Anda di halaman 1dari 20

FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

OLEH KELOMPOK 2 :
EVI WAHYUNI
HAPSAH
LISNAH JAPARUDDIN
SURIANI SUDDIN
YULIA

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN INSTITUSI KESEHATAN


DAN BISNIS KURNIA JAYA PERSADA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

Chrisna Adhitama S Nugroho 1),Eki Mahipal 2), Ikhsantino Akbar3), Rizki Wulandari4), Saeful
Azis5)
1) Program Diploma IV Keuangan Spesialisasi Akuntansi Reguler, STAN, Tangerang
email: chrisna.adhitama@gmail.com
2) Program Diploma IV Keuangan Spesialisasi Akuntansi Reguler, STAN, Tangerang
email: ekimahipal@gmail.com
3) Program Diploma IV Keuangan Spesialisasi Akuntansi Reguler, STAN, Tangerang
email: ikhsantino@gmail.com
4) Program Diploma IV Keuangan Spesialisasi Akuntansi Reguler, STAN, Tangerang
email: catalanz10@gmail.com
5) Program Diploma IV Keuangan Spesialisasi Akuntansi Reguler, STAN, Tangerang
email: ajis.ajiz@gmail.com

Abstrak – Agenda pemberantasan korupsi telah digulirkan Pemerintahan Indonesia selama beberapa tahun
terakhir. Langkah-langkah tersebut dimulai dengan ditetapkannya berbagai macam regulasi hingga
pembentukan komisi khusus pemberantasan korupsi, KPK. Beragam langkah yang telah dicanangkan tidak
akan efektif jika penyebab munculnya korupsi tidak dapat terdeteksi. Berbagai kajian teoritis maupun
pengamatan telah dilakukan untuk mengetahui apa sajakah yang menjadi penyebab-penyebab timbulnya
korupsi.

Kata kunci: Penyebab, korupsi.

2
1. PENDAHULUAN
Salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan pemerintah Indonesia adalah
masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia semakin sulit untuk
diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan sektor pembangunan. Sudah
tujuh tahun semenjak reformasi pemerintahan digulirkan dan agenda pemberantasan korupsi pun telah
dicanangkan setiap periode pemerintahannya. Tuntutan masyarakat akan pemerintahan yang bersih dan
transparan menjadi prioritas kala itu selain perbaikan ekonomi. Indeks Persepsi Korupsi tahun 2014 yang
dirilis Transparancy International, Indonesia berada pada peringkat 107 dari 175 negara dengan indeks 34.
Sedangkan pada tahun sebelumnya, Indonesia menduduki peringkat 114 dengan indeks 32 dari 175 negara.
Indeks tersebut berada pada kisaran 0 (paling koruptif) hingga 100 (paling tidak koruptif).

2. LANDASAN TEORI
Melalui berbagai kajian teoritis, beberapa pakar telah membahas faktor-faktor penyebab korupsi. Lord
Acton pernah mengungkapkan adanya hubungan antara korupsi dengan kekuasaan melalui istilahnya
yakni, “Power tends to corrupt and absolut power corrupts absolutely”. Artinya, kekuasaan adalah
bagian yang sangat rawan terhadap penyalahgunaan wewenang. Hal tersebut dapat diartikan bahwa
kekuasaan dapat dijadikan sebagai sarana bagi pemangkunya untuk melakukan korupsi. Hal senada ditulis
pada kajian yang dilakukan oleh Robert Klitgaard, yang melihat bahwa korupsi terjadi karena adanya
monopoli kekuasaan dibarengi dengan kewenangan memutuskan namun tanpa akuntabilitas (Corruption =
Monopoly + Discretion - Accountability). Baik pada sektor publik maupun privat, korupsi akan ditemui
ketika sebuah organisasi atau seseorang memiliki kekuasaan atas barang atau jasa dan kewenangan untuk
memutuskan siapa yang dapat menerima dan berapa yang dapat ia terima, namun tidak ada pengawasan
secara akuntabel (Klitgaard, 1998).

3
Menurut catatan Indonesia Corruption Watch Di sisi lain Jack Bologne yang mengemukakan
(ICW), kasus korupsi yang terjadi selama semester I teori GONE (Bologne: 2006) bahwa faktor yang
tahun 2014 ada 308 kasus. Dimana sebagian besar menyebabkan korupsi meliputi :
dari tersangka kasus tersebut dilakukan oleh pejabat, a) Greeds (keserakahan), terkait dengan
pegawai pemerintah daerah dan kementerian keserakahan dan kerasukan para pelaku
sebanyak 42,6%. korupsi
Berbagai macam tindakan represif yang b) Opportunities (Kesempatan), terkait dengan
dilakukan semua pihak untuk memberantas korupsi adanya peluang unutk melakukan korupsi
belumlah efektif jika kita belum dapat mengenali c) Needs (Kebutuhan), terkait sikap mental
penyebab-penyebab korupsi itu sendiri. Oleh karena yang tak pernah merasa cukup, dan
itu, faktor-faktor penyebab korupsi inilah yang d) Exposure (pengungkapan) terkait dengan
diangkat menjadi fokus pembahasan paper ini. hukuman yang dijatuhkan kepada para
Berbagai faktor yang diamati antara lain faktor pelaku
eksternal, faktor internal hingga faktor
korupsi tidak berefek jera sehingga
struktural/organisasi.
memberi kesan bahwa perbuatan yang
3. LANDASAN TEORI mereka lakukan bukanlah hal serius.
Melalui berbagai kajian teoritis, beberapa pakar Menurut Nur Syam, korupsi dapat terjadi
telah membahas faktor-faktor penyebab korupsi. karena struktur sosial, politik dan ekonomi dan
Lord Acton pernah mengungkapkan adanya dapat pula timbul karena mentalitas dan budaya.
hubungan antara korupsi dengan kekuasaan Tekanan sosial yang begitu sulit menyebabkan
melalui istilahnya yakni, “Power tends to berbagai tindakan koruptif. Kekuasaan monopoli
corrupt and absolut power corrupts dan kewenangan yang longgar tanpa pengawasan
absolutely”. Artinya, kekuasaan adalah bagian akuntabel juga memberi kontribusi pada hal
yang sangat rawan terhadap penyalahgunaan tersebut, ditambah lagi lemahnya mentalitas di
wewenang. Hal tersebut dapat diartikan bahwa tengah berbagai peluang.
kekuasaan dapat dijadikan sebagai sarana bagi Robert K. Merton dalam teorinya menyatakan
pemangkunya untuk melakukan korupsi. Hal bahwa struktur sosial dapat menekan warganya
senada ditulis pada kajian yang dilakukan oleh untuk melakukan tindak kriminal. Tekanan ini
Robert Klitgaard, yang melihat bahwa korupsi dapat bersifat struktural yang mana mengacu
terjadi karena adanya monopoli kekuasaan pada proses di tingkat sosial yang memengaruhi
dibarengi dengan kewenangan memutuskan namun bagaimana individu memandang kebutuhannya.
tanpa akuntabilitas (Corruption = Monopoly + Tekanan juga dapat bersifat individual, yaitu
Discretion - Accountability). Baik pada sektor publik mengacu pada pengalaman tidak menyenangkan
maupun privat, korupsi akan ditemui ketika yang dialami oleh seseorang ketika ia mencari
sebuah organisasi atau seseorang memiliki cara untuk memuaskan keinginannya. Merton
kekuasaan atas barang atau jasa dan kewenangan dalam bukunya, Social Structure and Anomie, “…
untuk memutuskan siapa yang dapat menerima dan when the aim of victory is shorn of its institutional
berapa yang dapat ia terima, namun tidak ada trappings and success in contests becomes
pengawasan secara akuntabel (Klitgaard, 1998). construed as ‘winning the game’ rather
4
than ‘winning through circumscribed modes of is non-shareable, are aware this problem can be
activity,’ a premium is implicitly set upon the use secretly resolved by violation of the position of
of illegitimate but technically efficient means,” financial trust, and are able to apply to their own
dapat diterjemahkan ketika dalam suatu struktur conduct in that situation verbalizations which
sosial lebih menekankan pada tujuan akhir enable them to adjust their conceptions of
ketimbang cara-cara untuk mencapai tujuan themselves as trusted persons with their
tersebut. Kegagalan dalam mencapai tujuan conceptions of themselves as users of the
terlepas dari bagaimana proses untuk mencapainya entrusted funds or property.”
dianggap sebagai “total failure” membuat anggota Secara lebih jelas, Cressey mengemukakan teorinya
masyarakat lebih mengutamakan pada pencapaian dalam suatu model yaitu The Fraud Triangle, dimana
tujuan ketimbang fairness dalam prosesnya. Strain ada tiga faktor utama penyebab korupsi yaitu,
theory Merton ini—yang juga disebut anomie kesempatan, tekanan dan rasionalisasi. Berikut ini
theory atau means-ends theory—secara sederhana adalah ilustrasi tentang The Fault Theory yang
menjelaskan bahwa pelanggaran norma tersebut diambil dari Committee of Sponsoring Organizations
dapat terpicu ketika adanya ketimpangan antara of the Treadway Commission.
apa yang bagi struktur sosial merupakan
keberhasilan (goals) dan cara yang tepat untuk
menggapai keberhasilan itu (means).
Selain itu adanya teori motivasi atas suatu
tindakan yang dikemukakan oleh Victor H. Vroom,
seorang professor dari Yale School of
Management, yang menyajikan expectancy theory
of motivation. Teori tersebut menjelaskan mengapa
individu memilih tindakan tertentu daripada
melakukan tindakan yang lainnya. Pemilihan
tindakan tersebut didasarkan pada ekspektasi yang
ingin diperoleh oleh personal yang bersangkutan. Gambar 1.
The Fraud Triangle
Motivasi inilah jika diarahkan pada pengambilan (sumber : coso.org)
keputusan yang salah merupakan penyebab kenapa
seseoran melakukan korupsi. Riset-riset sosial yang ada menjelaskan

Adanya justifikasi atas suatu tindakan perilaku koruptif dari penyebab-penyebab yang

penyalahgunaan sebagai suatu hal yang dapat ada di luar dari kontrol individual dan ini memang

dimaklumi juga menjadi salah satu alasan seseorang lebih populer di berbagai literatur, sebab social

melakukan korupsi. Cressey menyebutkan dalam science biasanya berurusan dengan konsep

bukunya Other People's Money: A Study in the daripada realita, sebagaimana diutarakan Gjalt De

Social Psychology of Embezzlement (1973) Graaf dalam Causes of Corruption: Towards a

sebagaimana dikutip oleh acfe.com bahwa “trusted Conceptual Theory of Corruption.

persons become trust violators when they conceive Graaf lebih lanjut mengutip Gerald E.

of themselves as having a financial problem which Caiden mengenai hal ini: “Just as there are many
varieties of corrupt behavior, so there are
5
multitudinous factors contributing to corruption
… So many explanations are offered that it is difficult to classify them in any systematic manner.” Caiden
kemudian menyebutkan beberapa “sumber” dari korupsi, yaitu dari segi psikologis, ideologis, eksternal,
ekonomi, politik, sosio-kultural, dan teknologi. Meskipun demikian, baginya, faktor yang berkontribusi pada
korupsi, tidaklah sama dengan penyebab dari korupsi itu sendiri.
Dari keseluruhan teori yang dijabarkan di atas, bisa disimpulkan bahwa korupsi disebabkan karena
adanya faktor internal dimana motivasi timbul dalam diri si pelaku dan juga faktor eksternal karena adanya
pengaruh-pengaruh dari lingkungan dan organisasi serta masyarakat sekitar.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Faktor Ekternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang muncul dari luar subjek pelaku korupsi. Diiuraikan dalam
penjelasan sebagai berikut:

Sistem Hukum

“Dengan sistem hukum yang kuat, orang jahat akan dipaksa berperilaku baik. Jika dengan sistem hukum
yang buruk, orang baik akan ikut buruk.”

Demikianlah pernyataan Yusril Ihza Mahendra, seorang pakar hukum tata negara yang menyatakan
bahwa sistem hukum sangat berpengaruh terhadap perilaku korupsi di suatu negara. Sistem hukum sangat erat
kaitanya dengan perilaku korupsi sebab korupsi merupakan salah satu perilaku yang dianggap melanggar
hukum Indonesia. Interaksi sistem hukum di Indonesia dengan perilaku korupsi bisa terjadi pada ranah
pemberantasan maupun pencegahan perilaku korupsi di Indonesia. Beberapa hal tersebut terlihat

6
dari peran aparat penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi seperti sosialisasi peraturan
anti korupsi kepada masyarakat, internalisasi program-program anti korupsi, hingga penyelesaian kasus tindak
pidana korupsi melalui pengadilan. Penyelesaian kasus korupsi melalui pengadilan memberikan efek ganda
berupa pencegahan korupsi, melalui sanksi yang diberikan kepada para koruptor sehingga menimbulkan efek
jera, serta sekaligus menghilangkan perilaku korupsi di Indonesia.

Meskipun sistem hukum memegang peranan yang sangat penting, penelitian Political and Economic Risk
Consultancy (PERC) dari tahun 1997-2002 menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia masih berada pada
level yang buruk. Penelitian yang dilakukan lembaga tersebut memberikan nilai 8,00 - 9,83 untuk sistem hukum
Indonesia (nilai 1 untuk yang terbaik dan 10 untuk yang terburuk). Buruknya sistem hukum di Indonesia
menyebabkan tumbuh suburnya perilaku korupsi, terutama terkait dengan hal-hal berikut ini:

a. Pengenaan sanksi terhadap koruptor rendah

Pengenaan sanksi terhadap koruptor melalui proses pengadilan di Indonesia pada dasarnya bertujuan
untuk memberikan efek jera bagi para koruptor serta edukasi kepada masyarakat. Efek jera akan berhasil
dirasakan jika sanksi yang diberikan merupakan sanksi yang berat. Dengan adanya hal tersebut maka seseorang
akan lebih takut untuk berbuat korupsi sebab hukuman yang berat telah menantinya. Begitu pula sebaliknya, jika
sanksi untuk para koruptor adalah sanksi yang ringan, maka orang tidak akan segan untuk berbuat korupsi
sebab “kenikmatan” hasil korupsi masih jauh lebih tinggi daripada sanksi yang harus dipikul karena perbuatan
korupsi tersebut.

7
Jika dilihat dari keputusan pengadilan tindak pidana korupsi, pengenaan sanksi terhadap koruptor di
Indonesia masih sangat rendah. Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa pada 2014 rata-rata
hanya 2 tahun 8 bulan. Rata-rata hukuman ini menurun jika dibandingkan dengan dengan tahun 2013 yaitu
sebanyak 2 tahun 11 bulan. Dari data tahun 2014 tersebut jumlah terdakwa yang mendapat vonis berat (di atas
10 tahun) hanya 5 orang dari 437 terdakwa yang divonis bersalah. Rendahnya vonis tersebut berpotensi menjadi
salah satu pemicu tumbuhnya perilaku korupsi di Indonesia.

b. Keterbatasan Kapabilitas aparat penegak hukum

Pemberantasan korupsi di Indonesia melibatkan beberapa institusi penegakan hukum di Indonesia seperti
KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan. Dari ketiga institusi tersebut sayangnya hanya KPK saja yang masih
mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Akan tetapi
ekspektasi masyarakat tersebut tidak diimbangi dengan sumber daya yang memadai di internal KPK. Hal ini
salah satunya terlihat dari masih sangat terbatasnya jumlah penyidik di KPK. Data KPK menunjukkan bahwa
pada tahun 2014 jumlah penyidiknya hanya
56 orang. Dengan total pegawai pemerintah sebanyak 5,2juta orang maka satu orang penyidik KPK bertugas
untuk mengawasi lebih dari 90 ribu pegawai. Hal tersebut sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan
Hongkong di mana Independent Commission Against Corruption (ICAC) Hong Kong memiliki jumlah
penyidik sebanyak 900 orang. Satu orang penyidik tersebut ditugaskan mengawasi 200 orang pegawai
pemerintah. Keterbatasan jumlah penyidik tersebut tentu menyebabkan penanganan kasus korupsi menjadi
tersendat dan pada akhirnya menimbulkan

8
celah dan kesempatan kepada para koruptor untuk terus menjalankan perilaku korupsi tersebut.

c. Buruknya perilaku aparat penegak hukum

Sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi, para aparat penegak hukum seharusnya berperilaku anti
korupsi. Jika mereka bertindak sebaliknya, misalnya mudah disuap atau bahkan melakukan tindak pidana
korupsi lainnya, maka masyarakat akan dengan mudahnya menganggap bahwa korupsi merupakan sesuatu yang
tidak terlarang dan pada akhirnya melakukan tindakan korupsi tersebut. Sayangnya di Indonesia aparat penegak
hukumnya tidak dapat dikatakan bersih. Hal ini terlihat dari pernyataan KPK yang menyebutkan bahwa tiga
lembaga terkorup di Indonesia adalah Kepolisian, DPR, dan Pengadilan. Dari tiga lembaga tersebut dua di
antaranya merupakan aparat penegak hukum (Kepolisian dan Pengadilan) sedangkan DPR merupakan lembaga
legislative yang salah satu tugasnya adalah menyusun peraturan perundang-undangan yang menjadi salah satu
pilar dalam sistem hukum di Indonesia. Jika lembaga-lembaga tersebut juga melakukan praktik korupsi,
menjadi sesuatu yang wajar jika korupsi masih merajalela di Indonesia.

Sistem Politik
Struktur dan sistem politik banyak dimaknai sebagai proses bagaimana kekuasaan didapatkan dan
dijalankan. Sistem politik bisa menjadi salah satu penyebab munculnya perilaku korupsi sebagaimana
penjelasan berikut ini:
a. Transisi politik tradisional menuju politik modern

Pada sistem kerajaan di zaman dahulu, raja diposisikan sebagai seorang pemimpin tertinggi yang berhak
untuk menikmati segala macam hasil bumi di wilayahnya. Oleh karena itu pada zaman dahulu muncul istilah
upeti yang wajib disetorkan

9
kepada raja. Dengan kekuasannya, raja berhak untuk sebagai penguasa akan merasa berhutang budi
menggunakan upeti tersebut untuk kepentingan kepada tim suksesnya. Perasaan hutang budi
pribadi dan keluarganya. Hal ini sebenarnya tersebut dapat menyebabkan toleransi atas tindakan
bertentangan dengan prinsip upeti itu sendiri yang korupsi tim suksesnya menjadi semakin meningkat,
pada dasarnya dimaksudkan untuk dikelola demi memberikan perlindungan atas kesalahan yang
kemaslahatan masyarakat. Namun karena kesalahan dilakukan tim suksesnya, atau bahkan menunjuk
tersebut dilakukan oleh seorang penguasa tertinggi mereka untuk menduduki jabatan strategis. Hal
maka tidak ada yang berani untuk menegur atau tersebut merupakan salah satu pemicu munculnya
menjatuhkan hukuman kepadanya. Kebiasaan korupsi.
tersebut terbawa hingga saat ini di mana sebagian
d. Monopoli kekuasaan
besar pimpinan lembaga pemerintahan masih
menganggap diri mereka sebagai seorang raja yang Beberapa daerah di Indonesia pemimpinnya
berhak untuk memanfaatkan setoran dari memiliki hubungan kekeluargaan atau lebih dikenal
masyarakatnya untuk kepentingan pribadinya. sebagai dinasti politik. Di negara demokrasi seperti
Indonesia yang pemilihan wakil rakyatnya melalui
b. Sistem Politik Patron Client
cara yang demokratis, namun kebanyakan yang
Sistem ini menganggap bahwa atasan menjabat di dalamnya seolah terpilih jika memiliki
(patron) dan bawahan (client) merupakan suatu hubungan dengan salah seorang penguasa, bukan
hubungan yang saling membutuhkan di mana atasan terpilih atas kehendak rakyat. Pada akhirnya
memberikan pekerjaan dan perlindungan sedangkan timbulah monopoli kekuasaan oleh sekelompok
bawahan memberikan penghormatan, dukungan keluarga atau perkumpulan orang dengan satu
politik, dan lain-lain. Sistem ini dapat memicu kepentingan kelompoknya, bukan kepentingan
tindakan korupsi sebab jika atasan melakukan masyarakat.
korupsi maka bawahan tidak berani untuk
Budaya Lembaga
melakukan kritik karena perasaan tidak enak atau
Corporate Culture adalah kebiasaan kerja
menjaga hubungan baik. Perasaan tersebut dapat
seluruh pegawai pada sebuah instansi atau
muncul terutama jika proses rekrutmen ataupun
organisasi yang dibentuk dan dibakukan serta
promosi jabatan tidak didasarkan pada
diterima sebagai standar perilaku kinerja. Inti dari
profesionalitas dan kinerja pegawai namun
corporate culture adalah nilai (value) yang menjadi
didasarkan pada kedekatan dengan atasan sehingga
landasan kerja. Nilai (value) tersebut biasanya
seorang bawahan merasa memiliki hutang budi
berasal atau dipengaruhi oleh ajaran agama maupun
kepada atasannya.
tradisi. Kedua ajaran tersebut selalu mengarahkan
c.Sistem Politik Akomodasi dan Politik Daging Sapi perilaku kepada kebaikan seperi kejujuran, tidak
Dalam sebuah kompetisi untuk saling menipu, bersikap professional, dan
memperebutkan kekuasaan sering kali para sebagainya. Sebuah lembaga yang menjunjung nilai
kandidatnya menggunakan bantuan dari tim sukses (value) tersebut dengan baik akan mampu
agar dapat memenangkan kompetisi tersebut. mengarahkan perilaku pegawainya agar terhindar
Penggunaan tim sukses ini dapat memicu terjadinya dari perilaku yang buruk seperti korupsi.
korupsi sebab kandidat yang menang dan terpilih Lingkungan dengan budaya lembaga yang baik akan

10
menuntun setiap orang di dalamnya untuk ikut memberi tidak membenarkan pemberian yang
berperilaku baik sebab perilaku jelek tidak akan bersifat mewah dan mengandung maksud dan/ atau
pernah mendapat tempat di lingkungan tersebut. tujuan tertentu dibaliknya. Tradisi memberi yang
Sebaliknya, jika budaya lembaga adalah budaya dibenarkan oleh budaya adalah memberi yang ikhlas
yang buruk, misalnya terbiasa untuk saling tanpa mengharap imbalan berupa apapun. Namun
menyuap, serakah, atau membiasakan diri korupsi, jika tidak disikapi dengan bijak tradisi ini bisa
maka pegawai di lembaga tersebut juga akan menimbulkan dampak buruk misalnya berupa
cenderung terpengaruh sehingga bukan tidak benturan kepentingan antara si pemberi dan si
mungkin ikut terjerumus ke dalam perilaku korupsi. penerima atau bahkan mengarah kepada wujud
Struktur dan Sistem Sosial gratifikasi dan bribery.

Struktur dan sistem sosial yang berkembang c. Tradisi kekeluargaan


di masyarakat dan memberi peluang terjadinya Senada dengan dua tradisi sebelumnya di atas,
korupsi jika tidak disikapi dengan bijak. Beberapa tradisi kekeluargaan sebenarnya merupakan sebuah
contoh bentuk struktur dan sistem sosial yang tradisi yang baik. Sesuai dengan tradisi ini maka
memberi peluang terjadinya korupsi adalah sebagai setiap kesenangan atau kesusahan harus dibagi
berikut: dengan anggota keluarga yang lain. Tradisi ini
a. Nrimo dan Ewuh Pakewuh kemudian diselewengkan menjadi praktek
nepotisme dengan mengangkat keluarganya untuk
Kebiasaan yang berasal dari Jawa ini mengajarkan
menduduki posisi atau jabatan strategis walaupun
agar manusia menerima keadaan dengan ikhlas
tidak memiliki kapabilitas yang baik. Praktek
(nrimo) dan tidak banyak mengkritisi perbuatan
nepotisme bisa menyebabkan tumbuh suburnya
orang lain karena hal tersebut akan menimbulkan
perilaku korupsi sebab kurangnya mekanisme
hubungan yang kurang baik dengan orang lain. Inti
control internal dan check and balance karena
dari hal tersebut sebenarnya baik namun jika tidak
adanya latar belakang balas budi di antara para
disikapi dengan baik maka akan menimbulkan
pejabat yang berasal dari satu keluarga tersebut.
dampak buruk, termasuk menyebabkan munculnya
korupsi. Sebagai contoh, kita tidak berani Sistem Pendidikan
menanyakan kepada seorang kepala desa yang
Sistem pendidikan juga bisa menjadi
memiliki kekayaan yang luar biasa yang di luar
penyebab munculnya perilaku korupsi. Salah satu
batas kewajaran darimana beliau mendapatkan
contohnya adalah dari dijadikannya nilai sebagai
kekayaan tersebut karena khawatir akan
indicator utama keberhasilan siswa. Hal tersebut
menyinggung perasaan beliau dan akhirnya
menjadikan siswa menghalalkan segala cara,
menimbulkan hubungan yang tidak baik nantinya.
termasuk berbuat curang, demi memperoleh nilai
b. Tradisi memberi yang baik. Kebiasaan tersebut secara tidak langsung
membuat siswa menganggap bahwa hasil akhir
Tradisi memberi sebenarnya ditujukan kepada
merupakan sesuatu yang menjadi ukuran mutlak
teman, saudara, atau pihak-pihak yang
dari sebuah kegiatan. Jika tidak disikapi dengan
membutuhkan tanpa adanya motif-motif tertentu dan
bijak maka hal tersebut akan membawa dampak
dalam jumlah dan bentuk yang wajar. Tradisi

11
buruk termasuk memicu korupsi misalnya dengan yang didorong oleh sifat serakah dari pelaknya). Oleh
memberikan suap demi melancarkan niatannya. karena itu, meskipun persoalan kemiskinan sering
Perilaku pendidik yang buruk juga bisa menjadi alasan, tetapi faktor tersebut sudah tercampur
menjadi salah satu pemicu munculnya korupsi. dengan faktor sistem dan keserakahan.
Dalam istilah jawa dikenal dengan istilah bahwa 2. Faktor Internal
guru merupakan singkatan dari digugu (dipercaya)
Faktor internal, merupakan faktor dari dalam
dan ditiru (diikuti). Guru yang melakukan praktik
diri si pelaku terkait dengan persepsi terhadap korupsi
korupsi maka murid-muridnya kemungkinan akan
dan moralitas, maupun integritas moral individu yang
mengikuti perilaku tersebut. Selain itu, kurikulum
bersangkutan.
pendidikan di Indonesia yang kurang menaruh
Persepsi terhadap Korupsi
perhatian pada nilai-nilai dan pembentukan karakter
Pemahaman seseorang mengenai korupsi tentu
yang baik juga menjadi salah satu pemicu
berbeda-beda. Menurut Pope (2003), salah satu
munculnya korupsi.
penyebab masih bertahannya sikap primitif terhadap
Sistem Ekonomi korupsi karena belum jelas mengenai batasan bagi
Persoalan kemiskinan dan gaji yang tidak istilah korupsi, sehingga terjadi ambiguitas dalam
memadai menjadi faktor klasik pemicu korupsi. melihat korupsi.
Keadaan ekonomi yang kekurangan sering kali Korupsi adalah suatu tindak pidana yang
dijadikan alasan yang melatarbelakangi tindakan merugikan banyak pihak. Penyebab adanya tindakan
korupsi seseorang. Akan tetapi korupsi tidak korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam.
selamanya muncul karena motif keterbatasan Meskipun demikian, ada anggapan yang
ekonomi. Aditjondro membagi korupsi dalam tiga mengatakan bahwa korupsi bersifat fungsional,
lapis, yaitu: kerena dapat meningkatkan derajat ekonomi
a. Korupsi yang langsung berkaitan antara warga seseorang. Misalnya karena gaji PNS yang kecil,
(citizen) dan birokrasi dengan bentuk seperti maka korupsi pun disinyalir dapat memenuhi /
suap membantu kebutuhan-kebutuhan dasar kehidupan
b. Nepotisme, kronisme dan kelas baru yang PNS dan keluarganya. Tetapi pendapat yang melihat
mendapatkan kemudahan untuk usaha mereka korupsi bersifat fungsional semakin tidak relevan.
c. Jejaring korupsi cabal yang meliputi birokrat, Jeremy Pope menyatakan bahwa rakyat suatu negara
politisi, aparat hukum dan aparat keamanan mungkin mau membayar uang administrasi untuk
negara, perusahaan negara dan swasta tertentu, mendapat surat izin, lisensi, dan sebagainya yang
serta lembaga hukum, pendidikan, dan penelitian jumlahnya tidak besar. Akan tetapi hal itu bukan
yang memberikan kesan objectif dan ilmiah berarti bahwa mereka menyetujuinya. Meskipun
terhadap apa yang menjadi kebijakan jejaring uang administrasi merupakan cara yang paling
tersebut. praktis untuk dapat memperoleh apa yang
Jenis korupsi yang pertama dan kedua dapat dibutuhkan, tetapi anggapan ini lama kelamaan
dikelompokkan pada corruption by need (korupsi menjadi tidak benar, karena jumlah yang diminta
karena kebutuhan). Sedangkan jenis ketiga semakin besar.
dikelompokkan kepada corruption by greed (korupsi

12
Di samping persepsi korupsi fungsional Ketika berbicara tentang moralitas pasti akan
tersebut, tindakan korupsi seringkali disebabkan dihubungkan dengan ajaran agama. Di dunia ini, bisa
karena minimnya pengetahuan pada pelaku korupsi. dipastikan seluruh ajaran agama mengajarkan manusia
Misalnya dalam pembuatan SIM, seringkali kita pada kebaikan, kejujuran dan larangan untuk mencuri
mempunyai mindset untuk membayar sejumlah uang termasuk korupsi. Bahkan agama juga mengancam
agar bisa melewati prosedur / beberapa tes dan tindakan yang tidak baik dengan suatu hukuman di
ujian. Tambahan biaya yang sering kali disebut akhirat nanti. Apabila nilai-nilai agama telah tertanam
dengan “biaya administrasi” ini dianggap cara yang pada diri manusia semenjak masih kecil dan terus
paling praktis dalam memperoleh sesuatu yang terpelihara hingga dewasa, maka hal ini dapat
sedang diurusnya dalam Kantor Pemerintahan. mencegahnya dari perbuatan korupsi.
Parahnya anggapan ini seringkali dianggap bukan Persoalan integritas individu juga sangat penting
bagian dari tindakan korupsi. sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof. Taverne,
Anggapan masyarakat tentang korupsi “Berikan aku hakim dan jaksa yang baik, maka
merupakan hal “lumrah” sangat memperburuk dengan undang-undang yang buruk pun aku bisa
kondisi perkorupsian di Indonesia. Bila kita lihat membuat putusan yang bagus.” Artinya, semua
dari kegiatan keseharian masyarakat Indonesia, keputusan itu ada pada diri masing-masing. Ketika
sangat sering kita temui praktik-praktik korupsi seseorang yang menduduki jabatan adalah orang yang
yang terjadi di masyarakat. Sebagaimana contoh memiliki integritas, maka ia akan mengubah keadaan
yang telah disampaikan sebelumnya, dalam yang buruk menjadi baik, namun sebaliknya, jika
pengurusan SIM, berkas perizinan atau lisensi yang yang menduduki jabatan itu adalah orang yang tidak
diurus di Kantor Pemerintahan itu dianggap oleh memiliki integritas, maka ia akan menjadikan keadaan
masyarakat Indonesia dengan hal yang wajar dan yang sudah baik menjadi buruk.
lumrah, dengan dalih biaya administrasi. Anggapan Seseorang yang mempunyai integritas pasti
“lumrah” inilah yang akan terus mengembangkan tidak mudah untuk melakukan tindakan korupsi.
dan membudayakan praktik korupsi di masyarakat. Korupsi itu muncul karena adanya kemauan dan
Selain itu minimnya pemahaman masyarakat kesempatan. Dan ketika seseorang yang mempunyai
mengenai korupsi inilah yang menjadikan integritas dihadapkan pada pilihan ini maka sesulit
masyarakat secara tidak sadar melakukan praktik- apapun keadaan, bagaimanapun kondisinya,
praktik korupsi. seberapa besar kesempatan dan peluang yang ada, ia
Tradisi pemberian biasanya dilakukan secara tetap tidak akan tergoda untuk melakukan korupsi.
sukarela kepada teman, saudara atau pihak-pihak yang Adanya sifat serakah dalam diri manusia dan
membutuhkan tanpa motif-motif tertentu. Jika himpitan ekonomi serta self esteem yang rendah
pemberian sudah menyalahi prinsip-prinsip tersebut, juga dapat membuat seseorang melakukan korupsi.
maka besar kemungkinan pemberian tersebut Pada mulanya, banyak argumen yang mengatakan
termasuk suap dan uang pelicin. Inilah yang kemudian bahwa korupsi adalah persoalan kemiskinan,
disebut dengan korupsi. rendahnya gaji pegawai. Akan tetapi, koruptor lebih
banyak yang sudah memiliki gaji yang tinggi. Jika
2.2. Moralitas dan integritas individu penyebabnya hanya kebutuhan mungkin pelaku
akan berhenti ketika kebutuhannya terpebuhi.

13
Namun penghasilan yang cukup saja masih dirasa melakukan setiap aktivitasnya secara sukarela atau
kurang. Inilah sifat keserakahan dan ketamakan bebas dari paksaan. Meskipun ada peluang dan
manusia yang ingin terus memperkaya diri. kesempatan untuk melakukan korupsi, keputusan
Debat tentang penyebab korupsi biasanya tetap ada pada tangan manusia itu sendiri, apakah
berputar-putar di antara faktor individu dan faktor akan dimanfaatkan untuk kecurangan atau tetap
sistem. Persoalan antara peran dan pengaruh memegang integritas untuk tidak berbuat curang.
individu dengan sistem dan struktur di masyarakat Kita juga sering mendengar istilah the man behind
merupakan persoalan klasik dalam ilmu sosiologi. the gun. Artinya suatu tindakan semua tergantung
Apakah sistem dan struktur yang menentukan pada siapa yang memegang jabatan.
individu atau sebaliknya individu yang menentukan Meskipun demikian, selama ini kita masih
sistem dan struktur. sering melihat kasus-kasus korupsi masih banyak
William Perdue memberikan gambaran tiga terjadi di Indonesia. Padahal Indonesia adalah
paradigm (cara pandang) dalam melihat interaksi negara yang demokratis. Dengan menerapkan sistem
antara individu dengan sistem, struktur dan ketatanegaraannya yang demokratis diharapkan bisa
lingkungan. Pertama, order paradigm menganggap memperkuat kontrol sosial terhadap pemerintah
manusia sebagai makhluk yang mementingkan diri sehingga ada tanggung jawab atau akuntabilitas
sendiri, memiliki nafsu yang cenderung untuk pemerintah terhadap masyarakat. Pers sudah bebas,
merugikan orang lain. Oleh karena itu, diperlukan masyarakat juga sudah memilih presiden dan
aturan-aturan yang mengikat agar tercipta wakilnya serta pejabat-pejabat lain secara langsung,
keteraturan (order). Kedua paradigma pluralist atau namun dalam kondisi seperti ini masih banyak
conventionalist melihat tindakan individu sebagai didapati pejabat-pejabat yang melakukan korupsi.
intentional dan voluntary. Artinya, individu adalah Dan disini terdapat dua kemungkinan jawaban.
makhluk yang bebas, bisa menentukan pilihan Pertama, rendahnya integritas moral individu
secara rasional menggunakan akalnya, dan pejabat negara yang terpilih, kedua, belum
melakukan setiap aktivitasnya secara sukarela / sempurnanya sistem demokrasi kita.
bebas dari paksaan. Ketiga paradigma konflik yang Dalam buku pendidikan anti korupsi untuk
lebih berkaitan dengan persoalan kelas. Bahwa perguruan tinggi dirinci poin-poin faktor pendorong
manusia secara individual memang tidak bebas korupsi dari dalam diri, sebagai berikut:
untuk memilih dia berada pada kelas yang mana dan a. Aspek Perilaku Individu
memiliki alat produksi (mode of production).
 Sifat tamak/rakus manusia.
Namun demikian, manusia memiliki potensi untuk
Korupsi yang dilakukan bukan karena
mengubahnya dengan modal pengalaman, akal, dan
kebutuhan primer, yaitu kebutuhan pangan. Korupsi
pendidikan.
adalah kejahatan orang profesional yang rakus.
Jadi ketika ada seorang pejabat negara atau
Sudah berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai
siapapun yang memiliki kesempatan untuk korupsi
hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur
akan terlibat dalam perbuatan korup atau tidak, akan
penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang
tergantung pada kemampuannya untuk
dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
menempatkan diri sebagai makhluk bebas. Manusia
Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib
bebas menentukan pilihannya secara rasional, dan
hukumnya.

14
 Moral yang kurang kuat yang tak pernah merasa cukup, dan
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah d) Exposure (pengungkapan) terkait dengan
tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa hukuman yang dijatuhkan kepada para
berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, pelaku
atau pihak yang lain yang memberi kesempatan Opportunities (kesempatan) menjadi
untuk itu. penyebab korupsi di mana struktur dan sistem

 Gaya hidup yang konsumtif. memberi peluang untuk melakukan korupsi, yang
bisa diperluas keadaan organisasi atau masyarakat
Kehidupan di kota-kota besar sering
yang sedemikian rupa sehingga terbuka
mendorong gaya hidup seseorang menjadi
kesempatan bagi seseorang untuk melakukan
konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi
kecurangan. Struktur dan sistem ini terkait salah
dengan pendapatan yang memadai akan membuka
satunya dengan praktik-praktik penyelenggaraan
peluang seseorang untuk melakukan berbagai
negara di mana struktur dan sistem
tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu
penyelenggaraan negara tersebut masih
kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
memungkinkan adanya peluang untuk melakukan
b. Aspek Sosial
korupsi.
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan Menurut Tanzi (1998), terdapat beberapa
keluarga. Kaum behavioris mengatakan bahwa faktor yang dapat menyebabkan korupsi, terutama
lingkungan keluargalah yang secara kuat dalam struktur dan sistem penyelenggaraan negara.
memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan Faktor ini terbagi menjadi dua, yaitu faktor
mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah langsung dan tidak langsung. Faktor-faktor
menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini langsung antara lain (1) regulasi dan otorisasi; (2)
malah memberikan dorongan dan bukan karakteristik dari sistem perpajakan; dan (3)
memberikan hukuman pada orang ketika ia keputusan terkait pengeluaran publik.
menyalahgunakan kekuasaannya. Pada beberapa negara berkembang, negara
mengatur perizinan, lisensi, dan otorisasi terhadap
3. Struktur dan Sistem yang Memberikan Peluang
suatu hal yang harus diperoleh sebelum melakukan
Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa
atau melanjutkan hal-hal lainnya, contohnya
korupsi dapat disebabkan oleh faktor internal
membuka sebuah toko, peminjaman uang,
(berkaitan dengan individu) dan faktor eksternal
investasi, mengemudi, membangun rumah, dan
(di luar individu), selain itu menurut Jack Bologne
lain sebagainya. Dengan adanya regulasi ini,
yang mengemukakan teori GONE (Bologne: 2006)
pemerintah memberikan kekuatan monopoli
bahwa faktor yang menyebabkan korupsi meliputi :
kepada pejabat tertentu dalam memberikan
a) Greeds (keserakahan), terkait dengan
otorisasi terhadap suatu aktivitas. Hal ini
keserakahan dan kerasukan para pelaku
memungkinkan pejabat untuk menolak atau
korupsi
menunda pemberian otorisasi dan menggunakan
b) Opportunities (Kesempatan), terkait dengan
kewenangannya untuk membuka celah penyuapan
adanya peluang unutk melakukan korupsi
kepada siapa yang membutuhkan izin atau
c) Needs (Kebutuhan), terkait sikap mental
otorisasi. Survei pada beberapa negara berkembang

15
menyatakan bahwa perusahaan membutuhkan publik ditujukan untuk memberikan kesempatan
waktu yang lama pada saat berurusan dengan kepada beberapa individu atau kelompok politik
birokrasi pemerintah. Waktu tersebut dapat untuk mendapatkan “komisi” dari pihak yang
dipersingkat dengan melakukan penyuapan. terpilih melaksanakan proyek. Hal ini tentunya
Sistem perpajakan yang kurang baik juga mengurangi produktivitas dari pengeluaran tersebut
dapat memberikan peluang terjadinya korupsi. Hal dan menghasilkan proyek-proyek yang tidak sesuai
ini dapat terjadi ketika: dengan kriteria pemilihan investasi seperti cost-
(1) peraturan perpajakan sulit dimengerti dan benefit analysis karena pengeluaran publik tersebut
dapat diinterpretasikan secara berbeda telah diatur sedemikian rupa untuk dikorupsi.
sehingga wajib pajak membutuhkan asistensi Korupsi juga banyak terjadi dalam pengadaan
dalam mematuhinya; barang dan jasa, yaitu memungkinkan bagi oknum
(2) pembayaran pajak memerlukan kontak secara pemerintah melakukan markup harga barang atau
teratur antara wajib pajak dan petugas pajak; jasa tertentu. Dalam area ini, kurangnya transparansi
(3) gaji petugas pajak rendah; dan pengendalian terhadap institusi yang efektif
(4) kegiatan korupsi di pihak petugas pajak merupakan faktor utama yang menyebabkan korupsi.
diabaikan, tidak mudah dideteksi, atau ketika Selain itu, terdapat faktor tidak langsung yang
terdeteksi hanya dihukum secara ringan; dapat menyebabkan korupsi antara lain (1) tradisi
(5) prosedur administratif tidak transparan dan dan kualitas birokrasi; (2) tingkat gaji pegawai
tidak dapat diawasi dalam administrasi sektor publik; (3) pengendalian institusional; dan (4)
perpajakan; transparansi peraturan, hukum, dan proses.
(6) petugas pajak memiliki wewenang dan Kualitas birokrasi berbeda pada tiap negara.
keputusan-keputusan penting, seperti Pada beberapa negara, bekerja pada sektor publik
pemberian insentif pajak, keputusan tentang menjadi sebuah kebanggaan dan meningkatkan
kewajiban pajak, seleksi audit, dan sebagainya; status sosial, sementara pada bebera. pa tidak begitu.
dan Max Weber (1947) menyatakan bahwa tradisi dan
(7) kendali pemerintah (prinsipal) yang rendah efeknya pada kebanggaan yang dimiliki seorang
terhadap agen yang memiliki fungsi perpajakan yang bekerja dalam pemerintahan dapat menjelaskan
ini. bahwa, ceteris paribus, beberapa birokrasi lebih
Laporan dari beberapa negara mengindikasikan efisien dan lebih sedikit rentan terhadap korupsi
bahwa tidak biasanya pelamar pekerjaan dalam dibanding yang lain.
administrasi pajak dan bea cukai yang bergaji rendah Tingkat penghasilan yang dibayarkan kepada
berjumlah besar hal ini mengacu pada kemungkinan pegawai sektor publik juga dapat menjadi faktor
pelamar pekerjaan mengetahui bahwa pekerjaan ini penyebab korupsi. Sebagai contoh, Assar Lindbeck
memberikan peluang atau kesempatan untuk (1998) mengungkapkan bahwa tingkat korupsi yang
memperoleh pendapatan tambahan. rendah di Swedia pada saat itu sebagian besar
Korupsi juga dapat disebabkan dengan adanya didapatkan dari kenyataan bahwa para pejabat
pengeluaran publik. Proyek-proyek publik negara mempunyai penghasilan 12-15 kali lebih
merupakan aktivitas yang memiliki kemungkinan tinggi daripada penghasilan pekerja industri pada
tinggi untuk korupsi. Selama ini, proyek-proyek umumnya. Hubungan antara tingkat penghasilan

16
dengan indeks korupsi telah dibuktikan secara peningkatan mutu SMP menunjukkan adanya 2
empiris bahwa semakin tinggi tingkat penghasilan, kasus 6 IHPS I Tahun 2013 Badan Pemeriksa
tingkat korupsi semakin rendah. Keuangan Buku I IHPS kerugian negara/daerah
Pengendalian dan pengawasan yang paling senilai Rp1.351,17 juta yaitu kasus belanja
efektif pada umumnya adalah dari intern institusi. perjalanan dinas fiktif senilai Rp1.092,11 juta dan
Hal ini merupakan lini pertahanan pertama. biaya perjalanan dinas ganda dan/atau melebihi
Supervisor yang jujur dan efektif, kantor audit yang standar yang ditetapkan senilai Rp259,06 juta. Hal
baik, dan aturan etika perilaku yang jelas seharusnya tersebut antara lain terjadi karena verifikasi,
mampu mengurangi atau mendeteksi aktivitas pengawasan, dan pengendalian kegiatan perjalanan
kecurangan. Prosedur yang baik dan transparan dinas tidak optimal. Direktorat Pembinaan SMP
dapat membuat kegiatan pengendalian menjadi lebih telah melakukan penyetoran ke kas negara senilai
mudah. Ketiadaan pengendalian ini dapat Rp761,93 juta yaitu atas pemahalan harga tiket
memberikan peluang bagi individu untuk melakukan senilai Rp230,78 juta dan tiket tidak sesuai dengan
tindakan menyimpang. Pada beberapa negara, manifes senilai Rp531,15 juta.
pengendalian intern tidak dilakukan, sehingga
korupsi lebih banyak ditemukan secara tidak sengaja b) Pengajuan SPM Palsu pada Satker SNVT
atau dari laporan orang luar, seperti media. Kementerian Pekerjaan Umum.
Terakhir, kurangnya transparansi dalam
peraturan, hukum dan proses akan menciptakan Kasus ini bermula dari penerbitan Surat Perintah

lahan untuk korupsi. Peraturan seringkali Membayar (SPM) bernomor 00155/440372/XI/2008

membingungkan, dokumen penjelasnya tidak tanggal 19 November 2008 yang ditandatangani salah

tersedia secara umum, dan dalam waktu tertentu seorang pejabat pada Satker (SNVT) lingkup Ditjen

peraturan diubah tanpa diumumkan dengan baik. Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum yang

Hukum dan regulasi ditulis dengan gaya bahasa yang berinisial SUP senilai Rp9,95 miliar atas nama PT.

hanya ahli hukum dapat memahaminya dan Surya Cipta Cemerlang (SCC). Dalam hal ini pihak

seringkali secara konsep kurang jelas sehingga ketiga adalah PT SSC selaku rekanan PU. Diketahui

terdapat berbagai macam interpretasi. Prosedur sebelum berangkat menunaikan ibadah haji SUP

kebijakan juga masih kurang jelas, sehingga sulit menandatangani 60 blangko SPM kosong.

untuk memahami proses yang harus dilakukan c) Kasus Korupsi di Unair


sebelum mencapai keputusan. Hal ini memberikan
kesempatan bagi pihak tertentu untuk mengambil Kasus mark up senilai 5,8 M terjadi karena dasar

keuntungan yang dapat menyebabkan kerugian bagi perhitungan harga perkiraan sendiri tidak jelas,

negara. spesifikasi mengarah kepada merk tertentu, dan proses


pembentukan harga ditentukan oleh sole agent
4. Contoh Kasus Korupsi dan Penyebabnya
tertentu, sehingga rekanan terindikasi memperoleh
a) Korupsi Perjalanan Dinas pada Kementerian keuntungan tidak wajar.
Pendidikan dan Kebudayaan.
4. KESIMPULAN
Pertanggungjawaban perjalanan dinas kegiatan
Berbagai macam langkah-langkah
workshop pada program perluasan akses dan
pemberantasan korupsi telah diagendakan pemerintah

17
setiap periodenya. Langkah-langkah tersebut http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACT874.pdf ]
diwujudkan dalam bentuk regulasi anti korupsi [diakses pada 29/03/2014]
maupun pembentukan komisi khusus pemberantasan [4] Badan Pemeriksa Keuangan. Intisari Hasil
korupsi (KPK). Namun, tidak kalah penting dalam Pemeriksaan Semester I tahun 2013, Jakarta,
pemberantasan korupsi adalah dengan mendeteksi 2004.
apa saja hal-hal potensial yang dapat menyebabkan [5] Dani Prabowo. Idealnya KPK perlu 26.000
seseorang melakukan korupsi. Penyebab-penyebab Penyidik untuk Awasi PNS, kompas.com. 29
tersebut dikategorikan menjadi dua jenis yaitu faktor Oktober 2014 .[Tersedia:
internal dan faktor eksternal. http://nasional.kompas.com/read/2013/08/29/14105
Faktor internal berarti penyebab korupsi 10/Idealnya.KPK.Perlu.26.000.Penyidik.untuk.Aw
datang dari dalam diri si pelaku dan ini terkait asi.PNS] [Diakses pada 29/03/2015]
dengan baik persepsi terhadap korupsi dan [6] Deloitte & Touche LLP dan Dr. Patchin Curtis &
moralitas maupun integritas moral individu yang Mark Carey. Risk Management in
bersangkutan. Faktor eksternal meliputi faktor di Practise,coso.org. Oktober 2012. [Tersedia:
luar diri pelaku yang memberi peluang bagi https://www2.deloitte.com/content/dam/Deloitte/gl
munculnya perilaku korupsi dan sistem dan obal/Documents/Governance-Risk-
struktur hukum, politik, corporate culture, sistem Compliance/dttl-grc-riskassessmentinpractice.pdf]
dan struktur sosial, dan sistem pendidikan. [Diakses pada 30/03/2015]
Dengan mengetahui sebab-sebab dari korupsi [7] Gjalt
kemudian dapat diputuskan instumen yang tepat De Graaf. Causes of Corruption: Towards a
untuk melawan korupsi. Penguatan sistem dan Conceptual Theory of Corruption. 2007.[Tersedia:
struktur hukum, peningkatan pengawasan yang unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/u
akuntabel, struktur sosial yang dibenahi, mentalitas n-dpadm/unpan049603.pdf] [diakses pada
yang diperbaiki, kestabilan ekonomi, dan berbagai 29/03/2015]
opsi solusional lain dapat dilahirkan apabila [8] Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi,
diketahui sebab dari korupsi, tidak hanya secara Penerbit TI, Jakarta, 2006
mikro namun juga dalam skala yang lebih besar. [9] Komisi Pemberantasan Korupsi. Siaran Pers:
KPK Umumkan Survei Integritas Sektor Publik
5. DAFTAR REFERENSI 2013, kpk.go.id, 16 Desember 2013. [Tersedia
[1] Azyumardi Azra, dkk, Pendidikan Antikorupsi http://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/1574-
di Perguruan Tinggi, Center for the Study of kpk-umumkan-survei-integritas-sektor-publik-
Religion and Culture (CSRC), Jakarta, 2011. 2013] [Diakses pada 29/03/2015]
[2] Association of Certified Fraud Examiners. The [10] Nur Syam. Indonesia di Tengah Problem

Fraud Triangle. Keterpurukan: Memotong Tradisi Korupsi.


[Tersedia:http://www.acfe.com/fraud- Tanpa tahun. [Tersedia:
triangle.aspx] [diakses pada 29/03/2015] http://eprints.uinsby.ac.id/] [diakses pada
[3] David Chapman. Corruption and the Education 29/03/2015]
Sector, USAID Management Systems [11] Robert Klitgaard. International Cooperation
International, Washington D.C., 2002. [Tersedia Against Corruption, Finance & Development,

18
1998.[Tersedia:https://www.imf.org/external/pubs
/ft/fandd/1998/03/pdf/klitgaar.pdf] [Diakses pada

19
29/03/2015]
[12] Tanpa Nama. Koruptor Masih Dihukum Ringan
Vonis Ringan tak Berpihak pada Pemberantasan
Korupsi, republika.com. 17 Maret 2015.
[Tersedia:http://www.republika.co.id/berita/koran
/hukum-koran/15/03/17/nlcfj0-koruptor-masih-
dihukum-ringan-vonis-ringan-tak-berpihak-pada-
pemberantasan-korupsi] [diakses pada :
29/03/2015]
[13] Tri Susanto Setiawan.Indonesia Terkorup di Asia
Tenggara, ICW: Tak Aneh, tempo.co, 16
Oktober 2014. [Tersedia:
http://www.tempo.co/read/news/2014/10/16/07
8614728/Indonesia-Terkorup-di-Asia-
Tenggara-ICW-Tak-Aneh][Diakses
29/03/2015]
[14] Yogi Gustaman. Tiga Lembaga Paling Korup
Menurut KPK,tribunnews.com, 16 September
2013.[Tersedia:
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/09/1
6/ini-tiga-lembaga-paling-korup-menurut-kpk

20

Anda mungkin juga menyukai