OWIK HARIAWAN
NIM. 201613023
PENDAHULUAN
jinak (BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat , bersifat jinak
sari, 2011).
Angka kejadian BPH diketahui terjadi pada 70 persen pria berusia 60-69 tahun di
Amerika Serikat dan 80 persen pada pria berusia 70 tahun ke atas. Insiden BPH
atas atau mencapai 20 juta pria pada tahun 2030 (Parsons, 2010). Tahun 2013 di
Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, di antaranya diderita oleh laki-laki berusia
penyakit batu saluran kemih di tahun 2005, jika dilihat secara umum diperkirakan
hampir 50% pria di Indonesia yang berusia diatas 50 tahun mengalami penyakit
Serikat. Sekitar 50% usia lanjut diinstalasi perawatan kronis dan 11–30%
degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak
Komplikasi yang sering dialami oleh para penderita BPH yang sudah cukup
parah adalah adanya keluhan BAK macet atau retensi, terasa panas dan perasaan
tidak tuntas saat BAK Penanganan BPH dapat dilakukan dengan berbagai cara
of the Prostate). Efek dari tindakan operasi ini adalah keluhan BAK kemerahan
dan terjadi retensi urin yang sering terjadi karena adanya cloth yang menyumbat
Penyempitan pada lumen uretra adalah salah satu penyebabnya karena fibrosis
pada dindingnya, disebut dengan striktur uretra. Penanganan kuratif penyakit ini
adalah dengan operasi, namun tidak jarang beberapa teknik operasi dapat
Upaya perawatan post operasi yang dilakukan untuk mengatasi retensi urin
adalah dengan tindakan bladder training. Bladder training adalah salah satu
merupakan salah satu terapi yang efektif diantara terapi nonfarmakologis (Syafar,
2011). Latihan ini dilakukan dengan cara menahan atau menunda kencing pada
(2015) menyatakan bahwa kombinasi latihan bladder training dan muscle pelvic
exercise ternyata efektif dalam perbaiki fungsi eliminasi kemih pada pasien BPH
urin yang terpasang kateter. Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian
pengaruh latihan bladder training terhadap penurunan jumlah residu urin pada
pasien stroke yang terpasang kateter urin. Data Rekam Medis RSUD Pasar Rebo
Berdasarkan hasil wawancara terhadap enam pasien post operasi BPH, dua
orang pasien mengatakan setelah kondisi membaik dan selang kecing dilepas,
mereka mengatakan BAK awalnya masih terasa agak panas hingga akhirnya BAK
lancar seperti biasanya. Empat orang pasien mengatakan setelah pulang dari
rumah sakit, mereka mengeluhkan BAK macet dan terasa sakit sehingga mereka
kembali dipasang selang kencing . Tindakan perawat yang diambil pada saat
kejadian seperti ini biasanya adalah dengan memasang selang kencing kembali
dan melakukan spoel Nacl 0,9% untuk melancarkan saluran kemih bila ada
Rebo, sampai saat ini belum membuat SOP (Standar Operasional Prosedur )
terhadap retensi urin pada pasien post operasi BPH di Ruang Cempaka RSUD
Pasar Rebo
B. Rumusan Masalah
yang cukup serius bila tidak segera ditangani dengan tepat. Faktor resiko
Penanganan yang dapat dilakukan pada BPH ini salah satunya adalah
dengan prosedur operasi yang biasa disebut dengan TURP. Kondisi yang
mungkin terjadi setelah operasi TURP ini adalah biasa terjadi retensi urin yang
terjadi setelah selang kencing dilepas. Tindakan mandiri perawat yang dapat
bladder training guna mengurangi resiko retensi urin post operasi BPH.
training terhadap retensi urin pada pasien post operasi BPH di Ruang Cempaka
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
bladder training terhadap retensi urin pada pasien post operasi BPH di
2. Tujuan Khusus
Rebo.
pasien post operasi BPH di Ruang ruang Cempaka RSUD Pasar Rebo.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber literatur untuk materi
datang.
dalam hal efektivitas bladder training terhadap retensi urin pada pasien
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian BPH
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang
C,2008).
proliferasi jaringan ikat, otot polos, dan epitel kelenjar pada zona transisi
prostat yang tidak terkendali. Secara klinis BPH didiagnosis ketika terjadi
sesudah BAK (double voiding) dan keluarnya sisa BAK pada akhir
menahan BAK (urgency), dan rasa sakit waktu BAK (disuria), kadang
c. Tanda
teraba indurasi atau terdapat bagian yang teraba keras, perlu dipikirkan
3. Klasifikasi BPH
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin
kurang dari 50 ml.
dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.
tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
4. Etiologi
Etiologi atau penyebab terjadinya BPH hingga saat ini belum diketahui
terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan
dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan
kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim
BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive
ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi
keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel pada jaringan
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan
Istilah tersebut di dalam kelenjar prostat dikenal dengan suatu sel stem
5. Patofisiologi
dikeluhkan pasien pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary
buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter
atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan keadaan ini jIka berlangsung
7. Penatalaksanaan.
a. Observasi
untuk mengurangi minum setelah makan malam yang ditujukan agar tidak
b. Residual urin.
Adalah jumlah sisa urin setelah BAK. Sisa urin dapat diukur dengan cara
8. Pembedahan.
(Purnomo, 2011).
diharapkan jaringan prostat menjadi lembek. Alat yang dipakai antara lain
prostat.
digunakan.
9. Komplikasi
dekompensasi
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila
1. Pengertian.
yang tinggi bagi pasien (Purnomo, 2011). Kondisi retensi urin ini
2. Etiologi
Penyebab retensi urin Secara garis besar retensi urin disebabkan oleh (Selius &
Subedi, 2008):
a. Obstruksi
b. Infeksi
c. Faktor farmakologi
d. Faktor neurologi
e. Faktor trauma
dan hasrat ingin BAK yang hebat disertai mengejan. Sering kali urin
Kasus retensi akut ini bila penyebabnya tidak segera ditemukan maka
Penderita secara perlahan dalam waktu yang lama tidak dapat BAK,
2011).
tetapi terdapat sisa urin yang cukup banyak dalam kandung kemih.
mengeluarkan urin.
4. Gambaran klinis
d. Ketidaksanggupan berkemih
e. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urin (25-50 ml)
5. Pengobatan
Studi terbaru obat anti radang non steroid ternyata berperan dalam
a. Pemeriksaan Subjektif
b. Pemeriksaan Objektif
keadaan pasien.
c. Pemeriksaan penunjang
C. Efektifitas
Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti sesuatu
Efektifitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang
disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah
ditentukan.
hal yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara
mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan
istilah yang saling berkaitan dan patut dihayati dalam upaya untuk mencapai
tetapi juga dapat dilihat dari sisi persepsi atau sikap individu. Menurut
efektif dan efisien adalah sebagai berikut :When aspecific desired end is
attained we shall say that the action is effective. When the unsought
consequences of the action are more important than the attainment of the
or not. (Bila suatu tujuan tertentu akhirnya dapat dicapai, kita boleh
ketidak puasan walaupun efektif, hal ini disebut tidak efisien. Sebaliknya bila
akibat yang tidak dicari-cari, tidak penting atau remeh, maka kegiatan
efektif bila mencapai tujuan tertentu. Dikatakan efisien bila hal itu
memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau
tidak). Dilain pihak Efektivitas adalah kemampuan untu memilih tujuan yang
D. Bladder Training
1. Pengertian
2. Tujuan
Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan
kali per hari atau 2-3 jam sekali. Melalui latihan, penderita diharapkan
dapat menahan sensasi berkemih. Latihan ini dilakukan pada pasien pasca
hingga setelah kateter dilepas. Pada pasien dengan kateter menetap dapat
(Widiastuti, 2012).
menurun.
urin, pada pasien yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga
training juga bisa dilakukan pada pasien yang menggunakan kateter yang
Retensi urine
Karakteristik pasien BPH Bedah
Endrourologi 1. Kelompok perlakuan
1. Umur
(TURP 2. Kelompok kontrol
2. Riwayat TURP
sebelumnya
Bladder Training
HIPOTESA PENELITIAN
A. Kerangka penelitian
Bladder Training
No. Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat Hasil Ukur Skala
Ukur Ukur
Variabel Independen
1. Bladder Upaya untuk mengembalikan SOP bladder Lembar 1. Dilakukan Nominal
Training fungsi kandung kemih yang trainingdan observasi BT
mengalami gangguan lembar checklist. hipotensi 2. Tidak
kedalam kondisi normal atau
dilakukaan
neurogenik.
BT
Variabel Dependen
2. Retensi Urin Ketidakmampuan Lembar Lembar 1. Ya Nominal
dalam mengeluarkan urin observasi observasi 2. Tidak
sesuai dengan keinginan, frekuensi urin kram otot
sehingga urin yang per 24 jam.
terkumpul di buli-buli
melampaui batas maksimal,
apabila volume residu urin
lebih dari 150 ml dalam 24
jam
C. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada efektivitas bladder training terhadap retensi urin pada pasien post
H0 : Tidak ada efektivitas bladder training terhadap retensi urin pada pasien post
A. Desain Penelitian
hubungan antara gejala satu dengan gejala yang laian, atau variabel satu
1. Populasi
a. Kriteria Inklusi
Pasar Rebo.
b. Kriteria Eksklusi
responden.
anggota sample.
{ }
2
Zα +Zβ
N= +3
0,5∈ [ ( 1+ r ) / ( 1−r ) ]
Keterangan :
N :Besar sampel
Zβ: Deviat baku beta, kesalaha tipe II: 10%, maka Zβ= 1,28
{ }
2
2,92
N= +3
0,5∈(1,91)
{ }
2
2,92
N= +3
0,261
2
N= { 4,218 } +3
N=17,791+3
N=20,79 atau 21
2. Pengumpulan data
ke responden
a. Editing
semua kuesioner satu per satu. Editing dilakukan dengan maksud untuk
sebelumnya, kuesioner yang masih belum diisi, atau pengisian yang tidak
Kuesioner yang di isi keluarga dan tidak sesuai dengan petunjuk pengisian
yang ada.
c. Entry
Memasukkan data dengan cara manual atau melalui pengolahan
program komputer.
d. Transferring
e. Tabulasi
2. Analisis
a. Univariat
pendidikan kesehatan. .
b. Bivariat
(Wasis, 2008).
Sebaliknya jika taraf signifkansi sama atau lebih besar dari taraf nyata
F. Etika penelitian
yaitu:
1. Informed Consent
2. Anonomity
3. Confidentiality
pengembangan ilmu.
A. Kesimpulan
B. Saran
Bladder Training bagi pasien post Op dengan BPH sehingga tidak terjadi
2. Bagi Perawat
memahami kondisi/keadaannya.
Purnomo, B. (2011). Dasar dasar Urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto
Sabri, L,& Priyo, S, H. (2009). Edisi refisi statistic kesehatan. Jakarta. Rajapindo
Persada.
Sigit Ariyoso. (2012). Asuhan Keperawatan post operasi BPH pada Tn Y di ruang
Matahari RSI PKU Muhammadiyah Pekajang Pekalongan
Surgical Nursing (10th Ed) Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Sopiyudin Dahlan, M.(2010). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan edisi
5.Jakarta