Vol. 13, No. 2 , Oktober 2018 Ini adalah artikel Open Access yang didistribusikan
berdasarkan ketentuan the Creative Commons http://dx.doi.org/10.20473/jn.v13i2.6531 Attribution
4.0 International License
Penelitian Asli
Religiusitas dan Efikasi Diri dalam Pencegahan Perilaku Berisiko HIV di Kalangan
Muslim
Mahasiswa
Angga Wilandika
Perkenalan: Tingginya prevalensi infeksi HIV di kalangan kelompok usia 18 Diterima: Nov 09, 2017
– 25 tahun, baik secara global maupun nasional, menunjukkan siswa rentan Diterima: Sept 17, 2018
terhadap infeksi HIV/AIDS. Pencegahan perilaku risiko HIV dapat digunakan KATA KUNCI
sebagai pendekatan religiusitas untuk memperkuat efikasi diri pada Pelajar; Perilaku berisiko
pencegahan perilaku berisiko HIV. Namun, ada penelitian terbatas tentang HIV; Muslim; Pencegahan; reli
hubungan antara religiusitas dan efikasi diri pada pencegahan perilaku giusitas; efikasi diri
berisiko HIV di kalangan siswa, terutama siswa Muslim. Tujuan dari KONTAK
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi korelasi antara religiusitas
Angga Wilandika
dengan efikasi diri dalam pencegahan perilaku berisiko HIV.
wiland.angga@gmail.com
Metode: Penelitian ini menggunakan studi korelasi. Ukuran sampel terdiri Institut Ilmu Kesehatan
dari 404 mahasiswa Muslim dengan stratified random sampling 'Aisyiyah Bandung, Indonesia
proporsional. Religiusitas siswa diukur dengan kuesioner Kesalehan Muslim
dan selfefficacy diukur dengan Efikasi Diri dalam kuesioner Pencegahan
Perilaku Risiko HIV. Analisis deskriptif menggunakan distribusi mean, standar
deviasi, persentase dan frekuensi. Sedangkan analisis inferensial
menggunakan Korelasi Pearson.
Hasil: Hasil penelitian ditemukan bahwa sebagian besar siswa memiliki
tingkat religiusitas yang tinggi dan efikasi diri yang kuat dalam pencegahan
perilaku berisiko tinggi. Analisis lebih lanjut mengungkapkan korelasi yang
signifikan (p < 0,005) dan kuat (r = 0,6780) antara religiusitas dan efikasi diri
dalam pencegahan perilaku berisiko HIV. Tingkat religiusitas yang lebih tinggi
diikuti oleh tingkat selfefficacy yang lebih tinggi pada pencegahan perilaku
berisiko HIV di kalangan siswa.
Kesimpulan: temuan dapat digunakan oleh para profesional akademis dan
kesehatan, untuk menerapkan program berbasis religiusitas untuk
memperkuat efikasi diri dari perilaku berisiko HIV. Penelitian lebih lanjut
dapat menjadi fokus pada intervensi keperawatan berdasarkan keyakinan
agama untuk memperkuat efikasi diri dalam pencegahan infeksi HIV/AIDS.
Kutip ini sebagai: Wilandika, A. (2018). Religiusitas dan Efikasi Diri dalam Pencegahan Perilaku Berisiko HIV di Kalangan
Muslim
Mahasiswa. Jurnal Ners, 13 (2), 138-143. doi:http://dx.doi.org/10.20473/jn.v13saya2.6531
PERKENALAN tahun adalah 15,9% (Kementerian Kesehatan RI,
Secara global, prevalensi infeksi HIV pada orang 2015) atau munculnya kasus baru sebanyak 1.150
muda meningkat (CDC, 2010). Peningkatan kasus (0,9%) dari tahun lalu (Kementerian
kejadian kasus HIV baru di kalangan anak muda Kesehatan RI, 2014).
antara usia 15-24 tahun dalam satu tahun adalah Meskipun laporan tersebut tidak menunjukkan
30% (5.000 orang) (UNAIDS, 2014). prevalensi kejadian HIV/AIDS terutama di
Sementara itu, di Indonesia, menurut Komisi kalangan mahasiswa, Hightow et al. (2005)
Penanggulangan AIDS Nasional (2015), jumlah mengungkapkan bahwa tren peningkatan infeksi
kasus HIV dan AIDS meningkat dari tahun ke HIV pada usia 18-24 tahun terjadi pada
tahun. Jumlah infeksi baru pada 2015 dari Januari mahasiswa. Tingginya angka kasus HIV di kalangan
hingga Maret 2015 adalah 7212 kasus. Prevalensi mahasiswa memiliki korelasi dengan aktivitas
infeksi HIV antara usia 20-24 tahun mereka yang rentan terhadap infeksi HIV. Sebuah
studi tentang perilaku berisiko HIV
138 | pISSN: 1858-3598 eISSN: 2502-5791 mendokumentasikan tingkat tinggi pada
mahasiswa (Chan,
Passetti, Garner, Lloyd, & Dennis, 2011; de Carvalho dkk., 2006; Khan dkk., 2013).
Mahasiswa rentan untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan, minum alkohol, bertukar
pasangan seksual, dan seks anal atau oral (Johnston, O'Malley, Bachman, &
Schulenberg, 2012). Selain itu, paparan mahasiswa terhadap pornografi seperti menonton video porno
dan membaca majalah dewasa meningkatkan insiden perilaku berisiko HIV (Njue, Voeten, & Remes,
2011).
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2007 dan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012 melaporkan bahwa anak muda berusia 18-24 tahun rentan terhadap perilaku
berisiko seperti hubungan seksual sebelum menikah, merokok, minum alkohol, dan penyalahgunaan
narkoba (BKKBN, 2012). Mirip dengan Rahmati et al. (2009) yang melaporkan seorang anak muda di
negara-negara dengan populasi mayoritas Muslim memiliki kerentanan terhadap perilaku berisiko tinggi
seperti penyalahgunaan narkoba, minum alkohol, dan aktivitas seksual berisiko tinggi.
Berdasarkan temuan tersebut, terlihat bahwa mahasiswa cenderung banyak terlibat dalam perilaku
berisiko yang menyebabkan infeksi HIV. Oleh karena itu, pencegahan perilaku berisiko HIV harus
ditujukan untuk mengurangi kasus infeksi HIV di kalangan mahasiswa.
Pencegahan perilaku berisiko HIV dapat dicapai oleh mahasiswa jika ada kepercayaan diri yang kuat,
atau dengan kata lain, keyakinan efikasi diri. Mereka yang memiliki rasa efikasi diri yang kuat memiliki
keyakinan pada kemampuan mereka untuk berkomitmen pada tujuan mereka (Bandura,
2010). Sementara itu, mereka yang memiliki efikasi rendah akan mudah percaya bahwa suatu tugas
terlalu sulit untuk dilaksanakan (van Dinther, Dochy, & Segers, 2011).
Meskipun demikian, Indonesia yang mayoritas muslim, kejadian infeksi HIV tidak akan tertekan hanya
karena ajaran Islam mereka yang kuat bagi umat Islam (Sern & Zanuddin, 2014). Bahkan, ada orang yang
terkadang mengabaikan ajaran agamanya sehingga mudah terlibat dalam perilaku berisiko HIV (Hasnain,
2005). Selain itu, pencegahan berbasis religiusitas juga terkadang sulit dilakukan oleh seorang muslim
karena ketaatan pada ajaran agamanya dan kemampuannya untuk melakukan praktik-praktik tersebut
(Balogun, 2010).
Sedangkan dalam Islam, keyakinan diri dan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang benar,
disebutkan dalam Al-Qur'an Surah Ar-Ra'ad ayat 11, berarti bahwa: "... Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah kondisi suatu umat sampai mereka mengubah apa yang ada dalam diri
mereka...". Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an bahwa seorang muslim harus memiliki keyakinan agama
yang kuat dalam melakukan suatu tindakan.
Selain itu, ada berbagai ayat lain dari Al-Qur'an yang dapat menjadi landasan bahwa seorang Muslim
harus memiliki rasa religiusitas yang kuat dalam melakukan suatu tindakan atas dasar ketakwaan kepada
Allah sebagaimana diartikulasikan dalam QS. Adz-Dzariat ayat 56 yang artinya: "... dan Aku tidak
menciptakan jin dan umat manusia kecuali untuk menyembah-Ku" dan QS. Al-An'am ayat 162 yang
artinya: "Sungguh, doaku dan ibadahku berkurban, hidupku dan kematianku, adalah (semua) untuk
Allah, Sang Pemberi Nikmat Dunia". Oleh karena itu, seorang muslim harus mampu menjadikan
religiusitas dan taat pada ajaran agama sebagai perlindungan dan pencegahan dari berbagai perilaku
berisiko HIV (Hasnain, 2005).
Amati berbagai temuan di atas, terlihat bahwa religiusitas berdampak pada perilaku berisiko HIV,
meskipun tidak spesifik terhadap efikasi diri dalam mencegah perilaku berisiko HIV. Sejauh ini, belum
ada penelitian yang melihat hubungan antara religiusitas dengan efikasi diri dalam pencegahan perilaku
HIVrisk di kalangan mahasiswa, terutama dalam konteks Islam. Dengan demikian menjadi penting untuk
mengidentifikasi lebih lanjut hubungan antara tingkat religiusitas di antara siswa dengan efikasi diri
dalam mencegah perilaku berisiko HIV.
Karakteristik Siswa f %
Usia rata-rata adalah 20,3 tahun
Rentang usia 18 - 25 tahun
Waktu Belajar
2 tahun 167 41,3
> 2 tahun 237 58,7
Pria Gender
169 41,8
Perempuan 235 58,2
Kost Domisili Saat Ini
318 78,7
Rumah orang tua 86 21,3
Suami
Punya pasangan 169 41,8
Tidak memiliki pasangan 235 58,2
Status
Perkawinan Lajan 397 98,3
g
Menikah 7 1,7
Paparan Informasi HIV Ya
382 94,6
Tidak 22 5,4
Tabel 2. Rata-rata Skor Religiusitas Muslim dan Efikasi Diri dalam Pencegahan Risiko HIV
Perilaku (n = 404)
berarti DS f %
Relogiositas Muslim 13,54 2,70
Tinggi 15,06 ± 1,56 272 67,33
Sedang 10,51 ± 1,53 130 32,18
Rendah 4,50 ± 0,71 2 0,50
Efikasi Diri 80,25 8,65
Tinggi 86,73 ± 5,11 217 53,71
Sedang 72,74 ± 5,14 187 46,29
Tabel 3. Hasil Tes Korelasi antara Religiusitas Muslim dengan Efikasi Diri dalam Pencegahan Perilaku
Risiko HIV antara
Siswa
Efikasi Diri dalam
Pencegahan HIVBehaviours -Risk
Siswa dalam studi ini semuanya beragama Islam yang sedang menempuh pendidikan sarjana dan
diploma. Rentang usia siswa berkisar antara 18 hingga 25 tahun dengan usia rata-rata 20,3
tahun. Sebagian besar siswa perempuan (58,2%), mengatakan mereka tidak memiliki pasangan (58,2%)
dan telah belajar selama lebih dari dua tahun (58,7%). Selain itu, sebagian besar siswa tinggal di rumah
kos (78,7%) dan hampir semuanya belum menikah (98,3%) dan mengatakan mereka telah menerima
informasi tentang HIV (94,6%) (Tabel 1).
Pada penelitian ini, sebagian besar siswa (67,33%) tergolong memiliki religiusitas tinggi dengan nilai
rata-rata 15,06 ± 1,56. Demikian pula, efikasi diri dalam pencegahan perilaku berisiko HIV ditemukan
bahwa mayoritas mahasiswa (53,70%) termasuk dalam 140 | pISSN: 1858-3598 eISSN: 2502-5791
DISKUSI
Religiusitas adalah salah satu faktor individu penting yang menentukan efikasi diri siswa dalam
pencegahan perilaku berisiko HIV. Dimensi religiusitas yang mencakup keyakinan agama, praktik
keagamaan, pengalaman, konsekuensi dan pengabdian, terkait dengan efikasi diri siswa dalam
menghindari perilaku berisiko HIV. Keyakinan agama dan praktik keagamaan menjadi aspek penentu
untuk meningkatkan efikasi diri dalam mencegah perilaku berisiko di kalangan siswa. Gillum dan Holt
(2010) mengemukakan bahwa religiusitas adalah prediktor terkuat kepercayaan diri dalam kemampuan
mencegah perilaku terinfeksi HIV.
Efikasi diri yang tinggi dalam pencegahan perilaku berisiko HIV akan mempengaruhi pilihan siswa
dalam menentukan untuk tidak terlibat dalam perilaku berisiko HIV. Efikasi diri dalam pencegahan
riskbehaviours diamati dalam penelitian ini meliputi pencegahan perilaku efikasi diri: seks di luar nikah,
menonton video, menggunakan narkoba, menggunakan tato jarum, keengganan untuk berbicara
tentang hubungan seksual, dan mengabaikan status HIV pasangan atau teman dekat.
Efikasi diri yang dirasakan oleh siswa dalam pencegahan perilaku risiko HIV mendorong siswa untuk
berpikir, mempertimbangkan, dan bertindak lebih tepat dalam mencapai tujuan dalam menghindari
perilaku berisiko yang mungkin timbul di sekitar mereka dan tidak terlibat dalam perilaku risiko
HIV. Schwarzer (2008) berpendapat bahwa efikasi diri adalah prediktor kuat perubahan perilaku
kesehatan. Seseorang dengan selfefficacy yang tinggi akan dapat mencapai tujuan suatu perilaku,
mencapai tingkat kesehatan yang optimal atau menghindari berbagai perilaku yang dapat
membahayakan diri sendiri.
Siswa dengan efikasi diri yang tinggi akan dapat mengendalikan situasi dan kondisi dalam hidup
mereka termasuk langkah-langkah pencegahan perilaku berisiko HIV. Individu dengan efikasi diri yang
tinggi dapat menahan pengaruh lingkungan untuk tidak terlibat dalam perilaku berisiko seperti aktivitas
seksual yang tidak aman, hubungan seksual dengan banyak pasangan, penggunaan narkoba,
penggunaan alkohol dan kegiatan risiko kesehatan lainnya (Caprara, Regalia, & Bandura, 2002; Wosinski,
2008). Bogale, Boer, dan Seydel (2010) menegaskan bahwa individu dengan efikasi diri yang kuat
memiliki keyakinan pada kemampuan untuk berhasil menghindari keterlibatan dalam perilaku berisiko
HIV.
Seperti dijelaskan di atas, dalam penelitian ini, efikasi diri dalam pencegahan perilaku risiko HIV erat
kaitannya dengan faktor religiusitas yang dimiliki oleh siswa. Siswa dengan tingkat religiusitas yang tinggi
akan memiliki efikasi diri dalam mencegah perilaku berisiko tinggi HIV baik dalam kognitif maupun
afektif. Mereka akan mempertimbangkan lebih banyak tindakan mereka untuk menghindari terlibat
dalam perilaku menyakiti diri sendiri.
Religiusitas mahasiswa dilihat dan dinilai dari berbagai bentuk kegiatan ibadah dalam
kehidupan. Kegiatan keagamaan tidak hanya terjadi ketika siswa melakukan praktik ritual keagamaan
tetapi juga ketika melakukan kegiatan lain yang didorong oleh kekuatan dan kepercayaan pada Sang
Pencipta dan ajaran agamanya yang tidak terlihat. Dalam penelitian ini, derajat religiusitas dapat dilihat
atau diukur berdasarkan beberapa domain religiusitas. Religiusitas mahasiswa muslim erat kaitannya
dengan kepercayaan terhadap Rukun Iman dan Rukun Islam.
Safrilsyah, Baharudin, dan Duraseh (2010) mengatakan bahwa religiusitas erat kaitannya dengan
nilai-nilai agama yang tertanam dalam diri manusia yang kemudian memberikan peran besar dalam
pengembangan karakter manusia. Dalam pandangan Islam, religiusitas mengacu pada semua dimensi
kehidupan, nilai-nilai, dedikasi dan praktik keagamaan (Azam, Qiang, Abdullah, & Abbas, 2011),
sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Qur'an dari Al-Baqarah ayat 208 yang berarti: "Hai kamu yang
beriman! masuk Islam dengan sepenuh hati (kaffah)...". Berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 208,
religiusitas tidak terbatas pada apa yang terlihat dalam ekspresi perilaku keagamaan seseorang, tetapi
harus dipraktikkan terhadap semua aspek kehidupan dengan segala kemampuan yang dimiliki. Safrilsyah
dkk. (2010) mengatakan bahwa seorang religius harus mampu mengetahui, memahami dan menafsirkan
semua kehidupan yang telah diciptakan oleh Tuhan agar dapat menyembah Tuhan saja.
Keragaman tingkat religiusitas pada siswa dapat disebabkan oleh pengalaman religiusitas pada siswa
adalah masalah pribadi atau dengan kata lain, hanya siswa itu sendiri yang mengetahuinya. Perubahan
yang terjadi dalam diri siswa akan mencerminkan tingkat religiusitas pada setiap individu. Siswa mulai
menemukan pengalaman pribadi dan kepercayaan ilahi. Di sisi lain, perubahan nilai dan penyesuaian
yang terjadi selama periode ini juga dapat meningkatkan peluang konflik dan keraguan tentang
keyakinan agama mereka.
Korelasi yang signifikan antara religiusitas dan efikasi diri dalam mencegah perilaku risiko HIV
menunjukkan bahwa stabilitas religiusitas yang dimiliki siswa akan mempengaruhi kepercayaan diri
dalam kemampuannya untuk menghindari perilaku risiko HIV. Religiusitas adalah aspek dominan yang
terkait dengan efikasi diri dan tindakan pencegahan perilaku berisiko HIV/AIDS. Koenig, King, and Carson
(2012) yang mengatakan seseorang dengan religiusitas yang kuat akan memiliki efikasi diri yang tinggi. Di
sisi lain, efikasi diri yang tinggi akan menciptakan perasaan nyaman atas kemampuannya dalam
menyelesaikan suatu tugas atau suatu kegiatan sehingga kondisi stres yang dirasakan dalam hidupnya
akan berkurang. Luquis, Brelsford, dan Rojas-Guyler (2012) juga mengatakan religiusitas mempengaruhi
sikap individu dalam menghadapi perilaku berisiko.
Religiusitas memfasilitasi pemahaman individu yang mempengaruhi tujuan, tindakan, dan hasil yang
diantisipasi, termasuk efikasi diri (Martin, 2008). Menurut Davidsdottir dan Jonsdottir (2013), orang yang
religius memiliki pengalaman kesejahteraan yang lebih besar, optimisme, efikasi diri yang kuat dan lebih
sedikit masalah. Lebih lanjut Koenig et al. (2012) mengatakan bahwa ketika orang beragama
menghadapi masalah yang kompleks, mereka percaya bahwa dengan menyerah kepada Tuhan, mereka
yakin mereka dapat mengatasi masalah dan mengubah situasi dan mereka percaya dalam mendapatkan
kekuatan untuk menghadapi kesulitan. Keyakinan seperti itu akan mengurangi perasaan tidak berdaya
dan perasaan kurangnya kemampuan untuk memecahkan masalah.
Keyakinan bahwa Tuhan memiliki kendali atas semua usaha manusia dalam menjaga kesehatan akan
berdampak positif pada pemikiran, kepercayaan diri pada kemampuannya untuk berhasil melakukan
perilaku kesehatan. Bahkan keyakinan bahwa Tuhan memberikan kendali diri atas perilaku berisiko akan
berdampak pada keyakinan diri atau efikasi diri dari keberhasilan dalam mencegah perilaku berisiko
untuk dapat menghindari perilaku berisiko dan menghindari konsekuensi yang merugikan (Goggin,
Murray, Malcarne, Brown, & Wallston, 2007; Seybold & Bukit, 2001).
Dalam Islam, religiusitas dan efikasi diri juga digambarkan dalam surat Al-Qur'an al-Baqarah ayat 286
yang artinya: "Allah tidak membebankan jiwa kecuali (dengan yang ada di dalam) kapasitasnya. Ia akan
memiliki (konsekuensi dari) apa (kebaikan) yang telah diperolehnya, dan ia akan menanggung
(konsekuensi dari) apa (kejahatan) yang telah diperolehnya. "Tuhan kita, jangan menyalahkan kami jika
kami telah melupakan atau berbuat salah. Tuhan kami, dan janganlah menyerahkan kepada kami beban
seperti yang Engkau berikan kepada mereka yang ada di hadapan kami. Tuhan kita, dan tidak
membebani kita dengan apa yang tidak dapat kita tanggung. Dan ampunilah kami, dan ampunilah kami,
dan kasihanilah kami. Anda adalah pelindung kami, jadi beri kami kemenangan atas orang-orang yang
tidak percaya."
Berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 286, Allah menegaskan bahwa setiap orang akan mampu
menghadapi setiap tugas atau peristiwa yang terjadi karena Allah berkehendak yang tidak akan
memberatkan seseorang melainkan dengan sesuatu yang sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena
itu, melalui kepercayaan kepada Tuhan, seseorang akan dapat menghadapi berbagai masalah. Dalam
konteks pencegahan perilaku risiko HIV, siswa dengan religiusitas tinggi akan mampu mengatasi
berbagai perilaku risiko HIV, selama mereka memiliki efikasi diri yang tinggi, percaya dan percaya bahwa
mereka mampu melakukan tindakan pencegahan tersebut.
Kagimu et al. (2013) mengatakan individu yang percaya kepada Tuhan dapat menghindari perilaku
berisiko seperti hubungan seksual pra-nikah dan menurunkan potensi infeksi HIV. Demikian pula, Goggin
et al. (2007) dan James and Wells (2003), berpendapat bahwa keyakinan agama mempengaruhi
kesadaran, kognisi, dan emosi seseorang ketika melakukan sesuatu. Seseorang melalui proses kognitif
akan mengumpulkan berbagai informasi, menimbang pro dan kontra dan
A. WILANDIKA.
memperkuat efikasi diri apakah akan melakukan perilaku berisiko atau tidak.
Adapun bagaimana religiusitas berperan dalam meningkatkan efikasi diri pencegahan perilaku risiko
HIV yang terkait dengan rasa takut kepada Tuhan ketika akan melakukan sesuatu yang tidak
baik. Kagimu et al. (2013) melaporkan bahwa religiusitas bekerja dengan menanamkan rasa takut
kepada Tuhan untuk menghindari hukuman-Nya. Dimana orang yang beragama percaya bahwa Allah
melihat dan menaati setiap tindakannya, sebagaimana tertulis dalam Al-Qur'an Al-Hujurat ayat 108 yang
artinya: "Wahai kamu yang telah beriman, janganlah kamu mendahulukan (dirimu) di hadapan Allah dan
Rasul-Nya melainkan takutlah kepada Allah . Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui".
Cara religiusitas bekerja melawan efikasi diri dan perilaku pencegahan infeksi HIV diilustrasikan
sebagai berikut: menciptakan rasa takut akan Tuhan dan hukuman-Nya bagi mereka yang tidak menaati-
Nya serta rasa malu ketika mereka melakukan hal-hal terlarang; mendorong ketaatan kepada
Allah; menciptakan perasaan bahwa Allah melihat semua orang; dan mendorong pengendalian diri dan
meningkatkan efikasi diri efikasi diri yang mengakibatkan pertarungan batin untuk menghindari perilaku
berisiko (Kagimu et al., 2013).
Tingkat religiusitas mahasiswa yang tinggi akan memperkuat efikasi diri dalam pencegahan perilaku
seksual di luar pernikahan, menonton video, menggunakan narkoba, menggunakan jarum tato,
keengganan untuk berbicara tentang hubungan seksual, dan mengabaikan status HIV pasangan di
kalangan mahasiswa. Dengan efikasi diri yang kuat pada mahasiswa, sehingga mereka dapat mengambil
tindakan pencegahan yang berisiko HIV.
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menyimpulkan hubungan positif yang kuat dan signifikan antara religiusitas Muslim
dan pencegahan efikasi diri dari perilaku berisiko HIV di kalangan siswa. Oleh karena itu, hipotesis
alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian, semakin tinggi religiusitas Muslim akan diikuti oleh semakin
tinggi efikasi diri pencegahan perilaku risiko HIV di kalangan siswa. Hasil penelitian ini dapat digunakan
oleh akademisi, universitas dan praktisi kesehatan seperti perawat dalam pengembangan program
pembinaan berbasis spiritual keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri
kemampuan individu setiap mahasiswa untuk menghindari perilaku yang dapat menyebabkan infeksi
HIV di lingkungan kampus.
Keterbatasan penelitian ini terletak pada tempat belajar yang hanya dilakukan di satu
tempat. Penelitian ini hanya melibatkan mahasiswa dari satu perguruan tinggi sehingga hasil penelitian
tidak dapat mendeskripsikan secara luas. Selain itu, tidak ada instrumen standar yang secara khusus
mengukur efikasi diri pencegahan perilaku berisiko HIV. Oleh karena itu, peneliti mengembangkan
instrumen untuk mengukur efikasi diri. Namun, untuk memastikan reliabilitas instrumen tersebut, maka
telah dilakukan uji coba instrumen yang meliputi uji validitas dan reliabilitas. Hasil tes instrumen
menunjukkan bahwa instrumen ini merupakan ukuran yang andal dan tepat untuk pencegahan efikasi
diri dari perilaku risiko HIV di kalangan mahasiswa.