Anda di halaman 1dari 40

IMPLEMENTASI ETIKA KINERJA APARATUR

SIPIL NEGARA DI BADAN PENDAPATAN


DAERAH PROVINSI BALI

OLEH :
Ni Putu Anik Prabawati, S.IP.,M.A.P
1993071420181123001

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
DAFTAR ISI
Halaman
Cover....................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori................................................................................. 7
2.1.1 Teori Etika Administrasi Publik ............................................. 7
2.1.2 Konsep Perilaku Moral ........................................................... 9
2.2.3 Konsep Pelayanan Publik ....................................................... 11
2.3 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya ............................................ 12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian.................................................................................. 14
3.2 Lokasi Penelitian............................................................................... 14
3.3 Jenis dan Sumber Data...................................................................... 15
3.4 Teknik Pengumpulan Data................................................................ 16
3.5 Teknik Penentuan Informan.............................................................. 17
3.6 Teknik Analisis Data......................................................................... 18
3.7. Teknik Penyajian Data ..................................................................... 20
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Badan Pedapatan Daerah Provinsi Bali............... 21
4.2 Implementasi Etika Kinerja di Badan Pendapatan Daerah Provinsi
Bali .................................................................................................... 23
4.3 Pelanggaran dan Sanksi .................................................................... 26

ii
4.4 Analisis Penelitian Implementasi Etika Aparatur Sipil Negara di
Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali .......................................... 28
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 35
5.2 Saran ................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 37

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika pejabat memiliki kedudukan penting dalam penyelenggara

pemerintahan. Etika pejabat merupakan pedoman moral dalam menyelenggarakan

tertib pemerintahan sehingga etika pejabat negara menjadi rujukan dalam berperilaku.

Pedoman tersebut bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintahan yang bersih,

efektif, dan efisien. Etika pejabat negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2014 Pasal 4 dan 5 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyebutkan bahwa

Para Aparatur Sipil Negara harus menjungjung tinggi standar etika yang luhur dengan

memegang teguh ideologi Pancasila, selanjutnya dalam undang-undang tersebut

dikatakan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) harus menjaga martabat dan

kehormatan Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui kode etik dan kode perilaku yang

telah diterapkan dan ditetapkan. Pengembangan etika dalam pelayanan publik

sangatlah perlu dijadikan dasar bertindak oleh setiap aparat dalam menjalankan

fungsi sebagai pelayan publik, hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003,

memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang

dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang

undangan.

1
Etika memiliki arti sejumlah norma atau nilai yang diterapkan oleh kelompok

atau masyarakat yang didalamnya membahas mengenai perilaku baik dan buruk

sedangkan etiket merupakan suatu tata cara dan adat, sopan santun dan lain

sebagainya dalam masyarakat guna membina hubungan yang baik dan harmonis antar

sesama manusia (Hans, 2007:3) dalam Sukri, Idris, dan Burhanuddin (2017:113)

sehingga dapat disimpulkan bahwa etika merupakan standar perilaku bagi orang-

orang yang berada dalam kelompok masyarakat sesuai dengan norma dan tata cara

yang telah diterapkan (Hobbes dalam Widodo 2006:48) sedangkan Pasolong

(2007:193) mengemukakan etika dalam pelayanan publik diartikan sebagai filsafat

dan profesional (kode etik) yang hams dipatuhi oleh aparatur sipil negara dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika dalam prakteknya tidak terlepas

dari nilai moral yang dikenal dengan "six great ideas" yang terdiri dari beberapa nilai

sebagai berikut (a) kebenaran (truth), (b) kebaikan (goodness), (c) keindahan

(beauty), (d) kebebasan (liberty), (e) kesamaan (equality), (f) keadilan (justice).

Pelaksanaan etika dalam birokrasi pemerintahan, Aparatur Sipil Negara

(ASN) harus bersikap terbuka, transparan, dan akuntabel untuk mendorong

pengalaman dan pelembagaan kode etik tersebut, hal tersebut apabila dihubungkan

dengan pelayanan kepada penerima layanan publik atau masyarakat harus

mendahulukan peranan selaku pelayan publik yang dimanifestasikan dalam perilaku

"melayani bukan dilayani", "mendorong bukan menghambat", "sederhana bukan

berbelit-belit", dan lain sebagainya. Namun dalam faktanya pejabat negara tidak

bersikap transparan dalam pengambilan setiap keputusan. Adanya penyelewengan ini

berawal karena tidak

2
adanya etika pejabat negara dalam mengemban tugas ketatanegaraan, masalah etika

yang disebabkan oleh pejabat negara dalam birokrasi Negara Indonesia menjadi suatu

keprihatinan yang sangat besar karena dapat mempengaruhi orang lain maupun

masyarakat banyak. Apatur Negara yang diberikan kepercayaan oleh masyarakat

untuk bekerja sebagai seorang birokrat justru sering menyalahgunakan kepercayaan

tersebut untuk kepentingan pribadi dan golongan, hal ini dapat dilihat dari realita

yang menunjukan bahwa pemerintah tidak menerapkan kode etik kepegawaian secara

memadai meskipun telah banyak falsafah peraturan yang memuat mengenai etika

dimulai dan Falsafah pancasila dan konstitusi/UUD 1945 Negara RI, kemudian TAP

MPR No. IX/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, lalu UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, UU Nomor 43 Tahun 1999

tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian, kemudian UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

yang dirubah dengan UU Nomor 3 tahun 2005 dan UU Nomor 12 tahun 2008 tentang

Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tentang Disiplin Pegawai,

dan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Penerbitan beberapa peraturan yang berhubungan dengan etika pejabat publik

tersebut mengisyaratkan bahwa seharusnya tidak ada lagi perilaku atau perbuatan

para aparatur pemerintah umumnya dan khususnya pejabat publik yang tidak sesuai

dengan nilai etika pejabat publik. Namun dan hasil pengamatan yang dilakukan masih

dapat dilihat atau dijumpai adanya perilaku dan perbuatan para pejabat yang

kurang atau

3
tidak baik yang dapat mengindikasikan belum maksimalnya implementasi etika

pejabat publik, seperti: kurang cermat dan kurang disiplin dalam melaksanakan

tugasnya, kurang bertanggung jawab dalam melaksanakan dan menyelesaikan

tugasnya secara tepat dan cepat, kurang efisien dan efektif dalam menggunakan

fasilitas kerja, kurang tanggap, cepat, tepat dan akurat dalam memberikan layanan

kepada masyarakat, kurang patuh terhadap standar operasional dan tata kerja, kurang

taat dan patuh terhadap kebijakan dan perintah kedinasan dari pejabat yang

berwenang dan atasan, dan perilaku atau tindakan kurang baik lainnya yang kurang

sesuai dengan norma- norma atau standar-standar etika pejabat publik.

Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali (Bapenda) merupakan salah satu

instansi pemberi layanan publik kepada masyarakat wajib pajak. Adapun tugas

Bapenda yaitu menunjang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah

provinsi di bidang keuangan sub pengelolaan pendapatan, serta melaksanakan tugas

dekonsentrasi sampai dengan dibentuk Sekretariat Gubernur sebagai wakil

pemerintah pusat dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai bidang tugasnya.

Dalam bidang keuangan sub pengelolaan pendapatan, Badan Pendapatan Daerah

memberi layanan berupa pemungutan pajak. Pajak yang dipungut oleh Badan

Pendapatan Daerah Provinsi Bali adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan lain-

lain PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang sah. Dalam pemberian layanan publik,

Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali menerapkan etika kinerja sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, Peraturan

Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan UU Nomor 5 Tahun

2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta

4
Keputusan Kepala Badan Pendapatan Provinsi Bali Nomor 3908 tahun 2018 tentang

Kode Etik Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Badan Pendapatan Provins Bali.

Pada peraturan tersebut telah ditegaskan bahwa setiap pegawai dilingkungan Badan

Pendapatan Provinsi Bali harus menjaga profesionalitas, tidak memihak manapun,

dan memberikan pelayanan dengan menjungjung tinggi nilai sopan santun,

empati,ramah, tulus, dan tanpa pamrih. Akan tetapi dalam praktiknya, masih terdapat

beberapa pelanggaran etika kinerja yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara.

Berdasarkan masalah diatas, maka peneliti mengangkat judul “Analisis Penerapan

Etika Kinerja Dalam Pelayanan Publik Pada Badan Pendapatan Daerah Provinsi

Bali”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Implementasi Etika kinerja di Badan Pendapatan Daerah Provinsi

Bali ?

2. Apa saja pelanggaran etika kinerja yang dilakukan oleh karyawan dan sanksi

yang diterapkan di Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui implementasi etika kinerja di Badan Pendapan Daerah

Provinsi Bali

2. Untuk mengetahui pelanggaran etika kinerja yang dilakukan oleh karyawan

dan sanksi yang diterapkan di Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali.

5
1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan data menambah pengetahuan dan diharapkan dapat

bermanfaat sebagai referensi untuk penelitian-penelitian dengan tema yang serupa.

2. Secara Praktis

a. Bagi Peneliti

Peneliti dapat menambah wawasan dan memperoleh gambaran nata terkait

dengan penerapan etika yang berlaku pada instansi Pemerintahan.

b. Bagi Pemerintah

Peneliti berharap hasil penelitian ini akan bermanfaat sebagai masukan,

pertimbangan dan rekomendasi untuk pemerintah.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pendorong dan membuka

pandangan orang bahwa etika tersebut sangat penting dalam berperilaku

dan bertindak karena merupakan cermin dari suatu instansi itu sendiri.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Teori Etika Adminitrasi Publik

Etika disebut sebagai ilmu kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya

manusia hidup dalam masyarakat; apa yang baik dan apa yang buruk. Sedangkan

secara etimologis, etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti

kebiasaan atau watak. Etika menurut bahasa Sansekerta lebih berorientasi kepada

dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Etika menurut Bertens

dalam (Pasolong, 2007:190) adalah kebiasaan, adat atau akhlak dan watak. Dan

definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah etika selalu berhubungan dengan

kebiasaan atau watak manusia (sebagai individu atau dalam kedudukan tertentu), baik

kebiasaan atau watak yang baik maupun kebiasaan atau watak buruk. Watak baik

yang termanifestasikan dalam kelakuan baik, sering dikatakan sebagai sesuatu yang

patut atau sepatutnya. Sedangkan watak buruk yang termanifestasikan dalam

kelakuan buruk, sering dikatakan sebagai sesuatu yang tidak patut atau tidak

sepatutnya.

Dalam lingkup pelayanan publik, etika administrasi publik (Pasolong, 2007:

193) diartikan sebagai filsafat dan profesional standar (kode etik) atau right rules of

conduct (aturan berperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi

pelayanan publik atau administrasi publik. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa etika administrasi publik adalah aturan atau standar pengelolaan, arahan moral

bagi anggota organisasi atau pekerjaan manajemen; aturan atau standar pengelolaan

yang

7
merupakan arahan moral bagi administrator publik dalam melaksanakan tugasnya

melayani masyarakat. Aturan atau standar dalam etika administrasi negara tersebut

terkait dengan kepegawaian, perbekalan, keuangan, ketatausahaan, dan hubungan

masyarakat. Terdapat seperangkat nilai dalam etika administrasi publik yang dapat

digunakan sebagai acuan dan pedoman bagi penyelenggara administrasi publik dalam

menjalankan tugas dan kewenangannya. Widodo (2001: 251-258) menguraikannya

sebagai berikut:

1. Nilai efisiensi artinya tidak boros. Sikap, perilaku, dan perbuatan birokrasi publik

(administrasi publik) dikatakan baik jika mereka efisien (tidak boros). Efisiensi

dapat dicapai manakala setiap anggota organisasi dapat memberikan konstribusi

kepada organisasi. Karenanya perlu ditegakkan suatu prinsip jangan bertanya apa

yang bisa didapatkan dari organisasi, tapi bertanyalah apa yang dapat diberikan

kepada organisasi.

2. Nilai membedakan milik pribadi dengan milik kantor. Birokrasi publik yang baik

adalah birokrasi publik yang dapat membedakan mana milik kantor dan mana

milik pribadi. Artinya mereka tidak akan menggunakan milik kantor untuk

kepentingan pribadi.

3. Nilai impersonal. Dalam melaksanakan hubungan antara bagian satu dengan yang

lain, antara orang satu dengan yang lain dalam bingkai kerjasama kolektif yang

diwadahi oleh organisasi, hendaknya dilakukan secara formal (impersonal) dan

tidak pribadi (personal).

4. Nilai Merytal System. Nilai ini berkaitan dengan penerimaan (recruitment) atau

promosi (promotion), hendaknya dilakukan dengan menggunakan "meryt

system",

8
dan bukan "spoil system". Merytal system merupakan suatu sistem penarikan atau

promosi pegawai yang tidak didasarkan pada hubungan kekerabatan, patrimonial

(anak, keponakan, famili, alumni, daerah, golongan, dan lain-lain), akan tetapi

didasarkan pada pengetahuan (knowlegde), ketrampilan (skill), kemampuan

(capable) dan pengalaman (experience) yang dimiliki oleh orang yang

bersangkutan.

5. Nilai responsibel. Nilai ini berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi

publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Birokrasi publik yang baik

adalah birokrasi yang responsibel.

6. Nilai akuntabilitas (accoutability). Nilai ini berkaitan dengan

pertanggungjawaban birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan

kewenangannya. Birokrasi publik yang baik adalah birokrasi publik yang

akuntabel.

7. Nilai responsivitas. Nilai ini berkaitan dengan daya tanggap dan menanggapi apa

yang menjadi keluhan, masalah, aspirasi publik. Birokrasi publik yang baik

adalah birokrasi yang responsif (mempunyai daya tanggap yang tinggi dan cepat

menanggapi) apa yang menjadi keluhan, masalah, aspirasi publik.

2.1.2 Konsep Perilaku Moral

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,

2003). Sedangkan makna kata moral disampaikan oleh Mohammad Ali dan

Mohammad Asrori (2012:136) yaitu berasal dan kata "mores" yang merupakan kata

Latin dan memiliki arti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, kebiasaan. Menurut

Rose Mini (2010) perilaku moral adalah perilaku seseorang dalam berhubungan

9
dengan orang lain yang mengacu pada seperangkat peraturan, kebiasaan, dan prinsip-

prinsip tertentu yang berdampak pada kesejahteraan manusia. Dan beberapa

pengertian yang tertera di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku moral adalah

perilaku atau tindakan individu yang sesuai dengan aturan-aturan dan nilai-nilai

masyarakat dimana individu tinggal, sehingga perilaku moral dapat dikatakan dengan

perilaku yang baik dan pantas dilakukan dalam masyarakat.

Kurtines dan Gerwitz (dalam Azizah, 2014) berpendapat bahwa dalam proses

pembentukan perilaku moral melibatkan 4 tahap penting yaitu:

A. Menginterpretasikan situasi dalam rangka memahami dan menemukan tindakan

apa yang mungkin untuk dilakukan dan bagaimana efeknya terhadap keseluruhan

masalah yang ada.

B. Menggambarkan apa yang hams dilakukan dengan nilai moral pada situasi

tertentu dengan tujuan untuk menetapkan suatu perilaku moral

C. Memilih diantara nilai-nilai moral untuk memutuskan apa yang secara aktual

akan dilakukan

D. Melakukan tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral.

Aspek-aspek dalam perilaku moral disampaikan oleh Dradjat (1992) yang

menyatakan bahwa perilaku moral yang terpenting adalah sebagai berikut:

A. Berkata jujur, yaitu berani mengungkapkan perkataan yang sesuai dengan apa

yang terjadi.

B. Berbuat benar, yaitu perbuatan yang sesuai dengan aturan dan kaidah yang telah

ditetapkan oleh masyarakat

C. Berlaku adil, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya

1
D. Berani, yaitu kesiapan fisik dan mental untuk menghadapi suatu peristiwa dan

membenarkan jika peristiwa tersebut tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku

dalam masyarakat.

2.2.3 Konsep Pelayanan Publik

Pelayanan Publik adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan

kebutuhan pelayanan sesuai peraturan perundang – undangan bagi setiap warga

negara serta penduduk terkait barang, jasa, pelayanan administratif yang disediakan

oleh penyelenggara Pelayanan Publik (Pasal 1 Ayat (1) UU No. 25 Tahun 2009).

ruang lingkup Pelayanan Publik meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan

usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan,

jamianan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata dan

sektor strategis lainnya (Pasal 5 Ayat (2) UU No. 25 Tahun 2009).

Kualitas Pelayanan Publik Menurut Zeithaml, Berry, Parasuraman, (1994),

(dalam Tjiptono, 2000: 70) ada lima dimensi pokok yang menentukan kualitas

pelayana, yaitu Tangible, Reliable, Responsiveness, assurance, Empathi. Berikut ini

penjelasan dari masing dimensi :

A. Bukti fisik (Tangibles), yaitu penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana

fisik pemerintahan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari

pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan. ini meliputi fasilitas

fisik seperti fasilitas gedung, teknologi dan penampilan dari para aparatur

B. Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan penyelenggara pelayanan untuk

memberikan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan.

C. Ketanggapan (Responsiveness), yaitu suatu kemauan dalam memberikan

1
pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada masyarakat, dengan

penyampaian informasi yang jelas.

D. Jaminan dan kepastian (Assurance), yaitu pengetahuan, kesopan santunan, dan

kemampuan para penyelenggara pelayanan untuk menumbuhkan rasa percaya

masyarakat kepada pemerintah. Terdiri dari komponen: komunikasi

(Communication), kredibilitas (Credibility), keamanan (Security), kompetensi

(Competence), dan sopan santun (Courtesy).

E. Empati (Empathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat

individual atau pribadi yang diberikan kepada masyarakat dengan berupaya

memahami keinginan masyarakat secara spesifik, serta memiliki waktu

pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

2.2 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian pertama terkait dengan etika kinerja Aparatur Sipil Negara ialah

penelitian yang pernah dilakukan oleh Sukri dari Universitas Muhammadiyah

Makassar dengan judul “Penerapan Etika Administrasi Negara dalam Pelayanan

Kenaikan Pangkat di Kantor Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah Kabupaten

Gowa”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan etika

administrasi Negara dalam pelayanan kenaikan pangkat di Kantor Badan

Kepegawaian dan Diklat di Kabupaten Gowa. Hal ini sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai.

Jenis penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif dengan tipe penelitian

fenomenologi. Informan penelitian berjumlah sembilan orang dengan teknik

pengumpulan data menggunakan

1
wawancara mendalam, observasi terfokus, dan dokumentasi. Sementara analisa data

secara kualitatif dilakukan secara sistematis yakni reduksi data, penyajian data,

verifikasi dan kesimpulan.. Hasil penelitian pada penerapan kode etik pegawai

menunjukkan bahwa ada tiga yang terkait dalam hal tersebut yakni kesetiaan,

tanggungjawab dan ketaatan. Sedangkan pada penerapan modalitas etika publik

menunjukkan ada tiga hal yang terkait dalam hal tersebut yakni : akuntabilitas,

transparansi dan netralitas.

Penelitian Kedua dilakukan oleh Sisilya Halean dari Universitas Sam

Ratulangi dengan judul penelitian “Penerapan Etika Admnistrasi Publik dalam

Pelaksanaan Tugas Aparatur Birokrasi di Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan

Talaud”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki penerapan etika/ tugas

administrasi publik dalam implementasi aparatur birokrasi di sekretariat kabupaten

Kepulauan Talaud. Metode yang digunakan adalah deskriptif. Fokus penelitian ini:

Tanggung jawab, Layanan; Kesetiaan; Sensitivitas; Kesamaan; Pantas. Sumber

data/informan diambil dari jumlah karyawan oleh 10 informan pejabat struktural, dan

10 karyawan staf, yang Jumlah informan sebanyak 20 orang. Mengumpulkan data

menggunakan teknik wawancara. Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis

deskriptif model interaktif. Berdasarkan analisis data menarik kesimpulan bahwa

penerapan etika administrasi publik yang muncul pada sikap dan perilaku personil

melakukan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pengabdian, kesetiaan,

sensitivitas, kesetaraan, dan kesusilaan di sekretariat daerah aparat birokrasi

Kepulauan Talaud di Jakarta dilakukan secara efektif.

1
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif dengan pendekatan

deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif ialah sebuah metode yang

digunakan dalam mengungkapkan permasalahan di kehidupan kerja organisasi

Pemerintah, swasta, kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan, olahraga, seni dan

budaya, sehingga dapat dijadikan suatu kebijakan untuk dilaksanakan demi

kesejahteraan bersama. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengembangkan konsep

sensitivitas pada masalah yang dihadapi, menerangkan realitas yang berkaitan dengan

penelusuran teori dari bawah (grounded theory) dan mengembangkan pemahaman

terhadap fenomena yang dihadapi.

Penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui nilai variable

mandiri, baik satu atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan satu

variabel dengan variabel yang lain. Metode ini dipilih karena penelitian ini betujuan

untuk menyajikan informasi-informasi mengenai Implementasi Etika Kerja Aparatur

Sipil Negara di Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali.

3.2 Lokasi Penelitian.

Penelitian ini berlokasi di Kantor Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali yang

berlokasi di Jl. Cok Agung Tresna No.14, Panjer, Kec. Denpasar Sel., Kota

Denpasar, Bali 80234. Pemilihan lokasi berdasarkan atas kondisi yang ditemukan

bahwa pelanggaran etika kinerja masih marak terjadi dilingkungan ASN. Badan

Pendapatan

1
Daerah merupakan Organisasi Pemerindah Daerah yang memiliki tupoksi yang

cukup penting dan riskan KKN, sehingga penerapan Etika kerja dilingkungan dinas

terkait harus dilaksanakan secara semaksimal mungkin guna mencegah adanya

tindakan kecurangan, KKN maupun penyalahgunaan wewenang.

3.3. Jenis dan Sumber Data

A. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini ialah jenis data kualitatif. Data

kualitatif ialah data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar (Sugiyono,

2011:14). Dimana dalam penelitian ini selalu dilakukan pencatatan dan

dokumentasi selama melakukan wawancara, sehingga membentuk suatu kata-kata,

ungkapan-ungkapan, tindakan-tindakan yang mencerminkan kegiatan dilapangan

terkait dengan implementasi etika kinerja dilingkungan Badan Pendapatan Daerah

Provinsi Bali begitu juga sumber data yang lain, seperti data online, data dari buku

pedoman dan jurnal yang menunjang

B. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menurut Lofland, 1984

(dalam Moleong, 2005) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-

kata, tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

1. Data Primer

Sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data

yang didapatkan melalui teknik wawancara dengan narasumber di

lapangan atau lokasi penelitian. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti

terlebih dahulu harus memiliki dan menentukan informan sebelum

peneliti

1
berangkat kelapangan untuk mengumpulkan data. Informan yang

langsung berhubungan dengan fokus masalah

2. Data Sekunder

Sumber data yang tidak langsung memberikan data pada pengumpul data.

Data sekunder ini diambil dari dokumentasi atau keterangan-keterangan

lain seperti gambaran umum lokasi penelitian, struktur organisasi, serta

hal lain yang mampu memberikan informasi tambahan dalam penelitian

ini. Sehingga dapat dipakai sebagai pendukung dalam penelitian ini.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat tentunya akan diperoleh data yang

diambil dari suatu metode pengumpulan data dengan harapan agar data atau

fakta benar-benar daya tariktif, realibel, dan valid serta tidak terjadi

penyimpangan- penyimpangan dari keadaan sebenarnya. Adapun metode yang

digunakan oleh penulis dalam penyusunan penelitian ini adalah:

1. Teknik Observasi. Observasi yaitu teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara mengadakan suatu pengamatan langsung secara

teliti serta pencatatan secara sistematis, meneliti atau mengukur kejadian

yang sedang berlangsung (Kusmayadi, 2000:84).

2. Wawancara Mendalam (Deep Interview). Wawancara mendalam yaitu

teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan

sejumlah pertanyaan secara lisan atau langsung kepada ketua kelompok

pedagang, kepala desa, masyarakat serta sumber informasi yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti (Kusmayadi, 2000:83).

1
3. Studi Kepustakaan adalah pengumpulan data dari literatur-literatur,

laporan- laporan penelitian, dan bahan tertulis lainnya yang memiliki

relevansi dengan masalah yang dikaji serta digunakan sebagai landasan

teori yang sifatnya menunjang laporan ini.

4. Studi Dokumentasi. Pengumpulan data yang diperoleh dengan cara

mengambil gambar daya tarik penelitian dengan tujuan untuk memudahkan

penelitian mendiskripsikan hasil observasinya yang berbentuk tulisan,

gambar atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2009:82).

3.5. Teknik Penentuan Informan

Menentukan informan dalam penelitian ini maka peneliti memilih teknik

snowball sampling yang artinya dengan memilih narasumber yang benar-benar

mengetahui kondisi internal dan eksternal di Inspektorat Daerah Kabupaten

Tabanan atau yang disebut dengan metode bola salju yang dimaksudkan dalam

penelitian ini adalah arah yang digunakan peneliti dimana ketika peneliti tidak

banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang

yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti

menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk

menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel di sekitaran area

penelitian.

Snowball sampling adalah cara yang efektif untuk membangun kerangka

pengambilan sampel yang mendalam, dalam populasi yang relatif kecil, yang

masing-masing orang cenderung melakukan hubungan satu dan lainnya. Dalam

pengambilan sampel ini, peneliti menentukan satu atau lebih individu atau tokoh

1
kunci dan meminta dia atau mereka untuk menyebut orang-orang lain yang pada

gilirannya dapat ditemui (Bernard 1994: 97).

3.6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di

lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Menurut Sugiyono (2009:244)

analisis data adalah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain secara sistematis sehingga mudah

dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data

dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data dalam situs yang

dikembangkan oleh Miles Huberman. Miles and Huberman dalam Sugiyono

(2008:237), mengemukakan aktivitas dalam analisis data kualitatif harus dilakukan

secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Analisis data

dalam penelitian ini dilaksanakan pada saat pengumpulan data dalam periode tertentu.

Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang

diwawancarai. Apabila jawaban yang disampaikan oleh orang yang diwawancarai

atau informan setelah dianalisis dirasa kurang memuaskan, maka peneliti akan

melanjutkan pertanyaan, sampai tahap tertentu sehingga diperoleh data atau informasi

yang lebih kredibel.

Tahap analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analysis

Interactive model dari Miles dan Huberman, yang membagi tahap dalam kegiatan

analisis data dengan beberapa bagian yaitu pengumpulan data (data collection),

reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan

kesimpulan atau verifikasi (conclusion), sebagai berikut :

1
1. Pengumpulan data. Pada analisis model pertama dilakukan pengumpulan data

terkait permasalahan dalam penelitian secara umum, adapun data yang akan

diambil dalam penelitian ini yaitu data primer maupun data sekunder, data yang

didapat pada saat observasi, wawancara pada narasumber, dan datadata lainnya

berdasarkan kategorisasi yang sesuai dengan masalah dalam penelitian yang

kemudian dikembangkan penajaman data melalui pencarian data selanjutnya.

2. Reduksi data Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan

mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga simpulan final dapat

ditarik dan diverifikasi (Miles dan Huberman, 2007). Reduksi data dilakukan

secara terus menerus selama penelitian berlangsung. Produk yang dihasilkan dari

reduksi data adalah berupa ringkasan dari catatan lapangan, baik dari catatan

awal, perluasan, maupun penambahan.

3. Penyajian data Penyajian data dimaksudkan untuk menemukan pola-pola yang

bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan serta

memberikan tindakan (Miles dan Hubermen, 2007). Penyajian data berupa

kalimat, tabel, grafik, pictogram, dan sebagainya. Melalui penyajian data

tersebut, maka akan terorganisasikan dan tersusun dalam pola hubungan,

sehingga akan semakin mudah dipahami.

4. Penarikan kesimpulan atau verifikasi Setelah data disajikan maka dilakukan

penarikan kesimpulan dari ketiga komponen tersebut di atas. Penarikan

kesimpulan ini juga diverifikasi oleh peneliti secara terus menerus selama berada

di lapangan yang kemudian digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang

dilakukan pada

1
saat mengolah dan menganalisis data dari hasil penelitian. Kesimpulan ditarik

semenjak peneliti menyusun pencatatan, pola-pola, pernyataan-pernyataan,

konfigurasi, arahan sebab akibat,dan berbagai proposisi (Harsono, 2008).

3.7. Teknik Penyajian Data

Teknik penyajian data merupakan cara seorang peneliti dapat menyajikan data

dengan baik agar memudahkan orang lain dalam membaca dan mudah untuk

dipahami oleh pembaca (Ruswanto, 2013). Data yang disajikan diperoleh dari

pengamatan, hasil wawancara serta berupa deskripsi informasi lainnya (misalnya dari

dokumen, foto, rekaman video). Pernyajian data hasil penelitian dapat dilakukan

dengan tiga cara yaitu: a. Penyajian data secara verbal, merupakan penyajian hasil

penelitian dengan menggunakan kata-kata atau kalimat berupa narasi. b. Penyajian

secara sistematis, merupakan penyajian hasil penelitian dengan menggunakan angka-

angka dalam bentuk tabel dan menggunakan simbolsimbol matematis. c. Penyajian

secara visual, merupakan penyajian data hasil penelitian dengan menggunakan grafik,

peta, dan gambar.

2
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali

Badan Pendapatan Daerah berfungsi sebagai pelaksana urusan mengenai

pendapatan daerah berdasarkan azas otonomi dan pembantuan. Selain itu, Badan

Pendapatan Daerah atau juga dikenal dengan singkatan Bapenda memiliki tugas dan

fungsi lainnya. Dispenda memiliki tugas utama yaitu sebagai penyelenggara untuk

pemungutan pendapatan daerah wilayah kerjanya dan sebagai koordinator instansi

lain dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian hingga evaluasi pemungutan

pendapatan daerah. Untuk fungsi Bapenda adalah merumuskan kebijakan bidang

pendapatan daerah, pelaporan atas pekerjaan penagihan pajak daerah, retribusi dan

penerimaan daerah lainnya, pemungutan pendapatan daerah, penyuluhan pajak,

pemberian izin bidang pendapatan daerah, penyusunan rencana pendapatan daerah,

hingga evaluasi pendapatan daerahnya. Beberapa sumber pendapatan daerah yang

menjadi tanggung jawab Bapenda ialah pengawasan penerimaan pajak baik pajak

rumah bagunanan, tanah, kendaraan motor dan mobil, PBB perkotaan, Bea Perolehan

Hak atas Tanah Bangunan (BPHTB), pajak parkir mobil dan motor di wilayahnya.

Terkait dengan hal itu, Dispenda memiliki wewenang untuk menerbitkan izin-izin

tertentu sesuai dengan fungsi dan tugasnya seperti surat izin pembangunan dan

pengadaan billboard, izin pengadaan lahan parkir, izin reklame, dan lainnya. Untuk

informasi lain terkait Dispenda, Anda dapat langsung berkunjung ke kantor Dispenda

terdekat, menghubungi kontak nomor telepon, atau mengakses website resmi

Dispenda

2
untuk informasi umum.

4.1.1. Maksud Dan Tujuan Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali

Maksud dari Rencana Strategis ini adalah sebagai arah kebijakan Badan

Pendapatan Daerah Provinsi Bali yang akan dilaksanakan dalam menyelenggarakan

Pemerintahan khususnya di bidang Pendapatan Daerah. Tujuannya adalah

meningkatkan Pendapatan Daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

mewujudkan Pelayanan Prima berdasarkan kewenangan dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

4.1.2. Tugas Pokok Dan Fungsi Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali Tugas

Pokok :

Sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2016 Tentang

Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah serta berdasarkan Peraturan Gubernur

Bali Nomor 97 Tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi,

serta tata kerja Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali, disebutkan bahwa Badan

Pendapatan Daerah Provinsi Bali mempunyai tugas pokok ”melaksanakan fungsi

penunjang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi di bidang

keuangan sub pengelolaan pendapatan, serta melaksanakan tugas dekonsentrasi

sampai dengan dibentuk Sekretariat Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat dan

melaksanakan tugas pembantuan sesuai bidang tugasnya”. Dalam melaksanakan

tugas tersebut Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali mempunyai fungsi :

1. Penyusunan kebijakan teknis lingkup bidang keuangan sub bidang

pengelolaan pendapatan.

2. Pelaksanaan tugas dukungan teknis bidang keuangan sub bidang pengelolaan

2
pendapatan.

3. Pemetaan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas dukungan teknis bidang

keuangan sub bidang pengelolaan pendapatan.

4. Pembinaan teknis penyelenggaraan fungsi penunjang urusan Pemerintahan

Daerah bidang keuangan sub bidang pengelolaan pendapatan dan

5. Penyelenggaraan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur terkait dengan

tugas dan fungsinya.

Memperhatikan tugas pokok dan fungsi tersebut diatas, Badan Pendapatan

memiliki peranan penting dan strategis untuk meningkatkan pendapatan daerah

Provinsi Bali. Oleh karena itu perlu didukung dengan aparatur pemerintah yang

memiliki kemampuan profesionalisme, pandangan jauh kedepan dan memiliki

komitmen tinggi sesuai dengan tuntutan dan tingkat perubahan masyarakat,

disamping dukungan sarana prasarana yang memadai guna mewujudkan

pemerintahan yang baik (good governance).

4.2. Implementasi Etika Kinerja di Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali

Menurut Darwin dalam (Zega:2018) mengatakan bahwa etika administrasi

negara adalah sautu seperangkat acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam

berorganisasi. Dalam suatu instansi etika harus di terapkan oleh seluruh pegawainya

sehingga dapat melaksakan tugas dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang ada.

Penerapan kode etik di suatu instansi berpengaruh terhadap kinerja Pegawai Negeri

Sipil atau Aparatur Sipil Negara dalam memberikan pelayanan publik yang terbaik,

adil, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam kaitannya dengan perihal etika

2
administrasi publik di Badan Pendapatan Daerah Povinsi Bali ini, secara umum

pegawainya sudah mematuhi peraturan dengan baik, dimana jika dipersentasekan

mencapai 95%. Implementasi kode etik di Badan Pendapatan Provinsi Bali mengacu

pada Undang Undang No. 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS dan Undang Undang

Nomor 4 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Undang-undang tersebut menjadi pedoman untuk penyusunan Kode Etik

Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Badan Pendapatan Daerah Provinsi

Bali melalui Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali Nomor 3908

Tahun 2018. Isi dari peraturan tersebut diantaranya mengenai nilai dasar yang wajib

diunjung tinggi oleh pegawai yang kedua yaitu dalam melaksanakan tugas kedinasan

dan kehidupan sehari- hari setiap Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan

Pendapatan Daerah Provinsi Bali berkewajiban berpedoman pada kode etik, dimana

yang dimaksud dalam lingkungan bernegara, berorganisasi, bermasyarakat, terhadap

diri sendiri, dan sesama ASN. Instansi ini sangat luas, jadi kami diarahkan untuk

wawancara pada sub bidang kepegawaian yang secara umum adalah bertugas untuk

menangani administrasi kepegawaian artinya semua kelengkapan proses administrasi

kepegawaian mulai dari kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, penyesuaian ijazah,

kartu pegawai, cuti dan lain sebagainya.

Salah satu dari implementasi di Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali yaitu

mengenai budaya kerja, kita ketahui bersama bahwa budaya kerja sangat berpengaruh

terhadap kinerja yang nantinya mempengaruhi kualitas pelayanan publik, Budaya

kerja yang di terapkan disini mengacu pada Peraturan Pemerintah Provinsi Bali

dengan

2
slogan TAKSU (Tanggungjawab, Akuntabel, Kreatif, Selaras, dan Unggul). Adapun

definisi setiap kategori yakni (a) Tanggungjawab yaitu berani, disiplin,

mengutamakan kepentingan organisasi, dan mengambil keputusan berdasarkan

kewenangan (b) Akuntabel yaitu bekerja cerdas, iklas dan tuntas, inovatif, dan

berbagi pengetahuan dan bersinergi, (c) Kreatif yaitu kreativitas dan memberikan

pelayanan dengan baik, (d) Selaras yaitu menjaga hubungan harmonis dengan

keluarga, rekan kerja dan masyarakat, (e) Unggul yaitu berdaya saing, kompeten, dan

professional, pendapat ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh narasumber yaitu

Bapak Sumardika sebagai yang membidangi analisis kepegawaian mengatakan

bahwa :

“budaya kerja kita menerapkan sesuai dengan aturan provinsi dan kita
memiliki budaya kerja tersendiri yaitu mengenai Apel setiap pagi dan
dilanjutkan dengan Tri Sandyha bersama begitu juga di jam 12 siang setelah
melakukan pekerjaan kantor dari pagi sekitar pukul setengah 2 dilaksanakan
senam peregangan dan disini untuk meningkatkan kinerja pegawai dengan
menempelkan poster-poster di tembok seperti itu TAKSU yang merupakan
singktan dari Tanggung Jawab, Akuntabel, Kreaif, Selaras, dan Unggul".

Selanjutnnya penilaian etika kerja yang diterapkan di Badan Pendapatan Daerah

Provinsi Bali akan dinilai melalui prestasi kerja, prestasi kerja ini nantinya akan

dipergunakan dalam persyaratan pengajuan kenaikan pangkat atau jabatan dimana

prestasi kerja biasanya dinilai dari beberapa kriteria, salah satunya yaitu perilaku dan

komitmen dari Aparatur Sipil Negara (ASN). Kenaikan pangkat atau jabatan diajukan

setiap 4 (empat) tahun sekali dimana menggunakan syarat penilaian prestasi kerja

selama 2 tahun terakhir, apabila penilaian tersebut tidak memenuhi syarat maka

pegawai yang bersangkutan tidak bisa untuk mengkuti kenaikan pangkat atau jabatan.

Dalam pengajuan persyaratan kenaikan pangkat hams mengikuti prosedur dan

2
pedoman, periode kenaikan pangkat atau jabatan 2 (dua) kali dalam kurun waktu 1

tahun yang dilaksanakan pada bulan April dan Oktober. Dalam meningkatkan

kepatuhan terhadap kode etik kinerja di Badan Pendapatan Daerah Provinsi bali

khusunya untuk pegawai baru maka diladakannya sosialisasi dan diklat, seperti yang

disampaikan oleh narasumber yaitu Bapak Sumardika, yang mengatakan bahwa :

"Diklat itu diadakan khususnya bagi pegawai barn atau CPNS, kita ka nada 2
jenjang yaitu PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan non PNS (kontrak ) yang
diperpanjang setiap tahunnya, untuk CPNS dan non PNS di sampaikan
langsung di masing- masing Organisasi Perangkat Daerah serta untuk PNS ada
namanya pra jabatan, yang dimana mengenai bagaimana perilaku kita sebagai
PNS".

4.3. Pelanggaran dan Sanksi

4.3.1 Pelanggaran Etika Kinerja

Adapun pelanggaran etika kinerja yang terjadi di Badan Pendapatan Daerah

Provinsi Bali yaitu sebagai berikut:

1. Terlambat datang Kerja.

Terlambat datang bekerja merupakan pelanggaran etika kinerja yang sering

terjadi di Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali. Tidak dapat dipungkiri,

mayoritas pegawai yang bekerja di Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali ini

merupakan orang yang sudah berumah tangga seperti yang kita ketahui tugas

seseorang yang sudah berumah tangga sangat jauh berbeda dengan seseorang

yang masih lajang, ditambah jika kita sudah memiliki seorang anak. Hal yang

perlu dilakukan sebelum bekerja, seperti mengantar anak ke sekolah,

menyiapkan sarapan, dan lain sebagainya tentunya sedikit menyita waktu. Oleh

karena itu, beberapa pegawai seringkali datang terlambat karena alasan

tersebut.

2
2. Tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas

Pelanggaran etika kinerja lainnya yang pernah terjadi di Badan Pendapatan

Daerah Provinsi Bali ini yaitu adanya pegawai yang tidak masuk kerja tanpa

alasan yang jelas namun, setelah dikomunikasikan dengan yang pihak

bersangkutan, beberapa pegawai yang sempat tidak masuk kerja tersebut

dikarenakan alasan yang sifatnya mendadak serta pribadi seperti sakit mendadak

dan kematian. Hal tersebut tentu saja tidak memungkinkan bagi pegawai tersebut

untuk segera mengirimkan surat ijin ke Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali.

Pelanggaran etika kinerja lainnya seperti pungutan liar dan lain sebagainya

tidak pernah terjadi di Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali. Hal tersebut sesuai

dengan hasil wawancara dengan Bapak Putu Sumardika yang menyatakan bahwa:

"Nah kalau pungutan liar kalau disini karena prosesnya itu apa namanya rutin
dan tidak ada uang gitu maksudnya untuk ngurus ini apa namanya dengan biaya
sekian, karena mengurus kelengkapan kepegawaian tidak ada biayanya jadi
enggak ada pungutan liar. Tapi kalau di UPT, kita kan membawahi UPT
menangani pembayaran pajak kendaraan nah disana mungkin kemungkinan ada
aja, tapi saya tau itu kan lain ranahnya. Kalau di sini di Bapenda khususnya
tiang di instansi pusatnya induknya kita enggak ada ngurusin uang secara
langsung artinya ngurusin sesuatu dengan uang itu tidak ada."

4.3.2 Sanksi

Adapun sanksi terhadap pelanggaran etika kinerja yang dilakukan oleh

beberapa pegawai tersebut yaitu berupa konseling. Konseling disini yaitu berupa

teguran lisan dimana, jika seorang pegawai terlambat masuk kerja, maim is akan

dipanggil ke ruangan konseling oleh Kepala Sub Bagian atau Kepala Sub Bidang

untuk mengkomunikasikan terkait dengan masalah yang ada. Sanksi tersebut dirasa

sudah cukup untuk pelanggaran yang telah dilakukan oleh pegawai dikarenakan

pelanggaran

2
yang mereka lakukan masih dalam ranah disiplin masuk kerja, yang mana

permasalahan terebut masih bisa dikomunikasikan dan tidak berulang. Sampai saat

ini, belum pernah terjadi pelanggaran yang menyebabkan pegawai dipecat atau

sejenisnya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Putu Sumardika

yang menyatakan bahwa:

"Ya itu dah, paling kalau secara keseharian artinya sampai tahap pemberhentian
itu sementara ini belum pernah, karena pelanggarannya masalah disiplin masuk
kerja sebatas teguran, teguran lisan dulu kalau berlanjut, barn teguran secara
lisan tapi sementara ini masih bisa dikomunikasikan."

Namun sanksi pada Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali terdapat pula

sanksi tertulis, tergantung dari pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai, sanksi ini

dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu ringan, sedang, dan berat serta mengacu pada peraturan-

peraturan yang diterapkan oleh Bapenda Provinsi Bali.

4.4. Analisis Penelitian Implementasi Etika Aparatur Sipil Negara di Badan

Pendapatan Daerah Provinsi Bali

Etika merupakan seperangkat nilai-nilai dan norma-norma atau moral yang

menjadi pedoman atau prinsip seseorang atau kelompok masyarakat dalam mengatur

tingkah lakunya. Norma atau moral yang diterapkan oleh masyarakat tersebut tidak

menutup kemungkinan jika dilanggar oleh individu maupun kelompok masyarakat,

hal tersebut disebabkan adanya urusan pribadi yang mendadak atau bisa juga

disebabkan karena kelalaian yang disebabkan oleh individu tersebut. Pelanggaran

etika ini tidak hanya terjadi dikelompok masyarakat, namun dapat terjadi di Instansi

maupun Badan milik Pemerintahan. Salah satu instansi pemerintah yang melanggar

etika kinerja yaitu pada kasus yang dijelaskan diatas. Etika administrasi publik yang

menyangkut kinerja

2
Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki lima nilai yang dapat digunakan sebagai

acuan dan pedoman bagi penyelenggara layanan publik dal am menjalankan tugas

dan kewenangannva. Adapun 5 (lima) indikator tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Efisiensi.

Efisiensi artinya tidak boros. Sikap, perilaku, dan perbuatan birokrasi publik

(administrasi publik) dikatakan baik jika mereka efisien (tidak boros). Artinya

menurut Darwin (1995: 198) mereka akan menggunakan dana publik (public

resources) secara hati-hati agar memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi

publik. Resources public tidak boleh dibelanjakan secara boros, tidak boleh

digunakan untuk proyek-proyek yang tidak menyentuh kepentingan masyarakat

luas, atau disalahgunakan untuk memperkaya diri. Dengan demikian, nilai

efisiensi lebih mengarah pada penggunakan sumber dana dan Jaya yang dimiliki

secara tepat, tidak boros, dan dapat dipertanggungjawabkan. Efisiensi dapat

dicapai manakala setiap anggota organisasi dapat memberikan konstribusi

kepada organisasi. Karenanya perlu ditegakkan suatu prinsip jangan bertanya apa

yang bisa didapatkan dari organisasi, tapi bertanyalah apa yang dapat diberikan

kepada organisasi. Pelanggaran etika kinerja yang terjadi di Badan Pendapatan

Daerah Provinsi Bali telah melanggar nilai efisiensi karena sikap dan perilaku

pegawai yang melanggar dapat dikatakan boros, boros dalam hal efisiensi ialah

boros waktu, dimana pegawai yang seharusnya melayani masyarakat selama 4

jam justru dipergunakan untuk kepentingan pribadinya dengan keluar instansi

pada jam kantor, sehingga pegawai tersebut tidak memberikan kontribusi

terhadap

2
organisasi atau instansi tersebut.

2. Membedakan milik pribadi dengan milik kantor.

Birokrasi publik yang baik adalah birokrasi publik yang dapat membedakan

mana milik kantor dan mana milik pribadi artinya mereka tidak akan

menggunakan milik kantor untuk kepentingan pribadi. Mereka menggunakan

barang publik atau milik kantor hanya betul-betul untuk kepentingan kantor.

Kendaraan dinas hanya digunakan untuk kepentingan menjalankan dinas, dan

bukan untuk mengantar anaknya ke sekolah dan istrinya ke pasar. Uang kantor

tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi dan lain sebagainya.

Pelanggaran etika kerja oleh pegawai Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali

terindikasi menggunakan barang milik kantor seperti mobil atau motor dinas, hal

tersebut tidak dapat dipungkiri meskipun telah ada peraturan dan penindakan

yang tegas bagi aparatur yang menggunakan kepemilikan kantor untuk

kepentingan pribadinya.

3. Nilai impersonal.

Dalam melaksanakan hubungan antara bagian satu dengan yang lain, antara

orang satu dengan yang lain dalam bingkai kerjasama kolektif yang diwadahi

oleh organisasi, hendaknya dilakukan secara formal (impersonal) dan tidak

pribadi (personal). Hubungan impersonal ini perlu ditegakkan untuk menghindari

menonjolkan unsur perasaan dari pada unsur rasio dalam menjalankan tugas dan

tanggungjawabnya sesuai dengan peraturan dan pengaturan yang ada dalam

organisasi. Sebagai gambaran, dalam suatu organisasi ada seorang pimpinan,

kemudian ada staf atau bawahan adalah masih ada hubungan kekerabatan seperti

3
anak, keponakan, famili, alumni, dan sejenis. Ketika staf tadi berbuat salah, jika

mereka menggunakan pendekatan personal, maka unsur perasaan mereka yang

akan berbicara dari pada unsur rasio untuk mengambil suatu tindakan hukuman

(punishment) terhadap staf yang berbuat salah tadi namun manakala

menggunakan pendekatan impersonal, maka siapapun yang salah harus diberikan

tindakan hukuman (punishment). Siapapun yang berprestasi selayaknya

mendapatkan imbalan (rewards) kepada orang yang bersangkutan sesuai dengan

peraturan dan pengaturan yang ditegakkan dalam organisasi tersebut. Apabila

ditelusuri lebih dalam, pelanggaran etika kerja di Bapenda Provinsi Bali

terindikasi adanya hubungan personal antara atasan dan bawahan sehinga

terjadinya pelanggaran etika seperti keluar pada jam kerja dan tidak masuk tanpa

alasan dan keterangan yang jelas meskipun adanya konseling atau wawancara

untuk mengetahui apa penyebab dari ketidakhadiran yang dilakukan oleh

pegawai tersebut.

4. Merytal system.

Nilai merytal system, berkaitan dengan penerimaan (recrutiment) atau promosi

(promotion), hendaknya dilakukan dengan menggunakan "meryt system", dan

bukan "spoil system". Merytal system merupakan suatu sistem penarikan atau

promosi pegawai yang tidak didasarkan pada hubungan kekerabatan, patrimonial

(anak, keponakan, famili, alumni, daerah, golongan, dan lain lain), akan tetapi

didasarkan pada pengetahuan (knowlegde), ketrampilan (skill), kemampuan

(capable) dan pengalaman (experience) yang dimiliki oleh orang yang

bersangkutan. Sedangkan spoil system merupakan suatu sistem penarikan atau

3
promosi pegawai yang didasarkan pada hubungan kekerabatan, patrimonial

(anak, keponakan, famili, alumni, daerah, golongan, dan lain lain). Merytal

system ini akan menjadikan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan usaha

kerjasama tadi menjadi cakap dan profesional (professional and capable) dalam

menjalankan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dari

pelanggaran etika yang dilakukan oleh pegawai pada Bapenda Provinsi Bali telah

melanggar nilai merytal sistem yang mana promosi jabatan bisa saja dibatalkan

oleh Kepala Badan/Instansi terkait apabila pegawai yang melanggar etika ini

melakukan pelanggaran secara terus-menerus artinya bahwa pegawai tersebut

tidak akan dapat mengikuti promosi pangkat atau jabatan karena prestasi

kinerjanya kurang baik.

5. Nilai responsibel.

Nilai responsibel (responsible) berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi

publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Birokrasi publik yang baik

adalah birokrasi yang responsibel. Responsibilitas (responsibility) menurut

Friedrich dalam Darwin (1996: 190) merupakan konsep yang berkenaan dengan

standar professional dan kompetensi teknis yang dimiliki administrator (birokrasi

publik) dalam menjalankan tugasnya. Administrator negara (birokrasi publik)

dinilai responsibel apabila pelakunya memiliki standar profesionalisme atau

kompetensi teknis yang tinggi untuk bisa melakukan penilaian terhadap apa yang

menjadi sikap, perilaku aparatur sipil negara, oleh karena itu hams memiliki

standar penilaian tersendiri yang sifatnya administratif atau teknis, dan bukan

politis. Responsibilitas juga sering disebut "subjective responsibility' atau

3
"administrative responsibility" yakni (a) tanggungjawab subjektif ini dapat

berarti mempunyai rasa tanggungjawab (sense of responsibility) dan dapat pula

berarti memiliki kemampuan dan kecakapan yang memadai dalam menjalankan

tugas, fungsi, dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya, (b) mempunyai rasa

tanggungjawab, artinya birokrasi publik akan melaksanakan apa yang menjadi

tugas dan tanggungjawabnya secara serius dan sungguh-sungguh tanpa ada pihak

lain yang mengawasinya (mengontrolnya). Mereka akan tetap menjaga

pemihakan kepada kepentingan publik, meskipun untuk melakukan

penyelewengan bagi mereka cukup terbuka. Mereka tidak akan melakukan

tindakan penyelewengan meskipun mereka berada pada lingkungan dan sistem

yang tidak baik, bahkan mereka berusaha untuk merubah dan memperbaiki

lingkungan dan sistem yang tidak baik tersebut. Dengan memiliki kemampuan

dan kecakapan teknis tadi, mereka akan dapat menjalankan tugas dan tanggung

jawabnya secara efektif, efisien, dan produktif karenanya responsibilitas dalam

pengertian ini menuntut supaya birokrasi publik senantiasa melakukan aktualisasi

diri atas potensi yang dimilikinya dan melakukan tugas dan tanggung jawabnya

secara sungguh- sungguh. Pelanggaran yang terjadi di Badan Pendapatan Daerah

Provinsi Bali telah melanggar nilai responsible karena para pegawai yang

melanggar etika kinerja tidak menjalankan tugas dan kewenangannya artinya

bahwa pegawai tersebut seharusnya menjalankan tugas dan tanggungjawabnya

sebagai pelayan publik namun justru mendahulukan kepentingan pribadinya,

meskipun pelanggaran yang dilakukan pegawai Bapenda tidak fatal namun

apabila dilakukan secara terus menerus akan menyebabkan inefisien pada

instansi tersebut karena

3
kurangnya sumber daya manusia pada mat itu meskipun sumber daya manusia

tersebut telah terdaftar sebagai pegawai.

3
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas, maka kesimpulan yang dapat dijabarkan yaitu sebagai

berikut:

1. Implementasi kode etik di Badan Pendapatan Provinsi Bali mengacu pada

Undang-Undang No. 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS dan Undang-

Undang Nomor 4 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Salah satu dari

implementasi di Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali yaitu mengenai

budaya kerja, kita ketahui bersama bahwa budaya kerja sangat berpengaruh

terhadap kinerja yang nantinya mempengaruhi kualitas pelayanan publik.

Budaya kerja yang diimplementasikan di Bapeda mengacu pada Peraturan

Pemerintah Provinsi Bali dengan slogan TAKSU (Tanggungjawab,

Akuntabel, Kreatif, Selaras, dan Unggul). Selain itu, penilaian etika kerja

yang diterapkan di Bapenda itu sendiri akan dinilai melalui prestasi kerja

yang nantinya prestasi ini akan digunakan dalam penaikan pangkat pegawai

di Bapeda.

2. Berikut pelanggaran etika kinerja yang terjadi di Badan Pendapatan Daerah

Provinsi Bali yaitu (1) terlambat datang kerja, (2) tidak masuk kerja tanpa

alasan yang jelas, kedua pelanggaran tersebut mendapatkan sanksi melalui

konseling yang dilakukan oleh atasan yakni Kepala Sub Bidang atau

Kepala Sub Bagian.

3
5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan kepada

Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali yakni sebagai berikut:

1. Perlu adanya peningkatkan tindakan pengawasan dan evaluasi terhadap displin

Aparatur Sipil Negara sehingga dapat menumbuhkan mental ASN yang tegas,

disiplin dan berintegritas.

2. Perlu dilakukan sosialisasi dan pembinaan secara berkala terkait dengan nilai-

nilai etika kerja yang harus dilaksanakan oleh seluruh ASN dilingkungan Badan

Pendapatan Daerah Provinsi Bali.

3
DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, Salam. 1997. Etika Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Haryatmoko. 2011. Etika Publik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kumorotomo, Wahyudi. 2011. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada

Gie The Liang, 2000, Etika Administrasi Pemerintahan, Karunika-UT, Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.


Rineka Cipta

Pasolong H. 2017. Teori Administrasi Publik, Bandung: Alfabeta,

Widjaja, A.W. 2003. Etika Administrasi Negara. Jakarta: Bumi Aksara

Wursonto,Tg. 1998. Etika Komunikasi Kantor. Jakarta: Kanisius.

Undang- Undang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil


Negara
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil

Anda mungkin juga menyukai