Anda di halaman 1dari 4

Sesudah musuh berlaen, semua pendeta segera mengawasi Thian beng untuk mendengar

perintah lebih jauh. Tiba-tiba seorang pendeta tua yang bertubuh kurus dari Cit loo
Sim sian tong
berkata dengan suara nyaring dan menyeram kan.
"Siapa yang sudah turunkan ilmu silat kepada murid itu?"
Semua orang bergidik mendengar suara itu yang menyerupai bunyinya seekor burung
malam.
Thian bong, Boe sek dan Boe siang yang juga ingin mengajukan pertanyaan tersebut,
dengan
serentak mengawasi Kak wan dan Thio Po. Tapi guru dan murid itu tidak lantas
menjawab.
Mereka berdiri bengong dengan mulut ternganga.
"Kak wan memiliki Lweekang yang sangat tiggi, tapi bisa dilihat nyata, bahwa ia
belum
pernah belajar ilmu silat," kata Thian beng.
"Apa yang mengherankan adalah ilmu silat Siauw lim dari anak itu. Siapakah yang
sudah
mengajarkannya?"
Semua murid Tat mo tong dan Lo han tong menunggu jawaban dengan hati berdebar-
debar. Semua
orang menganggap bahwa bocah itu yang sudah merobohkan musuh sedemikian tangguh,
pasti bakal mendapat hadiah besar, sadang gurunya pun akan mendapat pujian tinggi.
Melihat Thio Koen Po tidak mejawab pertanyaannya, alis sipendeta tua mendadak
berdiri dan
pada paras mukanya terdapat sinar Pembunuhan. " Hei! Aku tanya kau. Siapa yang
mengajar
Lohan koen kepadamu?" tanyanya pula dengan suara keras.
Thio Koen Po segera merogoh saku dan mengeluarkan sepasang Tiat lo han (Lo han
besi)
yang diberikan kepadanya oleh Kwee Siang.
"Teecoe (murid) belajar dari kedua Tiat lo han ini," jawabnya. "Dengan se-benar-
benarnya Tee coe
belum pernah mendapat pelajaran ilmu silat dari siapa juga pun."
Sipendeta tua maju setindak dan berkata pula dengan suara perlahan. "Kau bicaralah
se
tulus2nya. Siapa yang sudah turunkan ilmu silat kepadamu?" Walaupun diucapkan
seperti
berbisik, suara itu yang disertai Lweekang yang tinggi, dapat nyata oleh semua
orang.
Thio Koen Po merasa sangat kecewa, tapi karena tidak merasa bersalah, maka biarpun
melihat
paras muka sipendeta tua yang menyeramkan, sedikitpun ia tidak merasa keder.
"Tidak,
dalam kuil ini, belum pernah ada seorang pun yang mengajar ilmu silat kepada
Teecoe"
katanya dengan suara nyaring. "Teecoe selalu berdiam di Keng kok, menyapu lantai,
masak
air dan melayani Kak wan Soehoe. Beberapa pukulan Lo han-koen itu telah dipelajari
oleh
Tee-coe sendiri dan jika ada gerak-gerik yang kurang benar, Teecoe memohon Loo
soehoe
sudi memberi petunjuk.
Si pendeta tua mengeluarkan suara di hidung dan kedua mata yaug ber-api2, ia
menatap wajah
Thio Koeh Po. Lama sekali ia mengawasi muka pemuda itu tanpa mengeluarkan sepatah
kata.
Kak wan tahu, bahwa pendeta Sim sian-tong itu mempunyai kedudukan sangat tinggi
dalam
Siauw lim-sie dan ia adalah Soesiok (paman guru) dari Thian beng Siausoe. Melihat
sikap
situa tehadap muridnya, ia merasa sungguh tidak mengerti. Tiba-tiba waktu kedua
matanya
kebentrok dengan mata pendeta tua yang penuh dengan sorot kebencian, dalam otaknya
berkelebat suatu keingatan. Ia ingat bahwa duapuluh tahun lebhn berselang, secara
ke betulan
dalam Cong kek kok ia mandapatkan se jilid buku tipis dengan tulisan tangan, yang
mencatat
suatu peristiwa besar dalam kuil Sauw lim-sie.
Kejadiannya seperti berikut. Pada tujuh puluh tahun lebih yang lalu, Hong thio kuil
Siauw
lim-sie adalah Kouw tin Siansoe, itu Soecouw atau kakek guru dari Thian beng
Siansoe.
Menurut adad, setiap tahun sekali ada hari perayaan Tiong-coe, di Tat mo tong
diadakan ujian
ilmu silat yang dikepalai oleh Hong thio, sIoe coe dari Tat mo-tong dan Lo han-
tong. Tujuan
dari ujian itu adalah untuk melihat kemajuan para murid Siauw limsie selama satu
tahun.
Diluar dugaan, waktu diadakan ujian pada tahun itu, telah terjadi suatu peristiwa
yang sangat
menyedihkan.
Sesudah semua murid memperlihatkan kepandaiannya, pemimpin Tat mo tong, Kouw tie
Siansoe, segera naik kemimbar
dan membincangkan kepandaian setiap murid. Selagi Kouw-tie enak bicara, Tiba-tiba
muncul
seorangTauw-to, atau pendeta yang memiara rambut, yang lantas saja berteriak;
"Omongan
Kouw tie Siansoe omongan kentut anjing! Dia sebenarnya tak tahu apa artinya ilmu
silat dan
berani mati, ia menduduki kursi Soei-co dari Tat mo-tong. Sungguh memalukan!"
Dengan kaget semua pendeta mengawas orang itu yang ternyata adalah Tauw to yaag
bekerja
didapur sebaai tukang menyalakan api. Pada sebelum guru mereka membuka mulut,
murid-murid
Tat mo-tong sudah balas mencaci dengan kegusaran yang meluap-luap.
"Jangan banyak bacot kau!" teriak Si Tauw to "Gurunya kentut anjing, muridnyapun
kentut
anjing!" Sehabis memaki, ia berdiri di tengah ruangan dengan sikap menantang.
Sejumlah
pendetalantas saja maju untuk menghajar Tauwto itu, tapi satu demi satu, mereka
dirobohkan
secara mudah sekali. Apa yang lebih hebat lagi si Tauwto tidak berlaku sungkan-
sungkan. Sembilan
murid utama dari Tat mo tong telah dijatuhkan dengan luka berat atau patah kaki
tangannya.
Kouw tie Siansoe kaget tercampur gusar. Ia mendapat kenyataan bahwa ilmu silat
Tauwto itu
adalah ilmu Siauw limpay, sehingga dia bukan seorang luar yang sengaja datang untuk
mengacau. Sambil menahan amarah, Kouwtie meanaya siapa gurunya. "Aku belajar
sendiri,
tak satu manusia pun yang mengajar aku," jawabnya.
Apa latar belakang perbuatan Tauwto itu? Ternyata, selama baberapa tahun ia sering
dianiaya
olah pemilik bagian dapur yang beradat berangasan dan suka main pukul orang
sebawahannya. Tiap kali ia muntah darah akibat pukulan pemilik dapur itu yang
sering turun
tangan tanpa mengenal kasihan. Dengan mendedam sakit hati yang sangat besar, Diam-
diam ia
belajar silat. Ia mendapat kesempatan luas untuk mencuri pelajaran, karena hampir
semua
murid Siauwlim si pandai ilmu silat jika seseorang bertekat untuk melakukan serupa
pekerjaan lama atau cepat, ia pasti akan berhasil.
Dibantu dengan kecerdasan otaknya yang melebihi manusia biasa, maka dalam tempo
belasan
tahun, ia sudah memiliki, kepaudaian yang sangat tinggi. Tapi ia masih tetap
menyembunyikan kepadaianaya itu dan terus bekerja sebagai tukang menyalakan api
yang
dengar kata Kalau dipukul oleh sipemilik dapur, ia sama sekali tidak melawan.
Berkat
Lweekangnya yang sangat kuat, ia sekarang tidak takut lagi segala pukulan. Dengan
sabar ia
berlatih terus. Sesudah merasa, bahwa kepandaiannya berada diatas semua pendeta
Siawlim
sie, pada hari ujian silat, dihari Tiongcoe, barulah ia turun tangan.
Sakit hati yang sadah didendam belasan tahun lamanya, menanam rasa benci terhadap
semua
pendeta Siauwlimsie, didalam lubuk hatinya, maka itu ia sudah menyerang tanpa
sungkan-sungkan
lagi.
Sesudah mengetahui sebab musabab kejadian itu, Koawti Siansoe tertawa dengan seraya
berkata, "Aku sungguh merasa kagum akan kegiatanmu itu." Ia turun dari mimbar dan
satu
pertempuran hebat lantas saja terjadi. Pada masa itu, Kouwtie adalah orang yang
berkepandaian paling tinggi di-kuil Siauwlimsie.
Mereka berdua segera serang menyerang dengan menggunakan ilmu2 pukulan yang paling
hebat dan dalam tempo cepat, mereka sudah bertempur kurang lebih 500 jurus.
Semakin lama pertempuran semakin hebat, sehingga mencapai sesuatu titik yang sangat
berbahaya. Pada saat itu, karena mengingat jerih payahnya si Touw to untuk memiliki
kepandaianya yang begitu tinggi, dalam hati Kouw tie muncul perasaan sayang dan
kasihan.
Maka itu, sambil mementang kedua tangannya, ia membentak. "Mundurlah!"
Tapi sungguh sayang, si Tauw to salah tampah maksud orang yang baik. Ia menduga,
bahwa
dengan mementang kedua tangannya, Kouw tie Siansoe ingin menyerang dengan Sin ciang
Pat ta (Delapan pukulan Tangan Malaikat), salah satu ilmu terlihay dari Siauw lim
sie. Ia
ingat, bahwa waktu berlatih dengan ilmu itu, seorang murid Tat mo tonG pernah
mematahkan
satu balok kayu dengan pukulan kedua tangannya. Maka ita, ia tahu hebatnya Sin
ciang Pat ta.
Biar bagaimanapun juga, biar memiliki kepandaian tinggi tapi karena ia belajar
dengan
mencuri dan tidak mendapat petunjak guru yang pandai, maka ia masih belum bisa
menyelami ilmu Siauw lim pay sampai didasarnya.
Ia sama sekali tak tahu, bahWa dengan mementang kedua tangannya, Kouw tie Siansoe
sebenarnya mengeluarkan pukulan Hoen kay cian ( pukulan memecah dan membuka) untuk
meminjam dan memindahkan tenaga, dengan tujuan menghentikan pertempuran begitu
lekas
kedua belah pihak melompat mundur. Ia menduga, bahwa Koauw tie ciaag (pukulan
pembelah hati), pukulan keenaam dari Sin ciang Pat ta. Dengan menduga begitu, ia
berkata
dalam hatinya: "Tak begitu gampang kau ambil jiwaku !" la melompat dam memukul
dengan
kedua tangannya.
Pukulan kedua tangan itu menyambar bagaikan gunung roboh. Dengan hati mencelos Kouw
tie Siansoe buru-buru membalik tangannya untuk menangkis, tapi sudah tak keburu
lagi Dengan
satu suara "buk !", tulang lengan kiri dan empat tulang dadanya patah ! Semua
pendata kaget
dan bingung dengan serentak mereka memburu untuk memberi pertolongan. Tapi Kouw tie
yang sudah terluka berat, hanya tersengal-sengal napasnya dan tidak dapat
mengeluarkan sepatah
kata lagi. Malam itu ia menutup mata.
Selagi seluruh Siauwlim sie diliputi kedukaan basar, malam itu siauw-To diam-diam
menyatroni dam membinasakan sipendeta pemilik dapur serta lima pendeta yang
mepunyai
ganjelan dengannya.

Anda mungkin juga menyukai