Anda di halaman 1dari 36

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah hiperplasia dari kelenjar

periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan

menjadi simpai bedah (Mansjoer, 2006). Penyebab yang pasti dari BPH belum

diketahui namun tergantung pada hormon androgen serta proses penuaan

(Sjamsuhidayat, 2008). Modalitas terapi pada BPH adalah dilakukan pembedahan

yang diindikasikan pasien mengalami retensi urine akut atau pasien dengan

penyulit (Aswar, 2010).

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna

pada populasi usia lanjut. Kejadian BPH pada pria usia 50 tahun angka

kejadiannya sekitar 50%, pada usia 80 tahun kejadiannya 80%, kejadian BPH ini

jarang terjadi pada pria dibawah usia 50 tahun (Mansjoer, 2006).

Menurut WHO tahun 2011 sekitar 30% penderita BPH adalah pria

berumur sekitar 40 tahun sedangkan 75% penderita berumur 80 tahun. Pada tahun

2011 sejumlah 80.000 pasien BPH di Indonesia dan diperkirakan akan meningkat

menjadi satu setengah kalinya pada tahun 2030. Di Jawa Timur pada tahun 2013-

2014 tercatat 617 pasien dengan usia diatas 50 tahun. Di Malang tahun 2013

menunjukkan usia 50-59 tahun hampir 25% dan pada usia 60 tahun mencapai

angka sekitar 43%.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 16 Oktober

2015 menunjukkan jumlah pasien rawat inap dengan BPH pada bulan Januari

1
2

sampai dengan Juli 2015 sebanyak 244 pasien dan rata-rata penderitanya berusia

50 tahun ke atas. Hasil wawancara dengan pasien yang dirawat di Ruang Dahlia

RS dr. Soepraoen Malang mengatakan bahwa perawat selalu mengontrol kondisi

selang kateternya, hasil observasi menunjukkan tidak adanya pembekuan darah

pada cateter.

Sejalan dengan perubahan umur, kelenjar prostat akan mengalami

hyperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam

mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini

akan meningkatkan tekanan intravesikal. Keadaan ini akan meningkatkan

kontraksi otot destrusor dan buli-buli sehingga menyebabkan perubahan anatomi

dari buli-buli. Perubahan ini akan menyebabkan perubahan pada saluran kencing

(Jitowiyono, 2010).Tindakan yang harus dilakukan jika terjadi hipertropi otot

destrusor adalah operasi(prostatectomy) (Toha, 2009). Tindakan operasi ini

memungkinkan sekali munculnya masalah kesehatan diantaranya perubahan

eliminasi urine, rasa nyaman nyeri serta adanya resiko terhadap perdarahan yang

disebabkan oleh obstruksi sekunder (Sjamsuhidayat, 2008).

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi resiko

terhadap perdarahan adalah memantau perkembangan tanda-tanda vital, monitor

adanya perdarahan pada selang kateter, memberikan posisi yang nyaman dengan

mengatur posisi urine bag dan selang kateter sesuai gravitasi dalam keadaan

tertutup, memantau intake dan output cairan pasca operasi, menganjurkan pasien

untuk minum air putih yang banyak, serta melakukan irigasi kateter secara berkala

atau terus menerus dengan teknik steril agar tidak terjadi pembekuan darah

(Doengoes, 2008).
3

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin melakukan studi

kasus dengan judul “Asuhan keperawatan pada pasien post op BPH (Benigna

Prostat Hiperplasia) dengan masalah resiko perdarahan di Ruang Dahlia RS dr.

Soepraoen Malang ”

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada :

1.2.1 Melakukan asuhankeperawatan pada pasien post op BPH (Benigna

Prostat Hiperplasia) dengan masalah resiko perdarahan di Ruang Dahlia

RS dr. Soepraoen Malang

1.2.2 Melakukan pengkajian keperawatan asuhan keperawatan pada pasien post

op BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko perdarahan

di Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang

1.2.3 Melakukan diagnosis keperawatan asuhan keperawatan pada pasien post

op BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko perdarahan

di Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang

1.2.4 Melakukan perencanaan keperawatan asuhan keperawatan pada pasien

post op BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko

perdarahan di Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang

1.2.5 Melakukan tindakan keperawatan asuhan keperawatan pada pasien post op

BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko perdarahan di

Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang


4

1.2.6 Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien post op BPH

(Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko perdarahan di Ruang

Dahlia RS dr. Soepraoen Malang

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada studi kasus ini adalah :

1.3.1 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien post op BPH (Benigna

Prostat Hiperplasia) dengan masalah resiko perdarahan di Ruang Dahlia

RS dr. Soepraoen Malang?

1.3.2 Bagaimakah pengkajian keperawatan asuhan keperawatan pada pasien

post op BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko

perdarahan di Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang?

1.3.3 Bagaimanakah diagnosis keperawatan asuhan keperawatan pada pasien

post op BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko

perdarahan di Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang?

1.3.4 Bagaimanakah perencanaan keperawatan asuhan keperawatan pada pasien

post op BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko

perdarahan di Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang?

1.3.5 Bagaimanakah tindakan keperawatan asuhan keperawatan pada pasien

post op BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko

perdarahan di Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang?

1.3.6 Bagaimanakah evaluasi asuhan keperawatan pada pasien post op BPH

(Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko perdarahan di Ruang

Dahlia RS dr. Soepraoen Malang?


5

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien post op BPH

(Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko perdarahan di Ruang Dahlia

RS dr. Soepraoen Malang

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan asuhan keperawatan pada pasien post op

BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko perdarahan di

Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang

2. Melakukan diagnosis keperawatan asuhan keperawatan pada pasien post op

BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko perdarahan di

Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang

3. Melakukan perencanaan keperawatan asuhan keperawatan pada pasien post

op BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) dengan masalah resiko perdarahan di

Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang

4. Melakukan tindakan keperawatan asuhan keperawatan pada pasien post op

BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)dengan masalah resiko perdarahan di

Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang

5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien post op BPH (Benigna

Prostat Hiperplasia) dengan masalah resiko perdarahan di Ruang Dahlia RS

dr. Soepraoen Malang


6

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi Ilmu Keperawatan

Memberikan tambahan informasi tentang resiko perdarahan pasien BPH

sehingga dapat memberikan sumbangan data pengetahuan bagi mahasiswa

khususnya keperawatan

1.5.2 Bagi Rumah Sakit

Memberikan masukan dan memberikan arahan pada perawat bedah

tentang asuhan keperawatan khususnya pasien BPH yang mengalami resiko

perdarahan

1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan sumbangan data dan pengetahuan khususnya tentang BPH

sehingga diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu tentang penatalaksanaan

resiko perdarahan pada pasien BPH

1.5.4 Bagi Klien

Memberikan pengetahuan dan informasi tentang BPH dan resiko

perdarahan sehingga perdarahan dapat dicegah.


7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep BPH

2.1.1 Pengertian

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar

prostat disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat

meliputi jaringan kelenjar/ jaringan fibromuskuler yang menyebabkan

penyumbatan uretra pars prostatika (Jitowiyono, 2010).

Menurut Purnomo (2014) kejadian BPH dialami oleh 50% pria berusia 60

tahun dan 80% pria yang berusia 80 tahun. Pembesaran kelenjar prostat

mengakibatkan terganggunya aliran urine sehingga menimbulkan gangguan miksi.

2.1.2 Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum

diketahui secara pasti tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya BPH

yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi belum jelas maka beberapa hipotesa

yang diduga timbulnya BPH antara lain (Jitowiyono, 2010) :

1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)

Peningkatan 5 alfa redukse dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel

dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia

7
8

2. Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron

Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen

dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap yang dapat menyebabkan

terjadinya hiperplasia stroma

3. Interaksi stroma – epitel

Peningkatan epidermal growth faktor atau fibroblas growth faktor dan

penurunan transforming growth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma

dan epitel

4. Penurunan sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan

epitel dari kelenjar prostat

5. Teori stem cell

Sel stem yang meingkat mengakibatkan proliferasi sel transit

2.1.3 Patofisiologi

Testis Lanjut Usia

Fase awal prostat hiperplasia

Pola dan kualitas miksi berubah

Kontraksi muskulus destrussor


tidak adekuat/ lemah

Tetensi urine total residual urine


9

(fase dekompensasi)

Nyeri oleh tekanan Inkontinensia paradoksa Kompensansi


intra vesika urinaria overflow (tekanan intra meningkat intra
vaskuler urinaria dari abdominal
pada tekanan spinkter
Gangguan nyaman nyeri bersifat kronis)
Hernia, haemoroid

Isi blader 200 – 300 ml


Mulai terangsang ingin kencing

Reseptor Strecth

Mempengaruhi Syaraf Otonom

Tonus Bladder 60 – 120 cm (ingin kencing)

BPH kontraksidestrusor meningkat

hipertropi
Pembedahan (open
prostatectomy)
Retensio Urine

Penurunan volume Discontinuitas jaringan


Kehilangan cairan
darah pasca
pasca operasi
operasi Nyeri akut

Kekurangan volume cairan


Obstruksi sekunder

Resiko terjadinya perdarahan

Gambar 2.1 Patofisiologi BPH

2.1.4 Gejala BPH

Gejala BPH menurut Jitowiyono (2010) adalah :

1. Gejala Obstruktif
10

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan

mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli

memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal

guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika

b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan

karena ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan

intra vesika sampai berakhirnya miksi

c. Terminal dribling yaitu menetasnya urine pada akhir kencing

d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrusor

memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas

2. Gejala iritasi

a. urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan

b. frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya yang terjadi

pada malam hari dan pada siang hari

c. disuria yaitu nyeri pada waktu kencing

2.1.5 Derajat BPH

Menurut Jitowiyono (2010) derajat BPH dibagi menjadi 4 yaitu :

1. Derajat satu, keluhan protatisme ditemukan penonjolan prostat 1-2 cm sisa

urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia,berat ± 20 gram

2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah

berat, panas badan tinggi / menggigil, nyeri daerah pinggang, prostat lebih
11

menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50-100 cc dan beratnya 20-40

gram

3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tidak teraba,

sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3-4 cm, dan beratnya 40 gram

4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit ke

ginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Ali (2008) adalah :

1. Pemeriksaan Radiologi

Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk :

a. Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia

b. Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine

c. Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne

Prostat Hyperplasia atau tidak

Beberapa Pemeriksaan Radiologi

a. Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine

post miksi, dipertikel buli.

Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai

urolithiasis

Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter

b. BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal

c. Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya

refluk vesiko ureter/striktur uretra.


12

d. USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan

menilai pembesaran prostat jinak/ganas

2. Pemeriksaan Endoskopi.

3. Pemeriksaan Uroflowmetri

Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher

buli-buli

Q max : > 15 ml/detik  non obstruksi

10 - 15 ml/detik  border line

< 10 ml/detik  obstruktif

4. Pemeriksaan Laborat

Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K,

Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)

Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah

Merah atau PUS.

RFT  evaluasi fungsi renal

Serum Acid Phosphatase  Prostat Malignancy

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien BPH adalah agar klien tidak akan mengalami

berbagai komplikasi dan pengobatan retensi urine. Penatalaksanaan pada pasien

BPH meliputi (Mansjoer, 2008) :

1. Non Pembedahan

a. Memperkecil gejala obstruktif hal-hal yang menyebabkan pelepasan

cairan prostat
13

1) Prostatic massage

2) Frekuensi coitus meningkat

3) Masturbasi

b. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol

dan deuretik mencegah oven distensi kandung kemih akibat tonus otot

destrussor menurun

c. Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti anticholinergic, anti

histamin, decongestan

d. Observasi watchfull waiting, yaitu pengawasan berkala/ follow up tiap 3-

6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien

e. Terapi medikamentosa pada BPH, terapi ini diindikasikan pada BPH

dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta

indikasi pembedahan terapi masih terdapat kontra indikasi atau belum

well motivated. Obat digunakan berasal dari fisioterapi, golongan

supresor androgen dan golongan alfa bloker.

f. Bila terjadi retensi urine maka kateterisasi, dilakuka pungsi blass,

dilakukan cystostomi

2. Pembedahan

a. Trans uretral reseksi prostat

b. Open prostatectomy

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Op BPH

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien BPH hendaknya

dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.


14

Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon

manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang

bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah

kesehatan dapat berhubungan dengan klien, keluarga juga orang terdekat atau

masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat

dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan (Hidayat, 2012).

Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.2.1 Pengkajian

Menurut Hidayat (2012) pengkajian merupakan langkah utama dan dasar

utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam

menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,

mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh

melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta

pemeriksaan penunjang lainnya.

a. Anamnese

1) Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk

rumah sakit dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Adanya poli urinary : frekuensi, nocturia, disuria


15

3) Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya serta upaya yang telah dilakukan oleh

penderita untuk mengatasinya.

4) Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit menurun maupun menular.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram apakah ada penyakit keturunan misal hipertensi,

jantung.

6) Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku pasien pasca operasi, pandangan

klien tentang hasil operasi serta tanggapan keluarga terhadap pasca

tindakan prostatectomy .

b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : pasien lemah dan kesadaran baik

2) Distensi kandung kemih

3) Inspeksi : penonjolan pada daerah suprapubik (retensi urine) karena

adanya hematuri pasca pembedahan, retensi dapat terjadi bila ada

pembekuan darah sehingga daerah suprapubik akan terlihat menonjol

4) Palpasi : akan terasa adanya ballottement jika terjadi retensi urin

5) Perkusi : redup (residual urine)

6) Pemeriksaan penis : kemungkinan adanya resiko infeksi pasca

pembedahan (pemasangan kateter)

c. Pemeriksaan radiologi

1) Pemeriksaan IVP
16

2) BOF

3) Retrografi dan voiding cystouretrografi

4) USG

5) Pemeriksaan endoskopi

6) Pemeriksaan laboratorium meliputi urinalis, darah lengkap, evaluasi

fungsi renal

2.2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,

keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual

atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk

memecahkan masalah tersebut (Hidayat, 2005).

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post op BPH adalah

sebagai berikut (Nanda, 2012) :

Tabel 2.1 Diagnosa Keperawatan


No Diagnosa Definisi Batasan Faktor yang
Keperawatan berhubungan
1 Nyeri akut Pengalaman a. Perubahan selera makan Agens cedera
berhubungan sensori dan b. Perubahan tekanan darah (biologis, zat
dengan emosional yang c. Perubahan frekuensi kimia, fisik,
kenyamanan tida jantung psikologis)
fisik menyenangkan d. Perubahan frekuensi
muncul akibat pernapasan
kerusakan e. Perilaku distraksi
jaringan yang (gelisah, merengek,
actual atau menangis, waspada,
potensial iritabilitas)
f. Sikap melindungi area
nyeri
g. Fokus menyempit
h. Indikasi nyeri dapat
diamati
i. Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
17

j. Sikap tubuh melindungi


k. Fokus pada diri sendiri
l. Gangguan tidur
2 Resiko Beresiko Mengalami resiko a. Aneurisme
perdarahan mengalami perdarahan b. Sirkumsisi
berhubungan penurunan c. Defisiensi
dengan volume darah pengetahuan
proses yang dapat d. Koagulopati
pembedahan menggangu intravaskular
(pasca kesehatan e. Riwayat jatuh
operasi) f. Gangguan
gastrointestin
al
g. Gangguan
fungsi hati
h. Koagulopati
inheren
i. Komplikasi
pasca partum
j. Komplikasi
terkait
kehamilan
k. Trauma
l. Efek terkait
terapi
(pembedahan
, pemberian
obat,
kemoterapi)
3 Kekurangan Penurunan a. Perubahan status mental a. Kehilangan
Volume cairan b. Penurunan tekanan darah cairan aktif
cairan intravaskular, c. Penurunan tekanan nadi b. Kegagalan
berhubungan interstisial, dan/ d. Penurunan turgot kulit mekanisme
dengan atau intraselular. e. Penurunan turgor lidah regulasi
kehilangan f. Penurunan haluaran
yang urine
berlebihan g. Penurunan pengisian
(pasca vena
operasi) h. Membran mukosa kering
i. Kulit kering
j. Peningkatan hematokrit
k. Peningkatan suhu tubuh
l. Peningkatan frekuensi
nadi
m. Peningkatan konsentrasi
urine
n. Penurunan berat badan
tiba-tiba
18

o. Haus
p. Kelemahan
4 Resiko Mengalami Mengalami resiko infeksi a. Penyakit
infeksi peningkatan kronis
berhubungan resiko terserang b. Pengetahuan
dengan organisme yang tidak
ketidakadeku patologik cukup untuk
atan menghindari
pertahanan pemajanan
primer patogen
c. Pertahanan
tubuh primer
yang tidak
adekuat
d. Ketidakadek
uatan
pertahanan
sekunder
e. Vaksinasi
tidak adekuat
f. Pemajanan
terhadap
patogen
g. Malnutrisi
5 Defisit Ketiadaan atau a. Perilaku hiperbola a. Keterbatasan
pengetahuan defisiensi b. Ketidakakuratan kognitif
berhubungan informasi mengikuti perintah b. Salah
dengan salah kognitif yang c. Ketidakakuratan interpretasi
interpretasi berkaitan melakukan tes informasi
informasi dengan topik d. Perilaku tidak tapat c. Kurang
tertentu e. Pengungkapan masalah pajanan
d. Kurang minat
dalam belajar
e. Kurang dapat
mengingat
f. Tidak
familier
dengan
sumber
informasi

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi merupakan tahap langkah perencanaan yang dilaksanakan

setelah menentukan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dengan menentukan
19

rencana tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam mengatasi masalah klien

(Nanda, 2012)

Intervensi keperawatan menurut Nic Nic dalam buku Taylor (2012) adalah :

1. Nyeri akut berhubungan dengan kenyamanan fisik

Tujuan :

- Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang (skala 0-1)

- Tanda vital menunjukkan hasil perbaikan

- Ekspresi wajah tampak cerah, sikap tubuh rileks, tidak menangis

Intervensi :

a. Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien

Rasional membantu meyakinkan bahwa penanganan dapat membantu

kebutuhan pasien

b. Minta pasien untuk menggunakan sebuah skala 1-10 untuk menjelaskan tingkat

nyerinya (dengan nilai 10 menandakan tingkat nyeri paling berat)

Rasional : untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat tentang tingkat nyeri

pasien

c. Pantau tanda-tanda vital

Rasional : respon autonomic meliputi perubahan TD, nadi dan pernafasan

d. Kaji insisi bedah, perhatikan edema atau inflamasi, mengeringnya tepi luka

Rasional : Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau infeksi

dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi

e. Berikan tindakan kenyamanan misalnya relaksasi

Rasional : teknik nonfarmakologis pengurangan nyeri akan efektif bila nyeri

pasien berada pada tingkat yang dapat ditoleransi


20

f. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik sesuai indikasi

Rasional : Mengontrol /mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan

meningkatkan kerja ama dengan aturan terapeutik.

2. Resiko perdarahan berhubungan dnegan proses pembedahan (pasca operasi)

Tujuan :

- Tidak ada adanya tanda-tanda perdarahan

- Tidak ada sumbatan pada kateter

Intervensi :

a. Pantau dan catat tanda-tanda vital setiap 4 jam

Rasional : hipotensi dapat mengindikasikan terjadinya perdarahan

b. Pantau haluaran cairan setiap 2 jam, catat dan laporkan perubahan urine secara

signifikansi

Rasional : haluaran urine yang rendah menunjukkan hipovolemia

c. Monitor adanya perdarahan pada selang kateter

Rasional : memantau adanya tanda perdarahan pasca pembedahan

d. Memberikan posisi yang nyaman dengan mengatur posisi urine bag dan selang

kateter sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup

Rasional : posisi urine bag yang benar meminimalkan resiko refluk urine

e. Melakukan irigasi kateter secara berkala atau terus menerus dengan teknik steril

Rasional : meminimalkan terjadinya pembekuan darah


21

3. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan kehilangan yang berlebihan

(pasca operasi)

Tujuan : menunjukkan haluaran urine yang adekuat, TTV stabil

Intervensi:

a. Awasi TTV

Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi volume intravaskiler

b. Lihat membrane mukosa, turgor kulit

Rasional : indicator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

c. Awasi masukan dan haluaran, catat warna urine

Rasional : penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis

diduga dehidrasi

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer

Tujuan : TTV normal tidak ada tanda-tanda infeksi

Intervensi :

a. Pantau tanda tanda vital, perhatikan peningkatan suhu

Rasional : Suhu malam hari memuncak dan kembali normal pada malam hari

adalah karakteristik infeksi

b. Observasi kondisi luka kaji adanya inflamasi

Rasional : Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan

c. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic

Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri

d. Lihat insisi dan adanya eritema

Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi


22

e. Pertahankan perawatan luka antiseptic

Rasional : Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian

balutan

f. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi

Rasional : Untuk menurunkan jumlah organisme dan penyebab infeksi

5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi informasi

Tujuan : klien dapat mengerti tentang kondisinya

Intervensi :

a. Kaji ulang prosedur dan harapan pasca operasi

Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat suatu

pilihan berdasarkan informasi

b. Berikan informasi tentang penyakitnya

Rasional : Meningkatkan pemahaman penyakit

c. Diskusi tentang tanda-tanda dan gejala penyakitnya

Rasional : Memberikan informasi tentang keluhan klien.

d. Jelaskan tentang proses penyembuhan pasca operasi

Rasional : Penggunaan pencegahan terhadap infeksi

e. Berikan pasien waktu untuk bertanya tentang penyakitnya

Rasional : Menentukan evalusi pengetahuan klien

2.2.4 Implementasi

Implementasi merupakan proses keperawatan dengan melaksanakan

berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan

dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam hal ini perawat harus mengetahui
23

berbagai hal diantaranya teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur

tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien (Hidayat, 2005). Pelaksanaan

keperawatan diawali dengan melakukan pesetujuan terhadap pasien tentang

tindakan dan tujuan yang akan dilakukan oleh perawat. Dalam hal ini tindakan

keperawatan ada dua jenis yakni tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan

mandiri pada pasien dengan keluhan resiko perdarahan salah satunya adalah

memberikan posisi yang nyaman dengan mengatur posisi urine bag dan selang

kateter sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup. Pada tindakan kolaborasi adalah

memberikan cairan infus.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawtan tercapai atau

tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan

kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan ,

kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta

kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dalam kriteria hasil

(Hidayat, 2012).

Menurut Hidayat (2012) pada kriteria evaluasi menunjukkan tujuan yang

mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak

tercapai atau tercapai sebagian. Tujuan tercapai apabila klien telah menunkukkan

perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Tujuan

tercapai sebagain apabila tujuan tidak tercapai secara keseluruhan sehingga masih

perlu dicari masalah atau penyebabnya. Tujuan tidak tercapai apabila tidak
24

menunjukkan adanya perubahan kearah kemajuan sebagaimana kriteria yang

diharapkan.

Evaluasi formatif pada klien pasca bedah BPH dengan resiko perdarahan

adalah tidak terjadinya perdarahan pasca pembedahan sedangkan pada evaluasi

sumatif yang merupakan hasil dari observasi dan analis status pasien yakni pasien

menunjukkan selang kateter lancar dan tidak terjadi sumbatan.

2.3 Konsep Perdarahan

2.3.1 Pengertian

Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah (kardiovaskuler).

Jumlahnya dapat bermacam-macam, mulai dengan sedikit sampai yang dapat

menyebabkan kematian. Hanya henti nafas (respiratory arrest) mempunyai

prioritas penanggulangan lebih dulu dari pada perdarahan yang masif. Luka

robekan pada pembuluh darah besar di leher, tangan dan paha dapat menyebabkan

kematian dalam satu sampai tiga menit. Sedangkan perdarahan dari aorta atau

vena cava dapat menyebabkan kematian dalam tiga puluh  detik. Perdarahan dapat

terjadi akibat trauma karena suatu kecelakaan atau terjadi spontan (Suyono, 2007).

2.3.2 Jenis Perdarahan

Menurut Suyatman (2009) perdarahan dibagi menjadi :

1. Perdarahan luar (terbuka)

Kerusakan dinding pembuluh darah yang disertai kerusakan kulit sehingga

darah keluar dari tubuh dan terlihat jelas keluar dari luka tersebut dikenal dengan

nama Perdarahan Luar (terbuka).Bila sebagai seorang pelaku pertolongan pertama


25

menemukan korban dengan kondisi seperti itu, maka harus berhati-hati dalam

melakukan pertolongan karena sebagai penolong harus menganggap darah ini

dapat menulari. Pastikan untuk memakai alat perlindungan diri, segera

membersihkan darah yang menempel baik pada pakaian, tubuh, maupun

peralatan.

2. Perdarahan tertutup

Perdarahan dalam umumnya disebabkan oleh benturan tubuh korban dengan

benda tumpul, atau karena jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, ledakan, operasi

dan lain sebagainya. Luka tusuk juga dapat mengakibatkan hal tersebut, berat

ringannya luka tusuk bagian dalam sangat sulit dinilai walaupun luka luarnya

terlihat nyata.

2.3.3 Penatalaksanaan Pada Perdarahan

Penatalaksanaan perdarahan meliputi (Suyono, 2007) :

1. Perdarahan terbuka

Untuk perdarahan terbuka, pertolongan yang dapat diberikan antara lain:

1.  Tekanan Langsung pada Cedera

Penekanan ini dilakukan dengan kuat pada pinggir luka. Setelah beberapa saat

sistem peredaran darah akan menutup luka tersebut. Teknik ini dilakukan untuk

luka kecil yang tidak terlalu parah (luka sayatan yang tidak terlalu dalam).

2.  Elevasi

Teknik dilakukan dengan mengangkat bagian yang luka (setelah dibalut)

sehingga lebih tinggi dari jantung. Apabila darah masih merembes, di atas
26

balutan yang pertama bisa diberi balutan lagi tanpa membuka balutan yang

pertama.

3.  Tekanan pada titik nadi

Penekanan titik nadi ini bertujuan untuk mengurangi aliran darah menuju

bagian yang luka.

4.  Immobilisasi

Bertujuan untuk meminimalkan gerakan anggota tubuh yang luka. Dengan

sedikitnya gerakan, diharapkan aliran darah ke bagian yang luka tersebut

menurun.

5.  Torniquet

Teknik ini hanya dilakukan untuk menghentikan perdarahan di tangan atau

kaki saja, merupakan pilihan terakhir, dan hanya diterapkan jika ada

kemungkinan amputansi.

6.  Kompres dingin

Tujuan dilakukannya kompres dingin adalah untuk menyempitkan pembuluh

darah yang mengalami perdarahan (vasokonstriksi) sehingga perdarahan dapat

dengan cepat terhenti.

2. Perdarahan tertutup

Berbeda dengan perdarahan terbuka, pertolongan yang bisa diberikan pada

korban yang mengalami perdarahan dalam adalah sebagai berikut:

1. Rest

Korban diistirahatkan dan dibuat senyaman mungkin


27

2. Ice

Bagian yang luka dikompres es sehingga darahnya membeku. Darah yang

membeku ini lambat laun akan terdegradasi secara alami melalui sirkulasi dan

metabolisme tubuh.

3. Commpression

Bagian yang luka dibalut dengan kuat untuk membantu mempercepat proses

penutupan lubang/bagian yang rusak pada pembuluh darah

4. Elevation

Kaki dan tangan korban ditinggikan sehingga lebih tinggi dari jantung.

2.3.3 Manajemen Perdarahan Pada Pasien Post Op BPH

Pada setiap operasi selalu timbul pendarahan. Pendarahan yang dimaksud

adalah perdarahan yang sampai dapat mengganggu penderita misalnya perdarahan

yang membeku di aliran kateter atau perdarahan setelah kateter dilepas. Jika darah

mengalami pembekuan di aliran kateter maka perawat akan membersihkan bekuan

darah tersebut dan jika terjadi perdarahan setelah kateter dilepas maka diharapkan

penderita diharapkan memperbanyak minum dengan tujuan darah dapat keluar

dan tidak membuntu uretra. Pasien post op BPH akan beresiko terjadi perdarahan

sehingga manajemen keperawatan yang dapat dilakukan menurut Taylor (2012)

adalah :

1. Menjelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah

pembedahan dan tanda – tanda perdarahan .

2. Melakukan irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalam saluran

kateter
28

3. Atur posisi urine bag dan selang kateter sesuai gravitasi dalam keadaan

tertutup yang dapat menekan adanya sumbatan pasca operasi

4. Memantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi

dilepas

5. Memantau haluaran urine, pantau intake dan output pasien pascaoperasi

6. Menganjurkan pasien untuk minum + 7-8 gelas/hari atau sesuai dengan

kebutuhan tubuhnya
29

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan

membentuk suatu teori yang menjelaskan keterikatan antar variabel (Nursalam,

2013)

Gejala obstruktif BPH


- Hesitansi
- Intermittency
- Terminal
dribbling
- Pancaran lemah Non bedah Pembedahan
- Rasa tidak puas
Gejala iritasi
- Urgency 1. Trans uretral
- Frekuensi
reseksi prostat
- Disuria
2. Open
1. Menjelaskan pada klien tentang sebab prostatectomy
terjadi perdarahan
2. Melakukan irigasi aliran kateter
3. Atur posisi urine bag dan selang Resiko perdarahan
kateter sesuai gravitasi
4. Memantau traksi kateter
5. Memantau haluaran urine
6. Menganjurkan pasien untuk minum +
7-8 gelas/hari

Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Berpengaruh

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Asuhan keperawatan pada pasien post op


BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) dengan masalah resiko
perdarahan di Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen Malang
30

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan deskriptif dengan pendekatan

kualitatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan menjelaskan, memberi suatu nama,

situasi, atau fenomena dalam menemukan ide baru (Nursalam, 2013). Dalam studi

kasus ini bertujuan untuk mengetahui Asuhan keperawatan pada pasien post op

BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) dengan masalah resiko perdarahan di Ruang

Dahlia RS dr. Soepraoen Malang.

3.2 Batasan Istilah

Batasan istilah merupakan fokus dari penelitian yaitu karakteristik yang dituju

dalam suatu penelitian yang bersifat konkret dan secara langsung bisa diukur

(Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini fokus penelitian adalah

melaksanakanAsuhan keperawatan pada pasien post op BPH (Benigna Prostat

Hiperplasia) dengan masalah resiko perdarahan di Ruang Dahlia RS dr.

Soepraoen Malang

3.3 Partisipan

Partisipan merupakan subyek penelitian yang memenuhi kriteria yang

ditetapkan (Sugiyono, 2009). Pada penelitian ini terdiri dari 2 pasien post op BPH

dengan gangguan masalah resiko perdarahan di Ruang Dahlia RS dr. Soepraoen

Malang

30
31

3.4 Lokasi dan Waktu

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Januari Tahun 2016 di Ruang Dahlia

RS dr. Soepraoen Malang

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subyek dan proses

pengumpulan data karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Sumarsono, 2008). Dalam studi kasus ini pengumpulan data meliputi :

1) Perijinan

Proses kegiatan dimulai setelah proposal penelitian mendapat persetujuan

dari pembimbing. Setelah itu proses pengumpulan data didahului dengan prosedur

birokrasi atau surat perijinan dari Direktur Poltekkes ditujukan kepada Kepala RS

dr. Soepraoen Malangatau lahan penelitian yang kemudian ditembuskan ke

InstalasiPendidikan (Instaldik). Selanjutnya surat perijinan diteruskan ke Ruang

Dahlia sebagai lahan penelitian agar memberi perijinan untuk pengambilan data

serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penelitian.Setelah mendapat

perijinan untuk mengambil data, peneliti melakukan penelitian.

2) Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2013). Proses pengumpulan data dimulai dengan :

a. Peneliti mencari partisipan yaitu pasien dengan post op BPH

b. Peneliti meminta ijin (informed consent) kepada partisipan


32

c. Peneliti melakukan pengkajian keperawatan meliputi pengumpulan data

dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan radiologi

d. Peneliti merumuskan diagnosa keperawatan sesuai hasil pengkajian yang

didapatkan yang terdiri dari diagnosa potensial dan diagnosa resiko yaitu

resiko perdarahan

e. Peneliti melakukan intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa

keperawatan yang ada

f. Selanjutnya peneliti melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan

perencanaan yang ada

g. Peneliti melakukan evaluasi keperawatan

h. Melakukan pengolahan data

3.6 Uji Keabsahan Data

Dalam peneletian ini uji keabsahan data menggunakan metode triangulasi.

Triangulasi dalam pengujian kredebilitas ini diartikan sebagai pengecekan data

dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

1) Tringulasi sumber untuk mengkaji kredebilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sumber tersebut

yaitu responden

2) Triangulasi teknik untuk menguji kredebilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Teknik

tersebut dengan melakukan wawancara.


33

3) Triangulasi waktu juga dapat mempengaruhi kredebilitas data, karena waktu

yang baik untuk melakukan wawancara atau pengumpulan data akan

memberikan data yang lebih valid.

3.7 Analisis Data

Teknik analisis data lebih banyak dilakukan bersamaan dengan

pengumpulan data. Analisis data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta,

selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dann selanjutnya dituangkan

dalam opini pembahasan. Teknik analisis data yang digunakan dengan cara

menarasikan jawaban-jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara

mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis

digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang

menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan teori

yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi

tersebut. (Hidayat, 2010). Adapun urutan dalam analisis data adalah :

1. Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi. Hasil

ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk

transkrip

2. Mereduksi data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data

subyektif dan obyektif dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik

kemudian dibandingkan nilai normal


34

3. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas

klien

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan kemudian dibahas dan dibandingkan dengan hasil-

hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data yang

dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan,

tindakan dan evaluasi

3.8 Etika Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan sesuai dengan etika penelitian sebagai

berikut :

1) Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Sebelum pengambilan data dilakukan maka peneliti harus memperkenalkan

diri, memberi penjelasan tentang hak dan kewajiban responden. Tujuan

adalah agar subyek mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampak

yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subyek bersedia untuk diteliti

maka responden harus menandatangani lembar persetujuan, dan jika subyek

menolak untuk diteliti maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati

haknya.
35

2) Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang diberikan responden, dijamin oleh peneliti, hanya

data tertentu yang akan disajikan pada hasil penelitian dengan tetap menjaga

privasi dan nilai-nilai keyakinan responden.

3) Anomity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

tetapi hanya diberi nomor urut sebagai identitas pada saat pengumpulan data.
36

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Setiadi. 2008. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

Azwar. 2010. Bedah Dan Perawatannya. Jakarta : Gaya Baru

Doengoes, Marilyn.E. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Hidayat.Aziz.A 2005. Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1. Jakarta: Salemba


Medika

. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia Buku 2. Jakarta: Salemba


Medika

Jitowiyono. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta: Nuha Medika

Mansjoer, Arief. 2006. Kapita Selecta Kedokteran. Jakarta: Media Austacius

Nanda. 2012. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Surabaya: Salemba


Medika

Purnomo, Adi. 2014. Asuhan Keperawatan BPH. Yogyakarta: Nuha Medika

Sjamsuhidayat. 2008. Pedoman Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Sugiyono. 2009. Stastitika Untuk Penelitian. Jakarta: Alfabeta

Sumarsono. 2008. Panduan Metode Penelitian. Jakarta: Media Press

Suyatman. 2009. Perdarahan. Jakarta: Media Pustaka Obor

Suyono. 2007. Mengatasi Perdarahan. Yogyakarta: Pustaka Cipta

Taylor, Cynthia.M. 2012. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan.


Jakarta: EGC

Toha, Muhammad. 2009. Asuhan Keperawatan Pendekatan Nanda. Yogyakarta:


Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai