Rumusan masalah:
1. Adakah hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan pasien?
- Pada efusi pleura tidak ditemukan adanya perbedaan jenis kelamin yang
signifikan antara pria dan wanita.Sedangkan untuk usia ,efusi pleura ini relatif
lebih banyak ditemukan pada usia dewasa muda dan orang tua. Namun efusi
pleura ini sering ditemukan pada anak terutama anak dengan pneumonia
3. Mengapa pasien merasa nyaman bila melakukan posisi duduk saat tidur?
- Pada saat posisi duduk, secara alami gravitasi menarik diafragma ke bawah
sehingga memungkinkan ekspansi dada menjadi lebih lebar, dan ventilasi
paru menjadi lebih besar. Sedangkan pada saat posisi tidur, pergerakan
diafragma tidak bisa maksimal karena tidak ada bantuan dari gravitasi,
sehingga ada risiko terjadi penurunan pengembangan dinding dada. Selain
itu, posisi duduk juga mengurangi risiko statis sekresi pulmonar yang dapat
menyebabkan obstruksi jalur napas. Sehingga apabila diaplikasikan pada
kasus, diketahui bahwa terdapat cairan di rongga pleuranya. Apabila pasien
pada posisi tidur, tidak ada gaya gravitasi yang membantu diafragma
sehingga terjadi penurunan pengembangan dinding dada, menyebabkan
pasien memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami sesak. Selain itu cairan di
pleuranya membuat jalur napas mengalami obstruksi yang menyebabkan
semakin sulit bernapas. Ketika pasien dalam posisi duduk, akan terasa lebih
nyaman dikarenakan diafragmanya terbantu oleh gravitasi dan
meminimalisasi adanya statis cairan di pleuranya sehingga mengurangi risiko
obstruksi jalur napas.
4. Apa hubungan riwayat kemoterapi atau radioterapi pasien dengan keluhan saat
ini?
- Kemoterapi dapat meningkatkan permeabilitas kapiler dengan peningkatan
tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan onkotik mikrovaskuler sehingga
peningkatan laju masuknya cairan ke dalam pleura visceral meningkat. Efek
samping dari kemoterapi ini menyebabkan penumpukan cairan di rongga
pleura ditambah lagi dengan peningkatan tekanan sehingga integritas sel
pada dinding cavitas pleura tidak lagi sama seperti dulu
-
5. Apa hubungan riwayat biopsi mammae 1 tahun yang lalu dgn keluhan pasien
saat ini?
● Efusi pleura didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapatnya cairan
yang berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan) cairan
pleura ataupun adanya cairan di cavum pleura yang volumenya melebihi
normal dan menimbulkan gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura
parietal dan visceral tidak mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh
darah mikropleura visceral. Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat
disebabkan oleh beberapa kelainan, antara lain infeksi dan kasus keganasan
di paru atau organ luar paru.
● Efusi pleura akibat keganasan dipastikan dengan adanya sel-sel kanker pada
ruang pleura dan ini diakibatkan oleh keganasan metastatik yang berasal dari
penyebaran langsung sel-sel ganas dari tempat sekitar (seperti pada
keganasan paru, payudara, dan dinding dada), invasi dari vaskularisasi paru
dengan embolisasi dari sel-sel tumor ke pleura viseralis, atau metastasis jauh
hematogen dari tumor ke pleura parietalis.
● Begitu didapatkan pada ruangan pleura, deposit tumor menyebar di sepanjang
membrane pleura parietalis dan menyumbat stomata limfatik yang akan mengalirkan
cairan intraleural (Haas et al., 2007) → kita ketahui pada skenario px memiliki
riwayat biopsi mammae dengan kemoterapi jd ada riwayat ca mammae
● Ada penelitian yang menemukan bahwa MCP-1 merupakan pemicu untuk
terjadinya perubahan permeabilitas vaskuler, penarikan sel-sel mononuklear
ke ruang pleura, dan angiogenesis pada tumor-tumor pleura (Heffner dan
Klein, 2008).
● Pasien dengan kanker juga dapat menyebabkan terjadinya efusi pleura
sebagai efek tidak langsung dari kanker, walaupun tanpa ditemukannya sel-
sel kanker pada ruangan pleura. Efusi jenis ini dikenal dengan nama efusi
paraneoplastik atau paramaligna, yang dapat terjadi dari infiltrasi tumor
kelenjar getah bening mediastinum, emboli paru, sindrom vena cava superior,
atau penurunan tekanan onkotik (Porcel dan Light, 2006).
● Simpulan efusi pleura dapat disebabkan oleh keganasan akibat metastasis
dari ca mamae
12. Apa tatalaksana farmako dan non farmako sementara yang bisa digunakan?
❖ Non farmako :
➢ Torakosentesis, yaitu tindakan melakukan aspirasi atau “menyedot”
cairan pada rongga pleura
➢ Chest tube atau selang dada, yaitu pemasangan selang ke rongga
pleura untuk mengeluarkan cairan yang ada agar paru-paru dapat
mengembang sempurna
➢ Drainase pleura, yaitu dengan memasang kateter atau selang untuk
mencegah efusi pleura yang berulang
❖ Farmako: Biasanya sesuai penyebab dari efusi pleura tersebut
➢ Obat diuretik, untuk gagal jantung kongestif
➢ Antibiotik, apabila efusi disebabkan oleh penyakit infeksi paru misal
pneumonia
➢ Simptomatis, bisa disesuaikan dengan gejala yang dialami pasien.
LO
1. Faktor risiko
- Merokok dan konsumsi alkohol, mereka ini bisa nyebabin penyakit paru, liver,
dan jantung yang nantinya bisa mengarah ke efusi pleura
- Riwayat kontak dengan asbestos
- Kebocoran dari organ lain: biasanya pada penderita gagal jantung kongestif,
ketika jantung gagal memompa darah secara memadai ke tubuh. Selain itu jg
bisa disebabkan karena penumpukan cairan dalam tubuh yang ngerembes ke
dalam rongga pleura, sebagai akibat dari disfungsi hati/ginjal.
- Kanker : biasanya paling sering dari kanker paru, walaupun kanker lain juga
bisa seperti pada skenario yang berasal dari kanker mammae
- Infeksi : pneumonia dan TB
- Autoimun : lupus atau RA
- Emboli paru : efusi pleura juga bisa terjadi karena penyumbatan arteri di
salah satu paru
Thorakosintesis diindikasikan untuk efusi pleura baru yang tidak tau penyebabnya.
Obeservasi dan optimal medical therapy (OMT) tanpa dilakukan thorakosintesis
merupakan hal yang wajar dalam penanganan efusi pleura karena gagal jantung
atau setelah operasi CABG. Namun manifestasi lain (seperti demam, pleuritis;
radang selaput dada) atau kegagalan untuk menanggapi terapi pada pasien harus
segera dipertimbangkan dilakukan thorakosentesis diagnostik.
Tujuan penatalaksanaan pada efusi pleura ganas (maligna) adalah paliasi atau
mengurangi gejala. Pilihan terapi harus tergantung pada prognosis, kejadian efusi
berulang, dan keparahan gejala pada pasien. Thoracentesis terapeutik ulang sesuai
untuk pasien dengan prognosis buruk (<3 bulan) dan, reakumulasi cairan yang
rendah. Kateter pleura yang menetap (WSD) dengan drainase intermiten biasanya
merupakan prosedur pilihan pada efusi pleura ganas. Kateter pleura yang tinggal di
dalam tubuh telah dibuktikan memberikan peredaan gejala yang signifikan, dan 50%
hingga 70% pasien mencapai obliterasi spontan dari rongga pleura (pleurodesis)
setelah 2 hingga 6 minggu. Pleurodesis kimia dengan bedak juga sangat efektif
dengan tingkat keberhasilan 60% hingga 90%, tergantung pada derajat atau
ekspansi paru-paru. Pleurektomi, dan pintasan pleuroperitoneal adalah pilihan
manajemen lain tetapi jarang dilakukan.
8. DD Efusi Pleura
- Hematothorax → akumulasi darah di rongga intrapleura. Penyebabnya bisa banyak,
cuma yang paling sering karena traumatis, misal KLL, kena benda tumpul yang
menyebabkan fraktur costae, dll. Bisa juga pada non-trauma misal pada tumor, dll.
❖ Ketika ada trauma pada thorax, bisa menyebabkan laserasi paru atau
pembuluh darah intercostalis atau arteria mammae interna. Laserasi
ini menyebabkan adanya perdarahan, yang nantinya darahnya akan
terakumulasi di rongga pleura.
❖ Darah yang terakumulasi akan terus bertambah secara progresif,
menyebabkan adanya tekanan pada paru, lalu bermanifestasi menjadi
gangguan pada paru, menyebabkan gangguan ventilasi, yaitu penurunan
kadar oksigen dan kenaikan kadar CO2. Hal ini membuat respons tubuh
berusaha bernapas lebih banyak untuk mendapatkan menaikkan kadar
oksigen dalam tubuh → menjadi takipnea (RR naik)
❖ Selain itu perdarahan juga menyebabkan cardiac output pada jantung
akan menurun. Respons tubuh adalah dengan memompa jantung
lebih cepat agar darah bisa mengalir ke seluruh tubuh, sehingga
menyebabkan takikardi (HR naik). Kurangnya darah mengakibatkan
tekanan darah menurun, lalu aliran darah ke perifer juga menurun.
Sehingga manifestasinya akan terlihat lebih pucat, atau bahkan bisa
sianosis karena darahnya lebih banyak terkandung CO2.
- Empiema → akumulasi nanah/pus di rongga intrapleura. Ketika ada aspirasi bakteri
dari orofaring, bisa menyebabkan kerusakan pada pleuranya.
❖ Ketika ada pleural damage, akan terjadi inflamasi. Inflamasi akan
menyebabkan kemotaksis neutrofil. Akibatnya, terjadi peningkatan
permeabilitas pada pleura akibat sitokin inflamasi. Nanti akan terlihat
gambaran efusi pleura. Fase ini disebut fase eksudatif.
❖ Ketika inflamasi terjadi secara terus menerus, dapat menyebabkan
translokasi bakteri. Hal ini menyebabkan kaskade koagulasi, dan
adanya peningkatan deposit dari pleural fibrin dan fibrin remodelling.
Adanya bakteri juga menyebabkan rendahnya regulasi dari fibrinolitik.
Akibatnya, cairan pada pleura akan tampak menjadi lebih keruh. Fase
ini disebut fase fibrinopurulent
❖ Akumulasi bakteri secara terus menerus akan menyebabkan inflamasi
berulang pada pleura. Hal ini menyebabkan fibroblast kemotaksis,
yang manifestasinya berupa fibrosis pada permukaan pleura. Pada
fase ini akan ditemukan pus pada rongga intrapleuranya, yang
menyebabkan empiema. Fase ini disebut sebagai fase organizing