Anda di halaman 1dari 14

Modul 2

“Stres Pengasuhan dan Reaksi Otomatis”

E-TRAINING

MINDFUL PARENTING: MENGASUH DENGAN ELING DAN WELAS ASIH


(Modul Pelatihan untuk Ayah dan Ibu dengan Anak Usia Dini s.d Praremaja)

Kerjasama:

Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Centre for


Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP)

dan

Universitas Pendidikan Indonesia


2019
LEMBAR IDENTITAS

Penulis Asli:

Dr. Tina Hayati Dahlan, M.Pd., Psikolog (Universitas Pendidikan Indonesia)

Perancang Pelatihan:

Dr. Tina Hayati Dahlan, M.Pd., Psikolog (Universitas Pendidikan Indonesia)

2
KATA PENGANTAR

SEAMEO CECCEP merupakan SEAMEO Centre di Asia Tenggara yang fokus pada
inovasi di bidang Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Keluarga, dibangun
sebagai pusat rujukan dalam bidang PAUD dan Parenting. Satu dari tiga tugas pokok
dan fungsinya yakni untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Dalam hal
ini, SEAMEO CECCEP berperan sebagai “hub” yang menjadi penghubung antara
Indonesia dengan negara Asia Tenggara lainnya juga sebaliknya. Peran sebagai
“penghubung” ini salah satunya dipraktikan dengan melakukan adaptasi dari hasil
penelitian, model, dan best practices dari Kementerian Pendidikan negara anggota,
Perguruan Tinggi, dan para praktisi PAUD dan Parenting di regional Asia Tenggara
menjadi materi peningkatan kapasitas bagi guru, orangtua dan praktisi PAUD dan
Parenting.

Paket Pelatihan ini, merupakan inovasi program Peningkatan Kapasitas SEAMEO


CECCEP. Paket pelatihan dirancang untuk mampu membentuk program pelatihan
yang terstandar sejak dari penyusunan materi, metodologi pelatihan, media
pembelajaran hingga evaluasi. Dengan penetapan standar diharapkan pelatihan yang
digelar mampu mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Di sisi lain, paket pelatihan
dapat menjadi pedoman penyelenggaraan pelatihan bagi penyelenggara dan
narasumber.

Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dan bekerjasama dalam penyusunan Paket Pelatihan SEAMEO CECCEP. Semoga cita-
cita kita dalam mewujudkan PAUD dan Parenting yang berkualitas di Asia Tenggara
dapat tercapai dengan lebih cepat.

Bandung, April 2019


Direktur SEAMEO CECCEP

Dr. Dwi Priyono, M.Ed

3
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................. 1
LEMBAR IDENTITAS ............................................................ 2
KATA PENGANTAR ............................................................... 3
DAFTAR ISI .......................................................................... 4
PANDUAN PENGGUNAAN MODUL .......................................... 5
POKOK MATERI/URAIAN ..................................................... 6
1. Stres Pengasuhan ………………………… ............................ 6
2. Mekanisme Stres Pengasuhan ………………………….. ....... 7
3. Automatic Reaction vs Mindful Response ……………………. . 8
RANGKUMAN ………………………………………………………………. 12
LATIHAN ……………………………………………………………………. 13
REFERENSI ………………………………………………………………… 14

4
Panduan Penggunaan Modul

Program E-Training “Mindful Parenting: Mengasuh Tanpa Menghakimi Dan Penuh


Belas Kasih” (Modul Pelatihan Untuk Ayah Dan Ibu Dengan Anak Usia 0-12 Tahun)
merupakan paket perangkat lunak yang diproduksi untuk kegiatan belajar berbasis
internet dan situs web yang menggunakan prinsip social constructionist pedagogy.
Dengan menggunakan sistem ini pembelajaran akan lebih fleksibel. Peserta diklat tidak
dibatasi oleh ruang dan waktu dalam melaksanakan pembelajaran selama masih ada
jaringan internet. Dengan menggunakan sistem ini diharapkan:
1. Proses belajar-mengajar menjadi fleksibel karena peserta diklat dapat belajar di
mana saja dan kapan saja.
2. Akses pendidikan menjadi lebih mudah.
3. Materi pembelajaran menjadi lebih lengkap.
4. Proses belajar menjadi lebih hidup dan terbuka.
5. Efektivitas pembelajaran meningkat.
6. Waktu pembelajaran menjadi lebih hemat.
7. Biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan, dan buku)
berkurang.
8. Biaya pendidikan peserta diklat berkurang karena tidak harus datang ke tempat
belajar.
9. Wilayah geografis jangkauan pembelajaran lebih luas.
10. Peserta diklat terlatih untuk lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu
pengetahuan.

Setiap diklat terdiri atas materi-materi diklat yang dapat anda baca secara online
ataupun offline dengan mengunduhnya terlebih dahulu. Beberapa diklat mensyaratkan
anda untuk melakukan pre test dan post test. Aktivitas-aktivitas yang ada di setiap
diklat terdiri dari kuis, penugasan dan ujian akhir.

Materi-materi diklat dapat Anda unduh jika Anda ingin membacanya secara offline. Klik
materi yang Anda ingin unduh. Format materi diklat dapat berupa file PDF atau file
Word (Docx). Cara unduh materi akan berbeda-beda tergantung dari pengaturan sistem
pada komputer/laptop Anda.

5
Stres Pengasuhan

Standar Kompetensi
Mengenali dan menyadari stres pengasuhan dan reaksi otomatis

Kompetensi Dasar
1. Memahami dan mengidentifikasi stres pengasuhan beserta sumbernya
2. Memahami mekanisme stres pengasuhan
3. Mengidentifikasi reaksi otomatis dalam situasi pengasuhan yang dirasakan menekan

Pokok Materi/Uraian

MATERI : STRES PENGASUHAN


1. Stres Pengasuhan
Anak-anak memberi orang tua kesempatan untuk tumbuh dan menantang
orang tua untuk menyadari masalah-masalah yang tersisa dari masa kecil yang
secara tidak disadari atau tidak disengaja berdampak pada pengasuhan. Jika
orang tua menghadapi tantangan tersebut sebagai beban, mengasuh anak bisa
menjadi tugas yang tidak menyenangkan. Sebaliknya, jika orang tua mencoba
melihat momen-momen tersebut sebagai kesempatan belajar, maka orang tua
dapat terus tumbuh dan berkembang. Memiliki sikap pembelajar sepanjang
hayat memungkinkan orang tua melakukan pendekatan menjadi orang tua
dengan pikiran terbuka dan sebuah perjalanan yang penuh temuan.
Sebagai orang tua kita ingin memiliki hubungan yang penuh kasih, langgeng,
dan bermakna dengan anak-anak kita. Memahami peran yang dimainkan emosi
dalam cara kita terhubung satu sama lain dapat membantu kita melakukan hal
itu. Melalui berbagi emosi itulah kita membangun koneksi dengan orang lain.
Komunikasi yang melibatkan kesadaran akan emosi kita sendiri, kemampuan
untuk berbagi emosi dengan hormat, dan kemampuan untuk berbagi emosi
dengan hormat, dan pemahaman empatik tentang emosi anak-anak kita

6
meletakkan dasar yang mendukung pengembangan hubungan seumur hidup
dengan anak-anak kita.
Keinginan orang tua untuk melakukan pengasuhan dengan sebaik-baiknya
dan menjadi orang tua terbaik bagi anaknya dapat menjadi salah satu sumber
stres bagi orang tua yang kemudian juga dapat mengakibatkan stres pada anak.
Stres pengasuhan dapat didefinisikan sebagai serangkaian proses yang
mengarah pada reaksi psikologis dan fisiologis yang tidak menyenangkan/tidak
nyaman yang timbul dari upaya untuk beradaptasi dengan tuntutan menjadi
orang tua. Hal ini sering dialami sebagai perasaan dan pemikiran negatif
terhadap dan tentang diri dan anak, yang muncul dari peran sebagai orang tua.
Sumber utama dari stres pengasuhan terkait dengan masalah dalam fungsi
orang tua (misalnya, depresi, kecemasan), stres domain anak paling kuat terkait
dengan atribut anak (misalnya, masalah perilaku), dan domain disfungsi orang
tua-anak terikat terutama pada tingkat konflik dalam hubungan orang tua-anak
Stres pengasuhan dialami orang tua ketika orang tua merasa tidak bisa
mengatasi situasi pengasuhan atau tuntutan sebagai orang tua dan merasa
tidak memiliki sumber daya untuk memenuhinya. Kondisi tersebut dapat
mengakibatkan frustrasi, kelelahan, keluhan yang dirasakan tubuh, atau
keluhan lainnya baik dengan frekuensi dan intensitas rendah hingga tinggi yang
kemudian akan mengganggu kualitas pengasuhan dan interaksi orang tua
dengan anak.
Secara umum, stres pengasuhan meliputi tiga ranah, yaitu:
• "Orang tua", yaitu stres pengasuhan yang timbul terkait masalah pada fungsi
internal orang tua sendiri (misalnya, kecemasan).
• "Anak", yaitu stres pengasuhan yang muncul terkait atribut anak (misalnya,
masalah perilaku),
• "Hubungan orang tua-anak", yaitu stres pengasuhan yang timbul terkait
konflik dalam hubungan orang tua-anak.
Kondisi pada ketiga ranah stres pengasuhan ini dapat menyebabkan
penurunan dalam banyak aspek kualitas dan efektivitas pengasuhan, yang

7
dapat mencakup penurunan ekspresi kehangatan dan kasih sayang,
peningkatan metode disiplin yang keras dan ekspresi permusuhan terhadap
anak, kurangnya konsistensi dalam perilaku pengasuhan, atau ‘penarikan diri’
dari peran pengasuhan. Penurunan kualitas pengasuhan (dalam kasus yang
paling ekstrim, didefinisikan sebagai penganiayaan dan pelecehan anak)
mendorong peningkatan lebih lanjut dalam masalah emosional dan perilaku
anak, seperti agresi, ketidakpatuhan, kecemasan, dan kesedihan yang
mendalam.

2. Mekanisme Stres Pengasuhan


Stres pengasuhan memberikan dampak dua arah bagi orang tua dan anak.
Dengan demikian, jika masalah emosi dan perilaku anak meningkat, stres pada
orang tua kemungkinan akan meningkat, dan akibatnya meluas pada masalah
dalam pengasuhan dan kesejahteraan anak. Pada saat yang sama, jika orang
tua mengalami masalah kesehatan dan fungsi mental (misalnya, kecemasan),
dapat mengakibatkan masalah dalam pengasuhan anak serta peningkatan
masalah emosi dan perilaku anak, yang selanjutnya bahkan dapat
meningkatkan tingkat stres pengasuhan. Meskipun mekanisme stres
pengasuhan ini berlangsung dari waktu ke waktu dan melibatkan orang tua
maupun anak, reaksi stres orang tua sebagai orang dewasa terhadap tuntutan
pengasuhan merupakan faktor penyebab utama yang mendorong proses ke
depan.
Stres pengasuhan muncul dari proses yang berkelanjutan yang melibatkan
setidaknya empat komponen, yaitu:

8
Peristiwa dan agen eksternal penyebab atau pemicu
stres yang dirasakan orang tua, yang disebut stressor.
Contoh, dalam kasus stres pengasuhan, agennya
adalah anak dalam peristiwa yang beragam.

Penilaian kognitif terhadap peristiwa, misalnya


apakah peristiwa tersebut menimbulkan permusuhan
atau merugikan.

Mekanisme koping, yaitu upaya untuk mengurangi


pengalaman negatif sehubungan peristiwa tersebut.

Konsekuensi pada raga dan jiwa sebagai reaksi stres


yang dialami, berupa peristiwa dan pengalaman
fisiologis dan psikologis yang muncul karena adanya
stressor.

3. Automatic Reaction vs Mindful Response


Mampu merespons dengan cara yang fleksibel adalah salah satu tantangan
terbesar menjadi orang tua meski pada dasarnya kita memiliki kemampuan
untuk menjadi proaktif dan tidak hanya reaktif. Fleksibilitas respons sebagai
kebalikan dari reaksi otomatis adalah kemampuan pikiran untuk memilah-
milah berbagai macam proses mental, seperti dorongan, gagasan, dan perasaan,
serta menghasilkan respons yang bijaksana/didasari pertimbangan rasional
dan tidak otomatis/emosional.
Seorang individu memiliki kapasitas untuk secara sengaja dan disadari
dapat memilih tindakan yang sesuai daripada hanya bereaksi secara otomatis
terhadap suatu situasi. Hal ini melibatkan kapasitas untuk menunda pemuasan
dorongan emosional dan menghambat perilaku impulsif. Kemampuan ini
mencerminkan kematangan emosi dan hubungan penuh welas asih.

9
Dalam kondisi tertentu, fleksibilitas respons mungkin terganggu, misalnya
pada saat lelah, lapar, frustrasi, kecewa, atau marah, kita bisa kehilangan
kemampuan untuk merenung dan menjadi terbatas dalam memilih
perilaku/tindakan kita dalam situasi pengasuhan. Pada saat-saat seperti ini,
kita tidak dapat lagi berpikir jernih dan berisiko tinggi bereaksi berlebihan dan
menyebabkan kesusahan pada anak-anak.
Anak-anak menjadi tantangan bagi orang tua untuk tetap fleksibel dan
menjaga keseimbangan emosi. Para orang tua dapat belajar bagaimana
mencapai keseimbangan ini dan memelihara fleksibilitas respons dengan
memberikan contoh tanggapan yang fleksibel dalam interaksi mereka dengan
anak. Jika orang tua fleksibel, mereka memiliki pilihan tentang perilaku apa
yang akan diterapkan dan pendekatan dan nilai apa yang harus didukung oleh
orang tua.
Dalam konteks pengasuhan, fleksibilitas respons memungkinkan orang tua
untuk menampung beragam perasaaan yang muncul dan memikirkan
bagaimana akan merespons setelah mempertimbangkan sudut pandang anak.
Ketika orang tua memiliki kemampuan untuk merespons dengan fleksibel
kepada anak, kemungkinan besar anak juga akan mengembangkan fleksibilitas.
Mari kita bedakan antara saat-saat ketika kita bereaksi secara otomatis
terhadap perilaku dan ucapan anak, dan ketika kita merespons dengan penuh
perhatian dan kesadaran. Dapatkan kita memperhatikan apa yang terjadi ketika
kita bereaksi secara otomatis? Reaksi semacam itu dapat mengakibatkan iritasi
dan gangguan ringan hingga secara emosional terperangkap dalam amarah,
frustrasi, ketakutan, dan sejenisnya. Sebaliknya, jika kita bisa meluangkan
waktu sejenak untuk menenangkan diri dan menyadari sensasi yang dirasakan
tubuh kita, dapatkah kita memperhatikan apapun yang muncul dalam diri kita
dan tetap “mendengarkan perasaan” di balik kata-kata anak kita? Jika merasa
bingung tentang apa yang harus dilakukan atau bagaimana menanggapi momen
yang menantang tersebut, pertimbangkan untuk tidak melakukan apa pun —
setidaknya untuk saat tersebut. Jika orang tua menjadi reaktif dan mendapati

10
dirinya terbawa emosi dan tidak dapat mengubah arah, mereka dapat mencoba
meluangkan waktu beberapa saat untuk merenungkan apa yang terjadi.
Jeda antara mengalami sensasi tubuh akibat stres dan menampilkan reaksi
adalah keterampilan penting yang dapat dikembangkan dalam pelatihan ini.
Jeda bisa menjadi perbedaan antara bereaksi secara impulsif dengan cara yang
mungkin kita sesali di kemudian hari dan merespons dengan bijak. Setelah
bereaksi secara impulsif, kita mungkin menyadari bahwa kita telah melakukan
kesalahan dan menyesalinya, tetapi pada saat itu, konsekuensi dari tindakan
kita mungkin sudah mulai berlaku. Reaksi otomatis atau impulsif terkadang
tampak menguasai orang tua, sementara sebagai orang tua kita berusaha untuk
mengajari anak-anak kita untuk menghambat reaksi, menunda pemuasan, dan
berpikir sebelum bertindak. Ironisnya, orang tua mungkin sering membuat
model persis seperti itu. Kita mengharapkan anak untuk dapat "melakukan apa
yang kita katakan, bukan seperti yang kita lakukan" bahkan jika kita belum
menguasai keterampilan ini sebagai orang dewasa. Orang tua mungkin sering
menemukan dirinya bereaksi secara impulsif dan bahkan meledak-ledak
kepada anak mereka, terutama pada situasi "panas”, seperti "Aku tidak peduli
jika aku lepas kendali ... Aku sangat muak denganmu!".
Meskipun banyak situasi pengasuhan yang dialami memerlukan tindakan
segera, sebagian besar situasi yang dihadapi orang tua bukanlah situasi
berbahaya ataupun situasi hidup atau mati. Pengasuhan reaktif yang mungkin
merupakan sisa-sisa nenek moyang kita lebih sering menjadi penghambat dan
lebih sering mengarah pada interaksi orang tua-anak yang kemudian disesali
oleh orang tua, bahkan berpotensi merusak interaksi orang tua-anak.
Menoleransi apa yang terjadi di dalam tubuh dan mengembangkan sikap tidak
reaktif terhadap situasi pengasuhan adalah langkah paling penting dalam
proses pengasuhan.

11
PENUGASAN
(Tidak ada jawaban atau salah)

PETUNJUK PENGISIAN:
Isilah kolom A, B, C, D, E, F, G, dan H dalam tabel berikut:
A. Peristiwa yang
menimbulkan stres
Uraikan situasi pengasuhan
yang menimbulkan perasaan
tertekan (misalnya anak
berkelahi, berebut barang,
mogok, menolak permintaan
orang tua, tidak menurut,
‘ngadat’).
B. Emosi-emosi yang
dirasakan
Uraikan perasaan-perasaan
yang dirasakan pada saat
situasi tersebut (A)
berlangsung (misalnya
marah, kesal, kecewa, gusar)
C. Pikiran-pikiran yang
muncul
Uraikan pikiran-pikiran
yang muncul pada saat
situasi tersebut (A)
berlangsung (misalnya
“perilaku anak bertentangan
dengan yang diharapkan
sehingga saya harus segera
memperbaikinya”)
D. Gejala-gejala fisik yang
dirasakan
Uraikan gejala-gejala fisik
yang dirasakan pada saat
situasi tersebut (A)
berlangsung (misalnya
kepala terasa panas, jantung
berdebar kencang, perut
mulas, tangan gemetar).

E. Reaksi-reaksi otomatis
yang ditampilkan
Uraikan reaksi-reaksi yang
diekspresikan orang tua

12
tanpa dipikirkan/
dipertimbangkan terlebih
dahulu pada saat situasi
tersebut (A) berlangsung
(misalnya melotot kepada
anak, berbicara dengan
suara kencang,
membentak, berteriak,
bersikap ‘masa bodoh’,
diam).
F. Dampak internal
Dampak yang dirasakan
orang tua setelah
memunculkan reaksi
tersebut (E) (misalnya
menyesal, betambah marah,
tidak puas, sedih)
G. Dampak eksternal
Dampak yang terlihat pada
anak setelah orang tua
mengekspresikan reaksinya
(misalnya menangis,
‘ngadat’, murung).

*Setiap butir dapat diisi lebh dari 1 gambaran/uraian.

Untuk memudahkan Anda dalam menjawab pertanyaan tersebut, Anda dapat membuka laman
berikut sebagai panduan tambahan:
1. http:........................
2. http:........................
3. http:........................
4. http:........................
5. http:........................

13
Referensi
Bögels, S.M., Lehtonen, A., & Restifo, K.. (2010). Mindful Parenting in Mental
Health Care. Mindfulness, 1(2), hlm. 107–120.
Bögels, S. & Restifo, K. (2014). Mindful Parenting: A Guide for Mental Health
Practitioners. New York: Springer Science+Business Media.
Brooks, J.B. (2013). The Process of Parenting (9th edition). New York: McGraw-
Hill.
Deater-Deckard, K. (1998). Parenting Stress. and Child Adjustment: Some Old
Hypotheses and New Questions. Clinical Psychology, Science and Practice,
5(3), 314-332. https://doi.org/10.1111/j.1468-2850.1998.tb00152.x
Deater-Deckard, K. (2004). Parenting Stress. London: Yale University Press.
Diener, E., dkk. (2002). Subjective Well-Being: The Science of Happiness and Life
Satisfaction. Dalam Snyder, C. R. & Lopez, Shane J. (Penyunting), Handbook
of Positive Psychology. New York: Oxford University Press.
Hanh, T.N. (2008). Mindful Movements: Ten Exercises for Well-Being. Parallax
Press.
Kabat-Zinn, M. & Kabat-Zinn, J. (1997). Everyday blessings: The inner work of
mindful parenting. New York: Hyperion.
Kabat-Zinn, J. (1982). An outpatient program in behavioral medicine for chronic
pain patients based on the practice of mindfulness meditation: Theoretical
considerations and preliminary results. General Hospital Psychiatr, 4(1), hlm.
33–47.
Martin, G. & Pear, J. (2015). Behavior Modification. What It Is and How to Do It
(10th edition). Boston: Pearson Education.
Moreira, H., & Canavarro, M. C. (2017). Psychometric properties of the
Interpersonal Mindfulness in Parenting Scale in a sample of Portuguese
parents. Mindfulness, 8(3), 691–706. doi:10.1007/s12671-016-0647-0

14

Anda mungkin juga menyukai