Anda di halaman 1dari 19

Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini Pada Keluarga Single Parent

(Studi Kasus di Desa Sukadami Kec. Wanayasa Kab. Purwakarta 2021)


Child and Family Education

Imas Rohimah1, Miftachul Jannah2, Enan Kusnandar3


STAI DR. KH.EZ. Muttaqien Purwakarta

ABSTRAK
Perkembangan sosial emosional anak mulai dibangun dari keluarga. Orang
tua dan lingkungan merupakan model bagi anak. Mereka adalah tim yang
bekerjasama sesuai perannya masing-masing. Namun tidak semua keluarga
memiliki kondisi yang sempurna. Pada keluarga single parent terdapat peran yang
hilang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang
perkembangan sosial emosional anak pada keluarga single parent. Metode dalam
penelitian ini adalah kualitatif studi kasus. Proses pengumpulan data dilakukan
dengan observasi dan wawancara terhadap orangtua, anak, dan orang terdekat
anak yang berasal dari 3 keluarga single parent di Desa Sukadami. Bahan yang
diperoleh dari wawancara dan observasi ditranskripsikan dan dianalisis. Hasil
analisis telah mengangkat 3 topik yang dibahas di sini: bentuk pengasuhan dan
komunikasi orangtua terhadap anak, perkembangan sosial emosional anak,
kendala yang ditemukan dalam peran pengasuhan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kondisi perkembangan sosial emosional anak yang paling baik dari 3
keluarga single parent adalah berasal dari keluarga dengan pola pengasuhan
demokratis dengan bentuk komunikasi yang efektif namun menggunakan kalimat
negatif. Sedangkan perkembangan sosial emosional anak dengan pola pengasuhan
otoriter dan permisif memperlihatkan kondisi sosial emosional anak yang belum
optimal. Kedua Pola asuh tersebut menggunakan bentuk komunikasi yang sama
yaitu tidak efektif dengan kalimat negatif.
Kata kunci : perkembangan sosial emosional, single parent

1
STAI DR KH.EZ. Muttaqien/ mey.alfariz@gmail.com
2
STAI DR KH.EZ. Muttaqien/ jannahmiftachul92@gmail.com
3
ABSTRAC

Socio-emotional development of children is built from the family. Parents and the
environment are models for children. They are a team that works together
according to their respective roles. But not all families have perfect conditions. In
single parent families there is a missing role. The purpose of this research was
describing the social emotional development of children in single parent families.
The method of this research is a qualitative case study. The data collection process
was carried out by observing and interviewing parents, children, and the
environment around children who came from 3 single parent families in Sukadami
Village. The materials obtained from interviews and observations were
transcribed and analyzed. The results of the analysis have raised 3 topics
discussed here: parenting and communication of parents to children, socio-
emotional development of children, obstacles found in the parenting role. The
results showed that the best condition of children's socio-emotional development
from 3 single parent families came from families with democratic parenting
patterns with effective forms of communication but using negative sentences.
Meanwhile, the socio-emotional development of children with authoritarian and
permissive parenting shows that children's socio-emotional conditions are not
optimal. Both parenting patterns use the same form of communication, which is
ineffective with negative sentences.
Keywords: Socio-emotional development, single parent
A. Pendahuluan
Anak usia dini adalah anak yang sedang berada dalam rentang usia
lahir sampai enam tahun, yang sedang berada dalam proses perkembangan.
Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter
dan kepribadian anak (Yuliani Nuraini, Sujiono, 2009:7) Usia dini merupakan
usia dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.
Usia ini disebut sebagai usia emas (golden age). Pada masa ini merupakan
peletak dasar untuk mengembangkan 6 aspek perkembangan salah satunya
adalah sosial emosional.
Perkembangan sosial merpakan perolehan kemampuan berprilaku
yang sesuai dengan tuntunan sosial.(Harlock, 1987) perkembangan sosial
anak sangat dipengaruhi oleh lingkungann sosialnya, baik orangtua,
keluarga atau teman sebaya. Apabila lingkungan tersebut dapat
memberikan kesempatan terhadap perkembangan sosial secara positif,
maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang.
Namun apabila lingkinagan sosial anak kurnag mendukung maka
perkembangan sosial anak juga akan terhambat. Menurut Aisyah , dkk
(2007)
Menurut A.A Schneider, sosialisai merupakan proses mental dan
tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri sesuai
dengan keinginan yang berasal dalam diri. Menurut Pamela Menet,
perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan belajar dari tingkah
laku yang ditiru dalam keluarganya serta mengikuti contoh –contoh serupa
yang ada diseluruh dunia. Menurut Elizabet Hurlock, perkembangan sosial
berarti perolehan kemamuan berprilaku yang sesuai dengan tunttan sosial
dan memerlukan tiga proses yaitu belajar berprilaku yang dapat diterima
secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan erkembangan
sikap social.
Selanjutnya Perkembangan emosi adalah perkembangan dimana anak
mampu mengenali diri sendiri dan bagaimana peraannya sendiri,sedangkan
perkemabangan sosial emosional adalah dimana anak mampu memahami
perasaan orang lain, dapat bergaul dengan baik bersama teman, dan mampu
membangun hubungan dengan orang-oarang dewasa di sekitarnya. Emosi
berasal dari kata emetus atau emovere yang berati mencerca,
yaitu suatu yang mendorong terhadap sesuatu. Meurut Crow & Crow
(sunarti, 2001: 1) “ emosi merupakan suatu keadaan yang bergejolak
dalam diri individu yang berfungsi atau berperan sebagai inner adjustment
terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahtraan atau keselamatan
individu”. Emosi merupakan perasaan atau gejala psikis yang bersifat
subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenai dan
dialami dalam kualitas senang atau tidak senang.15 Sedangkan menurut
Srofe (1997) Emosi adalah reaksi subjektif terhadap pengalaman yang
diasoaiasikan dengan perubahan fisiologis dan tingkah laku. Contohnya
sedih, gembira, dan takut”
Emosi merupakan perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang
sedang berada dalam suatu keadaan atau interaksi yang dianggap penting
olehnya, terutama well-being dirinya. (Campos, 2004; Saarni dkk., 2006,
Santrock, 2007:7). Emosi dapat berbentuk sesuatu yang spesifik seperti
rasa senang, takut, marah, dan seterunya tegantung dari interaksi yang
dialami. Emosi d ipengruhi oleh dasar biologis dan rasa malu. Carles
Darwin (1872-1965) dalam bukunya yang berjudul “ The Expression In
Man and Animals” menyebutkan bahwa ekspresi wajah manusia
merupakan sesuatu yang bersifat bawaan dan bukan hasil pembelajaran.16
Besic emotion dan bentuk-bentuk emosi yang umum terjadi pada awal
masa kanak-kanak yaitu amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati,
gembira, dan kasih sayang.
Menurut Permendiknas (No.58 tahun 2009), Kompetensi sosial
emosional anak usia dini, untuk anak usia 4-5 tahun dintaranya 1) menunjukan
sikap mandiri dalam memilih kegiatan, 2) mau berbagi, 3) menolong dan
membantu teman; 4) menunjukan atusiasme dalam melakukan permainan
kompetetif secara posesif; 5) mengendalikan perasaan; 6) menaati aturan yang
berlaku dalam suatu permainan; 7) menunjukan rasa percaya diri; 8) menjaga
diri sendiri dan lingkungannya; dan 9) menghargai orang lain.
Sedangkan untuk anak usia 5-6 tahun diantaranya; 1) bersikap
kooferatif dengan teman; 2) menunjukan sikap toreransi; 3) mengekpresikan
emosi yang sesuai dengan kondisi yang ada (senang, sedih, antusias, dsb); 4)
mengenal tatakrama dan sopan santun sesuai dengan nilai sosial budaya
setempat; 5) memahami peraturan dan disiplin; 6) menunjukan rasa empati; 7)
memiliki sikap gigih (tidak mudah menyerah); 8) bangga terhadap hasil karya
sendiri; dan 9) menghargai keunggulan orang lain.
Pentingnya aspek perkembangan sosial emosional pada anak usia dini,
anak diharap mampu menjadi insan yang mengerti akan emosi yang dia alami
dan mampu diterima oelh lingkungan sosial. Sebaliknya jika seseorang tidak
memiliki sikap sosial emosional maka ketika anak beranjak dewasa mereka
kesulitan memahami emosi, mengekpresikan perasaan, kesulitan
berkomunikasi, dan kesulitan menjalin hubungan sosial dengan orang lain.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sosialnya, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya, atau teman
sebayanya. Orang tua berperan penting dalam mengembangkan sosial
emosional anak, orang tua bisa menstimulasi perkembangan sosial emosioanal
denagan cara menjadi contoh yang baik bagi anak, ajak anak bermain dengan
teman sebayanya,ajari anak untuk berbagi, dan ajak anak untuk bercerita dan
membanca dongeng.
Bagi keluarga anak adalah anugrah dari Allah SWT yang memiliki
potensi menjadi baik dan buruk sedang baik buruknya seorang anak sanagat
berhububgan dan dipengaruhi oleh pendidikan yang diberikan oleh kedua
orangtuanya, seperti mengarahkan dan memberi nasehat seperti yang
dilakukan lukman dalam Al-Quran pada anknya:

ٌ ‫ظ ْل‬
ُ َ‫ي َِل ت ُ ْش ِر ْك ِباللَّ ِه ۖ ِإ َّن الش ِْركَ ل‬ ُ ‫َو ِإ ْذ قَا َل لُ ْق َمانُ ِِل ْبنِ ِه َوه َُو َي ِع‬
َّ َ‫ظهُ َيا بُن‬
ٌ ‫َع ِظي‬

Artinya: “Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia


memberi pelajaran kepadanya: \"Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar\". (QS.Luqman: 13)
Dalam hadis juga dikatakan bahwa anak dilahirkan dalam keadaan
suci, maka kedua orang tuanyalah yang membuat dia menjadi Yahudi,
Nasrani atau Majusi. Mencermati hadist tersebut berarti kedua orang tua
memiliki peran yang cukup strategis bagi masa depan anak. Hal ini
disebabkan karena perkembangan fitrah manusia banyak tergantung pada
usaha pendidikan dan bimbingan dari orang tua.4
Pengasuhan merupakan faktor terpenting dalam keluarga yang ada di
dalamnya bagaimana kepribadian anak pada nantinya akan banyak
dipengaruhi oleh pengasuhan yang digunakan oleh orangtuanya. 5 Secara
terminologi pola asuh orang tua adalah cara terbaik yang ditempuh orangtua
dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari pertangung jawaban kepada
anak. Jadi yang di maksudkan dengan pola asuh orangtua adalah pola yang
diberikan orang tua dalam mendidik atau mengasuh anak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Cara mendidik secara langsung artinya
bentuk usaha orang tua yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian,
kecerdasn dan keterampilan yang dilakukan secara sengaja, baik berupa
perintah, larangan, hukuman,penciptaan situasi maupun pemberian hadian
sebagai alat pendidikan. Sedangkan mendidik secara tidak langsung
merupakan contoh kehidupan sehari-hari mulai dari tutur kata sampai kepada
adat kebiasaan dan pola hidup, hubungan orangtua, keluarga, masyarakat, dan
hubungan suami istri.

4
Sri Harini & Abu Firdaus Al- halwani. Mendidik anak sejak dini.(Yogyakatra: Kreasi Wacana
2003)15
5
I Nyoman Subagio, pola asuh ornag tua (Jakarta: Nilacakra, 2021) h. 7- 10
Pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berhubungan dengan
anaknya. Sikap ini bisa dilaihat dari berbagai segi antara lain cara orang tua
memberikan pengaturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hkuman,
cara orangtua menunjukan otoritas dan cara orangtua memberikan perhatian,
tanggapan terhadap keinginan anak. Pola asuh orangtua adalah bagaimana
mendidik anak baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai
perwujudan dari rasa tangung jawab kepada anak. Dalam setiap keluarga
tentu saja memiliki pola asu yang berbeda antara satu dengan keluarga yang
lainnya. Marry (2008) menyatakan ada 3 jenis pola asuh yang dilakukan
orangtua terhadap anak-anaknya, yaitu: (1) pola asuh Authoritarian;(2) pola
asuh Authoriatative; dan 3) pola asuh permissiv. Tiga jenis pola asuh
Baumrind ini hampir sama dengan pola asuh menurut Hurlock, Hardy &
Heyes yaitu : 1) pola asuh otoriter; 2) pola asuh demokratis; 3) pola asuh
permisif (Agus, 2017).
a. Pola asuh otoriter (Authotarian parenthing)
Authoritarian yaitu suatu tipe yang membatasi dan menghukum
yang menentut anak untuk mengikuti perintah-perintah orangtua dan
menghormati pekerjaan dan usaha orangtua. Orangtua yang otoriter
menerapkan batas dan kendala yang tegas pada anak dan meminimalisir
diskusi atau musyawarah.
b. Pola asuh demokratis (authoriatative parenting)
Demokratis yaitu pola asuh yang mendorong anak untuk mandiri
namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Masih
melakukan diskusi, serta orangtua bersikap hangat dan penyayang
terhadap anak. Orang tua yang demokratis menunjukan kesenagan dan
dukungan sebagai respon terhadap prilaku konstrukif anak.
c. Pengasuhan yang diabaikan (permissiive indifferent)
Permissive indefferent yaitu gaya pengasuhan ini yaitu orangtua
sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki
orangtua yang mengabaikan merasa bahwa aspek laian kehidupan
orangtua lebih pentig dari pada mereka.
d. Pengasuhan yang menuruti atau memanjakan (permissive indulgent)
Permissive indulgent yaitu gaya pola asuh ini orangtua sangat
terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol
mereka.
Pengasuhan akan berjalan dengan baik bila disertai dengan adanya
komunikasi yang tepat. Pola komunikasi merupakan suatu sistem
penyampaian pesan melalui lambang tertentu, mengandung arti, dan
pengoperan perangsang untuk mengubah tingkah laku individu lain. Pola
komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau
lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Pengertian pola komunikasi
diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam
proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat, sehingga pesan yang
dimaksud dapat dipahami. Pola komunikasi juga merupakan bentuk atau pola
hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan
penerimaan pesan yang mengaitkan dua komponen, yaitu gambaran atau
rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktifitas, dengan
komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya
hubungan komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi. Dimensi
pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang berorientasi pada
konsep dan pola yang berorientasi pada sosial yang mempunyai arah
hubungan yang berlainan. (Soenarto, 2006: 33)
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu menjalin komunikasi
terutama yang berkaitan degan komunikasi antarpribadi, dengan tujuan
untuk mempererat hubungan antara manusia atau dengan manusia lainnya.
Demikian pula halnya dengan keluarga, semua anggota didalam suatu
keluarga saling membutuhkan komunkasi, termasuk komunikasi antara
orangtua dengan anak. Komunikasi keluarga merupakan yang terjadi dalam
sebuah keluarga yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk
berinteraksi dengan anggota lainnya sekaligus sebagai wadah dalam
membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai
pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya ketika berada dalam
lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola komunikasi
keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi
perkembangan anak.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan
membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang
menyenangkan maupun yang tidak juga siap menyelesaikan masalah-
masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam
kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan.(Khairudin, 2005:37). Ciri-ciri
komunikasi dalam keluarga adalah sebagai berikut:
a. Keterbukaan (openness). Keterbukaan adalah sejauh mana individu
meniliki keinginan untuk terbuka dengan orang lain dalam berinteraksi.
Keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi memungkinkan perilakunya
dapat memberikan tanggapan secara jelas terhadap segala dan perasaan
yang diungkapkannya.
b. Empati (emphaty). Empati adalah suatu perasaan idividu yang
merasakan sama seperti yang dirasakan orang lain, tanpa harus secara
nyata terlibat dalam perasaan ataupun tanggapan orang tersebut.
c. Dukungan. Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih
bersemangat dalam melakukan aktivitas serta meraih tujuan yang
diinginkan. Dukungan ini lebih diharapkan dari orang terdekat yaitu
keluarga.
d. Perasaan positif (positiveness). Perasaan yaitu dimana individu
mempunyai perasaan positif terhadap apa yang sudah dikatakan
orang lain terhadap dirinya.
e. Kesamaan (equality). Kesamaan disini dimaksudkan individu
mempunyai kesamaan dengan orang lain dalam hal berbicara dan
mendengarkan. (Khairudin, 2005:38).
Bentuk komunikasi yang terjadi tampak melalui transaksi atau
interaksi yang dilakukan oleh dua pihak yang berkomunikasi. Bentuk
komunikasi, transaksi atau interaksi yang digunakan oleh orangtua
terhadap anak bisa beraneka ragam, bergantung pada cara orangtua
berakasi terhadap permaslahan anak. bentuk-bentuk komunikasi orang tua
dikenali melalui ucapan-ucapan dan tindkan-tindakan orangtua terhadap
anak.
Bentuk respon dan tindakan orangtua dalam berkomunikasi.
Berbicara dan menyapa sangat penting, tetapi yang lebih menentukan adalah
orangtua berbicara atau menyapa anak. karena ketika orangtua berbicara dan
merespon pembicaraan anak, ada dua perasaan yang muncul pada anak, yaitu
anak merasa diterima atau anak merasa tidak diterima atau ditolak. Bentuk
respon dan tindakan orangtua dapat diamati melalui tanggapan-tanggapan
verbal berupa respon-respon dalam bentuk ucapan-ucapan dan tindakan-
tindakan orangtua terhadap permasalahan anak. Tanggapan-tangapan verbal
orangtua biasanya diartikan lebih dari satu arti atau satu persen oleh anak,
sehingga dapat memengaruhi hubungan orangtua dengan anak. ketika
orangtua mengatkan sesuatu kepada anak, seringkali anak mengatakan
sesuatu tentang dirinya sendiri. Itulah sebabnya komunikasi dengan anak
mempunyai arti tertentu bagi anak sebagai individu dan mempunyai arti
tersendiri bagi hubungan antara dirinya dengan orangtuanya.
Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat,
sehingga dalam keluargalah semua aktivitas dimulai. Keluarga dapat
dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti, keluarga inti terdiri dari
ayah, ibu dan anak. Keluarga khususnya orang tua merupakan lingkungan
pendidikan yang pertama dan utama. Pendidikan bukan hanya sekedar
tangung jawab seorang ibu tetapi juga ayah yang berperan penting dalam
pendidikan anak-anaknya. Peran serta prilaku pengasuhan ayah
mempengaruhi perkembangan serta kesejahtraan anak dan masa transisi
menuju remaja(Cabrera,dkk,2000).
Sebuah.penelitian melibatkan kelompok anak –anak yang lahir pada
tahun 2000 hingga 2001, dilakukan dengan tujuan meneliti peran ayah terkait
perkambangan perilaku dan serta kognitif anak. Waktu pengambilan data
dibagi menjadi 3 waktu, yaitu 3 tahun sampai 5 tahun, dan saat anak beranjak
5 sampai 7 tahun. Para peneliti mengunakan beberapa tes untuk melihat
prilaku serta kesehatan psikologis anak yang kemudian dianalisis
berdasarkan kelompok usia anak yang diteliti. Dari hasil penelitian yang
dilakukan di inggris tersebut, diketahui bahwa anak yang dekat dengan
ayahnya sejak usia sembilan bulan cenderung lebih aktif dan kratif ketika
mereka berusia 5 tahun. Selain itu ayah yang ikut serta dalam membantu
mengasuh anak sejak berusia 9 bulan, lebih banyak memiliki anak yang
emosinya terkontrol dengan baik.
Dalam perkembangan dan pertumbuhan anak, tidak hanya peran ibu
yang diperlukan. Namun, ayah sangat menentukan kondisi mental serta
perkembangan anak, bahkan sejak bayi masih dalam kandungan. Pada
umumnya kehidupan berumah tangga hendaknya utuh dan harmonis tetapi
tidak semua berjalan mulus. Perpisahan bisa saja terjadi entah karena
perceraian atau kematian salah satunya. Sehingga menjadi faktor yang
memaksa seseorang untuk menjadi single paent.
Single parent adalah orang tua tunggal yang mengurus rumah tangga
secara mandiri tanpa adanya pasangan. Orang tua single parent adalah orang
yang harus memainkan peran ganda sebagai ayah sekaligus ibu. Single parent
bukan pilihan setiap orang karna harus menangung beban pendidikan dan
beban emosional yang seharusnya dipikul bersama pasangannya.
Berdasarkan paparan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan tentang perkembangan sosial emosional anak pada
keluarga single parent, yang meliputi 3 topik bahasan yaitu bentuk
pengasuhan dan komunikasi orangtua terhadap anak, perkembangan sosial
emosional anak, dan kendala yang ditemukan dalam peran pengasuhan. Studi
tentang tiga topik ini diharapkan dapat berguna untuk bahan evaluasi dan
dasar bagi orangtua dan lingkungan dalam menentukan bentuk pengasuhan
dan komunikasi yang tepat dalam mendukung optimalisasi perkembangan
sosial emosional anak.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah metode kualitatif.
Sugiyono menjelaskan bahwa penlitian kualitatif adalah metode penlitian
yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk menliti pada
kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah instrumen kunci.6
Selanjutnya metode yang digunakan adalah metode studi kasus.
Metode studi kasus, merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau
satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa
tertneu.7 Kasus yang dimaksud bisa tunggal atau jamak, misalnya bisa individu
atau kelompok. Disini perlu dilakukan analisis secara tajam terhadap berbagai
faktor yang terkjkait dengan kasus tersebut sehinga akhirnya akan diperoleh
kesimpulan yang akurat8.
Penelitian ini berlangsung selama 5 bulan, dimulai pada bulain Juni
sampai bulan Oktober Adapun lokasi yang dijadikan tempat untuk melakukan
penelitian yakni di Desa Sukadami Kecamatan Wanayasa Kabupaten
Purwakarta. Adapun Responden dalam penelitian ini adalah orang tua, anak
dan lingkungan sekitar Adapun sampel yang akan di ambil adalah 3 keluarga
single parent.
Sumber data ialah fokus utama yang dijadikan dalam penelitian untuk
memperolah data faktual dan informasi yang mendukung. Apabila
menggunakan observasi maka sumber datanya adalah buku catatan, kamera,
dan alat perekam. Apabila menggunaka dokumentasi, maka dokumentasi atau
catatanlah yang tenjadi sumber datanya.9..Apabila menggunakan wawancara
dalam menggumpulkan datanya maka data sumber datanya disebut tesponden,
yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan baik secara
tertulis maupun lisan. Jenis dan sumber data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: Data primer. Menutut Sugiyono” sumber data primer yaitu
sumber data yang langsung memberikan data pada pengumpul data. Dalam
penelitian ini sumber data primer diperoleh secara langsung melaui proses
penelitin secara langsung dari sasaran penelitian, yakni dari keluarga yang
berstatus single parent yakni orang tua dan anak. Data sekunder. Sumber data
sekunder yaitu sumber data yang secara tidak langsung memberikan data pada
pengumpul data misalnya lewat orang lain atau dokumen. Adapun sumber data
sekunder dalam penelitian ini berupa wawancara dengan lingkungan terdekat
anak.

6
Sugiyono, metodologi penelitian kuantitaf, kualitatif, dan R&D (Bandung, Alfabeta. 2010). H. 5
7
Iwan Hermawan, metodelogi penelitian pendidikan (kuningan: Hidayatul Quran, 2019). Hal 33
8
Sutedi, 2009: hal 21
9
Leni, Obcit
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) untuk
memperoleh data. Maka peneliti ini menggunakan teknik sebagai berikut:
1. Observasi (pengamatan)
Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan pada kegiatan
pemusatan perhatian pada suatu obyek dengan menggunakan seluruh
kegiatan indera.10 Observasi atau pengamatan suatu istilah umum yang
mempunyai arti semua bentuk penerimaan data yang dilakukan dengan
cara merekam kejadian dan mencatat kejadian. Dalam penelitian ini
Obervasi digunakan untuk mengamati sosial emosional anak dan juga
mengamati tentang prilaku orang tua seperti pola asuh dan pengasuhan.
Dalam Obervasi Peneliti datang melakukan pendekatan dan mengamati
kegiatan anak dan orang tua selama dirumah, hal yang di observasi ialah
bagaimana orang tua berkomunikasi dengan anak, pola asuh, bagaimana
kualitas waktu orang tua bersama anak, dan hal-hal lain yang ditemukan
peneliti mengenai prilaku orangtua terhadap anak.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan antara responden dan peneliti mendengarkan secara langsung
informasi-informasi atau keterangan-keterangan dan jawaban responden
dicatat atau direkam. Wawancara digunakan oleh peneliti untuk
menemukan sebuah masalah yang harus diteliti, atau juga dapat dilakukan
apabila peneliti ingin tahu berbagai hal pada responden secara mendalam.
Wawancara merupakan pertemuan antara 2 orang untuk saling bertukar
informasi dan ide melalui metode tanya jawab, sedangkan wawancara ada
beberapa macam yakni wawancara terstruktur, semi terstruktur dan tidak
terstruktur.11 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis wawancara
semi terstruktur yakni peneliti hanya menyiapkan instrumen pertanyaan
yang berisi garis besar saja dan dapat dikembangkan ketika wawancara
telah dilaksanakan dengan narasumber. Selain membawa instrumen
peneliti juga membawa alat bantu untuk mengumpulkan data yaitu
perekam suara. Kegiatan wawancara ini melibatkan orangtua, anak, dan
lingkungan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan
melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek

10
Sugiyono, metodologi penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R &D :hal 310.
11
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B...,194.
sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. 12Untuk memperkuat data yang
diperoleh melalui pengamatan dan wawancara penelitian, peneliti
mengumpulkan data dalam bentuk dokumentasi interaksi pengasuhan dan
bentuk komunikasi orangtua terhadap anak menggunakan video atau
perekam suara.
Dalam penelitian ini, peneliti adalah instrument kunci, dengan dibantu
intrumen penunjang dalam proses pengumpulan data yaitu dengan pedoman
observasi dan wawancara serta catatan lapangan. Data yang diperoleh
ditranskripsikan dan dianalisis. Analisi data yang digunakan dalam penelitian
ini ialah analisis coding/ pengkodean. Coding adalah proses menelaah dan
menuji data mentah yang ada dengan melakukan pemberian label dalam
bentuk kata-katafrasa atau kalimat. Langkah berikutnya adalah peneliti
membuat konsep atau gagasan teoritis yang berkaitan dengan kode dan tema-
tema tersebut. Strategi yang tepat dalam proses analisis data ini adalah
kemampuan peneliti mengabungkan anatara konsep-konsep yang telah dibuat
dengan mengaitkan denga teori –teori atau literatur-literatur yang telah ada.
Untuk memperoleh keabsahan data penelitian ini mengunakan
teknik triangulasi yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat
mengabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber yang
telah ada. Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan trigulasi teknik.
Menguji keabsahan data dengan cara mengecek data kepada sumber yang
sama dengan teknik yang berbeda. Triangulasi merupakan teknik
pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Peneliti
meneliti tidak hanya melalui wawancara tetapi peneliti juga meneliti
melalui observasi dan dokumentasi.

C. Hasil dan Pembahasan


1. Bentuk Pengasuhan Dan Komunikasi Orangtua Terhadap Anak Pada
Kelurga Single Parent
Orang tua berperan sebagai pembimbing dalam perkembangan
emosi anak, yaitu pembimbing anak dalam hal bersikap baik, dengan cara
menjelaskan dan memberi arahan dengan memberi contoh terlebih dahulu,
memberikan pengertian kepada anak ketika anak bersikap kurang baik dan
memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba segala sesuatu
setelah orang tua membimbing mereka. Sebagimana yang dinyatakan
Dantes (2014), bahwa setiap manusia akan selalu mendidik keturunannya
dengan sesempurna mungkin baik dalam aspek rohani maupun jasmani.

12
Haris hardiansyah metodologi penelitia n untuk ilmu-ilm sosial (Jakarta: Salaemba Humanika,
2012). H. 143.
Secara tidak sadar pola yang diterpakan orang tua sangat mempengaruhi
perkemnagan anak, apa yang dilihat anak akan sangat mudah untuk ditiru.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang bentuk
pengasuhan, maka ditemukan hasil bahwa dari ke-3 keluarga single parent
di Desa Sukadami Kec. Wanayasa terdapat 3 bentuk pengasuhan yaitu
demokratis, otoriter, dan permisif.

Tabel 1.1. Pola Pengasuhan Keluarga Single Parent

Keluarga Pengasuhan Deskripsi temuan


Single Parent 1 Permisif Ayah sibuk bekerja dan menyerahkan
peran pengasuhan anak pada ibunya
(nenek), sedangkan nenek sendiri
memiliki kesibukan berjualan lontong.
Setiap ada waktu dirumah, ayah
kurang memperhatikan pada setiap
kegiatan yang dilakukan anak. Tidak
memberikan apresiasi terhadap
keberhasilan yang diperoleh anak.
Tidak merespon ketika anak meminta
pertolongan, dan membiarkan ketika
anak mengucapkan kata yang tidak
baik.
Single Parent 2 Demokratis Ibu sibuk bekerja dan menitipkan anak
kepada neneknya. Namun meskipun
terbatas ibu selalu menyempatkan
waktu yang berkualitas bersama anak.
Memberikan pengawasan kepada anak
ketika bermain, mendampingi anak
ketika mengalami kesulitan,
menyempatkan untuk menyenangkan
anak dihari libur, mengkomunikasikan
dengan baik tentang hal yang baik dan
buruk yang seharusnya.
Single Parent 3 Otoriter Ibu sibuk bekerja dan menitipkan anak
pada pengasuh. Setiap ada kesempatan
di rumah, Ibu memberikan dampingan
dan pengawasan pada setiap kegiatan
yang dilakukan anak. Namun ibu
kurang memberikan kesempatan anak
untuk berekspresi. Membatasi anak
saat bermain, mendikte apa yang
boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan. Ibu memberikan banyak
aturan dirumah dan sering memberi
hukuman verbal pada anak walaupun
menurutnya itu hnya hukuman kecil
saja.

Perkembangan anak bisa dilihat dengan cara bagaimana


bentuk komunikasi anatar orang tua dan anak yang terbagun sejak
anak kecil, bahkan sejak lahir. Mungkin banyak orang tua yang
tidak menyadari hal ini. Komunikasi dengan anak mungkin
merupakan hal yang sederhana dan terkesan mudah dilakukan, tapi
ternyata memiliki manfaat yang besar terhadap perkembangan
anak. membangun komunikasi yang positif sejak anak masih kecil
dapat membantu dalam mengembangkan kepercayaan diri anak,
membangun rasa harga diri anak, anak merasa lebih berharga,
membangun konsep diri anak yang positif dan dapat membantu anak
dalam membangun hubungan dengan orang lain yang ada
disekitarnya. Pada saat berkomunikasi orangtua harus memperhatikan
perasaan apa yang sedang dirasakan anak dan bahasa tubuh anak.
Agar komunikasi berjalan dengan baik orangtua perlu memmahami
perasaan anak dan menyampaikan kata-kata dengan cara yang baik.
Orang tua memilih kata-kata yang positif agar anak memiliki
konsep diri yang positif dan memahami pesan yang disampaikan
oragtua. Jika orang tua menggunakan cara-cara yang baik
berkomunkasi yang baik dan memahami perasaan anak, anak akan
tumbuh bahagia dengan konsep diri yang positif karena merasa
dihargai dan diperhatikan. Berikut adalah hasil analisis pola komunikasi 3
orang tua single parent.

Tabel 1.2. Bentuk Komunikasi Keluarga Single Parent

Keluarga Bentuk Deskripsi


Komunikasi
Single Parent 1 Tidak efektif Ayah jarang berkomunikasi dengan
dan negatif anak. Menyampaikan kalimat secara
singkat dengan pilihan kata negatif
seperti ”bukan” dan “tidak boleh”.
Menyampaikan larangan atau
ketidaksetujuan tanpa disertai alasan.
Kurang memberikan tanggapan
ketikan anak membutuhkan
perhatian.
Single Parent 2 efektif namun Ibu sering menjadi pendengar yang
negatif baik bagi anak. Sering
berkomunikasi, memberikan pujian
pada keberhasilan anak dan
memberikan nasehat ketika anak
salah. Namun ibu terkadang masih
menggunakan kalimat yang negatif
seperti jangan dan tidak boleh, serta
terkadang masih membandingkan
keberhasilan dengan anak lain.
Single Parent 3 tidak efektif Ibu mendengarkan cerita anak,
dan negatif namun dilain sisi ibu sering
memaksanak kehendak untuk anak
melakukan sesuatu sesuai yang
diminta. Anak terlihat tidak berani
dan terpaksa menurut. Bila
melakukan penolakan maka ibu
memberikan hukuman secara verbal.
Ibu juga menggunakan kalimat yang
negative seperti tidak boleh dan
jangan serta masih sering
membandingkan dengan anak yang
lain.

2. Perkembangan Sosial Emosional Anak Pada Keluarga Single Parent.


Pola pengasuhan dan pola komunikasi Orang tua yang dalam
mendidik dan mengasuh anak-anaknya, sangat berpengaruh terhadap
perkembangan sosial emosional anak di masa yang akan datang. Gaya
pengashan orang tua yang tidak peduli sangat merugikan anak. anak akan
menjadi mudah frustasi dan setelah dewasa mereka akan memiliki rasa
tanggung jawab dan tidak mau memimpin. Pola asuh yang baik
menjadikan anak berkepribadian baik. Sebaliknya pola asuh yang salah
menjadikan anak rentang terhadap stress dan mudah terjerumus hal-hal
yang negatif. Perilaku sosial emosional anak dapat berkembang baik
apabila pola asuh yang diterapkan orangtua pada anak tepat dan sesuai
dengan kebutuhan anak serta orangtua terlibat aktif dalam pendidikan
anak. Anak dengan karakteristiknya akan meniru sikap dan perilaku
orangtua sehingga akan berdampak pada perilaku terhadap orang lain di
lingkungannya. Berikut hasil analisis yang dilakuaakn terhadap
perkembangan sosial emosional anak single parent di Desa Sukadami
Kecamatan Wanayasa:

Tabel 1.3. Perkem. Sosial Emosional Anak di Keluarga Single Parent

Keluarga Perkembangan Deskripsi


Sosial Emosional
Single Mulai Berkembang Anak masih kurang dalam
Parent 1 (MB) memahami aturan dan membedakan
yang baik dan buruk. Belum terlalu
mandiri. Anak mau bermain bersama
teman dan sudah memiliki
kepedulian untuk berbagi, namun
terkadang agresif ketika ada yang
mengganggu. Anak masih susah
menerima ketika apa yang
diinginkan tidak didapatkan.
Single Berkembang Sesuai Anak terampil dalam
Parent 2 Harapan mengungkapkan perasaan. Selalu
(BSH) ingin melakukan kegiatan secara
mandiri dan baru meminta tolong
ketika mengalami kesulitan. Sudah
dapat memahami aturan walau
terkadang masih melakukan
kesalahan. Selalu bersemangat untuk
bermian bersama teman. Masih
belajar untuk berbagi dengan teman.
Anak bisa menerima ketika apa yang
diinginkan tidak didapatkan.
Single Mulai Berkembang Anak kurang terampil dalam
Parent 3 (MB) mengungkapkan perasaan, lebih
banyak diam namun sering agresif
ketika ada yang mengganggu. Belum
dapat memahami aturan dengan
baik. Anak sudah mulai dapat
bermain bersama teman dan berbagi,
namun belum terlalu mandiri dan
kurang inisiatif dalam melakukan
kegiatan.

3. Kendala yang ditemukan orangtua single parent dalam peran


pengasuhan dan komunikasi pada anak .
Dalam pengasuhan dan berkomunkasi dengan anak tentunya bukan
hal yang mudah, bayak kendala yang harus dihadapi terlebih pada kondisi
keluarga yang single patent. Keluarga kecil yang seharusnya terdapat ayah
dan ibu yang saling bekerjasama sesuai perannya masing-masing,
semuanya harus dilakukan secara sendiri. Hal ini tentu akan
mengakibatkan kekosongan peran seperti yang dirasakan oleh keluarga
single parent di Desa Sukadami Kecamatan Wanayasa sebagai berikit.

Tabel 1.1. Kendala Pengasuhan Pada Keluarga Single Parent

Keluarga Deskripsi temuan


Single Orang tua sangat sibuk berkerja sehingga tidak pernah
Parent 1 memiliki waktu berinteraksi dengan anak. Adapun sedikit
waktu, orangtua memang tidak terbiasa berkomunikasi
dengan anak.
Single Orang tua sibuk berkerja sehingga jarang bertemu.
Parent 2 Meskipun demikian, orangtua tetap meluangkan sedikit
waktu yang berkualitas untuk berinteraksi dengan anak.
Single Orang tua sibuk berkerja dan anak lebih suka bermain
Parent 3 gadget dibandingkan berkomunkasi dengan orang tua.

D. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang perkembangan
sosial emosional anak pada keluarga single parent, ditemukan beberapa
kondisi sebagai berikut:
Keluarga single parent 1, pada orangtua yang memiliki pola pengasukan
permisif dengan bentuk komunikasi tidak efektif dan negatif,
perkembangan sosial emosional anak berada pada level mulai berkembang
(MB) yaitu anak masih kurang dalam memahami aturan dan membedakan
yang baik dan buruk. Belum terlalu mandiri. Anak mau bermain bersama
teman dan sudah memiliki kepedulian untuk berbagi, namun terkadang
agresif ketika ada yang mengganggu. Anak masih susah menerima ketika
apa yang diinginkan tidak didapatkan.
Keluarga single parent 2, pada orangtua yang memiliki pola pengasukan
demokratis dengan bentuk komunikasi efektif namun negatif,
perkembangan sosial emosional anak berada pada level berkembang sesuai
harapan (BSH) yaitu anak terampil dalam mengungkapkan perasaan.
Selalu ingin melakukan kegiatan secara mandiri dan baru meminta tolong
ketika mengalami kesulitan. Sudah dapat memahami aturan walau
terkadang masih melakukan kesalahan. Selalu bersemangat untuk bermian
bersama teman. Masih belajar untuk berbagi dengan teman. Anak bisa
menerima ketika apa yang diinginkan tidak didapatkan.
Keluarga single parent 3, pada orangtua yang memiliki pola pengasukan
otoriter dengan bentuk komunikasi tidak efektif dan negative,
perkembangan sosial emosional anak berada pada level mulai berkembang
(MB) yaitu anak kurang terampil dalam mengungkapkan perasaan, lebih
banyak diam namun sering agresif ketika ada yang mengganggu. Belum
dapat memahami aturan dengan baik. Anak sudah mulai dapat bermain
bersama teman dan berbagi, namun belum terlalu mandiri dan kurang
inisiatif dalam melakukan kegiatan.
2. Berdasarkan kondisi di atas, maka dapat dipahami bahwa perkembangan
sosial emosional anak pada keluarga single parent akan dapat berkembang
dengan baik selama ayah/ibu dan lingkungan terdekat anak dapat
memberikan pengasuhan yang baik. Pengasuhan yang mengutamakan
kehangatan, kasih sayang, dan keterbukaan. Orangtua dan anak selalu
mengkomunikasikan bersama tentang suatu hal. Anak diberikan
kesempatan untuk berekspresi mengutarakan keinginannya. Diberikan
kebebasan dalam bertindak selama masih dalam batas kewajaran dan tidak
membahayakan. Memberikan apresiasi ketika anak melakukan hal baik
dan mendisiplinkan dengan kasih sayang ketika anak melakukan
kesalahan. Interaksi dilakukan dengan cara yang baik melalui komunikasi
yang efektif. Menyampaikan setiap maksud dengan singkat tanpa disertai
tambahan kata-kata yang tidak bermanfaat, karena semakin panjang
kalimat yang diutarakan justru inti kalimat tidak akan dapat dipahami anak
dengan baik. Menggunakan kalimat dengan pilihan kata yang positif,
sebab kalimat positif dapat membangun citra/ konsep diri yang positif pula
bagi orangtua maupun anak.
3. Kendala pengasuhan anak yang ditemukan dalam keluarga single parent
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Waktu bersama anak sangat terbatas karena sibuk bekerja
b. Kurang adanya komunikasi yang berkualitas bersama anak
c. Anak lebih senang bermain gadget
Daftar Pustaka
Asmara Palitan, Tien, Membagun Kecerdasan Emosi dan Sosial Anak Usia
Dini. Bogor: Lindan Bastari. 2020.
Ausniatih, Andi & M Monepa, Jane, Keterampilan Anak Usia Dini.
Tasikmalaya: Edu Publiser. 2019.
Daryanti , Elia & Farida, Anna, Parenting With Heart, Menumbuhkan Anak
Dega Hati. Bandung: Kaifa. 2014.
Hamzah, Nur, Pengembangan Sosial Anak Usia Dini. Pontianak : IAIN
Pontianak Press. 2015.
Hardiansyah, Haris, Metodologi Penelitia N Untuk Ilmu-Ilm Social. Jakarta:
Salaemba Humanika. 2012.
Harini, Sri & Al- halwani, Abu Firdaus, Mendidik anak sejak dini.
Yogyakatra: Kreasi Wacan. 2003.
Hasnadi, Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini. Jakarta: Obcit.2015.
Mahmudin, Nanny. Emosional Anak Usia Dini. Jakarta: kencana. 2019.
Naskhukah , Farohatin, dan Damawanti, Ira, Perbedaan Kematangan Emosi
Remaja Ditinjau Dari Struktur Keluarga, Jurnal Psikologi. Teori
Danterapan. 2013.
Santoso, Soegeng , Pendampingan Anak Usia Dini Dalam Membangun
Emosi Dan Sosial Anak Sejak Usia Dini. Bogor: Lindan. 2020.
Santrock, Johan, W, Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga. 2007.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitafi, Kualitatif Dan R&D.
Bandung: Alfabeta. 2010.
Suryana, Dadan, Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak. Jakarta: kencana.
2019.
Susanto, Ahmad, Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Bumi Aksara. 2017.
Subagio, I Nyoman, Pola Asuh Ornag Tua. Jakarta: Nilacakra. 2021.

Anda mungkin juga menyukai