Anda di halaman 1dari 19

Jurnal Metabasa

Volume 1, Nomor 1, Juni 2019


E-ISSN: xxxxxxx

DRAMA “LELAKON RADEN BEI SURIO RETNO” KARYA F. WIGGERS


DALAM PERSPEKTIF
PENDEKATAN STRUKTURAL DAN PENDEKATAN SOSIOLOGIS

Iis Lisnawati 1, Titin Setiartin2, Ai Siti Nurjamilah3


1, 2, 3
Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP, Universitas Siliwangi
surel iislisnawati@unsil.ac.id, titinsetartin@unsil.ac.id, aisitinurjamilah@unsil.ac.id

Abstrak
Drama merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki manfaat bagi pembaca atau
penontonnya. Kebermanfaatan drama bagi pembaca atau penonton sangat bergantung pada
keterpahaman mereka terhadap unsur-unsur drama. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan unsur
drama (alur, tokoh, watak tokoh, penokohan, latar, tema, dan dialog) serta hubungan antarunsur drama
berdasarkan pendekatan struktural dan mendeskripsikan hubungan dengan kehidupan masyarakat
berdasarkan pendekatan sosiologis sehingga bisa mendeskripsikan pula jenis dan kedudukan drama
dalam periodisasi sastra Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif
dengan teknik analisis wacana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alur drama adalah alur maju.
Tokoh yang terdapat dalam drama meliputi tokoh protagonis, tokoh antagonis, tokoh tritagonis, dan
tokoh pembantu dengan watak tokoh yang sangat variatif. Penokohan yang digunakan adalah cara
analitik dan dramatik. Latar yang terdapat dalam drama adalah latar tempat dan latar waktu. Tema
drama adalah bahwa “hidup harus selalu baik dan benar” yang disampaikan oleh pengarang secara
implisit. Dialog dalam drama komunikatif sehingga dapat mengungkapkan unsur-unsur drama lain
dengan jelas. Secara struktural, hubungan antarunsur drama sangat erat kaitannya. Tokoh
menggerakkan alur; latar mendukung tokoh dan karakternya; dialog mendeskripsikan alur, tokoh dan
karakter tokoh, serta latar; alur, tokoh, karakter tokoh, latar, dan dialog mendukung tema sehingga
unsur-unsur drama membangun drama secara utuh. Secara sosiologis, drama menggambarkan
kehidupan masyarakat Jawa pada zaman Belanda. Drama yang dinalisis termasuk drama tragedi yang
merupakan kritik sosial terhadap kehidupan pada zamannya dan termasuk drama realis pada periode
Masa Kelahiran atau Masa Penjadian (1900-1945).
Kata Kunci : drama, unsur drama, pendekatan struktural, pendekatan sosiologis

Abstract
Drama is one form of literature that has benefits for the reader or audience. The usefulness of drama
for the reader or audience depends on the reader's understanding of the elements of drama. The purpose
of this study is to describe the elements of drama (plot, character, character, characterization, theme,
and setting) and the relationship between drama elements based on a structural approach and describe
their position in people's lives through a sociological approach so that they can describe the position
of drama analyzed in the periodization of Indonesian literature. The research method used is descriptive
qualitative with discourse analysis techniques. The results of the study show that the flow of drama is
an advanced path. The characters contained in the drama include the protagonist, antagonist,
tritagonist, and supporting figures with very varied characters. Characterization used is an analytical
and dramatic way. The background contained in the drama is the place setting and time setting. The
drama theme is that "life must always be good and right" that is conveyed implicitly by the author.
Dialogue in communicative drama so that it can express other elements of the drama clearly.
Structurally, the relationship between the elements of drama (plot, character and character,
background, theme) is closely related. The character moves the groove; background in supporting the
character and character; dialogue describes the plot, character and character, and background;
grooves, characters, characters, backgrounds, and dialogues support the theme so that the elements of
drama build drama in its entirety. Sociologically, drama portrays the life of Javanese people in the
Dutch era. Dinalisis plays include tragedy drama which is social criticism of life in its time and includes
realist drama in the Masa Kelahiran or Masa Penjadian (1900-1945).
Keywords: drama, drama elements, structural approach, sociological approach

1
2

I. PENDAHULUAN sedangkan lakon dari bahasa jawa yang berarti cerita


Setiap realita, fenomena, gejala, peristiwa, dan atau kisah.
sebagainya dalam kehidupan bagi para pengarang Menurut istilah drama dapat diartikan sebagai
merupakan bahan tulisan yang diolah di dunia bentuk seni yang berusaha mengungkapkan perihal
imajinasinya untuk kemudian diekspresikan dalam kehidupan manusia melalui gerak dalam percakapan
bentuk karya satra, baik dalam bentuk puisi, prosa, atau dialog Tjahjono (1988). Dengan demikian,
maupun drama. Karena itulah, karya sastra sering menurut Brockett (1964) Pada umumnya, drama
disebut karya yang faktual imajinatif. Dalam merupakan representasi manusia dalam gerak.
hubungan ini Ratna (2008) mengemukakan tidak Gerak dalam drama merupakan gerak fisik yang
benar bahwa karya sastra secara keseluruhan sekaligus menggambarkan gerak mental dan
merupakan karya imajinasi, tidak ada karya sastra psikologis manusia yang digambarkannya. Dalam
secara murni otonom. Karya sastra merupakan refleksi hubungan ini Brockett (1964) mengemukakan gerak
zamannya. Fananie, (2001) mengungkapkan hal dalam sebuah drama tidak hanya terdiri dari gerakan
tersebut dengan mengemukakan bahwa karya sastra fisik, untuk itu menggambarkan, juga, mental dan
merupakan refleksi kehidupan nyata. Refleksi ini aktivitas psikologis yang mendorong perilaku
terwujud berkat tiruan dan gabungan imajinasi eksternal. ‘Manusia dalam gerak,’ karena itu,
pengarang terhadap realitas kehidupan atau realitas mencakup total berbagai perasaan, pikiran, dan
alam. perbuatan.
Karya sastra hadir bukan hanya sebagai ungkapan Menurut Tjahjono (1988) Sebagai karya sastra,
segala hal yang ingin disampaikan oleh pengarang, drama memiliki keunikan tersendiri. Dia diciptakan
tetapi ada pesan yang harus dipahami pembaca. tidak untuk dibaca saja, naumun juga harus memiliki
Untuk memahami sebuah karya sastra tentu saja perlu kemungkinan untuk dipentaskan.
memahami segala unsur terdapat dalam sebuah karya Sumardjo (1984) pun berpendapat sama dengan
sastra sehingga pembaca memperoleh manfaat dari mengemukakan berbeda dengan karya-karya sastra
karya tersebut. Hal ini sesuai dengan yang yang lain, drama ditulis bukan untuk dibaca saja, tetapi
dikemukakan Horace bahwa sastra bukan hanya harus dipertunjukkan.
bersifat utile ‘menghibur’, tetapi juga bersifat dulce Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
‘bermanfaat’. bahwa drama adalah karya sastra yang
Begitu pula halnya dengan drama, drama perlu menggambarkan kehidupan dan watak melalui
diperhatikan dan dipahami masyarakat agar pesan tingkah laku atau dialog dan harus memiliki
yang ingin disampaikan dapat bermanfaat bagi kemungkinan untuk dipentaskan.
pembaca. Kondisi realistis menunjukkan bahwa Drama dibentuk oleh unsur-unsur drama. Tarigan
drama kurang diperhatikan masyarakat, sebagaimana (1986) berpendapat bahwa unsur-unsur drama
dikemukakan Ratna (2008) di antara prosa, puisi, dan meliputi (a) alur, (b) penokohan, (c) dialog, dan
drama, jenis yang paling banyak memperoleh aneka sarana kesastraan dan kedramaan.
perhatian adalah prosa, baik dari segi penulisan Menurut Sumardjo (1984) unsur-unsur yang
ataupun penerimaan masyarakat, disusul oleh puisi membentuk drama meliputi (a) tema, (b) plot, (c)
kemudian drama itu sendiri. setting, (d) karakter, (e) dialog, (f) pembagian waktu,
Untuk memahami drama diperlukan pemahaman (g) efek, (e) retorika.
terhadap pengertian drama, unsur-unsur drama, serta Satoto (2012) mengemukakan unsur-unsur penting
hubungan drama dengan kehidupan masyarakat. yang membina struktur sebuah drama adalah
1) tema dan amanat,
Pengertian Drama 2) penokohan (karakterisasi, perwatakan),
Secara etimologi drama berasal dari bahasa Yunani 3) alur (plot),
yang berarti action dalam bahasa Inggris atau gerak 4) setting (latar):
dalam bahasa Indonesia. a) aspek ruang,
Drama berpadanan dengan drama, lakon, atau b) aspek waktu,
tonil. Menurut Tjahjono (1988) Istilah drama 5) tikaian atau konflik, dan
diciptakan oleh KPAA Mangkunegara VII. Drama 6) cakapan (dialog, monolog)
berasal dari kata sandi yang berarti tersamar atau Drama bukan hanya untuk dibaca, tetapi juga untuk
rahasia dan warah bearti nasihat atau ajaran, sehingga dipentaskan. Karena itu, menurut Brockett (1964)
drama bisa diartikan sebagai ajaran atau pendidikan unsur drama meliputi plot, tokoh dan penokohan,
secara tersama. Istilah sandiwara diciptakan untuk tema dan ide, dialog, pertunjukan, latar dan kostum .
menggantikan kata toneel (bahasa Belanda),

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


3

Secara lebih terperinci Tjahjono (1989) (menyebabkan) terjadinya peristiwa kemudian.


mengemukakan sesungguhnya unsur-unsur dalam Dimulai dari tahap awal, tengah, akhir.
drama tidak jauh berbeda dengan unsur-unsur yang 2) Plot tak kronologis (sorot balik, flash back,
terdapat dalam prosa fiksi. Sebagai karya sastra drama regresif). Pada plot ini cerita tidak dimulai dari
memiliki unsur 1) plot atau alur, 2) karakter atau tahap awal, melainkan mungkin di tengah, atau
tokoh, 3) dialog, 4) latar atau setting. Dan apabila bahkan akhir, baru kemudian awal.
drama sebagai naskah itu dipentaskan, maka harus 3) Campuran kedua plot di atas.
dilengkapi dengan unsur 5) gerak atau aksion, 6) tata
busana dan tata rias, 7) tata panggung, dan 8) tata Tokoh dan Penokohoan
bunyi dan tata sinar. Plot bergerak dari tahapan permulaan menuju ke
Berkaitan dengan penelitian ini, penulis hanya tahapan akhir dan yang menggerakkannya adalah
meneliti unsur drama berupa naskah bukan berupa karakter atau tokoh (Tjahjono, 1989).
pementasan. Karena itu, penelitian ini hanya akan Pernyataan di atas mengisyaratkan bahwa tokoh
mengkaji unsur drama yang meliputi alur, tokoh dan merupakan hal yang penting dalam plot karena tokoh
penokohan, latar atau setting, tema, dan dialog. menjadi pengembang plot, sebagaimana dikemukakan
Brockett (1964) karakter merupakan sumber utama
Alur dalam plot, karena insiden dapat dikembangkan
Alur menurut Riris K. Sarumpaet (Satoto, 2012) sebagian besar melalui kemampuan berbicara dan
adalah rangkaian peristiwa yang dijalin berdasarkan perilaku dari tokoh drama.
hukum sebab akibat; dan merupakan pola, perkaitan Sejalan dengan pendapat di atas Sumardjo (1984)
peristiwa yang menggerakkan jalannya cerita ke arah mengemukakan karakter diwujudkan dalam bentuk
pertikaian dan penyelesaian. tokoh, manusia yang berpribadi. Karakter merupakan
Plot merupakan keseluruhan struktur dari sebuah bagian terpokok dari cerita atau plot. Semua peristiwa
drama, dan dapat dianalisis bagian permulaan, dalam drama dapat berkembang melalui ucapan dan
pertengahan dan bagian akhirnya (Brockett., 1964). tindakan tokoh-tokohnya.
Sejalan dengan pendapat di atas Tarigan (1985) Tokoh menurut Nurgiyantoro (1995) menunjuk
mengemukakan bahwa seperti juga bentuk-bentuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak/karakter
sastra lainnya, maka suatu lakon haruslah bergerak menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh yang
maju dari suatu permulaan (beginning) melalui suatu ditafsirkan oleh pembaca. Dengan kata lain,
pertengahan (middle) menuju suatu akhir (ending). watak/karater lebih menunjuk pada kualitas pribadi
Dalam drama bagian-bagian ini dikenal dengan istilah seorang tokoh.
eksposisi, komplikasi, dan resolusi.. Tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca
bahwa alur dalam drama adalah rangkaian perisa yang ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
berhubungan sebab akibat yang terdiri atas eksposisi kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan
(permulaan), seri komplikasi, klimaks, dan peleraian dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan
(akhir). (Nurgiyantoro, 1995)
Alur ada beberapa jenis bergantung pada sudut Menurut Satoto (2012) ada empat jenis tokoh, yaitu
pandang yang digunakan. Berdasarkan jalinan 1) Tokoh protagonis: peran utama, merupakan pusat
peristiwa, menurut Tjahjono (1988) jenis plot sentral cerita
meliputi 2) Tokoh antagonis: peran lawan, ia suka menjadi
1) Jalinan sirkuler, bila plot disusun dari peristiwa A musuh atau penghalang tokoh protagonis yang
dan akhirnya kembali ke pristiwa A. menyebabkan timbulnya tikaian (konflik).
2) Jalinan linear, bila plot itu disusun dari peristiwa A 3) Tokoh tritagonis: peran penengah, bertugas
secara kronologis menuju peristiwa Z. menjadi pelerai pendamai atau pengantar
3) Jalinan episodik, bila jalinan plotnya terpisah. protagonis dan antagonis
Artinya, dalam satu drama mengandung dua atau 4) Tokoh peran pembantu: peran yang tidak secara
lebih jalinan peristiwa. langsung terlibat dalam konflik (tikaian) yang
Menurut Nurgiyantoro (1995) alur dapat terjadi; tetapi diperlukan untuk membantu
dibedakan berdasarkan urutan waktu, yaitu menyelesaikan cerita.
1) Plot kronologis (lurus, maju, atau progresif. Pada Nurgiyantoro (1995) berpendapat penokohan
plot ini peristiwa-peristiwa yang dikisahkanny memiliki pengertian yang lebih luas daripada tokoh
bersifat kronologis: peristiwa diikuti sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh
cerita, bagaimana perwatakannya dan bagaimana

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


4

penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita. ekonomi, kelas, dan profesi yang dimiliki karakter.
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas Mereka membantu memproyeksikan aspek psikologis
tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah karakter melalui menunjukkan selera (pakaian yang
cerita. dipakai, kamar-kamar di mana karakter hidup, dan
Sejalan dengan pendapat di atas Satoto (2012) kesukaan).
mengemukakan yang dimaksud dengan ‘penokohan’ Tjahjono (1988) berpendapat dalam naskah drama
adalah proses penampilan ‘tokoh’ sebagai pembawa kadangkala dilengkapi dengan penjelasan bagaimana
peran watak tokoh dalam suatu pementasan lakon. suasana tempat dan waktu itu harus dibuat bila drama
Menurut Brockett (1964); Sumardjo (1984); itu dipentaskan. Tetapi ada naskah yang drama yang
Satoto, (2012) dalam menganalisis peran dalam tidak menjelaskan hal-hal semacam ini. Penafsiran
sebuah drama dapat dilihat dari empat tingkatan tentang bagaimana suasana tempat dan waktu
dalam peranan, yaitu tingkat pertama adalah fisik diserahkan sepenuhnya pada imajinasi pembaca, entah
seperti jenis kelamin, usia, ukuran, dan pewarnaan. sutradara atau aktor.
Tingkat kedua yaitu sosial seperti status ekonomi, Menurut Fananie (2001) walaupun setting
profesi atau keterampilan, agama, hubungan keluarga- dimaksudkan untuk mengidentifikasi siatuasi yang
semua faktor itu yang menempatkan sebuah peran tergambar, keberadaan elemen setting hakikatnya
dalam lingkungannya. Tingkat ketiga adalah tidaklah hanya sekedar menyatakan di mana, kapan,
psikologis. Hal ini menampakkan reaksi kebiasaan, dan bagaimana peristiwa berlangsung, melainkan
sikap, keinginan, motivasi, hal yang disenangi dan berkaitan juga dengan gambaran tradisi, karakter,
yang tidak disenangi-bekerja dalam pikiran, kedua perilaku, sosial, dan pandangan masyarakat pada
emosi dan kecerdasan, yang menuntun pada gerak. waktu cerita ditulis. Dari kajian setting akan dapat
Tingkat keempat adalah moral. Meskipun tersirat diketahui sejauh mana kesesuaian dan korelasi antara
dalam semua sandiwara, moral tidak selalu perilaku dan watak tokoh dengan kondisi masyarakat,
ditunjukkan. situasi sosial, dan pandangan masyarakatnya. Di
Satoto (2012) memasukkan tingkat keempat, samping itu, kondisi wilayah, letak geografi, struktur
moral, pada tingkat ketiga, psikologis sehingga sosial juga akan menentukan watak-watak dan
menurutnya karakter tokoh dapat dirumuskan ke karakter tokoh-tokoh tertentu. Karena itu, fungsi
dalam tiga dimensi, yaitu dimensi fisiologis, dimensi setting dalam sebuah karya tidak bisa dilepaskan dari
sosiologis, dan dimensi psikologis. maslah lain, seperti tema, tokoh, bahasa, medium
Keadaan fisik, tingkat sosial, keadaan jiwa dan sastra yang dipakai, dan persoalan-persoalan yang
moral diperkenalkan melalui dua cara, yaitu cara muncul yang kesemuanya merupakan bagian yang tak
analitik dan cara dramatik (Baribin, 1985). terpisahkan.
Secara analitik yaitu pengarang langsung Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
memaparkan watak atau karakter tokoh pengarang. bahwa latar adalah adalah latar. Yang dimaksud
Secara dramatik yaitu penggambaran perwatakan dengan setting atau latar adalah tempat dan waktu
yang tidak diceritakan langsung, tetapi hal itu terjadinya cerita dalam drama.
disampaikan melalui (1) pilihan nama tokoh, (2) Latar meliputi latar tempat dan latar waktu yang
penggambaran fisik atau postur tubuh, cara membantu mendeskripsikan karakter seperti aspek
berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, sosial dan aspek psikologis.
lingkungannya, dan sebagainya, (3) dialog, dialog
tokoh yang bersangkutan dalam interaksinya dengan Tema
tokoh-tokoh lain. Menurut Sumardjo (1984) dalam setiap drama
yang paling lucu sekalipun, mengandung pemikiran
Latar atau tema. Tema adalah pokok pembicaraan.
Unsur pembentuk drama yang lain adalah latar. Sejalan dengan pendapat di atas, Baribin (1985)
Yang dimaksud dengan setting atau latar adalah berpendapat tema adalah gagasan sentral, sesuatu
tempat dan waktu terjadinya cerita dalam drama. yang diperjuangkan dalam suatu tulisan atau karya
(Sumardjo, 1984). fiksi.
Menurut Brockett (1964) fungsi seting adalah Brockett (1964) pun berpendapat sama dengan
memberikan informasi tentang di mana dan kapan mengemukakan tema berfungsi sebagai titik fokus di
tindakan terjadi (ruang tamu, sebuah kastil, penjara; sekitar peristiwa tertentu yang diorganisasikan.
zaman sejarah, waktu hari, dan musim tahun) dan Meskipun sebuah drama mungkin memiliki sejumlah
membantu dalam karakterisasi. Mereka membantu tema, biasanya ada satu yang dominan.
untuk menetapkan faktor-faktor sosial seperti tingkat

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


5

Menurut Satoto (2012) tidak semua pengarang Tjahjono (1988) mengemukakan bahwa fungsi
menyuratkan atau menyiratkan apa tema dan amanat. dialog dalam drama adalah sebagai berikut
Dalam hal ini tema dan amanatnya diserahkan kepada 1) Melukiskan watak tokoh-tokoh dalam cerita
pembaca/publik untuk menafsirkannya. tersebut
Berdasarkan uraian di atas dan berkaitan dengan 2) Mengembangkan plot dan menjelaskan isi cerita
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tema adalah drama tersebut kepada pembaca (bila masih berupa
pokok pembicaraan atau gagasan sentral dalam drama naskah) atau penonton (bila berupa tontonan)
yang bisa dinyatakan secara eksplisit ataupun 3) Memberikan isyarat peristiwa yang mendahului
implisit.. 4) Memberikan isyarat peristiwa yang akan datang
5) Memberikan komentar terhadap peristiwa yang
Dialog sedang terjadi dalam drama tersebut.
Drama ditulis dalam bentuk dialog. Dialog Dua sifat yang dimiliki dialog drama menurut
merupakan satu-satunya cara pengarang untuk Brockett (1964), yaitu estetis dan alat teknis. Dalam
mengungkapkan yang dipikirkan dan dirasakannya, menyusun dialog kita harus tetap memperhatikan
sebagaimana dikemukakan Brockett (1964) dialog keindahan bahasa. Keindahan bahasa atau ketepatan
merupakan alat utama dramawan dalam ekspresi. bahasa akan berpengaruh terhadap keindahan seluruh
Karena itu, S. Effendi (Tjahjono, 1988) berpendapat lakon. Dialog merupakan alat teknis drama. Dialog
bahwa ciri formal drama adalah dialog. harus memiliki sifat komunikatif mudah ditangkap
Secara rinci Sumardjo (1984) menjelaskan melalui maknanya oleh pembaca dan penonton.
dialog pengarang drama mengungkapkan Berdasarkan uraian di atas dialog dalam drama
1) semua keterangan mengenai drama, yakni meliputi harus komunikatif sehingga pembaca atau penonton
kapan terjadi, bagaimana terjadinya, dan mudah memahami unsur-unsur drama yang lain (tema,
sebagainya alur, tokoh dan penokohan, dan latar).
2) watak tokoh-tokohnya Bahasa yang digunakan dialog untuk
3) mengungkapkan tema atau ide cerita mengungkapkan gagasan pikiran dan perasaan
4) melukiskan suasana pengarang. Dialog menggunakan bahasa sebagai
Dialog harus menyajikan banyak fungsi. Menurut medianya. Bahasa yang digunakan pengarang tentu
Brockett (1964) fungsi dalog meliputi saja harus menarik untuk dibaca atau diucapkan.
1) Dialog harus memberikan informasi. Drama harus Karena itu, bahasa dalam drama menggunakan gaya
menetapkan eksposisi yang diperlukan dan bahasa, prosaik, puitis, lagu, daerah , asing,
menyampaikan fakta-fakta penting, ide, dan emosi terjemahan, penyaduran.
di setiap dialog.
2) Dialog harus mengungkapkan karakter. Cara Pendekatan Struktural
berbicara dari masing-masing tokoh mengung- Untuk menganalisis unsur intrinsik serta hubungan
kapkan baik respon emosional dan rasional untuk antarunsur dalam drama diperlukan pendekatan.
setiap situasi. Menurut Abrams (Fananie, 2000) telaah karya sastra
3) Dialog harus mengarahkan perhatian pada unsur bisa dilihat dari empat elemen utama dari total situasi
plot yang penting. yang melingkupi sebuah karya karya. Pertama, telaah
4) Dialog harus mengungkapkan tema dan ide dari dari sudut pandang karya itu sendiri yang merupakan
sebuah drama produk pengarang; kedua telaah dari sudut
5) Dialog harus membantu untuk menetapkan nada pengarangnya; ketiga telaah dari keterhubungan ide,
dan tingkat probabilitas. Hal ini dapat perasaan, atau peristiwa-peristiwa yang mendasari
menunjukkan apakah drama merupakan komik karya yang ditelaah, baik secara langsung atau tidak
atau serius, lucu atau tragis. langsung yang secara esensial pada dasarnya
6) Dialog harus membantu untuk membangun tempo merupakan tiruan; dan keempat adalah telaah dari
dan ritme. Tempo adalah kecepatan saat dialog sudut pembaca atau penerima.
dimainkan. Tempo dialog cinta cenderung jauh Secara rinci menurut Fananie (2000) keempat
lebih santai daripada dialog duel, misalnya, dan faktor tersebut oleh Abrams disebut sebagai
dialog harus ditulis untuk mencerminkan dan pendekatan mimetis (sosiologi), objektif (struktural),
memberikan tempo yang tepat. Ritme adalah pola ekspresif, dan pragmatik.
berulang yang dihasilkan dari cara berbicara. Cara Dari pendekatan-pendekatan tadi, pendekatan yang
berbicara menciptakan satu pola ritmis yang berkaitan dengan kajian penulis adalah pendekatan
mengasyikkan, cara berbicara bersemangat objektif (struktural) dan pendekatan mimetis
menciptakan yang lain. (sosiologis).

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


6

Pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan imajinatif, fakta sosial ternyata bisa merupakan objek
objektif, pendekatan formal atau pendekatan analitik. dominan dari penciptaan sastra. Itulah sebabnya
Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa karya pendekatan sosiologis berkembang karena mereka
sastra sebagai karya kreatif yang memiliki otonom melihat bahwa secara tidak langsung sastra adalah
penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang dokumen sosial.
berdiri sendiri terlepas dari hal-hal yang lain yang Wellek dan warren (1995) mengemukakan 3 jenis
berada di luar dirinya. pendekatan yang berbeda dalam sosiologi sastra.
Menurut Fananie (2000) pendekatan objektif Pertama adalah sosiologi pengarang yang
adalah pendekatan yang mendasarkan pada karya memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-
sastra secara keseluruhan. Pendekatan yang dilihat lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil
dari eksistensi sastra itu sendiri berdasarkan konvensi karya sastra. Kedua sosiologi karya sastra yang
sastra yang berlaku. Konvensi tersebut misalnya memasalahkan isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal
aspek-aspek intrinsik sastra yang meliputi kebulatan lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan
makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, yang berkaitan dengan masalah sosial. Ketiga
setting, karakter, dan sebagainya. Yang jelas, sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan
penilaian yang diberikan dilihat dari sejauh mana pengaruh sosial karya sastra.
kekuatan atau nilai karya sasta tersebut berdasarkan Pendekatan yang berkaitan dengan penelitian ini
keharmonisan semua unsur-unsur pembentuknya. adalah jenis pendekatan kedua, yang mengkaji isi
Karena patokan pendekatan objektif sudah jelas, maka karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat
seringkali pendekatan ini disebut pendekatan dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan
struktural. dengan masalah sosial.
Pendapat di atas menyatakan bahwa bila karya Pendekatan sosiologis berdasar pada asumsi
hendak dikaji atau diteliti, yang harus dikaji adalah bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan
aspek pembangun karya tersebut seperti tema, alur, masyarakat. Melalui karya sastra seorang pengarang
latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa, serta mengungkapkan problem kehidupan dan pengarang
hubungan harmonis antaraspek yang mampu itu sendiri ikut berada di dalamnya. Karya sastra
membuatnya menjadi sebuah karya sastra yang utuh. menerima pengaruh dari masyarakat sekaligus mampu
Hal-hal yang bersifat eksentrik seperti penulis, memberi pengaruh terhadap masyarakat. Bahkan
pembaca, atau lingkungan sosial harus seringkali masyarakat sangat menentukan nilai karya
dikesampingkan karena tidak mempunyai kaitan sastra yang hidup di suatu zaman, sementara sastrawan
langsung dengan struktur karya tersebut. sendiri yang merupakan anggota masyarakat tidak
Karya sastra merupakan unsur yang kompleks. dapat mengelak dari pengaruh yang diterima dari
Karena itu, untuk memahami karya sastra haruslah lingkungan yang membesarkannya sekaligus
analisis (Hill dalam Pradopo, 2009). membentuknya.
Menurut Pradopo (2009) sebuah analisis tidak Berkaitan dengan hal di atas Fananie (2000)
tepat hanya akan menghasilkan fragmen yang tidak mengemukakan pengarang melalui karyanya hanyalah
saling berhubungan. Unsur-unsur itu sebuah koleksi mengolah dari apa yang dirasakan dan dilihatnya.
bukanlah bagian-bagian sesungguhnya. Maka dalam Itulah sebabnya ide dituangkan dalam karyanya tidak
analisis bagian harus dipahami sebagai bagian dari bisa disebut ide yang oroginal. Semuanya adalah
keseluruhan. tiruan (mimesis) dari unsur-unsur kehidupan nyata
yang ada.
Pendekatan Sosiologis Dalam sastra Eropa drama terdiri atas dua jenis,
Sastra menyajikan kehidupan, dan kehidupan yaitu tragedi dan komedi (Sumardjo, 1984). Menurut
sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Sastra Sumardjo kita masih perlu juga mengetahui
berkait erat dan dianggap mencerminkan kehidupan perbedaan-perbedaan antara kedua bentuk drama agar
masyarakat. Dengan sudut pandang ini, sastra kita dapat mengambil manfaat dari sebuah drama
dikaitkan dengan situasi tertentu, sistem politik, secara utuh dan penuh. Pengetahuan kita tentang
sistem ekonomi, dan sitem sosial tertentu. (Welek dan perbedaan-perbedaan antara tragedi dan komedi akan
Waren, 1995). menuntun kita untuk lebih cermat dan mudah
Karena sastra menyajikan kehidupan sosial, salah memahami dan menikmati drama.
satu pendekatan yang bisa digunakan untuk Menurut Japi Tambayong (Tjahjono, 1988).
menganalisis karya sastra adalah pendekatan Drama tragedi adalah drama yang berakhir dengan
sosiologis, sebagaimana dikemukakan Fananie menyedihkan, sedangkan drama komedi adalah drama
(2001) bahwa meskipun karya sasta bersifat yang berakhir dengan penuh suka cita atau tertawa.

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


7

Drama ada yang memiliki ciri tragedi dan komedi. sejarah Jawa); Sanusi pane menulis Kertajaya dan
Karena itu, dikemukakan Sumardjo drama tersebut Sandyakalaning Majapahit, Airlangga (berlatar
tidak bisa digolongkan ke dalam salah satu jenis belakang kebesaran sejarah Jawa).
drama. Drama yang demikian dikenal dengan istilah Menurut Damono (2006) drama-drama tersebut
melodrama (Sumardjo, 1984). Dalam hubungan ini merupakan drama atas pengaruh Angkatan 1880 di
Brockett (1964) menggolongkan drama menjadi tiga negeri Belanda dengan aliran romantiknya.
jenis, yaitu drama tragedi, komedi, dan melodrama. Umumnya drama-drama itu berbentuk closet
Japi Tambayong (Tjahjono, 1988) drama, yaitu untuk dibaca, bukan untuk dipentaskan.
mengelompokkan jenis drama berdasarkan sifatnya, Di dalamnya kurang sekali gerak dan aksi atau
menurutnya jenis drama meliputi tragedi, komedi, pertunjukan watak, melainkan banyak percakapan.
tragikomedi, melodrama, dan farce. Namun demikian, drama-drama itu itu pernah juga
Japi Tambayong (Tjahjono, 1988) membedakan dipertunjukkan di atas panggung (Rosidi, 1986).
tragikomedi dan melodrama dengan menjelaskan Berkaitan dengan hal di atas Damono (2006)
bahwa tragikomedi dipadukan dalam dua perasan. mengemukakan sepanjang tahun 1930-an para
Dalam drama seperti ini kita jumpai bagian-bagian dramawan kita umumnya adalah sastrawan yang tidak
yang menyedihkan dan bagian-bagian yang begitu akrab dengan seni pertunjukkan sehingga
menggembirakan. Melodrama adalah drama yang naskah-naskahyang mereka tulis bisa digolongkan ke
sangat menonjolkan perasaan. Dengan demikian, dalam drama kamar, jenis yang lebih merupakan
melodrama yang dikemukakan Oscar G. dan bahan bacaan daripada bahan pementasan.
Sumardjo sama dengan tragikomedi yang Armijn Pane sebelum masa perang menulis drama
dikemukakan Japi Tambayong dan melodrama Lukisan Masa berdasarkan cerpennya ‘Barang tiada
termasuk bagian dari drama tragedi (Tarigan, 1986). Berharga’, Jinak-jinak Merpati. Drama yang
Farce merupakan bagian dari drama komedi ditulisnya banyak mengambil latar belakang
(Tarigan, 1986), yaitu drama yang menonjolkan gerak kenyataan hidup zamannya. Setelah perang drama-
karikatural sehingga kadang-kadang tidak terlihat drama Armijn Pane dikumpulkan dan diterbitkan
logis dan dibuat-buat (Japi Tambayong dalam dengan judul Jinak-jinak Merpati.
Tjahjono, 1988). Menjelang Jepang terbit pula pada Balai Pustaka
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan drama karya Sa’adah Alim berjudul Pembalasannya
bahwa jenis drama meliputi tragedi, komedi, (1941)dan karya Adlin Affandi berjudul Gadis
tragikomedi, melodrama, dan farce. Modern (1941)
Pada zaman Jepang (periode 1942-1945) penulisan
Drama dalam Periodisasi Sastra Indonesia. drama sangat subur (Rosidi, 1986). Menurut Rosidi
Rosidi (1986) membuat periodisasi sejarah sastra hal ini disebabkan oleh kegiatan rombongan
Indonesia sebagai berikut sandiwara yang berkumpul dalam perserikatan
1) Masa Kelahiran atau Masa Penjadian (1900-1945) Oesaha Sandiwara Jawa yang dipimpin Armijn Pane.
a) Periode awal hingga 1933 Tidak semua lakon yang dimainkan benar-benar
b) periode 1933-1942 bernilai sastra, tetapi kegiatan semacam itu telah
c) periode 1942-1945 memberikan dorongan kepada pengarang untuk
2) Masa Perkembangan (1945 hingga sekarang) menulis lakon.
a) Periode 1945-1953 Damono (2006) berpendapat pada awal
b) Periode 1933-1961 pemerintahan Jepang di Indonesia, Jepang
c) Periode 1961-sekarang menentukan dengan tegas bahwa segala jenis seni, tak
Secara khusus Dewan Redaksi Yayasan Lontar terkecuali pertunjukan harus dipergunakan sebagai
(Damono, 2006) mengelompokkan drama Indonesia alat propaganda untuk mendukung Asia Timur Raya,
dalam empat periode, 1895-1930, 1931-1945, 1946- tujuan utama Jepang dalam melakukan ekspansi ke
1968, dan 1969-2000. Asia Timur dan Tenggara.
Berdasarkan periodisasi sejarah sastra di atas, Pada masa Jepang, drama yang muncul bukan
berikut ini akan dipaparkan perkembangan drama hanya yang bersifat propaganda, misalnya Pandu
dalam periodisasi sejarah sastra Indonesia. Pertiwi karya Merayu Sukma yang menyebarkan
Menurut Rosidi (1986) karya sastra berupa drama gagasan militerisme, tetapi ada juga yang
telah ada pada periodisasi 1933-1945, yaitu pada masa mengungkapkan masalah sosial dengan cara tidak
Pujangga Baru. Misalnya Muhammad Yamin menulis melanggar peratutan pemerintah, misalnya drama
Kalau Dewi Tara sudah Berkata, Ken Angrok dan Ken yang menjadi tonggak penting dalam drama
Dedes (keduanya merupakan drama berdasarkan Indonesia, yaitu Citra karya Usmar Ismail, bahkan ada

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


8

yang mulai mempropagandakan kebebasan, yaitu Jakarta, serta usaha para dramawan kita untuk
Bebasari karya Rustam Effendi. mengembangkan jenis drama yang diklasifikasikan
Nama lain yang banyak membuat drama pada sebagai teater absurd.sebagai pengaruh dari barat yang
zaman Jepang adalah Armijn Pane, Usmar Ismail, berkembang dua atau tiga dasawarsa sebelumnya.
Abu Hanifah (dengan nama samaran El Hakim), Idrus, Dalam perkembangan ini Rendra boleh dikatakan
Inu Kertapati, Kotot Sukardi, Amal Hamzah. Usmar tokoh utama yang menggerakkan arah drama kita
Ismail menulis drama Ayahku Pulang (saduran dari lewat sejumlah terjemahan dan pementasannya di
Chichi Kaeru karya Kikuchi Kwan, seorang samping sejumlah pemain yang pernah yang pernah
pengarang Jepang) dan dibuatnya menjadi sebuah film mengikuti kelompok teaternya di Jakarta.
berjudul Dosa Tak Berampun yang disutradarainya Pada masa akhir abad ke-20, muncul drama-drama
sendiri. Drama lain yang ditulisnya adalah Mekar sosial dan protes yang tidak berbeda dalam hal gaya
Melati, Tanah Kosong, Api, Liburan Seniman, dan dan tema seperti yang muncul ketika pemerintah
Citra. El Hakim menulis drama Taufan di Atas Asia. runtuh,
Idrus menulis drama ‘Kejahatan Membals Dendam’ Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa
yang kemudian dimuat di dalam buku Dari Ave maria drama sebagai salah satu bentuk karya sastra selalu
ke Jalan Lain ke Roma (1948), Jibaku Aceh (1945), hadir dalam setiap periode dan berkembang sesuai
Keluarga Surono (1948), dan Dokter Bisma (1945). dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat pada
Inu Kertapati menulis drama ‘Sumpeng Sureng Pati’. zamannya.
Pada periode setelah Jepang muncul drama Bunga “Lelakon Raden Bei Surio Retno” adalah sebuah
Rumah Makan (1948), Awal dan Mira (1952), drama yang ditulis oleh F. Wiggers. Oleh karena itu,
Selamat Jalan Anak Kufur, Saat yang Genting yang drama ini memiliki pesan yang ingin disampaikan
ditulis oleh Utuy Tatang Sontani. Dari drama Awal kepada pembaca. Untuk memahami pesan secara utuh
dan Mira Utuy mendapat hadiah sastra nasional dari drama tersebut diperlukan kajian secara mendalam
BMKN tahun 1952. dengan menggunakan berbagai pendekatan sastra.
Drama-drama tadi muncul sebagai akibat kondisi Pada tulisan ini drama “Lelakon Raden Bei Surio
sosial yang buruk sebagai akibat dari revolusi yang Retno” karya F. Wiggers dikaji berdasarkan
mau tidak mau memaksakan perubahan sosial politik pendekatan struktural dan pendekatan sosiologis serta
yang mendadak dan mendasar (Damono, 2006). jenis dan kedudukannya dalam periodisasi drama
Pada periode 1961 pementasan drama semakin Indonesia.
meningkat. Hal ini menyebabkan dibutuhkan drama
sebanyak-banyaknya. Semula kebutuhan itu dicukupi II. METODE PENELITIAN
dengan penerjemahan atau saduran-saduran dari Metode penelitian yang digunakan adalah
drama-drama asing mulai Shakespeare sampai Jaean metode deskriptif kualitatif. Hal ini sesuai dengan
Paul Satire, tetapi kemudian kegiatan itu mengarang prosedur penelitian yang dilakukan, yaitu
penulisan drama-drama asli. Berbeda dengan mendeskripsikan unsur-unsur drama, analisis
penulisan-penulisan drama pada masa-masa hubungan antarusur drama berdasarkan pendekatan
sebelumnya yang biasanya lebih dimaksudkan sebagai struktural dan analisis hubungan unsur drama dengan
drama bacaan, penulisan drama-drama baru itu lebih kehidupan masyarakat berdasarkan pendekatan
erat hubungannya dengan pementasan. Kegiatan sosiologis, jenis drama, dan kedudukan drama
pementasan ditunjang oleh adanya usaha pemerintah “Lelakon Raden Bei Surio Retno” karya F. Wiggers
DKI mendirikan pusat kesenia, Taman Ismail dalam periodisasi sastra Indonesia.
Marzuki. Teknik penelitian yang digunakan adalah
Menurut Damono (2006) berbeda dengan zaman 1) Studi Pustaka
lampau penulis drama adalah yang tidak begitu akrab Teknik ini digunakan untuk menggali teori yang
dengan panggung, sejak adanya Pusat Kesenian relevan dengan hal-hal yang dikaji dalam
Jakarta pada akhir tahun 1960-an dramawan yang penelitian ini (drama, unsur-unsur drama,
menulis umumnya adalah mereka yang akrab dengan pendekatan dalam kajian drama: struktural dan
teater. sosiologis, jenis drama, dan periodisasi drama).
Penyelenggarakan sayembara penulisan naskah 2) Teknik analisis wacana
drama oleh Dewan Kesenian Jakarta membuka Wacana drama dianalisis berdasarkan
peluang bagi pengembangan bakat menulis drama a) Pendekatan struktural
semakin terbuka. Pada masa itu tumbuh dua arus yang (1) unsur-unsur drama (alur, tokoh, latar, dan
sangat kuat, yaitu penerjemahan yang dilakukan di tema) sebagai sebuah sistem (kajian
beberapa kota seperti Bandung, Yogyakarta, dan struktural).

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


9

(2) hubungan antarunsur drama (alur, tokoh, laki-laki, yaitu Raden Ongko yang sedang mengikuti
latar, tema, dan dialog) sekolah kedokteran di Betawi. Raden Bei pun sedang
b) Pendekatan sosiologis: menghadapi masalah karena Raden Ongko hidupnya
(1) keterkaitan drama dengan masyarakat sangat boros, sebagaimana tergambar dalam dialog
(2) jenis drama dan kedudukan drama dalam berikut.
periodisasi sastra Indonesia. Komplikasi awal muncul pada saat jumlah uang
Desain penelitian yang digunakan dapat dilihat pada kas kecil selalu berkurang, padahal sebelum
pada gambar berikut. dimasukkan ke dalam kas uang sudah dihitung secara
teliti oleh Raden Bei. Hal ini menimbulkan kecurigaan
Raden Bei pada Jurutulis yang biasa membuka dan
Drama menutup kas dan pada Magang 3 yang memiliki istri
dan anak yang banyak, sedangkan magang tidak
memperoleh gaji.
Analisis Analisis Komplikasi berlanjut pada komplikasi tengah yang
Analisis Analisis
Jenis Periodisasi muncul ketika Raden Bei melalui dialog dengan
Struktural Sosiologis
Drama Drama
jurutulis meyakini bahwa yang mengambil uang dari
kas kecil bukanlah jurutulis ataupun Magang Kromo
Analisis dan Raden Bei mulai curiga bahwa yang mengambil
Unsur Drama uang kas adalah istrinya karena istrinya yang
Hasil memegang kunci kas. Istrinya berbuat seperti itu
Analisis untuk memenuhi keinginan Raden Ongko yang dalam
Analisis pandangan Raden Bei, Raden Ongko adalah orang
Hub. Antar-
unsur Drama
yang jahat sehingga terjadi pertengkaran antara Raden
Bei dan istrinya.
Gambar 1
Komplikasi semakin berkembang ketika Raden Bei
Desain Penelitian
merasa bahwa perlakuan istrinya terhadap Raden
Ongko berlebihan sehingga mengabaikan anak
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
perempuannya, adik Raden Ongko, yaitu Kartani.
Drama “Lelakon Raden Bei Suryo Retno” karya F.
Sampai-sampai perhiasan Kartani digadaikan istrinya
Wiggers. Drama ini merupakan salah satu drama
untuk memenuhi keinginan Raden Ongko,
dalam Antologi Drama Indonesia, Jilid 1: 1985-1930
sebagaimana tergambarkan pada dialog berikut.
yang diterbitkan oleh Amanah Lontar. Antologi
Komplikasi akhir terjadi ketika Raden Ongko
disusun oleh Yayasan Lontar atas dana khusus dari
pulang dan meminta uang untuk melunasi utangnya,
The Henry Luce Foundation, Inc. dan Yayasan
tetapi ditolak oleh Raden Bei sehingga terjadi
Adikarya Ikapi.
pertengkaran antara Raden Bei dan raden Ongko.
Klimaks terjadi ketika Raden Ongko bersama
A. Unsur-unsur Drama “Lelakon Raden Bei Surio
ibunya akan membuka kunci kas kecil (peti besi) dan
Retno”
diketahui oleh Raden Bei.
1. Alur
Tahap peleraian terjadi ketika Raden Bei
Alur yang digunakan dalam drama “Lelakon
membunuh diri dengan menembakkan pistol sehingga
Raden Bei Surio Retno” adalah alur maju. Menurut
dia meninggal. Istrinya lemas di pangkuan Kartani
Nurgiyantoro (1995) dalam alur maju peristiwa
karena merasa bersalah besar pada Raden Bei serta
diikuti (menyebabkan) terjadinya peristiwa kemudian.
menuding Raden Ongko yang membunuh Raden Bei,
Dimulai dari tahap awal, tengah, akhir.
Raden Ongko pun berdiri mematung.
Drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno” diawali
Tahapan alur di atas sejalan dengan pendapat
dengan eksposisi, yaitu berupa pengenalan tokoh
Brockett (1964) bahwa permulaan sebuah drama
utama drama. Tokoh dalam drama adalah Raden Bei
melibatkan eksposisi, berupa latar belakang informasi
Surio Retno. Tokoh utama adalah seorang priyai
yang diperlukan tentang peristiwa sebelumnya,
yang dikenalkan secara langsung melalui teks
identitas peran, dan situasi terkini. Pertengahan drama
samping dan sebagai collecteur yang dikenalkan
disusun dari sebuah seri komplikasi. Langkah yang
melalui pekerjaannya dan kehadiran tokoh lain, yaitu
diambil untuk memenuhi tuntutan-tuntutan
lurah, jurutulis, dan magang beserta pekerjaannya.
memunculkan reaksi ketegangan dan konflik yang
Melalui dialog Magang 1 dan Magang 2
membangun sebuah klimaks, atau puncak intensitas.
dikenalkan bahwa Raden Bei memiliki istri dan anak
Klimaks disertai peristiwa lain memecahkan

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


10

komplikasi yang ada. Dengan tiap-tiap komplikasi ataupun magang, melainkan dibicarakan dulu dengan
memiliki permulaan, pertengahan, dan bagian akhir- jurutulis sehingga sampai pada keyakinan bahwa yang
perkembangannya, kegentingan/ kemelutan, dan mengambil uang adalah istrinya dengan alasan yang
pemecahan masalah drama keseluruhan. Bagian rasional sampai istrinya menyadari kesalahannya,
akhir drama disebut resolusi atau dénouement. Juga sebagaimana tergambar dalam dialog berikut.
sejalan dengan pendapat Sumardjo (1984) yang Raden Bei sangat membela kehormatan sebagai
menggambarkan alur seperti berikut: collecteur sehingga menyelesaikan masalah untuk
1. Eksposisi, pengenalan membela kehormatannya dengan berputus asa,
Mula 2. Munculnya peristiwa membunuh diri.
Tengah 3. Klimaks, puncak peristiwa
Akhir 4. Surutnya peristiwa Tokoh Antagonis
5. kesimpulan, akhir Tokoh antagonis dalam drama “Lelakon Raden Bei
peristiwa Suri Retno” adalah istri Raden Bei dan anak Raden
Tahapan-tahapan di atas membentuk rangkaian Bei, yaitu Raden Ongko. Mereka termasuk tokoh
peristiwa secara berurutan, maju sehingga membentuk antagonis karena memiliki peran sebagai lawan tokoh
alur maju yang berjalin sebab akibat. Dalam hubungan protagonis, Raden Bei, sehingga selalu nyebabkan
ini menurut Nurgiyantoro (1995) alur maju, plot timbulnya konflik (Satoto, 2012).
kronologis (lurus, maju, atau progresif). Pada plot ini Tokoh antagonis, Istri Raden Bei memiliki sifat
peristiwa-peristiwa yang dikisahkannya bersifat tidak trampil mengatur uang rumah tangga, tidak taat
kronologis: peristiwa diikuti (menyebabkan) pada suami, tidak adil (menganggap derajat manusia
terjadinya peristiwa kemudian. Dimulai dari tahap berbeda), dan tidak jujur (mencuri uang negara).
awal, tengah, akhir. Istri Raden Bei dinyatakan tidak trampil mengatur
uang rumah tangga karena semua uang habis dipakai
2. Tokoh dan Penokohan untuk memenuhi keinginan Raden Ongko, bahkan
perhiasan Kartani pun digadaikan.
Tokoh yang terdapat dalam drama “Lelakon Raden Ketidaktaatan istri Raden Bei terhadap semua
Bei Suryo Retno” adalah tokoh protagonis, tokoh tergambar ketika istri Raden Bei tidak memedulikan
antagonis, tokoh tirtagonis, dan tokoh pembantu. perkataan Raden Bei, suaminya agar tidak memberi
Raden Ongko uang sebagai sebuah pelajaran.
Tokoh Protagonis Istri Raden Bei menganggap derajat manusia
Tokoh Protagonis dalam drama Lelakon Raden Bei berbeda tergambar dari perkataannya bahwa jika
Surio Retno adalah Raden Bei. Raden Bei merupakan anaknya menjadi kuli menjadi tidak terhormat.
tokoh protagonist karena tokoh tersebut merupakan Ketidakjujuran istri Raden Bei tergambar ketika
merupakan pusat sentral cerita (Satoto, 2012) istri Raden Bei mengambil (mencuri) uang negara
Raden Bei adalah seorang priyai dan memiliki untuk keperluan Raden Ongko dan menyetujui dan
jabatan collecteur. Raden Bei sudah beristri dan membantu Raden Ongko mengambil uang kas.
mempunyai dua anak. Anak laki-lakinya bernama Tokoh antagonis, Raden Ongko memiliki sifat
Raden Ongko yang sedang bersekolah di Betawi dan Raden Ongko memiliki sifat boros, royal, manja,
anak perempuannya bernama Kartani yang sudah mengutamakan penampilan dan membeda-bedakan
mempunyai ikatan dengan Raden Ahmad . derajat manusia, sombong, ingkar janji, tidak teguh
Raden Bei memiliki karakter bertanggung jawab pendirian, dan tidak jujur.
terhadap tugasnya, bijaksana, adil (memberikan Sifat boros, royal, manja, dan jahat Raden Ongko
perlakuan yang sama terhadap anak laki-laki dan anak dinyatakan secara eksplisit oleh Magang 1 dan Raden
perempuan, menganggap derajat manusia sama), Bei.
selalu mengingatkan agar selalu melakukan kebaikan, Raden Ongko menganggap derajat manusia
sangat membela kehormatan, tetapi sayang dia berbeda-beda dan kesombongan Raden Ongko
menyelesaikan masalah dengan cara yang tidak benar, tergambar dari pernyataannya bahwa 10rama tidak
berputus asa dengan membunuh diri. uang ia akan menjadi kuli yang dan dia tidak bisa
Tanggung jawab Raden Bei terhadap tugasnya dihormati karena tidak bergaul dengan anak-anak
tergambar ketika dia mengecek pekerjaan jurutulis, pejabat.
magang, dan lurah. (dengan buku pajek dari lurah). Ketidaktaatan Raden Ongko pada orang tua
Sifat bijaksana Raden Bei tergambar ketika tergambar pada pernyatan ayahnya bahwa Raden
menyelidiki yang mengambil uang dari kas/peti besi. Ongko selalu berjanji, tetapi tidak pernah ditepati.
Dia tidak menuduh langsung seseorang, baik jurutulis

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


11

Ketidakteguhan Raden Ongko dinyatakan Cara dramatik yang digunakan adalah pilihan
ernyataan secara eksplisit oleh ayahnya bahwa nama. Nama Raden Bei menunjukkan bahwa tokoh
kemauan Raden Ongko kurang kuat dan terbawa adalah seorang priyai yang dianggap memiliki derajat
pergaulan yang tidak benar, tidak bisa mencari teman tinggi di masyarakat dan disegani masyarakat
yang baik. sehingga dia pun memiliki sikap bijaksana, adil, dan
Ketidakjujuran Raden Ongko ditunjukkan ketika bertanggung jawab.
dia bersama ibunya berupaya untuk mengambil uang Karena priyai memiliki derajat tinggi di
dari kas dengan terlebih dahulu membujuk ibu dan masyarakat, priyai memiliki peluang untuk selalu
ayahnya dan mengancam ibunya, mengagungkan derajatnya yang berbeda dari yang lain
dan memperoleh pendidikan serta kehidupan yang
Tokoh Tritagonis lebih dari masyarakat biasa. Dalam drama “Lelakon
Raden Bei Surio Retno” karakter ini dimiliki oleh
Tokoh tritagonis dalam “Lelakon raden Bei Surio
Raden Ongko.
Retno” adalah Kartani, anak permpuan Raden Bei dan
Cara dramatik yang lain yang digunakan “Lelakon
adik Raden Ongko. Dia seorang perempuan yang
Raden Bei Surio Retno” adalah dialog tokoh yang
sederhana dan baik bahkan terlalu baik.
bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh
Kartani dianggap tokoh tritagonis karena Kartani
lain. Misalnya karakter bijaksana Raden Bei
menjadi penengah dalam permasalahan yang dihadapi
digambarkan melalui dialog Raden Bei dengan
Raden Bei, Raden Ongko, dan istri Raden Bei. Satoto
Jurutulis. Begitu pula penokohan tokoh-tokoh lainnya
(2012) berpendapat tokoh tritagonis: peran
secara mayoritas digambarkan secara dramatik
penengah, bertugas menjadi pelerai pendamai atau
melalui dialog antartokoh.
pengantar protagonis dan antagonis
Menurut Baribin (1985) penggambaran watak
Kartini memiliki sifat sederhana berpendidrian
secara dramatik disampaikan tidak secara langsung,
teguh, dan baik hati. Kesederhanaan dan keteguhan
melainkan diceritakan secara tidak langsung melalui
pendirian Kartani digambarkan melalui jawaban
(1) pilihan nama tokoh, (2) dialog, dialog tokoh yang
Kartani ketika menjawab pertanyaan ayahnya bahwa
bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh
apakah dia tidak malu tidak berpakain bagus. Kartani
lain.
menjawab bahwa dia kemiskinan, kepapaan tidak
menyebabkan dia malu.
3. Latar
Tokoh Pembantu Latar tempat “Lelakon Raden Bei Surio Retno”
Tokoh pembantu dalam drama “Lelakon Raden adalah di sebuah rumah priyai Raden Bei sebagaimana
Bei Surio Retno” adalah jurutulis, magang dan lurah. digambarkan dalam teks samping.
Mereka dikatakan tokoh pembantu karena mereka Kalu kelir lelangse diangkat misti orang dapet liat
tidak terlibat secara langsung dalam konflik tetapi pendoponya ruma priyai; ada meja tulis dengan
membantu penyelesaian cerita. Menurut Satoto (2010) korsi tempat duduknya collecteur, di seblah muka
tokoh peran pembantu adalah peran yang tidak secara lagi ada meja-meja pendek tempat jurutulis dan
langsung terlibat dalam konflik (tikaian) yang terjadi; magang-magang, dengan buku-buku dan kertas,
tempat tinta dan laen-laen, yang pantes ada di
Penokohan meja juru tulis.
Penokohan yang digunakan dalam drama “Lelakon
Raden Bei Surio Retno” adalah cara analitik dan cara Di tembok ada gambar-gambar Ratu dan Suwami
dramatik. Cara analitik digunakan misalnya ketika Ratu dan laen-laen perihasan. Seperti: lonceng,
menggambarkan sifat Raden Ongko secara langsung, almanak, dan laen-laen sebaginya.
sebagaimana tergambar pada dialog berikut.
COLLECTEUR: Itu anak tida kenal harganya JURUTULIS dan MAGANG-MAGANG semuwa
uwang, tida brentinya mau duwit ada lagi menulis atau beromong, ada duwa tiga
saja dan yang paling jahat, ya itu lurah yang bawa uwang pajek.
dia sudah belajar bikin utang, (Damono, 2006)
orang kalu sudah bisa Dari gambaran di atas dapat dinyatakan bahwa
mengutang, tentu jadi jahatnya. rumah collecteur pada masa itu merangkap menjadi
Menurut Baribin (1985) penokohan secara analitik kantor tempat bekerja collecteur, jurutulis, magang-
analitik yaitu pengarang langsung memaparkan watak magang serta menjadi tempat penyetoran uang (pajak)
atau karakter tokoh pengarang.

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


12

dari para lurah sehingga kas (tempat penyimpanan orang tuwa misti turut anak punya
uang) pun berada di rumah tersebut. mau.
Latar tempat yang lain yang ada dalam drama MAGANG 1: Katanya Raden Ongko di Betawi
“Lelakon Raden Bei Surio Retno” adalah Kota keliwat boros, dan sebentar-bentar
Betawi sebagai tempat Raden Ongko bersekolah, minta uwang dari ruma
sebagaimana tergambar pada dialog berikut. (Damono, 2006)
Latar waktu drama “Lelakon Raden Bei Surio
Retno” adalah zaman Belanda, sebagaimana COLLECTEUR : Itu anak tida kenal harganya
tergambar pada dialog berikut. uwang, tida brentinya mau duwit
RADEN BEI : (Dengan heran dan bernafsu) saja dan yang paling jahat, ya itu
Apa? Anak durhaka, apakah dia sudah belajar bikin utang,
angkau tida tau yang itu uwang, di orang kalu sudah bisa mengutang,
dalem peti besi kumpeni punya tentu jadi jahatnya. Mamanya
uwang, bukan aku yang punya, dan terlalu saiyang padanya, apa si
lagi orang-orang yang mengambil anak minta tentu diturut, inilah
uwang atau barang yang dia tau yang tida baik. Ini pun suwatu
bukan kapunyaannya, iaitu maling teladan juga bagimu jurutulis,
namanya, serta hukumannya angkau ada anak, jagakan jangan
maling yang mencuri sendiri angkau terlalu saiyang.
barang yang dipercayaken
padanya ada terlebi berat dari (Damono, 2006)
hukuman maling yang sari-sari? COLLECTEUR : Aku terlebi heran lagi yang kowe
Angkau sekarang mau minta aku orang tuwa, begitu kurang pikiran,
jadi maling aken kasenanganmu. tida mau mengarti kesalahanmu
Tiadakah angkau liat ini bintang? yang kowe terlalu turut maunya
Ganjaran pemarentah sebab anak. Aku ini tida sekali-kali benci
kalulusan hatiku? Abis lantaran sama si Ongko, tetapi aku tida gila
angkau misti aku sia-siaken ini aken turut saja apa dia punya mau.
tanda kahormatan? (Damono, ini sekarang dia dateng kemari
2006) tentu ada lagi apa-apa yang dia
Peristiwa-peristiwa terjadi pada siang dan pada mau minta dengan perlu, kalu tida,
malam hari. dengan surat biasa cukup. Abis
angkau tida ingat-kita punya anak
4. Tema yang prampuan, Kartani,
bukankah dia juga kita punya
Tema drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno”
anak? Liat saja nanti kalu dia misti
adalah bahwa hidup harus selalu baik dan benar.
kondangan waktu wedono bikin
Tema ini tidak secara eksplisit dinyatakan dalam
pesta kawin apa pakeyannya
drama, melainkan secara implisit dalam dialog yang
Kartani. Apakah kowe tida malu
ada pada drama. Dalam hubungan ini Satoto (2012)
kapan anakmu berpegian dengan
mengemukakan tidak semua pengarang menyuratkan
gundul saja? Tida ada barang-
atau menyiratkan apa tema dan amant. Dalam hal ini
barang emas intan? Sunggu
tema dan amanatnya diserahkan kepada
mereras hatiku kapan aku ingat itu
pembaca/publik untuk menafsirkannya.
anak yang tida kebanyakan, tida
Untuk lebih jelasnya mengenai tema dapat dilihat
tau menyomel yang teman-
pada bahasan berikut.
temannya berpake perihasan
MAGANG 1: Ya, Raden Ongko. Seringkali kalu
bagus-bagus sedang dia sendiri
kita punya pemajikan omong sama
tida berpake apa-apa. Akh, bini!
mas Jurutulis, dia selamanya kasi
Bini! Kapankah hatimu bole
ingat, kalu saiyang sama anak
berobah?
jangan keliwat dari misti, apa lagi
(COLLECTEUR angkat-angkat
sama isteri kita misti bisa kasi
kaduwa tangannya sembari
mengarti yang anak misti turut
memandang ka atas. )
orang tuwa punya mau, dan bukan
(Damono, 2006)

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


13

Dialog di atas mengisyaratkan bahwa adalah tidak benar karena tidak akan menyelesaikan
menyayangi, melindungi anak adalah kewajiban orang masalah bahkan menimbulkan masalah.
tua dan merupakan hal yang baik, tetapi kasih sayang
harus sesuai denan aturan dan tidak boleh berlebihan 5. Dialog
sebab ketika kasih sayang berlebihan berdampak
Dialog dalam drama harus komunikatif sehingga
negatif terhadap sikap anak.
pembaca atau penonton mudah memahami unsur-
Dialog di atas pun mengisyaratkan bahwa ada
unsur drama yang lain (tema, alur, tokoh dan
perlakuan yang berbeda terhadap anak laki-laki dan
penokohan, dan latar). Karena itu, menurut Brockett
dan anak perempuan, padahal anak laki-laki dan anak
(1964) fungsi dalog meliputi
perempuan memiliki hak memperoleh kasih sayang
1) Dialog harus memberikan informasi. Drama harus
yang sama dari orang tua. Karena itu, tidak benar jika
menetapkan eksposisi yang diperlukan dan
anak laki-laki memperoleh kasih sayang yang lebih
menyampaikan fakta-fakta penting, ide, dan emosi
besar daripada anak perempuan. Perlakuan yang
di setiap dialog.
berbeda tadi tergambarkan juga pada dialog berikut.
2) Dialog harus mengungkapkan karakter. Cara
OLLECTEUR : Akh, kowe saban kataken kita
berbicara dari masing-masing tokoh
punya anak satu-satu orang anak
mengungkapkan baik respon emosional dan
lelaki, ia betul kita tida ada anak
rasional untuk setiap situasi.
lelaki laen, tetapi kowe lupa yang
3) Dialog harus mengarahkan perhatian pada unsur
kita ada punya saorang anak
plot yang penting.
prampuan, yang juga ada hak atas
4) Dialog harus mengungkapkan tema dan ide dari
kasaiyangan orang tuwanya.
sebuah drama
COLLECTEUR : Tida sekali-sekali terlarang satu
5) Dialog harus membantu untuk menetapkan nada
ibu saiyang anaknya, aken tetapi
dan tingkat probabilitas. Hal ini dapat
kesaiyangan itu tida bole bikin
menunjukkan apakah drama merupakan komik
rusak anak, dan tida bole terlalu-
atau serius, lucu atau tragis.
lalu nyata, sebab ingat kita punya
Melalui uraian sebelumnya tentang tema, alur,
anak yang prampuan bole jadi
tokoh, dan latar dapat dinyatakan bahwa dialog
mengiri.
“Lelakon Raden Bei Surio Retno” cukup komunikatif
COLLECTEUR : Terlebih lagi satu anak yang begitu
karena dialog drama tersebut mengungkapkan tema
baik, jangan kita bikin sampe dia
drama dengan jelas, menggambarkan karakter setiap
jadi mengiri, sebab seperti
tokoh dengan rinci, mendeskripsikan plot dengan
perbuwatanmu sama Ongko orang
jelas.
misti jadi mengiri.
Melalui dialog dalam drama tersebut diketahui
(Damono, 2006)
bahwa drama tersebut hanya mengungkapkan tentang
latar tempat berupa pendopo rumah tinggal Raden Bei
Dialog lain menggambarkan bahwa menyetujui
sebagai collecteur bersama istri dan anaknya sekaligus
keinginan anak agar dapat memperlihatkan kekayaan
tempat bekerja collecteur dan jurutulis beserta
atau tidak dianggap rendah oleh orang lain, ingin
magang-magangnya, tetapi tidak dijelaskan wilayah
dianggap sejajar dengan orang-orang kaya atau orang-
kerja collecteur. Dengan demikian, pembaca hanya
orang besar bukanlah tindakan yang benar sebab pada
menduga tentang wilayah kerja collecteur melalui
hakikatnya derajat manusia sama. Selain itu, ketika
kode bahasa dan kode budaya yang ada dalam drama.
manusia menganggap derajat manusia berbeda dan
Drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno”
ingin dianggap sebagai orang terpandang, manusia
menggunakan bahasa biasa, sebagaimana
bisa menyebabkan manusia melakukan sesuatu
dikemukakan Damono (2006: xxv) bahwa “Lelakon
dengan cara yang tidak jujur dengan mengambil dan
Raden Bei Surio Retno” adalah drama realis jika
memanfaatkan (mencuri) uang orang lain atau uang
ditinjau dari segi masalah yang ditampilkannya, yang
negara.
merupakan masalah zaman itu. Di samping itu, bahasa
Dialog lain secara tersirat menyatakan pula bahwa
yang dipergunakannya juga bahasa yang tidak
menikmati masa muda dengan bersenang-senang
berbunga-bunga dan latarnya sama sekali tidak
adalah hal yang wajar, tetapi ketika berlebihan
eksotis.
menjadi tidak benar karena berdampak negatif bagi
Kutipan di atas mengisyaratkan bahwa bahasa
yang bersangkutan. Selain itu, menjaga kehormatan
yang digunakan dalam drama “Lelakon Raden Bei
adalah hal yang baik, tetapi jika berlebihan sampai
Surio Retno” tidak menggunakan gaya bahasa,
berputus asa apalagi dengan cara membunuh diri

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


14

(misalnya simbolisme, ironi, metafora), tidak puitis, terjadi pertengkaran antara Raden Bei dengan istrinya
dan tidak menggunakan lagu. yang yang menyayangi Ongko secara berlebihan
Karena drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno” sampai-sampai berani mengambil uang negara untuk
adalah drama realis, dialog-dialog dalam drama mengabulkan semua permintaan Raden Ongko. Selain
tersebut ada yang panjang-panjang . Menurut Damono itu, sikap istrinya tadi menyebabkan istrinya berlaku
(2006: xxvi) dalam drama realis mungkin sekali tidak adil kepada anak perempuan mereka, Kartani
dialog yang panjang-panjang itu dimaksudkan untuk yang baik dan sederhana serta menyayangi Raden
membuat gambaran yang sangat rinci mengenai watak Ongko, sampai-sampai perhiasan anak perempuannya
tokoh, sebab hanya dari dialog kita bisa digadaikan untuk memenuhi permintaan Raden
mengetahuinya. Ongko.
Penggunaan nama (Raden Bei, Raden Ongko), kata Komplikasi menuju puncak karena Raden Ongko
ganti (kowe, sampeyan) menunjukkan bahwa drama pulang untuk meminta uang untuk membayar
ini bercerita tentang priyai di Jawa Tengah atau Jawa utangnya di Betawi. Raden Bei menolaknya sehingga
Timur. terjadi pertengkaran antara Raden Ongko dan Raden
Penggunaan bahasa Belanda collecteur, staat, Bei. Raden Ongkoi meminta kepada Raden Bei agar
percent, assistent resident, klaar, diteeken, royaal, meminjam uang kas. Kartani meminta Raden Bei
examen, afdee;ing, menunjukkan bahwa peristiwa menjual perhiasan yang diberikan Raden Bei untuk
dalam terjadi pada masa penjajahan Belanda. membantu raden Ongko, tetapi Raden Bei
menolaknya untuk memberi efek jera kepada raden
B. Drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno” Ongko.
Ditinjau dari Pendekatan Struktural dan Klimaks terjadi ketika Raden Ongko dengan
Pendekatan Sosiologis dibantu ibunya membuka kas untuk mengambil uang
1. Drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno” dan diketahui/dipergoki oleh Raden Bei. Raden Bei
Ditinjau dari Pendekatan Struktural marah luar biasa.
Unsur dalam drama (plot, tokoh dan penokohan, Karena merasa dipermalukan dan merasa
latar, tema, dialog, dan bahasa) dapat menjadi kehormatannya telah hilang Raden Bei membunuh
bermakna ketika unsur-unsur tersebut dapat diri dengan cara menembakkan pistol. Inilah
membangun sebuah kesatuan drama. Karena itu, penyelesaian masalah yang digunakan pengarang
perlu analisis hubungan antarunsur dalam drama. dalam mengakhiri drama tersebut.
Uraian di atas menggambarkan betapa erat
a. Hubungan Alur dengan Tokoh hubungan antara alur dengan tokoh dan karakternya.
Plot bergerak dari tahapan permulaan menuju ke
tahapan akhir dan yang menggerakkannya adalah b. Hubungan Tokoh dengan Latar
karakter atau tokoh (Tjahjono, 1989).
Menurut Brockett (1964) fungsi setting adalah
Alur yang terdapat dalam drama “Lelakon Raden
memberikan informasi tentang di mana dan kapan
Bei Surio Retno” digerakkan oleh tokoh dalam drama
tindakan terjadi (ruang tamu, sebuah kastil, penjara;
tersebut. Pada tahap eksposisi tokoh Raden Bei
zaman sejarah, waktu hari, dan musim tahun) dan
dikenalkan sebagai priyai yang memiliki jabatan
membantu dalam karakterisasi.
collecteur melalui mitra kerjanya (jurutulis, magang,
Latar tempat berupa rumah priyai dan latar waktu,
lurah) yang mulai menghadapi masalah tentang
pada zaman Belanda mendukung tokoh drama Raden
anaknya, Raden Ongko, yang sedang bersekolah
Bei sebagai collecteur karena pada zaman Belanda
kedokteran di Betawi, tetapi hidupnya boros dan
yang memiliki jabatan di pemerintahan adalah para
selalu dimanja dan selalu dibela ibunya karena ibunya
priyai atau bangsawan. Selain itu, latar ini pun
merasa Raden Ongko adalah anak laki-laki satu-
mendukung tokoh Raden Bei sebagai seorang priyai
satunya dan berperawakan bagus dan ganteng
yang selalu bertanggung jawab, adil, bijaksana, dan
Alur bergerak menuju komplikasi awal karena
selalu menjaga kehormatan.
Raden Bei menghadapi masalah baru, yaitu uang
Tokoh Raden Ongko pun didukung oleh latar tadi
pajak yang disimpan di kas di rumahnya selalu
karena kebangsawanan yang dimiliki bukan hanya
berkurang, padahal ia adalah orang yang selalu teliti
melahirkan sikap yang baik, tetapi dapat juga
dan bertanggung jawab akan tugasnya.
dianggap sebuah kebanggaan yang berlebihan
Komplikasi mengembang, ketika setelah diselidiki,
sehingga melahirkan karakter seperti yang dimiliki
ternyata yang mengambil uang bukanlah mitra
Raden Ongko (boros, royal, tidak menghargai orang
kerjanya (jurutulis dan Magang Kromo) yang semula
lain, membedakan derajat manusia, menganggap
dicurigainya, melainkan istrinya sendiri sehingga

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


15

hidup serba mudah) sehingga terjebak melakukan perempuan Raden Bei dan adik Raden Ongko, yang
ketidakjujuran (mencuri). sederhana, baik bahkan terlampau baik sehingga
Begitu pula tokoh istri Raden Bei pun didukung ketika dia tidak memakai perhiasaan karena
oleh latar tadi. Sebagai seorag istri priyai dia memiliki perhiasannya digadaikan untuk memenuhi kebutuhan
harapan besar terhadap keturunan laki-laki sehingga raden Ongko oleh ibunya, dia tidak pernah
menyayangi Raden Ongko secara berlebihan sampai- mempermasalahkannya, bahkan ketika permintaan
sampai berani melakukan hal yang tidak benar. Raden Ongko tidak bisa dipenuhi oleh Raden Bei,
Kartani sebagai anak perempuan priyai harus Kartani menawarkan agar perhiasan pemberian
mengikuti aturan yang ada sampai-sampai dia ayahnya dijual, tetapi ditolak oleh ayahnya
memiliki karakter sederhana, tidak pernah menuntut, mendukung tema drama “Lelakon Raden Bei Surio
baik bahkan terlalu baik. Retno”.
Latar Betawi mendukung tokoh Raden Bei dan Latar tempat, rumah priyai, Kota Betawi
anaknya, Raden Ongko, karena yang bisa mendukung tema karena kaum priyai dipandang tinggi
menyekolahkan anaknya di kedokteran yang ada di oleh masyarakat dalam segala hal, tetapi karena
Betawi adalah kaum priyai. pergaulan yang ada di Betawi memungkinkan priyai
Latar Betawi yang multietnis, multisosial, yang tidak memiliki pendirian melakukan hal yang
multibudaya mendukung karakter Raden Ongko yang menyimpang dari aturan.
tidak teguh pendirian hidup dengan mengikuti Begitu pula latar waktu siang dan malam menjadi
kemauannya atau kesukaannya. pendukung tema karena pada waktu siang setelah
Latar waktu siang mendukung karakter tokoh tokoh Raden Bei bekerja dengan jurutulis, magang,
Raden Bei yang bertanggung jawab mengecek dan lurah, Raden Bei, Raden Ongko, dan Kartani
pekerjaan bawahannya yang sudah mau pulang. Latar berbicara tentang permasalahan yang dihadapi, yaitu
waktu malam mendukung karakter ketidakjujuran uang untuk membayar utang Raden Ongko. Istri
tokoh istri Raden Bei dan Raden Ongko yang akan Raden Bei dan Raden Ongko meminta Raden Bei
mengambil atau mencuri uang kas. meminjam dari kas pemerintah, tetapi Raden Bei
Uraian di atas menunjukkan bawa ada hubungan menolaknya. Setelah hari menjelang malam Raden
yang erat antara latar dengan tokoh dan karakternya. Ongko dan ibunya berupaya mengambil uang dari kas
pemerintah dan diketahui Raden Bei, sehingga
c. Hubungan Alur, Tokoh, Latar dengan Tema terjadilah tragedi, Raden Bei bunuh diri.
Tema merupakan gagasan sentral yang ada dalam
2. Drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno”
drama. Karena itu, semua unsur dalam drama harus
Ditinjau dari Pendekatan Sosiologis
mendukung tema. Alur drama “Lelakon Raden Bei
Drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno”
Surio Retno” mulai eksposisi, komplikasi (awal,
merupakan drama yang menggambarkan kehidupan
tengah, dan akhir), klimak, sampai dengan peleraian.
masyarakat Jawa pada masa penjajahan Belanda.
Pada tahap-tahap tersebut ada subgagasan yang
Tokoh protagonis drama ini adalah Raden Bei. Raden
muncul dari prilaku-prilaku tokoh yang semuanya
Bei adalah seorang priyai yang memiliki jabatan
mengarah pada gagasan utama atau tema drama
collecteur. Yang bisa berjabatan seperti itu pada
“Lelakon Raden Bei Surio Retno”, yaitu “hidup harus
zaman Belanda hanya para priyai, sebagaimana
selalu baik dan benar.
dijelaskan dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Priyayi
Tokoh dan karakter setiap tokoh juga mendukung
bahwa Pada awal abad ke-20, dengan semakin
tema. Tokoh Raden Bei yang bertanggung jawab, adil,
berkembangnya kebutuhan pemerintah Hindia
tetapi berlebihan membela kehormatan; Raden Ongko
Belanda akan birokrasi pribumi, orang-orang awan di
yang memanfaatkan masa mudanya dengan
luar trah darah biru mulai mendapat kesempatan untuk
bersenang-senang berlebihan sehingga boros bahkan
mencapai jabatan administratif tertentu dalam
berani mencuri uang negara, memandang dirinya
birokrasi pemerintahan, melalui jalur pendidikan dan
berlebihan sehingga memandang orang lain rendah,
kemampuan berbahasa Belanda. Jabatan juru tulis,
tidak taat kepada orang tua, sombong, tidak
jaksa, petugas pajak, guru, dan mantri umumnya dapat
mempunyai pendirian; istri Raden Bei yang
ditempati setelah mereka lulus pendidikan. Namun
menyayangi Raden Ongko secara berlebihan sampai-
tetap terdapat pembatasan tak resmi untuk jabatan
sampai untuk memenuhi permintaan Raden Ongko
birokrasi tinggi seperti bupati, dimana tidak saja
mengambil uang negara dan membantu Raden Ongko
mempertimbangkan kecakapan dan ijazah resmi
melakukan hal yang sama, menggadaikan perhiasan
melainkan juga harus dari kalangan berdarah biru.
Kartani, dan tidak taat kepada suami; Kartani, anak
Golongan priyayi dengan demikian berkembang

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


16

menjadi dua lapisan, yaitu golongan priyayi tinggi merupakan trah bangsawan namun telah habis grad
(keturunan ningrat) dan priyayi rendah (priyayi penurunan gelarnya. Gelar tersebut tidak harus
sekolahan). dituliskan di Akta Kelahiran. Penggunaan gelar Raden
Berdasarkan kutipan di atas dapat dinyatakan Bagus dapat dimisalkan dengan : Seorang Ibu dengan
bahwa Raden Bei termasuk priyai. Priyai yang gelar RA atau Rr menikah dengan seorang Bapak
dimilikinya termasuk priyai tinggi karena sekalipun tanpa gelar, jika anaknya perempuan maka anaknya
jabatannya petugas/pengawas pajak, dia menyandang akan mendapat gelar Rr. (dengan catatan si Bapak
gelar Raden. Dalam kaitan ini dalam harus diwisuda dengan gelar baru). Namun jika
http://id.wikipedia.org/wiki/GelarkebangsawananJaw anaknya laki-laki maka gelarnya adalah Raden Bagus,
a dijelaskan bahwa apabila sudah menikah berubah menjadi Raden Bei.
Dalam lingkup gelar kebangsawanan Mataram Islam, Penggunaan gelar Raden Bei juga digunakan pada
4 praja nagari (Kesultanan, Kasunanan, Pakualaman, anak pertama laki-laki.
Mangkunegaraan) juga mengenal Gelar Istimewa. Kutipan di atas menegaskan bahwa anak laki-laki
Gelar-gelar ini dibedakan menjadi 2 macam, yakni Raden Bei memiliki hak menggunakan gelar raden
dapat diteruskan pada generasi berikutnya baik putra sehingga anak laki-laki Raden Bei dinamai Raden
maupun putri dan yang tidak dapat diturunkan pada Ongko. berbeda halnya dengan anak perempuannya.
generasi berikutnya dengan alasan merupakan gelar Anak perempuan Raden Bei pun seharusnya masih
jabatan. Pada gelar istimewa yang dapat diturunkan, berhak menggunakan gelar raden, tetapi dalam drama
untuk keturunan dari lelaki dapat memperoleh gelar tersebut hanya dinamai Kartani tanpa gelar Raden. Hal
yang sama dengan generasi sebelumnya, khusus ini dimungkinkan sebagai ekspresi pengarang untuk
keturunan dari perempuan gelarnya akan diturunkan mengkritisi tentang penggunaan gelar.
sesuai tingkatan gelar umum. Jika tingkatan gelar Kutipan di atas pun mengisyaratkan bahwa anak
keturunan dari perempuan habis maka keturunan laki-laki memiliki kekuatan untuk melanggengkan
berikutnya tidak mendapatkan gelar lagi, kecuali Trah keturunan berikut gelarnya. Mungkin itu pula yang
dari garis wanita memiliki kedudukan kebangsawanan melatarbelakangi istri Raden Bei memperlakukan
yang kuat. Contoh gelar yang dapat diturunkan : Raden Ongko (menyayanginya, membelanya) secara
Putra : berlebihan dibandingkan dengan perlakuan istri
 Raden Mas (R.M.) Raden Bei terhadap anak perempuannya.
 Raden (R.) Dalam kutipan tentang priyayi dikatakan bahwa
 Raden Bagus (RB.) priyayi rendah (sekolahan) diperoleh melalui
 Raden Bei (RB.) pendidikan. Artinya, seseorang dapat digolongkan
 Raden Panji (RP.) priyayi sekalipun bukan keturunan bangsawan, asal
 Raden Aryo Panji berpendidikan dan memperoleh jabatan tertentu dalam
 Mas / Mas Anom / Aryo Bagus / Bagus pemerintahan. Dalam kaitan ini pengarang
(merupakan gelar terakhir: ditulis lengkap, mengekspresikannya dalam salah satu dialog, yaitu
biasanya merupakan sebutan bagi seseorang sebagai berikut.
JURUTULIS: Betul dia dan banyak anak, tetapi
Putri : kendati begitu juga dia tida usah
 Raden Ajeng (RA.) / Raden Ayu (RAy.) berhati serong, sebab orang tuwanya
 Rara (Rr.) ada banyak sawah, dan dagang
 Raden Nganten (RNgt.) tembako, dia orang bisa tulung
 Dyah / Ayu / Nimas (merupakan gelar terakhir : padanya kalu dia ada dalem susah,
ditulis lengkap, biasanya merupakan sebutan bagi jadi dia tida brani tangan panjang, dia
seseorang) kepingin sekali jadi priyai.
Gelar-gelar di atas merupakan gelar-gelar (Damono, 2006)
kebangsawan Jawa yang diakui secara aklamasi di Kebangsawanan adalah sebuah kebanggaan.
seluruh Nusantara agar dapat diturunkan terhadap Karena itu, para priyai berupaya untuk selalu
anak cucunya tanpa batas. Pada Gelar Putri, gelar Rara bertindak sesuai dengan norma kehidupan, selalu
(Rr.) dapat diturunkan sampai generasi keberapapun menjaga menjaga kehormatan sehingga bisa tetap
dengan catatan Trah Pihak Wanita memiliki disegani masyarakat dan dipercaya oleh masyarakat
kedudukan bangsawan/Trah yang kuat/Tinggi. Pada dan pemerintah. Sikap seperti itu diekspresikan
poin terakhir pada masing-masing gelar di putra pengarang melalui tokoh Raden Bei yang bertanggun
maupun putri, sebutan gelar tersebut merupakan jawab, bijaksana, adil, sangat membela kehormatan.
sebuah penghormatan bagi orang-orang yang

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


17

Di sisi lain kebangsawanan bisa menjadi sebuah kenal? Tentu ada juga yang
kebanggaan yang mungkin diapresiasi lebih oleh rajin blajar, sebab kalu orang
penyandangnya sehingga muncul sikap sombong ingat plesir saja tentu dia tida
(menganggap kehidupan serba mudah), tidak adil bisa blajar dengan betul.
(tidak menghargai orang lain, menganggap derajat
manusia berbeda), hidup boros. Hal ini diekspresikan RADEN ONGKO : Memang juga ada, tetapi akh
pengarang melalui tokoh Raden Ongko. orang begitu kendati dia masi
Dalam perkawinan di Jawa (Jawa Tengah atau muda dia orang seperti kake-
Jawa Timur) dikenal istilah kanca wingking, yakni kake, siapakah anak muda
bahwa perempuan adalah teman di dapur akan seperti saya bisa idup begitu.
mewarnai kehidupan perkawinan pasutri Jawa. Kalu saya malem-malem
Konsep swarga nunut, neraka katut (ke surga ikut, ke dengar suwara gong nayub, hati
neraka pun turut) (Syukrie, 2003; Handayani dan seperti ditarik-tarik dengan tali
Novianto dalam kapal aken pegi nonton, coba
http://esterlianawati.wordpress.com/2008/04/09/pere tida terlarang anak murid
mpuan-jawa-konco-wingking-atau-sigaraning- sekola kaluwar malem liwat
nyawa/, Darma, 2009). Artinya, dalam masyarakat pukul sepulu, saban malem
Jawa berlaku sistem patriarki istri, anak harus selalu saya ada di luar. Jadi
taat kepada suami (Darma, 2009). Drama “Lelakon melaenken malem minggu saja
Raden Bei Surio Retno” melalui tokoh istri Raden Bei saya bisa susul apa yang saya
yang tidak taat pada suami, tidak adil (perlakuan tida bisa dapet di laen-laen
terhadap anak dan penghargaan terhadap manusia), malem.
dan tidak jujur mengekpresikan kontroversi dengan
budaya yang berlaku di masyarakat pada masa itu.
Sikap tunduk, patuh perempuan terhadap sistem C. Jenis Drama “Lelakon Raden Bei Surio
patriarki dalam drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno”
Retno” masyarakat diwakili oleh anak perempuan Dari alur yang ada dalam drama “Lelakon Raden
raden Bei, Kartani yang baik bahkan terlampau Bei Surio Retno”, diketahui bahwa drama ini
sederhana, taat pada orangtua, dan tidak banyak bergerak dari satu tahap ke tahap dengan konflik-
koflik yang menyedihkan. Dialog diawali dengan
menuntut.
Pada zaman Belanda yang bisa menyekolahkan permasalahan anak lelaki Raden Bei, yaitu Raden
anak ke sekolah tinggi, apalagi sekolah kedokteran, Ongko yang boros. Bagian awal tadi yang diikuti
adalah para priyai. Karena itu, Raden Ongko sebagai dengan komplikasi berupa berkurangnya uang di
dalam kas yang memunculkan timbulnya
anak priyai bisa mengikuti pendidikan kedokteran.
Pendidikan kedokteran pada zaman Belanda hanya pertengkaran antara Raden Bei dengan istrinya.
ada di Jakarta sehingga salah satu latar tempat yang Komplikasi semakin berkembang ketika Raden
Ongko pulang dan meminta uang untuk membayar
digunakan dalam “Lelakon Raden Bei Surio Retno”
adalah Kota Betawi. utangnya di Betawi dan ditolak oleh ayahnya sehingga
Betawi pada zaman Belanda sudah menjadi pusat timbul pertengkaran antara raden Raden Bei dan
pemerintahan. Dengan multietnis, multisosial, Raden Ongko. Komplikasi menuju puncak cerita
multibudaya, dan multipergaulan Betawi ketika Raden Ongko membujuk ibunya untuk mencuri
memungkinkan Raden Ongko yang tidak mempunyai uang dan disepakati ibunya. Klimaks terjadi ketika
pendirian bergaul dengan yang disukainya meskipun Raden Ongko bersama ibunya membuka kas dan
disadarinya secara terlambat bahwa itu salah, diketahui ayahnya. Drama diakhiri dengan peleraian,
sebagaimana tergambar pada dialog berikut. Raden Bei bunuh diri karena merasa malu.
RADEN ONGKO : Ya, Ibu, orang muda di negri Uraian di atas secara tersurat menunjukkan bahwa
drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno” termasuk
Betawi tida bisa idup senang
drama tragedi karena memenuhi kriteria drama
plesir dan gaulan sama anak
tragedi, sebagaimana dikemukakan (Sumardjo, 1984)
orang-orang besar kalu dia tida
bahwa ciri-ciri drama tragedi adalah
ada uwang, lagi penggoda di 1) berisi kisah sedih
negri Betawi tida sedikit. 2) berakhir dengan kematian tokoh utama
IBU : Masa semua teman sekolamu 3) Tokoh utama dikalahkan
cuma plesir saja yang dia 4) Bernada pesimis

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


18

5) Berwarna gelap dan muram manusia berbeda), tidak jujur (mencuri). Tokoh
6) Nasib dan keadaanlah yang menguasai manusia. Tritagonis adalah Kartani yang mempunyai
karakter sederhana baik, bahkan terlampau baik,
D. Kedudukan Drama “Lelakon Raden Bei Surio sederhana. Tokoh Pembantu adalah jurutulis,
Retno” dalam Periodisasi Sastra Indonesia magang, dan lurah.
Berdasarkan periodisasi sastra yang dikemukakan 3) Penokohan yang digunakan dalam drama “Lelakon
Rosidi (1986: 11-12) drama “Lelakon Raden Bei Raden Bei Surio Retno” adalah cara analitik dan
Surio Retno” termasuk drama masa kelahiran atau dramatik berupa dialog antartokoh.
masa pejadian, Masa Kelahiran atau Masa Penjadian 4) Latar yang digunakan dalam drama “Lelakon
(1900-1945), khususnya Periode Awal. Berdasarkan Raden Bei Surio Retno” adalah latar tempat berupa
periodisasi drama menurut Dewan Redaksi Yayasan pendopo rumah priyai dan rumah priyai, Kota
Lontar (Damono, 2006) drama “Lelakon Raden Bei Betawi. Latar waktu yang digunakan adalah
Surio Retno” termasuk drama periode 1895-1930. zaman Belanda, waktu siang, dan waktu malam.
Drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno” bukan 5) Tema drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno”
lagi merupakan tiruan dari Komedi Stambul atau adalah “hidup harus selalu benar dan baik” yang
Opera Melayu. Drama ini termasuk drama realis disampaikan secara implisit.
sebagai pengaruh dari Eropa, sebagaimana 6) Dialog cukup komunikatif sehingga dapat
dikemukakan Damono (2006) bahwa pengaruh Barat mengungkapkan unsur-unsur drama lain dengan
pun masuk sekitar akhir abad ke-19, mula-mula dalam jelas, kecuali pada latar tidak ada dialog ataupun
bentuk penulisan naskah yang dikembangkan untuk teks samping yang secara eksplisit ataupun implisit
kepentingan sosial, seperti mencari derma bagi menyatakan latar tempat berupa wilayah Jawa
organisasi sosial di kalangan kaum peranakan Cina Tengah atau Jawa Timur.
atau merupakan idealisme seperti yang terjadi di 7) Drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno”
sementara kalangan intelektual muda pada masa itu. menggunakan bahasa biasa, tidak menggunakan
Dalam perkembangan tahap ini, dua jalur bahasa yang berbunga-bunga. Artinya, bahasa
perkembangan pun muncul yang pertama merupakan yang digunakan tidak menggunakan gaya bahasa,
tiruan belaka dari seni pertunjukkan Komedi Stambul (misalnya simbolisme, ironi, metafora), tidak
atau Opera Melayu, yang kedua merupakan usaha puitis, dan tidak menggunakan lagu.
beberapa kalangan untuk menyerap pengaruh dari 8) Karena latar tempat yang digunakan adalah
teater Eropan yang pada masa itu sedang wilayah Jawa Tengah atau Jawa Timur beberapa
mengembangkan realisme.... Kwee Tek Hoay dan bahasa daerah digunakan, di antaranya penggunaan
Wiggers yang mengembangkan realis dalam drama. nama (Raden Bei, Raden Ongko, Magang Kromo),
kata ganti (kowe, sampeyan). Penggunaan bahasa
IV. SIMPULAN DAN SARAN Belanda collecteur, staat, percent, assistent
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dirumuskan resident, klaar, diteeken, royaal, examen,
beberapa simpulan. afdeeling, menunjukkan bahwa peristiwa dalam
1) Alur yang digunakan dalam drama “Lelakon terjadi pada zaman Belanda.
Raden Bei Surio Retno” adalah alur maju karena 9) Secara struktural, hubungan antarunsur drama
peristiwa diungkapkan secara kronologis mulai (alur, tokoh dan karakter, latar, tema) sangat erat
eksposisi, komplikasi, klimaks, dan diakhiri kaitannya. Tokoh menggerakkan alur; latar
dengan peleraian. mendukung tokoh dan karakternya; dialog
2) Tokoh protagonis drama “Lelakon Raden Bei mendeskripsikan alur, tokoh dan karakter tokoh,
Surio Retno” adalah Raden Bei yang memiliki serta latar; alur, tokoh dan karakter, latar, dialog
karakter bertanggung jawab, adil (menganggap mendukung tema. Dengan demikian, unsur-unsur
anak laki-laki dan perempuan mempunyai hak drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno”
yang sama, menganggap derajat manusia sama), membangun drama tersebut secara utuh.
bijaksana, tetapi membela kehormatan terlampau 10) Secara sosiologis, drama “Lelakon Raden Bei
berlebihan. Tokoh antagonis adalah Raden Ongko Surio Retno” menggambarkan kehidupan
yang mempunyai karakter boros, royal, tidak taat masyarakat Jawan pada zaman Belanda. Yang
kepada orang tua, tidak adil (menganggap derajat diungkapkan adalah hal yang realistis dan
manusia berbeda), tidak teguh, tidak jujur kontroversi. Hal yang kontroversi dipandang
(mencuri); istri Raden Bei yang mempunyai sebagai wujud kritik terhadap situasi sosial yang
karakter tidak adil (memperlakukan anak laki-laki ada.
dan perempuan berbeda, menganggap derajat

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019


19

11) Drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno” Ratna, Ny.K..2008. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa,
termasuk drama tragedi karena memenuhi Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka
kriteria sebagai drama tragedi, yaitu berisi kisah Pelajar.
sedih, berakhir dengan kematian tokoh utama, Satoto, S. 2012. Analisis Drama Teater. Yogyakarta:
tokoh utama dikalahkan, bernada pesimis, Ombak.
berwarna gelap dan muram, nasib dan keadaanlah Sumardjo, J. 1984. Memahami Kesusastraan.
yang menguasai manusia. Bandung: Alumni.
12) Drama “Lelakon Raden Bei Surio Retno” Syukrie, E.S. 2003. “Pemberdayaan Perempuan
merupakan drama realis yang termasuk ke dalam dalam Pembangunan Berkelanjutan”. [On
periode Masa Kelahiran atau Masa Penjadian line]. Tersedia:
(1900-1945) dengan karakteristik dipengaruhi www.lfip.org/english.pdf/bali-
oleh sastra Belanda. seminar/Pemberdayaanperempuan-erna-
sofyan-syukrie. [5 Juni 2019]
SARAN Tarigan, H.G. 1986. Prinsip-prinsip Dasar Sastra.
1) Penelitian ini merupakan penelitian yang sangat Bandung: Angkasa.
terbatas, baik yang berkaitan dengan unsur-unsur Tjahjono, L.T. 1988. Sastra Indonesia: Pengantar
maupun jumlah drama yang dinalisisnya. Oleh Teori dan Apresiasi. Ende Flores: Nusa Indah.
karena itu, bagi penelitian lanjutan dapat Welek, R. dan Austin Waren. 1995. Teori
memfokuskan penelitian terhadap unsur drama Kesusastraan. (Terjemahan Melani Budianta).
secara utuh dan menyeluruh dengan jumlah Jakarta: Gramedia Pustaka.
drama yang relatif representatif bagi sebuah
penelitian.
2) Drama merupakan salah satu bahan ajar dalam
pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu
penelitian lanjutan pun bisa memfokuskan pada
kesesuaian drama berdasarkan kriteia bahan ajar
pada umunya dan kriteria bahan ajar sastra pada
khususnya sehingga manfaat penelitian relatif
lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Baribin, R. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi.


Semarang: IKIP Semarang Press.
Brockett, O.G. 1964. The Teacher an Introduction.
New York: Holt Rinehart.
Damono, S.Dj. 2006. Antologi Drama Indonesia
1931-1945. Jakarta: Amanah Lontar.
Darma, Y.A. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung:
Yrama Widya
Fananie, Z. 2000. Telaah Sastra. Surakarta:
Muhammadiyaah Univeristy Press.
Lianawati, E. 2008. “Perempuan Jawa, Konco
Wingking atau Sigaraning Nyawa?” .
[Online]. Tersedia:
http://esterlianawati.wordpress.com/2008/
04/09/perempuan-jawa-konco-wingking-
atau-sigaraning-nyawa/ . [2 Juni 2019].
Nurgiyantoro, B. 1995. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pradopo, R. Dj..1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

Jurnal Metabasa, Volume 1, No. 1, Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai