Dosen pengampu :
Disusun oleh :
3920187181433
Farmasi 6A
NGAWI
2021
A. KAJIAN ILMIAH PENGOBATAN DALAM ISLAM
1. Pola Hidup
Pola hidup sehat ala Rasul yaitu dengan banyak tersenyum dan
tertawa, karena dengan satu menit tertawa kita dapat memperoleh manfaat
sama dengan 45 menit kita berolahraga. Dengan hal ini juga kita dapat
melancarkan aliran darah, meningkatkan kadar oksigen dalam darah,
mengurangi resiko penyakit jantung dan juga dapat digunakan untuk
terapi memijat paru-paru dan jantung. Serta beberapa manfaat lainnya
yaitu menurunkan tekanan darah dan stress, melemaskan otot-otot serta
dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
Selain itu pola hidup sehat ala Rosul yaitu menjaga pola tidur dengan
tidur diawal malam dan bangun di 2/3 malam, tidur dengan berbaring ke
kanan serta tidak dalam keadaan yang kenyang dan sebaiknya sebelum
tidur berwudhu terlebih dahulu. Puasa juga mempengaruhi Kesehatan,
dengan kita membiasakan puasa maka akan menjadikan kita sehat.
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang puasa, Dr
Muhammad Dawahiri dari Universitas Kairo telah meneliti hubungan
antara puasa dengan penyakit kulit dan dari riset tersebut mendapatkan
hasil ternyata daya tahan kulit terhadap penyakit jauh lebih kuat dan kulit
semakin cerah. Penelitian di Universitas Osaka Jepang, orang yang
berpuasa sel darah putihnya meningkat pada hari ke 7-14, di Osaka Jepang
juga terdapat klinik/sanatorium puasa untuk mengobati penyakit.
Penelitian di Amerika juka membuktikan dengan tikus putih yang
disuntikkan sel kanker dan tikus tersebut dipuasakan ternyata tikus
tersebut sel kankernya tidak berkembang. Dari beberapa penelitian ini
membuktikan bahwa manfaat puasa sangat baik untuk Kesehatan kita.
2. Pola Makan
Dalam Hadits Riwayat Abu Daud dijelaskan bahwa jika kita makan
kita tidak boleh sampai merasa sampai kenyang dan juga tidak akan
makan apabila tidak merasa lapar. Dari Hadits Riwayat Tirmidzi juga
dijelaskan tempat paling jelek yang diisi oleh manusia adalah perutnya,
cukup dengan makan beberapa suap utnuk menegakkan tulang punggung,
jika dapat melakukan maka sepertiga untuk makan, sepertiga untuk
minum dan sepertiganya untuk bernafas. Sehingga perut kita tidak terlalu
kekenyangan sehingga menimbulkan kita susah gerak dan malas. Hadits
Riwayat Abu Nuaim “Hindarilah perut kenyang karena dapat merusak
agama, menimbulkan penyakit, dan membuat malas dalam ibadah”.
“Hancurkan makananmu dengan dzikir dan sholat serta jangan tidur
setelah makan maka hatimu menjadi keras” (HR Ibnu Sunni, Thabrani,
Baihaqi).
3. Sikap
Dalam menjaga Kesehatan kita juga harus menjaga sikap positif yaitu
dengan :
a. Tidak pernah stress
b. Mudah tersenyum
c. Tidak pemarah
d. Tidak berburuk sangka
e. Pasrah sepenuhnya kepada Allah Swt..
f. Sabar dan tawakal
Terapi Pengobatan Nabi :
3. Bekam
4. Ruqyah
B. HUKUM SYARA’ SEPUTAR VAKSINASI
Untuk memberi hukum syara’ pada vaksinasi perlu ditempuh 3
tahapan yaitu :
1. Memahami fakta vaksinasi
2. Memahami hukum syara’ yang terkait berobat
3. Menerapkan hukum berobat pada fakta vaksinasi
Vaksin adalah bakteri dan virus yang dilemahkan, sedangkan
vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin kedalam tubuh manusia dengan
tujuan untuk mendapatkan efek kekebalan terhadap penyakit tertentu.
Sedangakan proses untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit
disebut imunisasi. Dalam kata lain vaksinasi dapat juga disebut dengan
imunisasi. Akan tetapi imunisasi lebih umum daripada vaksinasi karena
imunisasi dapat juga diperoleh tanpa vaksinasi. Vaksinasi bagian dari
imunitas sedangkan imunisasi belum tentu vaksinasi karena imunisasi banyak
macamnya.
Para ulama berbeda pendapat dalam mengatakan hukum berobat,
hukum berobat dibagi menjadi 5, yaitu :
a. Wajib
b. Sunnah
c. Mubah
d. Makruh
e. Lebih baik ditinggalkan jika kuat tawakkalnya
Pendapat yang mengatakan berobat hukumnya wajib denga perintah
Rasulullah SAW untuk berobat dan asal hukum perintah adalah wajib. Ini
adalah pendapat dari madzhab Malikiyah, madzhab Syafi’iyah dan Madzhab
Hanabilah.
Pendapat yang mengatakan sunnah/mustahab, sebab ada perintah
Rasulullah SAW untuk berobat dan dibawa kepada hukum sunnah karena ada
hadits yang lain dari Rasulullah SAW yang memerintahkan bersabar dan ini
adalah madzhab Syafi’iyah.
Pendapat ketiga mengatakan mubah/boleh karena terdapat keterangan
dalil-dalil yang sebagiannya menunjukkan perinyah dan sebagiannya lagi
boleh memilih. Ini adalah madzhab Hanafiyah dan salah satu pedapat
madzhab Malikiyah.
Pendapat keempat mengatakan makruh, karena para sahabat bersabar
dengan sakitnya, Imam Qurtubu mengatakan bahwa ini pendapat Ibnu
Mas’ud, Abu Darda dan para Tabi’in.
Pendapat kelima mengatakan lebih baik ditinggalkan bagiyang kuat
tawakkalnya dan lebih baik berobat bagi yang lemah tawakkalnya, perincian
ini dari kalangan madzhab Syafi’iyah.
Pendapat rajih (yang lebih kuat dan terpilih) : Berobat hukumnya
sunnah / mustahab, karena terdapat perintah Rasulullah SAW untuk berobat,
namun ada qarinah (indikasi / petunjuk) yang menunjukkan perintah tersebut
adalah perintah sunnah bukan perintah wajib. Dalil sunnah berobat :
َّواءَ َو َج َع َل لِ ُك ِّل َد ٍاء َد َواءً َفتَ َد َاو ْوا َواَل تَ َد َاو ْوا حِب ََر ٍام
َ إن اللَّهَ َأْنَز َل الدَّاءَ َوالد
َّ
Lalu bagaimana bila dalam kondisi darurat, seperti keadaan tidak ada obat
lain selain benda najis atau udzur lainnya ? Para ulama berbeda pendapat dalam
perkara ini, sebagian tetap bersikukuh mengharamkan, sedangkan sebagian kelompok
ulama yang lain membolehkan dalam kondisi seperti itu.
َّواءَ َو َج َع َل لِ ُك ِّل َد ٍاء َد َواءً َفتَ َد َاو ْوا َواَل تَ َد َاو ْوا حِب ََر ٍام
َ إن اللَّهَ َأْنَز َل الدَّاءَ َوالد
َّ
“Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala telah menurunkan penyakit
dan menurunkan obat, serta menyediakan obat bagi setiap penyakit, maka
berobatlah, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram.” (HR. Abu Daud)
Dalam hadits Abu Huraira berkata :
Dalil yang digunakan oleh kalangan ini yaitu sesuatu yang dharurah bisa
menghalalkan sesuatu yang dilarang. Allah berfirman
يم ِ اغ والَ ع ٍاد فَال ِإمْث علَي ِه ِإ َّن اللّه َغ ُف ْ فَ َم ِن
ٌ ور َّرح
ٌ َ َْ َ َ َ ٍ َاضطَُّر َغْيَر ب
“ Maka, barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( QS. Al
Baqarah : 173)
Beberapa riwayat yang menguatkan tentang hal yang najis diperbolehkan
digunakan untuk berobat, antara lain :
Pertama : Dibolehkannya suku ‘Ukl dan ‘Uraynah berobat dengan
meminum air kencing unta.
Dari Anas bin Malik berkata, "Beberapa orang dari 'Ukl atau 'Urainah
datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga
mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan
meminum air kencing dan susunya…." ( HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua : Adanya sebuah riwayat dari Anas radhiyallahu 'anhu yang
menyebutkan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam memberi keringanan
(rukhsah) kepada Zubair bin Al-‘Awwam dan Abdurrahman bin Auf untuk
memakai kain sutera untuk mengobati penyakit kulit yang ada pada keduanya.
Akan tetapi kebolehan dalam berobat dengan benda najis tidak mutlak
menurut kalangan ini, namun ada syarat dan ketentuannya, yaitu : 1) tidak
ditemukan obat yang berasal dari bahan yang suci yang bisa menggantikannya, 2)
diketahui secara keilmuan bahwa benda najis/haram tersebut memang bisa
memberikan kesembuhan.
HUKUM VAKSINASI
Hukumnya vaksin yaitu bila kita cermati berbagai pendapat dan statmen para
pakar dan ulama hukum vaksinisasi memang terjadi perbedaan pendapat yang cukup
runcing. Umumnya para ulama dan lembaga fatwa membolehkan dengan beberapa
alasan, namun tidak sedikit yang menvonis terlarang alias haram.
Diriwayatkan hadits dari Shahabat Sa’ad bin Abi Waqqash, dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau pernah bersabda.
“Barangsiapa setiap pagi mengkonsumsi tujuh butir kurma Ajwah pada pagi
hari, maka pada hari itu ia tidak akan terkena racun maupun sihir” (HR
Bukhari, no 5130).
Kaidah yang berlaku untuk obat dan kosmetika sama dengan makanan dan
minuman. Seiring dengan kemajuan teknologi, banyak obat dan kosmetika yang
bersumber dari ekstrak tumbuhan, hewan dan bagian tubuh manusia, sehingga
dalam pembuatan (produksi) obat dan kosmetika hendaklah terhindar dari bahan
yang haram dan najis. Apabila bahan atau campurannya berasal dari unsur kimia,
maka harus aman dan tidak membahayakan manusia. Pelarut yang digunakan
pada proses ekstraksi maupun pelarutan zat aktif obat tidaklah menggunakan
bahan yang diharamkan, sehingga titik kritis kehalalan obat terletak dari bahan-
bahan yang digunakan selama pembuatan dan fasilitas produksi.
Bahan aktif yang tercampur oleh bahan tambahan yang haram, maka
hukumnya menjadi haram. Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi atau
destilasi buah-buhan, gandum, jagung dan lainnya dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, di antaranya adalah sebagai campuran dalam minuman keras atau yang
dikenal dengan khamar. Selain itu alkohol juga digunakan dalam bidang farmasi
untuk sterilisasi dan sebagai bahan pembantu dalam produksi obatobatan. Hasil
dari produksi ini kadangkala masih mengandung alkohol, baik itu dengan kadar
yang sedikit maupun banyak. Jika demikian maka produk tersebut adalah haram
untuk dikonsumsi, karena berapapun kadar alkohol dalam suatu produk maka
hukumnya diharamkan. Terkadang produk yang dihasilkan atau prosesnya
dibantu dengan alkohol mengalami proses pemisahan materi, ini dimaksudkan
untuk menghilangkan kadar alkohol yang ada dalam produk tersebut, sehingga
sifatnya tidak ditemukan lagi pada hasil akhirnya. Produk yang dilakukan
pemisahan materi sebelum fermentasi hukumnya suci dan halal, karena yang
digunakan adalah hasil perasan anggur yang belum mengalami perubahan
karakteristiknya. Sedangkan jika pemisahan materinya dilakukan setelah terjadi
proses fermentasi, maka produk tersebut adalah najis dan haram, meskipun pada
hasil akhirnya tidak lagi ditemukan karakteristik sifat alkoholnya.
Produk semacam ini tidak dapat disucikan dengan istihalat, karena istihalat
dalam hal ini tidak dibenarkan, sebab perasan anggur tersebut telah berubah
menjadi najis dengan terjadinya proses fermentasi. Oleh karena itu obat diberikan
sertifikat halal jika tidak teridentifikasi alkohol, namun jika teridentifikasi alkohol
dengan konsentrasi berapapun diharamkan. Menurut pemaparan para Ulama
empat mazhab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa obat liquid herbal y halal
karena tidak mengandung alkohol, sedangkan obat liquid non herbal x haram
karena mengandung alkohol. Keharaman obat tersebut diperkuat dengan fatwa
MUI yang tidak membolehkan penggunaan alkohol 1% pada produk (makanan
dan minuman). Begitu pula hal nya dengan obat, kosmetik, obat tradisional dan
produk biologi seperti pada penjelasan sebelumnya.
Masalah lain yang terkait dengan alkohol adalah penggunaan alkohol untuk
pemakaian luar (external use) baik &lam obat luar maupun dalam sediaan
kosmetika. Ini terkait dengan pertanyaan: apakah alkohol najis? Dalam konteks
ini ulama terbagi menjadi dua, ada yang berpendapat najis berdasar kata "rijsun"
dalam peng- haraman khamr, tetapi sebagian ulama lagi berpendapat tidak najis
(lmam A 1 Muzani) dan oleh karenanya tidak ada halangan menggunakannya
untuk di luar badan.
Dalam konteks alkohol dalam obat dan sediaan kosmetika, ummat Islam
utamanya para farmasis muslim, mesti melakukan upaya sistematis dan
berkesinambungan. Adalah kewajiban fmasis muslim yang mempelajari,
memahami, bahkan turut terlibat dalam produksi obat dan kosmetika beralkohol
untuk berikhtiar sekuat tenaga mencari solusi terbaik agar kondisi darurat
penggunaan alkohol untuk obat minum dapat segera berakhir. Sementara itu
hendaknya ditumbuhkan investor muslim di bidang industri fmasi dan kosmetika
sehingga obat dan kosmetika dapat diproduksi sesuai dengan ketentuan syariat
gama Islam. Beberapa hal berikut merupakan pengalaman penulis bersarna para
farmasis muslim lain di Indonesia.