Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN


HEMOTHORAX DAN
PNEUMOTHORAX
OLEH :
• ANITHA
• EMILZA MAIZAR
• NUR INAYAH
HEMOTHORAX
• Defenisi
• Hemothorax adalah
adanya darah yang
masuk ke dalam
rongga pleura
ETIOLOGI
• Trauma tajam ataupun tumpul.
Hal ini bisa terjadi apabila trauma tumpul dapat
menimbulkan fraktur tulang iga, sehingga terjadi
robekan pembuluh darah interkostalis dan juga
menimbulkan robekan pada jaringan paru.
• Robekan aneurisma aorta.
• Komplikasi karena pemberian obat antikoagulansia
pada infark paru.
• Pada penderita dengan kelainan “haemorrhagic
diathesis”.
• Komplikasi pada operasi thoraks.
GEJALA KLINIS
• Gejala dan keluhan hemothorax tergantung dari
berat ringannya trauma. Atau tergantung jumlah
darah yang masuk ke rongga pleura. Adanya
timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit
karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak
rasa sakit hilang.
• Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
Penderita bisa mengeluh sesak napas, nyeri dada,
takikardia, hipotensi tampak anemia dan sianosis
bahkan sampai shock hipovolemik akibat
perdarahan.
• Adanya gejala-gejala seperti demam, menggigil,
dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi
(kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak
PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSTIK
• ANAMNESA
Adanya riwayat trauma pada dada, atau sehabis tindakan pembedahan.

• PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal)
Perkusi pada hemithorax yang sakit terdengar redup dan pada auskultasi,
suara napas terdengar berkurang atau menghilang sama sekali. pada
auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
 Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

• CHEST X RAY
Gambaran radiologis seperti pada efusi pleura yaitu menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain
• Torakosentesis / pungsi pleura
untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis.
Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-
8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks),
pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa
transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
Setelah dilakukan aspirasi percobaan, maka cairan tersebut dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut :

• LABORATORIUM
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi
untuk sel-sel malignan, dan pH.
1. Apabila jumlah eritrosit 5 – 6000 / mm3 -----> “a rosy tint”
2. Apabila jumlah eritrosit > 10.000 / mm3 ------> “serosanguinous”.
3. Hal ini didapatkan pada efusi pleura hemoragis.
4. Apabila cairan hemoragis yang berasal dari komplikasi thorakosintesis,
cairan tersebut disentrifus dan supernatannya menjadi jernih.
Sebaliknya pada hemothorax supernatannya tetap merah.

Dikatakan hemothorax bila kadar Hb darah yang berasal dari rongga


pleura > 1 g/dl atau apabila kadar Hb yang berasal dari darah hemothorax
separuh dari harga Hb darah perifer.
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Dipasang “Chest tube” dihubungkan dengan system WSD,yang berfungsi untuk
mengeluarkan cairan dari rongga pleura dan mempercepat paru mengembang.
Lokasi pemasangan pada basal paru letak selang pada interkostal V-VI atau
VIII-IX mid aksila
2. FUNGSI PLEURA dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen
guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan dispneu. Fungsi pleura berulang
mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks.
Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase
yang dihubungkan ke system drainase water-seal ( WSD)atau pengisapan untuk
mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan paru.
Apabila dengan pemasangan WSD, darah tetap tidak behenti maka
dipertimbangkan untuk thorakotomi.
3. Pemberian oksigen 2 – 4 liter/menit, lamanya disesuaikan dengan perubahan klinis,
lebih baik lagi apabila dimonitor dengan analisa gas darah. Usahakan sampai gas
darah penderita normal kembali.
4. Pemberian tranfusi darah : dilihat dari adanya penurunan Hb. Sebagai patokan
dapat dipakai perhitungan sebagai berikut, setiap 250 cc darah (dari penderita
dengan Hb 15 g %) dapat menaikkan ¾ g % Hb. Diberikan dengan tetesan normal
kira-kira 20 –30 tetes / menit dan dijaga jangan sampai terjadi gangguan pada
fungsi jantung atau menimbulkan gangguan pada jantung.
5. Pemberian antibiotika, dilakukan apabila ada infeksi sekunder.

- Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur.


- Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat,
maka penderita dapat diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin
dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
6. Untuk mengobati nyeri dapat diberikan analgetika
PENATALAKSANAAN
• Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada
penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).

• Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan


specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
• Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam
beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri,
penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks.
• Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan
drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan
untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
• Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan
kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah
akumulasi cairan lebih lanjut.
• Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding
dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
PENGKAJIAN
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop,
hipertensi/hipotensi, DVJ
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4. nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat
oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
5. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada,
retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun
(pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara
dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik)
bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit
: pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
(akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas,
proses inflamasi.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu
cepat
3. Nyeri berhubungan dengan factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan
factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
4. Resiko tinggi trauma/ hentian nafas berhubungan denganproses cidera,
system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
terhadap penyakit dan prosedur tindakan
• 1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi
paru (akumulasi udara/cairan), gangguan
musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu,
perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot
aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis,
GDA tak normal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA
normal
- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
• Intervensi :

 Identifikasi etiologi atau factor pencetus


 Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis,
perubahan tanda vital)
 Auskultasi bunyi napas
 Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
 Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala
tempat tidur
 Bila selang dada dipasang :
a. periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b. Observasi gelembung udara botol penampung
c. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi
kebocoran
d. Awasi pasang surutnya air penampung
e. Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
 Berikan oksigen melalui kanul/masker

Anda mungkin juga menyukai