Anda di halaman 1dari 2

Metode-metode Penilaian Kinerja

Menurut Mondy & Noe(2005), ada tujuh metode penilaian kinerja yaitu:

1. Rating Scales

Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur faktor-faktor kinerja (performance
factor). Misalnya dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan
adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan
tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk
menilai faktor-faktor kinerja lainnya.

2. Critical Incidents

Evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good or
bad behaviour) pegawai. Dalam metode ini, penilai harus menyimpan catatan tertulis tentang tindakan-
tindakan atau prilaku kerja yang sangat positif (high favorable) dan perilaku kerja yang sangat negatif
(high unfavorable) selama periode penilaian.

3. Essay

Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan, kinerjanya pada masa lalu,
potensinya dan memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut. Metode ini cenderung
lebih memusatkan perhatian pada perilaku ekstrim dalam tugas-tugas karyawan daripada pekerjaan
atau kinerja rutin yang mereka lakukan dari hari ke hari. Penilaian seperti ini sangat tergantung kepada
kemampuan menulis seorang penilai.

4. Work standard

Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya
atau dengan tingkat keluaran yang diharapkan. Standar mencerminkan keluaran normal dari seorang
pekerja yang berprestasi rata-rata, yang bekerja pada kecepatan atau kondisi normal. Agar standar ini
dianggap objektif, para pekerja harus memahami secara jelas bagaimana standar yang ditetapkan.

5. Ranking

Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai dengan peringkat yang disusun
berdasarkan kinerja secara keseluruhan. Contohnya, pekerja terbaik dalam satu bagian diberi peringkat
paling tinggi dan pekerja yang paling buruk prestasinya diletakkan di peringkat paling bawah. Kesulitan
terjadi bila pekerja menunjukkan prestasi yang hampir sama atau sebanding.

6. Forced distribution

Penilai harus “memasukkan” individu dari kelompok kerja ke dalam sejumlah kategori yang serupa
dengan sebuah distribusi frekuensi normal. Contoh para pekerja yang termasuk ke dalam 10 persen
terbaik ditempatkan ke dalam kategori tertinggi, 20 persen terbaik sesudahnya ke dalam kategori
berikutnya, 40 persen berikutnya ke dalam kategori menengah, 20 persen sesudahnya ke dalam kategori
berikutnya, dan 10 persen sisanya ke dalam kategori terendah. Bila sebuah departemen memiliki
pekerja yang semuanya berprestasi istimewa, atasan “dipaksa” untuk memutuskan siapa yang harus
dimasukan ke dalam kategori yang lebih rendah.

7. Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS)

Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang mencerminkan dimensi
kinerja dan membuat skalanya. Misalnya penilaian pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan
pelanggan tidak menerima tip dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila
pegawai itu membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala 7 yang berarti
kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai
dengan tingkat kinerja yang diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai