Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Majelis Hakim Yang Mulia,

Saudara Penasehat Hukum yang kami hormati.

Pengunjung Sidang yang kami hormati.

Pertama-tama kami panjatkan puji dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga persidangan atas nama Terdakwa IBNU RAJA
LUBIS dapat terlaksana dengan baik, dan tertib tanpa ada kendala yang berarti.

Penghormatan tertinggi dan rasa terima kasih kami sampaikan kepada Majelis Hakim yang
telah memberikan kesempatan kepada kami selaku Penuntut Umum untuk menyampaikan

Pendapat atas Keberatan yang diajukan Penasehat Hukum Terdakwa, terhadap Surat
Dakwaan yang kami susun. Tidak lupa, kami juga memberikan apresiasi kepada saudara

Penasehat Hukum yang telah berusaha dengan kerja keras dalam menjalankan tugasnya
mendampingi Terdakwa dalam persidangan yang mulia ini.

Kami selaku Penuntut Umum akan memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan oleh
Majelis Hakim berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), untuk dapat mengajukan Pendapat atas
Keberatan Penasehat Hukum Terdakwa, guna meluruskan pemahaman saudara Penasehat

Hukum terhadap Surat Dakwaan yang telah kami susun.

Terlebih dahulu kami akan memberikan dasar filosofis dari pemberian pendapat yang akan

kami sampaikan selaku Penuntut Umum. Secara Umum, berdasarkan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, sebagai salah satu institusi peradilan, kewenangan jaksa

dalam melakukan penuntutan dalam suatu perkara seharusnya dapat langsung dirasakan
oleh masyarakat karena terkait dengan penegakan hukum yang berisikan dengan nilai-nilai

keadilan di mata masyarakat.

Pendapat atas jawaban Penasehat Hukum yang secara tegas dan nyata disebutkan dalam

Pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bertujuan sebagai
salah satu bentuk pelaksanaan dari tugas mulia Penuntut Umum yang memiliki fungsi utama

untuk menuntut seseorang yang dianggap bersalah demi mencapai keadilan sebagaimana
yang dicita-citakan oleh masyarakat. Tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada rekan

sejawat kami, pendapat ini akan menjadi bentuk manifestasi dari pelaksanaan wewenang
kami yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang.

Selanjutnya, kami akan menjelaskan ketentuan yang mengatur Keberatan terhadap suatu
Dakwaan dalam perkara pidana. Ketentuan mengenai materi pokok Keberatan telah diatur

Halaman 2 dari 15 Tanggapan Atas Nota Keberatan Penasihat Hukum


secara limitatif dalam Pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), yang intinya bahwa materi pokok Keberatan Penasehat Hukum telah ditentukan

hanya meliputi tiga hal, yaitu :

1. Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara (exeptie onbevoegheid van de

rechter);

2. Surat dakwaan tidak dapat diterima (vernietigbaar); dan

3. Surat dakwaan dibatalkan demi hukum (van rechtwegenietig).

Yang menjadi pedoman Penuntut Umum dalam menyusun Surat Dakwaan adalah Pasal

143 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berbunyi :

Penuntut Umum membuat Surat Dakwaan yang diberi tanggal dan ditanda tangani serta
berisi :
(a) Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, kebangsaan, tempat tinggal,
agama, dan pekerjaan Terdakwa;dan
(b) Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan.

Selanjutnya dalam Pasal 143 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) disebutkan: Surat Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana


dimaksud
dalam Ayat (2) huruf b batal demi hukum.

M. Yahya Harahap dalam bukunya: Pembahasan dan Permasalahan Penerapan KUHAP:

Pemeriksaan Sidang di Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar
Grafika, Halaman 123 s.d. 133, menguraikan tentang materi Eksepsi meliputi :

Klasifikasi Eksepsi :

1. Eksepsi kewenangan mengadili;

2. Eksepsi kewenangan menuntut gugur;

3. Eksepsi tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima, yaitu:

a. Eksepsi pemeriksaan penyidikan tidak memenuhi syarat Pasal 56 ayat (1) Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); dan

b. Eksepsi pemeriksaan tidak memenuhi syarat klacht delict.

4. Eksepsi lepas dari segala tuntutan hukum. Putusannya dalam bentuk putusan akhir tentu

saja setelah memeriksa pokok perkara dan memutuskan onslagh van rechtsvervolging;

5. Eksepsi dakwaan tidak dapat diterima, meliputi :

a. Eksepsi subjudice, tindak pidana yang sedang didakwakan sedang dalam

tergantung pemeriksaannya;

b. Exceptio in personan, dalam dakwaan terkandung Error in persona;

Halaman 3 dari 15 Tanggapan Atas Nota Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa Silwa
Martianna
c. Eksepsi keliru sistematika dakwaan subsideritas; dan

d. Keliru dalam bentuk dakwaan yang diajukan, yaitu dakwaan yang mestinya diajukan

berbentuk kumulasi tetapi diajukan dalam bentuk subsideritas atau sebaliknya.

6. Eksepsi batal demi hukum, dimana dakwaan tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat

(2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dianggap obscuur libel

(kabur) atau confuse (membingungkan) atau misleading (menyesatkan) yaitu meliputi


beberapa bentuk:

a. Dakwaan tidak memuat tanggal dan tanda tangan;

b. Dakwaan tidak menyebut identitas Terdakwa secara lengkap;


c. Tidak menyebut locus delicti dan atau tempus delicti;dan

d. Tidak cermat, jelas, lengkap uraian mengenai tindak pidana yang didakwakan;
Dengan berpedoman pada ketentuan diatas, maka kami selaku PenuntutUmum tidak

akan menanggapi alasan Keberatan yang berada diluar koridor ketentuan Pasal 156
Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) lebih lanjut. Apabila

dalam Keberatannya saudara Penasehat Hukum menyampaikan hal-hal yang


menyangkut materi pokok perkara, maka hal tersebut menunjukkan bahwa Penasehat

Hukum Terdakwa tidak memahami tugasnya sebagai pendamping dari Terdakwa.


Demikian pula halnya jika Keberatan yang diajukan oleh Penasehat Hukum hanya

berisi hal-hal yang sifatnya hanya membangun Opini belakang, bahwa Terdakwa tidak
bersalah sebelum materi pokok perkara diperiksa, hal tersebut sesungguhnya
menunjukkan bahwa Penasehat Hukum tidak memahami ketentuan Pasal 156 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan seolah-olah ingin

mendahului kewenangan Majelis Hakim dalam memutus perkara a quo.

“The way to combat noxious ideas is with otherideas. The way to combat falsehood is
with truth.” (Untuk memerangi gagasan sesat adalahdengan menggunakan gagasan
lainnya. Untuk memerangi kebohongan adalah dengan kebenaran) - William O.
Douglas-.
Terlepas dari berbagai perbedaan pemikiran antara kami selaku Penuntut Umum dan
Penasehat Hukum Terdakwa, sudah selayaknya sebagai aparat penegak hukum dapat

menempatkan diri sesuai dengan tugas serta kewenangan masing-masing, dan


menyerahkansegala keputusannya kepada Majelis Hakim yang telah diberi wewenang

oleh Undang-Undang,untuk menilai segala perbedaan tersebut sehingga terciptanya


keputusan yang adil dan bijaksana. Layaknya tujuan daripada hukum pidana itu

sendiri. Semoga persidangan ini terus menunjukan kewibawaannya untuk menemukan


kebenaran materil dalam perkara ini.

Halaman 4 dari 15 Tanggapan Atas Nota Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa Silwa Martianna
PENDAPAT PENUNTUT UMUM
TERHADAP KEBERATAN/EKSEPSI
TIM PENASEHAT HUKUM TERDAKWA
ATAS NAMA IBNU RAJA LUBIS
Nomor Register Perkara :

Majelis Hakim Yang Mulia,


Saudara Penasehat Hukum yang kami hormati.

Pengunjung sidang yang kami hormati.

Setelah kami mencermati Keberatan yang diajukan oleh Penasehat Hukum Terdakwa,
IBNU RAJA LUBIS dengan cermat dan seksama, terdapat beberapa pokok Keberatan

yaitu:
A. Eksepsi Kewenangan Mengadili Absolut & Relatif

1. Dakwaan Penuntut Umum Melanggar Kompetensi Absolut


Dalam dalil Keberatannya, Penasehat Hukum Terdakwa dalam Nota Keberatan

halaman 11 sampai dengan halaman 13 menyatakan bahwa Dakwaan Jaksa Penuntut


Umum melanggar Kompetensi Absolut dalam Perkara A Quo. Hal tersebut dapat

dilihat dalam Keberatan Penasehat HukumTerdakwa yang mengatakan uraian


perbuatan dalam Surat Dakwaan yaitu “Bahwa aset yang dimiliki Bank Muttaqin

Hasan Setelah mempertimbangkan jumlah Kewajiban Bank Muttaqin Hasan, aset yang
dimiliki Bank Muttaqin Hasan senilai Rp. 24.250.000.000.000,-(dua puluh empat triliun

dua ratus lima puluh miliar rupiah) dan Jumlah Kewajiban Pemegang
Saham (JKPS) Terdakwa yaitu senilai Rp. 25.310.000.000.000,-(dua puluh lima triliun

tiga ratus
sepuluh miliar rupiah) disepakati akan dilakukan PKPS menggunakan model Master

Settlement
and Acquisition Agreement (MSAA). Kesepakatan yang ditanda tangani oleh

pemegang saham
bank penerima BLBI jika aset yang diserahkan dan atau dimiliki oleh pemegang saham

pengendali dianggap cukup untuk melunasi seluruh utang atau kewajibannya” dan :
“Bahwa

dalam MSAA juga disepakati penyelesaian Jumlah Kewajiban Pemegang Saham


(Selanjutnya

disebut JKPS) dengan pembayaran secara tunai sebesar Rp. 20.310.000.000.000,-(dua


puluh

triliun tiga ratus sepuluh miliar rupiah) kepada perusahaan yang dibentuk oleh BPPN
untuk

melakukan penjualan atas aset-aset’’


Penasehat Hukum Terdakwa yang menyatakan pada intinya yaitu bahwa Master
Settlement

and Acquisition Agreement (MSAA) merupakan suatu perjanjian penyelesaian


kewajiban lewat

penyerahan aset. Penyerahan itu berlangsung

Anda mungkin juga menyukai