Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN

GAMBARAN KASUS FASCIOLOSIS (CACING HATI) PADA SAPI BALI


BERDASARKAN DATA HASIL PEMERIKSAAN HEWAN QURBAN DI
KABUPATEN BELU TAHUN 2022

PRAKTEK KERJA LAPANGAN

OLEH

YANUARIUS TEFNAI

13200039

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TIMOR

KEFAMENANU

2022

i
LEMBARAN PERSETUJUAN

GAMBARAN KASUS FASCIOLOSIS (CACING HATI) PADA SAPI BALI


BERDASARKAN DATA HASIL PEMERIKSAAN HEWAN QURBAN DI
KABUPATEN BELU TAHUN 2022

OLEH

YANUARIUS TEFNAI

13200039

Dosen pembimbing Lapangan Pendamping Lapangan

Agustinus Agung Dethan S.Pt.M.Sc Adrianus Konsalves Bone.Sst


NIP NIP

LEMBAR PENGESAHAN

ii
GAMBARAN KASUS FASCIOLOSIS (CACING HATI) PADA SAPI BALI
BERDASARKAN DATA HASIL PEMERIKSAAN HEWAN QURBAN DI
KABUPATEN BELU TAHUN 2022

OLEH
YANUARIUS TEFNAI
13200039

Telah diuji di hadapan dewan penguji tanggal :

Dosen Pembimbing Lapangan Penguji pkl

Agustinus Agung Dethan S.Pt.M.Sc …………………………………….


NIP

Mengetahui

Ketua Program Studi

Gerson F. Bira, S.Pt., M.Si


NIP. 19870303 201903 1 009

KATA PENGANTAR

iii
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini dapat
diselesaikan bukan semata-mata hanya usaha sendiri melainkan juga berkat bantuan dari
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Tidak ada yang dapat penulis
berikan sebaga imbalan atas jasa mereka, selain ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya dari dari hati yang tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Timor.

1. Ketua Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian.


2. Bapak Agustinus Agung Dethan S.Pt M.Sc selaku dosen pembimbing selama kegiatan
Praktek Kerja Lapangan.
3. Panitia pelaksana kegiatan Praktek Kerja Lapangan
4. Kedua orang tua yang selalu mendukung setiap saat dengan doa dan materi.
5. Kepala dan Para Pegawai Kawasan Sonis Laloran Kabupaten Belu.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan masukan untuk memperbaiki laporan ini. Pada akhir kata
penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi para
pembaca umumnya.

Kefamenanu, Agustus 2022

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i


LEMBARAN PERSETUJUAN ....................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Tujuan dan Manfaat ................................................................................................ 2
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKL ............................................................... 3
2.1 Gambaran Umum Lokasi PKL ............................................................................... 3
BAB III KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN ............................................ 6
3.1 Waktu dan Lokasi PKL ....................................................................................... 6
3.2 Pelaksanaan Kegiatan .......................................................................................... 6
3.3 Pengumpulan Data ............................................................................................... 7
3.4 Metode .................................................................................................................... 7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 8
4.1 Masalah .................................................................................................................. 8
4.2 Pembahasan ........................................................................................................... 8
BAB V PENUTUP ............................................................................................................ 12
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 12
5.2 Saran ..................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 13
LAMPIRAN ..................................................................................................................... 15

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fasciolosis merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing Fasciola sp.
Cacing ini termasuk dalam kelas Trematoda, filum Platyhelmintes dan genus Fasciola
(Anonim, 2014). Penyakit ini tergolong penyakit zoonosis dan sering menyerang pada
hewan ruminansia dan beberapa satwa langka, melalui berbagai kontaminasi (Keyyu et
al., 2006) dan telah tersebar di seluruh dunia (Alatoom et al. 2007; Abdulhakim & Addis,
2012), Fasciolosis biasanya terjadi pada daerah pedesaan dengan sistem perkandangan
yang masih tradisional. Kejadian Fasciolosis pada ternak ruminansia tersebut berkaitan
erat dengan pencemaran metaserkaria, yang merupakan larva infektif cacing trematoda
genus Fasciola seperti Fasciola gigantica dan Fasciola hepatica dalam hijauan pakan dan
air minum ternak (Martindah et al., 2005).
Berdasarkan geografi, distribusi cacing Fasciola gigantica dan Fasciola hepatica
tersebar di seluruh dunia dan penyebaran Fasciola hepatica lebih luas dibanding Fasciola
gigantica. Fasciola gigantica diketahui merupakan satusatunya cacing trematoda yang
menyebabkan Fasciolosis pada hewan ruminansia di Indonesia (Anonim, 2014).
Fasciolosis telah diakui oleh pemerintah maupun masyarakat di seluruh dunia
sebagai salah satu faktor penting yang menyebabkan turunnya produktivitas ternak
(Mahato & Harrison, 2005), seperti hilangnya tenaga kerja, hilangnya produksi susu, dan
biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan (Kithuka et al., 2002). Di Indonesia,
secara ekonomi kerugian yang diakibatkan oleh Fasciolosis mencapai Rp513,6
miliar/tahun. Kerugian ini dapat berupa kematian, penurunan bobot badan, hilangnya
karkas atau hati karena mengalami sirosis dan kanker (Anonim, 2014).
Hari Raya Idul Adha merupakan momen penting bagi umat muslim untuk
menunaikan ibadah qurban. di Belu khususnya dan di Indonesia pada umumnya, ibadah
qurban ditunaikan dengan melakukan pemotongan hewan berupa sapi dan kambing. Jenis
sapi yang di potong atau di qurbankan di Kabupaten Belu Desa Bakustulama secara
keseluruhan adalah jenis sapi bali karena hanya jenis sapi inilah yang banyak
dibudidayakan oleh masyarakat di daerah tersebut. Alasan masyarakat membudidayakan
sapi bali antara lain: memiliki fungsi dan keguna (kerja dan Potong). Selain itu, sapi bali

1
juga memiliki banyak sifat unggul dibandingkan dengan sapi jenis lain yaitu status
reproduksinya sangat baik, cepat beranak, mudah beradaptasi dengan lingkungan,
memiliki daya cerna yang baik terhadap pakan dan mampu hidup dilahan yang kritis
serta memiliki persentasi karkas yang tinggi (Purwono 2013). Tujuan dari pemeriksaan
ini adalah untuk mengetahui gambaran kasus Fasciolosis pada sapi yang dipotong pada
saat peringatan Hari Raya Idul Adha di Desa Bakustulama Kecamatan Tasifeto Barat
Kabupaten Belu tahun 2022 melalui pemeriksaan post mortem atau pemeriksaan yang
dilakukan setelah proses pemotongan hewan selesai.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana teknik memeriksa dan mengidentifikasi cacing hati pada ternak sapi bali?

1.3 Tujuan

Tujuan utama pemeriksaan Cacing Hati adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
cacing pada hati ternak sapi bali yang di kurbankan.
1.4 Manfaat

Manfaat pemeriksaan Cacing Hati adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
cacing hati pada ternak sapi bali sebelum di olah ataupun di konsumsi oleh
pengonsumsi.

2
BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PKL

2.1 Gambaran Umum Lokasi PKL

Kawasan peternakan sonis laloran mulai dirintis sejak tahun 2000 dan merupakan
hasil karya dan buah pikiran dari kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kabupaten Belu Bapak Ir. Yeremias Kali Taek. Dimana saat itu Beliau melihat bahwa
pertumbuhan dan perkembangan ternak sapi yang semakin hari semakin kerdil, serta
menyempitnya lahan penggembalaan, yang suatu saat nanti tidak ada lagi tempat untuk
ternak untuk hidup, bertumbuh dan berkembang biak, maka timbul ide baru dari Beliau.
Dengan keterbatasan anggaran dari pemerintah sehinggah dilakukan pendekan -
pendekatan kepada masyarakat sebagai pemilik lahan untuk menyediakan suatu lokasi
kawasan khusus untuk ternak. Pendekatan ini mendapatkan tanggapan positif dari
masyarakat yang menyiapkan sebidang tanah yang saat ini digunakan sebagai kawasan
peternakan sonis laloran. Tujuan dari kawasan ini adalah sebagai penyedia bibit ternak
sapi unggulan serta menyiapkan padang penggembalaan bagi ternak yang semakin hari
semakin sempit karena terjadinya perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai
sumber hijauan pakan menjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanaman pangan dan
tanaman industri, serta mendorong masyarakat petani untuk berusaha dengan bibt yang
berkualitas. Kawasan ini mulai dengan kegiatan-kegiatan pembangunan pada tahun
2013 dengan membangun infrastruktur kawasan dengan diikuti dengan persiapan
penanaman hijauan pakan ternak ( HPT) sebagai bahan pokok kebutuhan ternak.

Kawasan ini merupakan kawasan milik pemerintah Kabupaten Belu yang di


kelola oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Belu yang terletak di
Desa Bakustulama Kecamatan Tasifeto Barat dengan luas lahan 500 hektar. Kawasan ini
merupakan daerah perbukitan yang ditumbuhi pohon-pohon putih dan tanaman liar
lainya dimana pada tahun 2017 diprogramkan untuk pemberisahan lokasi dari pohon-
pohon yang ada, sehingga suatu saat nanti kawasan ini hanya ada padang rumput dan
tanaman pakan untuk ternak.

3
Kawasan ini dikepalai oleh seorang kordinator dan di bantu oleh 6 orang staf dan
2 orang tenaga sukarela dan secara struktur organisasi OSN belum masuk dalam
eselonering ( non eselon ). Berikut fasiltas kawasan yang sudah ada berupa :

1. Kandang Ternak
Bangunan kandang pembibitan dan pembangunan dibangun pada tahun 2013 dengan
daya tampung 84 ekor. Sumber dana APBN Kabupaten Belu.
2. Kantor
Terdapat satu unit bangunan kantor dalam kawasan dibangun pada tahun 2013 sumber
dana APBN ( ON TOP ).
3. Shelter
Terdapat 5 unit bangunan shelter yang lokasinya tersebar di dalam kawasan. Di
bangun pada tahun 2013 sumber dana APBN ( ON TOP ). Digunakan sebagai
tempat pakan dan tempat peristirahatan ternak/terminal ternak.
4. Gudang Pakan
Terdapat 4 unit gudang pakan dalam kawasan. Di bangun pada tahun 2013 sumber
dana APBN ( ON TOP ). Digunakan sebagai tempat penyimpanan pakan ternak.
5. Puskeswan
Terdapat 1 unit puskeswan untuk pelayanan kesehatan hewan di sekitar kawasan.
Dibangun pada tahun 2013 sumber dana APBN ( ON TOP ).
6. Pos Jaga
Terdapat bangunan pos jaga yang di bangun dekat kandang sumber dana (APBN
Kabupaten Belu tahun 2013).
7. Embung
Terdapat 8 buah embung yang tersebar di kawasan peternakan sebagia sumber air
minum bagi ternak dan sumber kehidupan tanaman di sekitar kawasan.
8. Bangunan Bak Penampung Air Dan Bak Air Minum
Terdapat 4 unit bak air yang berfungsi sebagai bak pembagi air ke bak air minum
ternak dan terdapat 4 bak air minum ternak yang tersebar di dalam kawasan ( ON
TOP TAHUN 2013 )
9. Traktor
Terdapat 5 Unit Sebagai Sarana Pendukung Pengolahan Lahan Kawasan

4
10. Sumur Bor
Terdapat 1 unit sumur bor sebagai sumber air minum manusia di sekitar kawasan
peternakan. Akan tetapi karena keterbatasan dana maka belum di gunakan dengan
baik ( APBN Dinas Pertambangan Dana Energy Provinsi NTT ).
11. Kebun Hmt
Kebun HMT di bagi menjadi 22 pedok dan 5 pedok sudah ditanami. Pedok tersebut
itanami HMT seprti lamtoro dan rumput gajah.
Kawasan Sonis Laloran Di Batasi Dan Di Kelilingi Oleh ;
a. Selatan berbatasan dengan Desa Bakustulama.
b. Utara berbatasan dengan Desa Derok Faturene.
c. Timur berbatasan dengan desa Derok Faturene.
d. Barat berbatasan dengan Desa Naekasa.

5
BAB III
KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

3.1 Waktu dan Lokasi PKL


A. Waktu
Kegiatan praktek kerja lapangan di Kawasan Peternakan Sonis Laloran
berlangsung selama 1 bulan lebih dari tanggal 01 juli 2022 hingga 04 agustus 2022.
kegiatan pembuatan silase pada tanggal 10 juli 2022.
B. Tempat
Praktek kerja lapangan berlokasi Di Kawasan Peternakan Sonis Laloran, Desa
Bakustulama, Kecamatan Tasifeto Barat Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Kegiatan pemeriksaan Cacing Hati berlokasi Di Kompi Kavaleri Desa
Bakustulama Kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu.
3.2 Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan praktek kerja lapangan di Kawasan Peternakan Sonis
Laloran di sesuaikan dengan arah dan kebijakan pegawai Peternakan Sonis Laloran
dan di sesuaikan pula dengan kebutuhan mahasiswa yang melakukan praktek.
kegiatan praktek kerja lapangan di Kawasan Peternakan Sonis Laloran meliputi
kegiatan rutin dan tambahan. Berikut kegiatan yang kami lakukan di kawasan ;
A. Kegiatan Rutin
1. Pengambilan dan pemberian pakan pada ternak
2. Pembuatan bedeng
3. Penanaman odot
4. Penanaman vlok jagung
5. Pemotongan rumput untuk pembuatan silase
6. Pemberian vitamin pada ternak
7. Pembuatan silase
B. Kegiatan Tambahan
1. Membantu pegawai membersikan lahan
2. Membantu pegawai mengambil jerami sebagai pakan alternatif
3. Melakukan pkb (pemeriksaan kebuntingan)
4. Membantu pegawai memberikan vitamin pada ternak
5. IB (Insiminasi Buatan)

6
3.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data melalui wawancara, observasi, diskusi dan praktek bersama
para staf Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kabupaten Belu serta karyawan pada
kawasan Peternakan Sonis Laloran
3.4 Metode
Metode yang kami gunakan adalah dengan mengikuti praktek kerja lapangan.

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Masalah
A. Permasalahan umum di lokasi PKL
1. Kurangnya tenaga kerja di lokasi PKL.
2. Pembagian tenaga kerja belum terlaksana dengan baik sehingga pekerjaan di
kawasan belum terlaksana dengan baik.
3. Kurangnya dana dari pemerintah ke kawasan Peternakan Sonis Laloran.
4. Kurangnya penerangan pada lokasi PKL.
5. Kurangnya sumber air bersih sebagai sumber air minum pada manusia.
B. Kendala-kendala selama PKL
Kendala-kendala yang sering kami temui dalam waktu PKL yaitu :
1. Tidak adanya struktur kegiantan sehingga kegiatan PKL tidak berjalan dengan
baik dan teratur
C. Upaya dan solusi pemecahan masalah
1. Seharusnya ada struktur kegiatan sehingga kegiatan PKL berjalan dengan baik
dan teratur

4.2 Pembahasan
1. Cacing hati (Faciioliasis)
Fasciolosis merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing
Fasciola sp. Cacing ini termasuk dalam kelas Trematoda, filum Platyhelmintes
dan genus Fasciola (Anonim, 2014). Penyakit ini tergolong penyakit zoonosis
dan sering menyerang pada hewan ruminansia dan beberapa satwa langka,
melalui berbagai kontaminasi (Keyyu et al., 2006) dan telah tersebar di seluruh
dunia (Alatoom et al. 2007; Abdulhakim& Addis, 2012), Fasciolosis biasanya
terjadi pada daerah pedesaan dengan sistem perkandangan yang masih
tradisional.
Tujuan dari pemeriksaan hewan kurban ini adalah untuk mengetahui
gambaran kasus Fasciolosis pada sapi yang dipotong pada saat peringatan Hari
Raya Idul Adha di Kabupaten Belu kecamatan Tasifeto Barat Desa Bakustulama
melalui pemeriksaan post mortem atau pemeriksaan yang dilakukan setelah
proses pemotongan hewan selesai.

8
A. Proses Pemeriksaan Cacing Hati
 Alat dan Bahan
 Pisau
 Sarung tangan
 Masker
 Tabung reaksi
 Formalin dan
 Hepar/hati hewan (sapi) yang diduga terinfeksi Fasciola Sp
 Proses Pemeriksaan
Pemeriksaan ini termasuk pmeriksaan survei. Populasi dalam pemeriksaan
ini adalah hewan qurban yang di potong pada Hari Raya Idul Adha tanggal 10
Juli 2022 di Desa Bakustulama. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik non probability sampling, sebanyak 10 sampel dengan
menggunakan metode pendekatan purposive sampling yaitu teknik penemuan
sampel dengan pertimbangan tertentu. Diagnosa kasus Fasciolosis berdasarkan
pada temuan parasit Fasciola sp di organ hepar pada pemeriksaan post mortem
dilakukan dengan melakukan penyayatan organ hati secara vertical dan secara
horizontal.
 Hasil Dan Pembahasan
Facioliasis (hepatik) atau penyakit cacing hati (PCH) merupakan penyakit
yang disebabkan oleh cacing Tremadoda genus Fasciola. Pada umumnya istilah.
Fasciolosis digunakan untuk menggambarkan atau untuk menentukan diagnosis
penyakit cacingan yang menyerang ternak memamah biak seperti sapi, kerbau,
kambing dan domba Berat ringannya kasus Fasciolosis tergantung pada jumlah
metaserkaria yang tertelan dan infektifitasnya. Bila metaserkaria yang tertelan sangat
banyak akan mengakibatkan kematian pada ternak sebelum cacing tersebut mencapai
dewasa. Selain itu, tergantung pula pada stadium infestasi yaitu migrasi cacing muda
dan perkembangan cacing dewasa dalam saluran empedu. Infestasi Fasciola sp. dapat
bersifat akut, sub akut maupun kronis (Subronto, 2007).
Bentuk akut disebabkan oleh adanya migrasi cacing muda di dalam jaringan
hati, sehingga menyebabkan kerusakan jaringan hati. Ternak menjadi lemah, nafas
cepat dan pendek, perut membesar dan rasa sakit sedangkan bentuk kronis gejala
yang nampak adalah anemia, sehingga menyebabkan ternak lesu, lemah, nafsu makan

9
menurun, cepat mengalami kelelahan, membrana mukosa pucat, diare dan edema di
antara sudut dagu dan bawah perut, ikterus dan kematian dapat terjadi dalam waktu
1-3 bulan (Anonim 2014).
Hasil pemeriksaan patologi anatomi pada sampel organ hati hewan Qurban,
beberapa sampel organ hati positif terinfeksi cacing hati fasciola sp yang di tandai
dengan adanya lesi berupa peradangan dan pengapuran pada organ hati yang
disebabkan oleh adanya infestasi cacing hati fasciola sp.
Berat ringannya lesi yang ditimbulkan tergantung pada jumlah metaserkaria
yang ditelan dan tingkat infekstifitasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat subronto
(2007), yang menyatakan bahwa sapi yang terinfeksi Fasciola sp secara akut dan sub
akut gambaran patologi anatomi organ hati tidak banyak mengalami kelainan kecuali
pada hatinya yang mengalami peradangan akut disertai perdarahan, sedangkan sapi
yang terinfeksi secara kronis hati sapi tampak mengeras dalam rabaan, tepi dan
permukaan tidak rata dan ketika disayat segera diketahui adanya fibrosis jaringan,
saluran empedu menebal, meradang dan mengalami pengapuran serta banyak
ditemukan adanya cacing dewasa.
Tingkat mordibitas dan mortibilitas dari kasus fascilosis didaerah endemik
kandang sangat tinggi, bahkan mencapai 90% subroto (2007), menggemukakan
bahwa kerugian langsung dari fasciolosis berupa kerusakan organ hati. Adanya
kerusakan pada organ hati ini menyebabkan penolakan organ tersebut untuk di
konsumsi manusia. Hasil pemeriksaan patologi anatomi terhadap sampel pemeriksaan
secara lengkap tersaji pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan post morten organ hati sapi bali

Jenis Sampel Hasil Pemeriksaan Faciolosis Total Prevalensi


sampel

Organ Hati Positif % Negatif %

8 98 2 2 10 98%

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 10 sampel hati yang diperiksa,
2 sampel dinyatakan negatif dan 8 sampel dinyatakan positif Fasciolosis dengan
tingkat prevalensi sebesar 98% sedangkan hasil penelitian yang dilakukan FAO
(2007), menunjukkan bahwa prevalensi Fasciola sp di Indonesia mencapai 14%-28%.

10
Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi Fasciolosis di Desa Bakustulama Masih
tergolong rendah..

Rendahnya kejadian kasus Fasciolosis di Desa Bakustulama dimungkinkan


karena faktor manajeen pemeliharaan seperti faktor sanitasi, faktor lingkungan dan
pola pemberian pakan masih sangat baik, serta pola pemeliharaan ternak yang masih
dilakukan secara ekstensif atau sistem lepas di perkebunan dan padang
penggembalaan. Pola pemeliharaan sepertiini biasanya hewan ternak dibiarkan berada
di kebun dan padang penggembalaan selama proses pemeliharaan dan bebas
mengambil rumput yang ada diperkebunan dan padang penggembalaan tersebut.

11
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa beberapa sampel organ hati
positif terinfeksi cacing hati fasciola sp yang di tandai dengan adanya lesi berupa
peradangan dan pengapuran pada organ hati yang disebabkan oleh adanya infestasi
cacing hati fasciola sp.
5.2 Saran
A. Peran-peran dalam fasilitas pemeriksaan hati pada ternak sapi kurang di kawasan
peternakan sonis laloran sehingga proses pemeriksaan kurang maksimal.
B. Tidak adannya ketersediaan tempat untuk melakukan pemeriksaan cacing hati
sehingga di lakukan di luar ruangan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia, Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Jakarta. Hal. 400.

Abdulhakim Y, Addis M. 2012. An abattoir study on the prevalence of fasciolosis in cattle,


sheep and goats in Debre Zeit. Town, Ethiopia. Glob Vet. 8:308-314

FAO (Food and Agriculture Organization). Corporate Document Repository. 2007. Liver
Fluke Infections. http://www.fao.org/DOCREP/004/ T0584E/T0584E03.htm.(4
September 2007)

Keyyu JD, Kassuku AA, Msalilwa LP, Monrad J, Kyvsgaard NC. 2006. Cross-sectional
prevalence of helminthes infections in cattle on traditional, small-scale and
largescale dairy farms in Iringa district, Tanzania. Vet. Res. Commun 30:45 – 55

Kithuka KM, Maingi N, Njerch FM, Ombui JN. 2002. The prevalence and economic
importance of bovine fasciolosis in Kenya an analysis of abattoir. Onderstepoort J.
Vet. Res., 69 (4):255-262.

Mahato SN, Harrison LJS. 2005. Control of fasciolosis in stall-fed buffaloes by managing
the feeding of rice straw. Trop. Anim. Health Prod 37: 285 – 291.

Martindah E, Widjajanti S, Estuningsih SE, Suhardono. 2005. Meningkatkan Kesadaran dan


Kepedulian Masyarakat Terhadap Fasciolosis Sebagai Penyakit Infeksius.
Wartazoa. 15

Muchlis A, Soetedjo R. 1972. Laporan singkat hasil survey penjakit fasciolosis dan
haemonchosis di Djawa Barat dan Djawa Tengah. Bogor: Lembaga Penelitian
Penyakit Hewan.

Purwono E. 2013. Tingkat Kejadian Penyakit Cacing (Helminthiasis) Pada Sapi Bali (Bos
sondaicus) di SP I, II dan III Distrik Prafi Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua
Barat. Jurnal Triton Vol 4. No.I.

Purwono E. 2019. Gambaran Kasus Fasciolosis (Cacing Hati) Pada Sapi Bali Berdasarkan
Data Hasil Pemeriksaan Hewan Qurban Di Kabupaten Manokwari Tahun 2018,
Politeknik Pembagunan Pertanian (Polbangtan) Manokwari Jl. Reremi Manokwari
Papua Bara. Jurnal triton, Vol. 10, No 1, juni 2019.

Subronto. 2007. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

13
LAMPIRAN

A. Kegiatan Tambahan
Palpasi, IB, Pemberian Vitamin, Pemeriksaan Penyakit Pada Organ Dalam ,
Pengenalan Organ Reproduksi.

14
B. Kegiatan Rutin
Pembuatan Bedeng

Penanaman Odot dan Vlok Jagung

Pemotongan Rumput dan Hijauan

15
Pembuatan Silase

16
17

Anda mungkin juga menyukai