadaan seseorang misalnya untuk mencari data tentang variabel
latar belakang murid, orang tua, pendidikan, perhatian, sikap
terhadap sesuatu. Ditinjau dari pelaksanaannya, maka interview
dibedakan atas:

41
 Interview bebas di mana pewawancara bebas
menanyakan apa saja, tetapi juga mengingat akan data
apa yang akan dikumpulkan. Pewawancara harus benar-
benar menguasai situasi untuk dapat memperoleh
informasi yang diinginkan.
 Interview terpimpin di mana pewawancara dengan
membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci.
 Interview bebas terpimpin yaitu antara kombinasi antara
interview bebas dan interview terpimpin.
2. Observasi atau yang disebut dengan pengamatan, meliputi
kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indra. Jadi, mengobservasi dapat
dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba,
dan pengecap. Apa yang di katakan ini sebenarnya adalah
pengamatan langsung. Di dalam artian penelitian observasi dapat
dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman
suara. Observasi dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu, observasi
non-sistematis dan observasi sistematis.
3. Dokumentasi, peneliti selaku individu yang memperhatikan
objek yang akan diteliti dalam memperoleh informasi, kita
memperhatikan tiga macam sumber, yaitu tulisan (paper), tempat
(place), dan kertas atau orang (people). Dalam mengadakan
penelitian yang bersumber pada tulisan inilah kita telah
menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi, dari asal
katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Metode
dokumentasi dapat dilaksanakan dengan:
 Pedoman dokumentasi yang memuat garis-garis besar
atau kategori yang akan dicari datanya.
Check-list, yaitu daftar variabel yang akan dikumpulkan
datanya.dalam hal ini peneliti tinggal memberikan tanda setiap
pemunculan gejala yang dimaksud

42
2.1.2 Teknik Analisis
Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data ke
dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.
Dengan menggunakan metode kuantitatif, diharapkan akan
didapatkan hasil pengukuran yang lebih akurat tentang respon yang
diberikan oleh responden, sehingga data yang berbentuk angkat
tersebut dapat diolah. dengan 50 menggunakan metode statistik.
Analisis dalam penelitian kuantitatif dimulai dengan analisis
deskriptif yang disertai gambar, tabel, grafik, dan sebagainya. Uji
korelasi ini digunakan untuk mengukur pengaruh variabel X1, X2,
dan Y yang menggunakan skala ordinal. Dalam penelitian ini
model analisis data yang digunakan untuk menganalisis dampak
integrasi data terhadap kecepatan pelayanan publik di kota
surabaya.

43
DAFTAR ISI
A.S. Moenir. 2002. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara

Agung, Kurniawan. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta:


Pembaharuan.

Agus Dwiyanto. 2008. Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik.


Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ahmad Ainur Rohman dkk. 2010. Reformasi Pelayanan Publik. Malang: Program
sekolah Demokrasi.

Bayu Surianingrat. 1992. Mengenal Ilmu Pemerintahan. Jakarta : PT Rineka Cipta

Dinkominfo, 2015. Laporan Kinerja Kota Surabaya Dinkominfo 2015

UPTSA, “Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap,” [2]

Pemerintah Kota Surabaya, 2016. [Online]. Available:


http://uptsa.surabaya.go.id/detil.php?p=tup.

V. Rao, “Collaborative Government to Employee (G2E): Issues and Challenges to


E-Government,” Journal of E-Government, vol. 34, no. 4, pp. 214-229,
2011.

UPTSA, “Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap,”

Pemerintah Kota Surabaya, 2011. [Online]. Available:


http://uptsa.surabaya.go.id/detil.php?p=perp.

44

Anda mungkin juga menyukai