Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

TB PARU

Oleh :
dr. Eka Octazelvi

Pembimbing:
dr. Wiwin Herwini

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAIS

KABUPATEN SELUMA

BENGKULU

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
TB PARU

Oleh:

dr. Eka Octazelvi

Pembimbing:
dr. Wiwin Herwini

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat kelulusan Internsip
RSUD Tais Periode November 2021- November 2022

Seluma, Desember 2021


Pembimbing

dr. Wiwin Herwini


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan
Kasus yang berjudul “TB Paru”.
Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di RSUD Tais Kabupaten
Seluma periode IV November 2021.
Penyelesaian penyusunan laporan kasus ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan ucapan
terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada dr. Wiwin Hermini
selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dalam pembuatan
laporan kasus ini sehingga dapat diselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
untuk menyempurnakan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi kita semua khususnya ilmu pengetahuan tentang Luka Bakar.

Seluma, Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................1

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................4

DAFTAR TABEL....................................................................................................5

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................6

1.1 Latar Belakang..........................................................................................6

1.2 Tujuan Penulisan.......................................................................................7

1.3 Batasan Masalah........................................................................................7

1.4 Metode Penulisan......................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................8

2.1 Definisi...........................................................................................................8

2.2 Epidemiologi..................................................................................................8

2.3 Faktor Resiko...............................................................................................10

2.4 Patogenesis...................................................................................................10

2.5 Gejala Klinis.................................................................................................13

2.6 Klasifikasi Pasien TB...................................................................................13

2.7 Diagnosis......................................................................................................15

2.8 Tatalaksana...................................................................................................16

BAB III LAPORAN KASUS................................................................................19

BAB IV DISKUSI.................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Alur Diagnosis TB.8.............................................................................16
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa.8.............................17
Tabel 2 Paduan obat standar pasien TB kasus baru (dengan asumsi atau diketahui
peka OAT).8...........................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
bakteri Mycobacterium tuberculsosis yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru. Penularan kuman Mycobacterium tuberculosis melalui udara
ketika seseorang yang terinfeksi kuman TB bersin, batuk, dan berbicara. TB
diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun SM, namun kemajuan dalam
penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam 2 abad terakhir.1
Tuberkulosis merupakan salah satu dari sepuluh penyakit mematikan yang
ada di dunia. Insiden TB pada tahun 2017 di dunia tercatat sebanyak 6,7 juta lebih
kasus, 86% merupakan TB paru dan sisanya TB ekstra paru dengan mortalitas
sebanyak 1,2 juta jiwa.2 Indonesia merupakan negara yang termasuk sebagai lima
besar dari 22 negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB di Indonesia
sebesar 5,8% dan tercatat sebanyak 360.000 kasus TB di Indonesia pada tahun
2017.3,4
Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. Komplikasi dibagi atas
komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini yang dapat terjadi antara
lain pleurutis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s arthropathy.
Komplikasi lanjut yaitu obstruksi jalan napas yang dikenal dengan istilah Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOFT), kerusakan parenkim berat yakni fibrosis
paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa
(ARDS), sering terjadi pada TBC milier dan kavitas TBC.5
Komplikasi penderita stadium lanjut adalah hemoptisis masif (pendarahan
dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan
jalan nafas atau syok hipovolemik, kolaps lobus akibat sumbatan duktus,
bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru, pnemotoraks spontan, yaitu
kolaps spontan karena bula/blep yang pecah, serta penyebaran infeksi ke organ
lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya.5
Penelitian yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo menunjukkan
34,3% dari 67 orang penderita TB menderita anemia karena mengalami batuk
darah.6 Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya
batuk darah yang timbul bergantung pada besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding
kavitas, tetapi dapat juga terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkhus. Batuk
darah menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah sedikit tetapi jika
berlangsung kronis dapat berkembang jadi anemia.7
Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB mulai menerapkan
strategi pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (Directly
Observed Treatment Short-Course, DOTS) yang dilaksanakan di Puskesmas
secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional
diseluruh Fasyankes terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan
kesehatan dasar.1 Diperlukan kerjasama antar sektor baik kesehatan maupun
pemerintah sebagai pengatur kebijakan mengenai masalah TB. Tatalaksana yang
baik dapat menghindari terjadinya resistensi dan komplikasi bagi pasien.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan case report ini adalah untuk memahami dan menambah
pengetahuan mengenai definisi, epidemiologi, faktor resiko, patogenesis,
diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis TB
1.3 Batasan Masalah
Laporan kasus ini membahas mengenai TB dengan komplikasi
1.4 Metode Penulisan
Laporan kasus ini dibuat dengan metode diskusi yang merujuk dari
berbagai referensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian
besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan
TB paru, namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh
lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra
paru lainnya.8

2.2 Etiologi dan Transmisi


Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB: Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium
microti and Mycobacterium cannettii. M.tuberculosis (M.TB), hingga saat ini
merupakan bakteri yang paling sering ditemukan, dan menular antar manusia
melalui rute udara. Tidak ditemukan hewan yang berperan sebagai agen penularan
M.TB. Namun, M. bovis dapat bertahan dalam susu sapi yang terinfeksi dan
melakukan penetrasi ke mukosa saluran cerna serta menginvasi jaringan limfe
orofaring saat seseorang mengonsumsi susu dari sapi yang terinfeksi tersebut.
Angka kejadian infeksi M.bovis pada manusia sudah mengalami penurunan
signifikan di negara berkembang, hal ini dikarenakan proses pasteurisasi susu dan
telah diberlakukannya strategi kontrol tuberkulosis yang efektif pada ternak.
Infeksi terhadap organisme lain relatif jarang ditemukan. 8
Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat udara
melalui percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar ketika seorang
yang terinfeksi TB paru atau TB laring batuk, bersin, atau bicara. Percik renik
juga dapat dikeluarkan saat pasien TB paru melalui prosedur pemeriksaan yang
menghasilkan produk aerosol seperti saat dilakukannya induksi sputum,
bronkoskopi dan juga saat dilakukannya manipulasi terhadap lesi atau pengolahan
jaringan di laboratorium. Percik renik, yang merupakan partikel kecil berdiameter
1 sampai 5 μm dapat menampung 1-5 basilli, dan bersifat sangat infeksius, dan
dapat bertahan di dalam udara sampai 4 jam. Karena ukurannya yang sangat kecil,
percik renik ini memiliki kemampuan mencapai ruang alveolar dalam paru,
dimana bakteri kemudian melakukan replikasi. 8
Ada 3 faktor yang menentukan transmisi M.TB : 8
1. Jumlah organisme yang keluar ke udara.
2. Konsentrasi organisme dalam udara, ditentukan oleh volume ruang dan
ventilasi.
3. Lama seseorang menghirup udara terkontaminasi.
Satu batuk dapat memproduksi hingga 3,000 percik renik dan satu kali
bersin dapat memproduksi hingga 1 juta percik renik. Sedangkan, dosis yang
diperlukan terjadinya suatu infeksi TB adalah 1 sampai 10 basil. Kasus yang
paling infeksius adalah penularan dari pasien dengan hasil pemeriksaan sputum
positif, dengan hasil 3+ merupakan kasus paling infeksius. Pasien dengan hasil
pemeriksaan sputum negatif bersifat tidak terlalu infeksius. Kasus TB ekstra paru
hampir selalu tidak infeksius, kecuali bila penderita juga memiliki TB paru.
Individu dengan TB laten tidak bersifat infeksius, karena bakteri yang
menginfeksi mereka tidak bereplikasi dan tidak dapat melalukan transmisi ke
organisme lain.8
Penularan TB biasanya terjadi di dalam ruangan yang gelap, dengan
minim ventilasi di mana percik renik dapat bertahan di udara dalam waktu yang
lebih lama. Cahaya matahari langsung dapat membunuh tuberkel basili dengan
cepat, namun bakteri ini akan bertahan lebih lama di dalam keadaan yang gelap.
Kontak dekat dalam waktu yang lama dengan orang terinfeksi meningkatkan
risiko penularan. Apabila terinfeksi, proses sehingga paparan tersebut berkembang
menjadi penyakit TB aktif bergantung pada kondisi imun individu. Pada individu
dengan sistem imun yang normal, 90% tidak akan berkembang menjadi penyakit
TB dan hanya 10% dari kasus akan menjadi penyakit TB aktif (setengah kasus
terjadi segera setelah terinfeksi dan setengahnya terjadi di kemudian hari). Risiko
paling tinggi terdapat pada dua tahun pertama pasca-terinfeksi, dimana setengah
dari kasus terjadi. Kelompok dengan risiko tertinggi terinfeksi adalah anak-anak
dibawah usia 5 tahun dan lanjut usia.8

Orang dengan kondisi imun buruk lebih rentan mengalami penyakit TB


aktif dibanding orang dengan kondisi sistem imun yang normal. 50- 60% orang
dengan HIV-positif yang terinfeksi TB akan mengalami penyakit TB yang aktif.
Hal ini juga dapat terjadi pada kondisi medis lain di mana sistem imun mengalami
penekanan seperti pada kasus silikosis, diabetes melitus, dan penggunaan
kortikosteroid atau obat-obat imunosupresan lain dalam jangka panjang.8

2.3 Faktor Resiko


Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah :8
 Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain.
 Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu
panjang.
 Perokok
 Konsumsi alkohol tinggi
 Anak usia < 5 tahun dan lansia
 Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang
infeksius.
 Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (contoh:
lembaga permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang)
 Petugas kesehatan

2.4 Patogenesis
Setelah inhalasi, nukleus percik renik terbawa menuju percabangan trakea-
bronkial dan dideposit di dalam bronkiolus respiratorik atau alveolus, di mana
nukleus percik renik tersebut akan dicerna oleh makrofag alveolus yang kemudian
akan memproduksi sebuah respon nonspesifik terhadap basilus. Infeksi
bergantung pada kapasitas virulensi bakteri dan kemampuan bakterisid makrofag
alveolus yang mencernanya. Apabila basilus dapat bertahan melewati mekanisme
pertahanan awal ini, basilus dapat bermultiplikasi di dalam makrofag. 8
Tuberkel bakteri akan tumbuh perlahan dan membelah setiap 23- 32 jam
sekali di dalam makrofag. Mycobacterium tidak memiliki endotoksin ataupun
eksotoksin, sehingga tidak terjadi reaksi imun segera pada host yang terinfeksi.
Bakteri kemudian akan terus tumbuh dalam 2-12 minggu dan jumlahnya akan
mencapai 103-104, yang merupakan jumlah yang cukup untuk menimbulkan
sebuah respon imun seluler yang dapat dideteksi dalam reaksi pada uji tuberkulin
skin test. Bakteri kemudian akan merusak makrofag dan mengeluarkan produk
berupa tuberkel basilus dan kemokin yang kemudian akan menstimulasi respon
imun.8
Sebelum imunitas seluler berkembang, tuberkel basili akan menyebar
melalui sistem limfatik menuju nodus limfe hilus, masuk ke dalam aliran darah
dan menyebar ke organ lain. Beberapa organ dan jaringan diketahui memiliki
resistensi terhadap replikasi basili ini. Sumsum tulang, hepar dan limpa ditemukan
hampir selalu mudah terinfeksi oleh Mycobacteria. Organisme akan dideposit di
bagian atas (apeks) paru, ginjal, tulang, dan otak, di mana kondisi organ-organ
tersebut sangat menunjang pertumbuhan bakteri Mycobacteria. Pada beberapa
kasus, bakteri dapat berkembang dengan cepat sebelum terbentuknya respon imun
seluler spesifik yang dapat membatasi multiplikasinya.8

1. TB Primer
Infeksi primer terjadi pada paparan pertama terhadap tuberkel basili.
Hal ini biasanya terjadi pada masa anak, oleh karenanya sering diartikan
sebagai TB anak. Namun, infeksi ini dapat terjadi pada usia berapapun pada
individu yang belum pernah terpapar M.TB sebelumnya. Percik renik yang
mengandung basili yang terhirup dan menempati alveolus terminal pada paru,
biasanya terletak di bagian bawah lobus superior atau bagian atas lobus
inferior paru. Basili kemudian mengalami terfagosistosis oleh makrofag;
produk mikobakterial mampu menghambat kemampuan bakterisid yang
dimiliki makrofag alveolus, sehingga bakteri dapat melakukan replikasi di
dalam makrofag. Makrofag dan monosit lain bereaksi terhadap kemokin yang
dihasilkan dan bermigrasi menuju fokus infeksi dan memproduksi respon
imun. Area inflamasi ini kemudian disebut sebagai Ghon focus. 8
Basili dan antigen kemudian bermigrasi keluar dari Ghon focus melalui
jalur limfatik menuju Limfe nodus hilus dan membentuk kompleks (Ghon)
primer. Respon inflamasinya menghasilkan gambaran tipikal nekrosis
kaseosa. Di dalam nodus limfe, limfosit T akan membentuk suatu respon
imun spesifik dan mengaktivasi makrofag untuk menghambat pertumbuhan
basili yang terfagositosis. Fokus primer ini mengandung 1,000–10,000 basili
yang kemudian terus melakukan replikasi. Area inflamasi di dalam fokus
primer akan digantikan dengan jaringan fibrotik dan kalsifikasi, yang
didalamnya terdapat makrofag yang mengandung basili terisolasi yang akan
mati jika sistem imun host adekuat. Beberapa basili tetap dorman di dalam
fokus primer untuk beberapa bulan atau tahun, hal ini dikenal dengan “kuman
laten”. Infeksi primer biasanya bersifat asimtomatik dan akan menunjukkan
hasil tuberkulin positif dalam 4-6 minggu setelah infeksi. Dalam beberapa
kasus, respon imun tidak cukup kuat untuk menghambat perkembangbiakan
bakteri dan basili akan menyebar dari sistem limfatik ke aliran darah dan
menyebar ke seluruh tubuh, menyebabkan penyakit TB aktif dalam beberapa
bulan. TB primer progresif pada parenkim paru menyebabkan membesarnya
fokus primer, sehingga dapat ditemukan banyak area menunjukkan gambaran
nekrosis kaseosa dan dapat ditemukan kavitas, menghasilkan gambaran klinis
yang serupa dengan TB post primer.8
2. TB Pasca Primer
TB pasca primer merupakan pola penyakit yang terjadi pada host yang
sebelumnya pernah tersensitisasi bakteri TB. Terjadi setelah periode laten
yang memakan waktu bulanan hingga tahunan setelah infeksi primer. Hal ini
dapat dikarenakan reaktivasi kuman laten atau karena reinfeksi.8
Reaktivasi terjadi ketika basili dorman yang menetap di jaringan selama
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi primer, mulai kembali
bermultiplikasi. Hal ini mungkin merupakan respon dari melemahnya sistem
imun host oleh karena infeksi HIV. Reinfeksi terjadi ketika seorang yang
pernah mengalami infeksi primer terpapar kembali oleh kontak dengan orang
yang terinfeksi penyakit TB aktif. Dalam sebagian kecil kasus, hal ini
merupakan bagian dari proses infeksi primer. Setelah terjadinya infeksi
primer, perkembangan cepat menjadi penyakit intra-torakal lebih sering
terjadi pada anak dibanding pada orang dewasa. Foto toraks mungkin dapat
memperlihatkan gambaran limfadenopati intratorakal dan infiltrat pada
lapang paru. TB post-primer biasanya mempengaruhi parenkim paru namun
dapat juga melibatkan organ tubuh lain. Karakteristik dari dari TB post
primer adalah ditemukannya kavitas pada lobus superior paru dan kerusakan
paru yang luas. Pemeriksaan sputum biasanya menunjukkan hasil yang positif
dan biasanya tidak ditemukan limfadenopati intratorakal.8

2.5 Gejala Klinis


Gejala penyakit TB tergantung pada lokasi lesi, sehingga dapat
menunjukkan manifestasi klinis sebagai berikut: 8
1. Batuk ≥ 2 minggu
2. Batuk berdahak
3. Batuk berdahak dapat bercampur darah
4. Dapat disertai nyeri dada
5. Sesak napas
Dengan gejala lain meliputi : 8
1. Malaise
2. Penurunan berat badan
3. Menurunnya nafsu makan
4. Menggigil
5. Demam
6. Berkeringat di malam hari

2.6 Klasifikasi Pasien TB


Terduga (presumptive) pasien TB adalah seseorang yang mempunyai
keluhan atau gejala klinis mendukung TB (sebelumnya dikenal sebagai terduga
TB). Pasien TB yang terkonfirmasi bakteriologis adalah pasien TB yang terbukti
positif bakteriologi pada hasil pemeriksaan (contoh uji bakteriologi adalah
sputum, cairan tubuh dan jaringan) melalui pemeriksaan mikroskopis langsung,
TCM TB, atau biakan. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah : 8
1. Pasien TB paru BTA positif
2. Pasien TB paru hasil biakan M.TB positif
3. Pasien TB paru hasil tes cepat M.TB positif
4. Pasien TB ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA,
biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
5. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak memenuhi
kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB
aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk
dalam kelompok pasien ini adalah : 8
1. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TB.
2. Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis setelah
diberikan antibiotika non OAT, dan mempunyai faktor risiko TB
3. Pasien TB ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris
dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
4. TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.
Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi
bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus
diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis. 8

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan : 8

a) Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya
atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis bila
memakai obat program).
b) Kasus dengan riwayat pengobatan adalah pasien yang pernah mendapatkan
OAT 1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai obat program). Kasus ini
diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan terakhir sebagai
berikut :
 Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan
OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir
pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis TB episode kembali
(karena reaktivasi atau episode baru yang disebabkan reinfeksi).
 Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya
pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir
pengobatan.
 Kasus setelah loss to follow up adalah pasien yang pernah menelan
OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari
2 bulan berturut-turut dan dinyatakan loss to follow up sebagai hasil
pengobatan.
 Kasus lain-lain adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT
dan hasil akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak
didokumentasikan.
 Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui adalah pasien
yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya sehingga tidak
dapat dimasukkan dalam salah satu kategori di atas.

2.7 Diagnosis
Semua pasien terduga TB harus menjalani pemeriksaan bakteriologis
untuk mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada
pemeriksaan apusan dari sediaan biologis (dahak atau spesimen lain),
pemeriksaan biakan dan identifikasi M. tuberculosis atau metode diagnostik cepat
yang telah mendapat rekomendasi WHO. Pada wilayah dengan laboratorium yang
terpantau mutunya melalui sistem pemantauan mutu eksternal, kasus TB Paru
BTA positif ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan BTA positif, minimal dari
satu spesimen. Pada daerah dengan laboratorium yang tidak terpantau mutunya,
maka definisi kasus TB BTA positif bila paling sedikit terdapat dua spesimen
dengan BTA positif.8

Prinsip penegakan diagnosis TB yakni diagnosis TB Paru pada orang


dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis.
Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis, tes
cepat molekuler TB dan biakan. Pemeriksaan TCM digunakan untuk penegakan
diagnosis TB, sedangkan pemantauan kemajuan pengobatan tetap dilakukan
dengan pemeriksaan mikroskopis. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya
berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi over
diagnosis ataupun under diagnosis. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan
pemeriksaan serologis.8
Gambar 1 Alur Diagnosis TB.8
2.8 Tatalaksana
Prinsip Pengobatan TB yakni Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah
komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah
satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri
penyebab TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip: 8

a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung


minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas
menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu : 8

1. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus
diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara
teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun
setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
2. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang
masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat
sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan
selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari.

Tabel 1 Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa.8

*) Pasien berusia diatas 60 tahun tidak dapat mentoleransi lebih dari 500-
700 mg perhari, beberapa pedoman merekomendasikan dosis 10 mg/kg BB
pada pasien kelompok usia ini. Pasien dengan berat badan di bawah 50 kg
tidak dapat mentoleransi dosis lebih dari 500-750 mg perhari.8
Tabel 2 Paduan obat standar pasien TB kasus baru (dengan asumsi atau diketahui
peka OAT).8
BAB III
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. A
Umur/Tgl lahir : 37 tahun / 04 April 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 04.65.37
Tanggal Masuk : 19 Desember 2021
Alamat : Pasar Talo
Status Perkawinan : Belum Menikah
Negeri Asal : Indonesia
Agama : Islam
2.2 Anamnesis
Seorang pasien laki-laki berumur 37 tahun datang ke RSUD Tais,
Kabupaten Seluma pada tanggal 19 Desember dengan:
Keluhan Utama
Batuk berdahak dirasakan sejak 3 bulan lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
 Pasien mengeluhkan batuk berdahak dirasakan sejak 3 bulan lalu, batuk
berdahak dengan warna putih kental. Riwayat batuk darah (-)
 Sesak napas (-), riwayat sesak napas (-)
 Nyeri dada (-), riwayat nyeri dada (-)
 Demam (-), riwayat demam hilang timbul sejak 2 minggu lalu, demam
tidak tinggi dan tidak menggigil.
 Riwayat keringat malam (+)
 Lemah letih lesu sejak 2 minggu yang lalu, disertai dengan penurunan
nafsu makan, terdapat penurunan berat badan 20kg dalam 3 bulan ini.
 Mual (-), riwayat muntah (+) hilang timbul dalam 1 bulan ini, dan nyeri
ulu hati(-).
 BAK dan BAB tidak terdapat kelainan.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat TB / minum OAT sebelumnya (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Riwayat minum obat OAT sebelumnya (-)
Riwayat Keluarga
 Riwayat TB dalam keluarga (-)
 Riwayat DM dalam keluarga (-)
 Riwayat HT dalam keluarga (-)
 Riwayat keganasan dalam keluarga (-)
Riwayat kebiasaan
 Pasien merokok, 2 bungkus perhari selama 10 tahun
 Pasien tidak minum alkohol
 Riwayat seks bebas disangkal
2.3 Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis cooperatif (CMC)
Tekanan Darah : 110/65 mmHg.
Nadi : 87 kali per menit
Pernafasan : 23 kali per menit
Suhu : 36,8oC.
Berat Badan : 36 kg .
Tinggi Badan : 150 cm.
36
IMT = 2
( 1,50)
IMT =16 → Underweight
Status Generalis
 Kepala : tidak tampak kelainan
- Ekspresi wajah : normal.
- Bentuk dan ukuran : normal
- Rambut : normal, tidak mudah rontok
- Udema (-)
- Malar rash (-)
 Mata : tidak tampak kelainan
- Simetris.
- Alis : normal.
- Exopthalmus (-/-)
- Ptosis (-/-).
- Strabismus (-/-)
- Udema palpebra (-/-)
- Konjungtiva: anemia (-/-), hiperemia (-/-).
- Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-), pterygium (-/-).
- Pupil : isokor, bulat, miosis (-/-), midriasis (-/-).
- Kornea : normal.
- Lensa : normal, katarak (-/-).
- Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
 Telinga : tidak tampak kelainan
- Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
- Lubang telinga : normal, sekret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)

 Hidung : tidak tampak kelainan


- Simetris, deviasi septum (-/-).
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
 Mulut : tidak tampak kelainan
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), lidah berselaput (-), oral trush (-), lidah kotor (-).
- Mukosa : normal.
 Leher :
- Simetris, trakea di tengah, tidak ada deviasi
- Pemb.KGB (-)
- JVP : 5+0 cmH2O
- Otot bantu nafas SCM tidak aktif.
- Pembesaran thyroid (-).
 Thorax
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di RIC V 1 jari medial linea mid
clavicula (LMC) sinistra tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : irama reguler, bising (-)
Paru depan (dada)
Inspeksi : Bentuk dan ukuran normal, venektasi (-), ginekomastia (-),
petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), sikatrik (-),
hiperpigmentasi (-)
Dada simetris kiri dan kanan (statis)
Pergerakan dinding dada sama kanan dan kiri (dinamis)
Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Kanan : sonor, Kiri : sonor
Auskultasi : suara napas bronkovesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Paru depan (punggung)
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri (statis)
Pergerakan dinding dada sama kanan dan kiri (dinamis)
Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Kanan : sonor, Kiri : sonor
Auskultasi : suara napas bronkovesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
 Abdomen
Inspeksi : distensi (-), umbilicus normal, sikatrik(+),caput medusa
(-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), luka bekas operasi
(-), hiperpigmentasi (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
 Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas
Atas : edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/-
Bawah : edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/-
2.3 Pemeriksaan Laboratorium
Hb 12,8 g/dl Hitung Jenis:
Leukosit 11.000 /mm3 Basofil 0%
Trombosit 265.000/mm3 Eosinofil 0%
Ht 36,4% Batang 1%
GDS 120 mg/dl Segmen 68 %
Ureum 26 mg/dl Limfosit 24 %
Kreatinin 1,4 mg/dl Monosit 7%
SGOT 20 u/L
SGPT 38 u/L

Kesan labor : Leukositosis, Creatinin meningkat


2.4 Gambaran Rontgen Toraks:
Rontgen thorak pasien laki-laki usia 37 tahun di RSUD Tais tanggal 19
Desember 2021. Foto sentris, simetris, densitas kuat, inspirasi cukup. Tampak
adanya infiltrat di hemitorax dextra dan sinistra, cavitas di hemitorax sinistra.
Diafragma kiri dan kanan licin, dengan sudut costo frenikus kanan dan kiri lancip.
Trakea di tengah, Soft tissue tak tampak kelainan.
Kesan : TB Paru Aktif

2.5 Diagnosis Kerja


TB Paru Kasus Baru Terdiagnosis Klinis
2.6 Diagnnosis Banding
Keganasan Paru
Pneumonia
2.7 Rencana pengobatan dan pemeriksaan:
 IVFD KAEN 3B 500ml/8jam
 O2 kalau perlu (jika sesak)
 Injeksi ondansentron 3x4 mg (iv)
 Injeksi Ranitidin 2x1 ampul (iv)
 Injeksi ceftriaxone 1x2 gr (iv)
 Ambroxol 3x30mg
 Cek BTA I,II
 Cek TCM
 Cek Rapid Test
BAB IV
DISKUSI

Tuberkulosis (TB) paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan teori, pasien TB paru memiliki
gejala klinis berupa gejala respiratorik dan gejala sistemik. Gejala respiratorik
dapat berupa batuk >3 minggu, batuk berdarah, sesak napas dan nyeri dada.
Gejala respiratorik ini bervariasi mulai dari tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Gejala sistemik dapat berupa demam,
malaise, keringat malam, anoreksia, penurunan nafsu makan dan penurunan berat
badan.9
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan, Tn.A mengeluhkan adanya batuk
berdahak sejak 3 bulan yang lalu. Batuk merupakan reflex pertahanan tubuh yang
timbul akibat iritasi percabangan tracheobronkial. Refleks batuk merupakan
mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran napas bawah. Rangsangan
yang menyebabkan reflex batuk biasanya adalah rangsangan kimia, mekanik, dan
peradangan. Batuk akibat proses peradangan biasanya disertai dengan dahak
(sputum) berupa cairan yang dikeluarkan dan diproduksi oleh mukosa saluran
napas lalu yng mengandung benda asing berupa bakteri ataupun virus yang
mengganggu mekanisme pembersihan saluran napas oleh silia sehingga mukus
tertimbun. Dahak tersebut dapat dijadikan spesimen untuk pemeriksaan
selanjutnya untuk membuktikan bakteri penyebab infeksi.11
Pada Tn.A didapatkan adanya riwayat demam hilang timbul 2 minggu
yang lalu, demam tidak tinggi dan tidak menggigil. Demam terjadi akibat respon
sinyal kimia yang bersirkulasi dan menyebabkan hipotalamus sebagai pusat
regulasi tubuh meningkatkan ambang suhu tubuh ke titik yang lebih tinggi.
Respon kimia tersebut berasal dari pirogen baik endogen (IL3, IL6, TNF-α)
maupun eksogen (mikroorganisme). Efek dari hipotalamus tersebut kemudian
menyebabkan vasokontriksi kutan sehingga terjadi retensi panas tubuh ditambah
dengan menggigil untuk menghasilkan panas tambahan. Setelah tercapai ambang
suhu tubuh kemudian menggigil akan berhenti kemudian terjadi vasodilatasi kutan
menyebakan hilangnya panas ke lingkungan dalam bentuk keringat. Pada pasien
ini dapat kita pikirkan demam akibat infeksi TB dan mengesampingkan adanya
demam yang disebabkan oleh pneumonia, karena biasanya demam pada
pneumonia tidak hilang timbul, sering tinggi (~40˚C), dan menggigil.4,12
Keluhan lain yang menambah kecurigaan TB pada pasien adanya riwayat
keringat pada malam hari yang pernah dirasakan dalam 1 bulan ini. Belum
diketahui alasan yang jelas mengapa pada pasien TB aktif mengalami keringat
pada malam hari. Salah satu teori mengatakan adanya hubungan antara irama
sirkadian tubuh dengan TNF-α yang dikeluarkan oleh sel imun tubuh ketika
bereaksi dengan kuman TB.12
Pada Tn.A juga mengeluhkan lemah letih lesu sejak 2 minggu yang lalu.
Fatigue dapat dijelaskan sebagai gejala yang paling sering ditemui pada pasien
karena tubuh membutuhkan energi dari proses metabolisme oksigen dan
penurunan fungsi paru akibat peradangan kronis karena respon imun tubuh
terhadap tuberkulosis yang menyebabkan fatigue.10 Selain itu didapatkan adanya
penurunan nafsu makan yang diikuti penurunan berat badan 20 kilogram dalam 3
bulan. Penurunan nafsu makan pada TB paru terjadi karena infeksi
Mycobacterium tuberculosis merangsang aktifasi makrofag oleh IFN-γ dan
produksi pirogen endogen IL-1, IL-4, IL-6 dan TNF-α. Pirogen endogen tersebut
akan bersirkulasi secara sistemik dan memberi sinyal ke hipotalamus. Efek sitokin
pirogen endogen pada hipotalamus menyebabkan produksi prostaglandin.
Prostaglandin akan merangsang cortex cerebral sehingga terjadi peningkatan
produksi leptin sehingga menimbulkan supresi nafsu makan. Penurunan nafsu
makan pada TB menyebabkan sedikitnya intake makanan, sehingga terjadi
penurunan berat badan. Pengukuran indeks massa tubuh (IMT) perlu dilakukan
untuk mengetahui status gizi pasien, pada Tn.A dengan tinggi badan 150cm dan
berat badan 36kg, didapatkan IMT = 16 yang termasuk ke dalam kategori
underweight.13
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan dada kiri dan kanan simetris saat statis
dan dinamis. Pemeriksaan fremitus dan perkusi juga didapatkan hasil yang sama
antara dada kiri dan kanan. Pemeriksaan auskultasi didapatkan suara napas
bronkovesikular dan tidak ditemukan adanya ronki ataupun wheezing pada kedua
lapangan paru. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan leukositosis,
ceatinin meningkat. Hasil pemeriksaan rapid test negatif. Hasil rontgen thoraks
didapatkan kesan TB paru. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium,
dan penunjang didapatkan diagnosis kerja yaitu TB Paru kasus baru terdiagnosis
klinis.
Untuk tatalaksana awal, diberikan cairan IVFD KAEN 3B 500ml/8jam
dimaksud untuk menjaga hemodinamik pasien. Diberikan juga antibiotik untuk
suspect CAP secara empirik yaitu ceftriaxone 1x2 gram (IV). Injeksi
ondansentron 3x4 mg diberikan pada pasien untuk mengatasi muntah. Selain itu
juga ditambahkan injeksi ranitidin.4 Ambroxol 3x30mg, ambroxol digunakan
untuk penyakit saluran napas akut dan kronis yang disertai sekresi bronchial yang
abnormal.14 Pada pasien di berikan O2 jika terjadi peningkatan RR dan pasien
merasa sesak.
Untuk penanganan dari TB sendiri, diberikan regimen OAT lini 1, yaitu
Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) yang akan
dimakan setiap hari selama 2 bulan sebanyak 56 dosis pada fase awal dan
Rifampisin (R) dan Isoniazid (H) selama 4 bulan atau sebanyak 48 dosis.
Ditambahkan vitamin B6 untuk menghindari efek samping isoniazid. Diberikan
juga curcuma untuk menambah nafsu makan pasien.9
DAFTAR PUSTAKA

1. Infodatin. Tuberkulosis, Temukan Obati Sampai Sembuh [serial online].


Jakarta: Pusadatin, 2014.
2. World Health Organization. 2018. Global Tuberculosis Report. France.
3. Kementrian Kesehatan RI. 2018. Data dan Informasi. Jakarta.
4. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia; 2017.
5. Sudoyo, Aru W, dkk. 2016. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 6, Jilid 1.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
6. Nursyam, E.W.,Amin, Z. & Rumende, C.M. The effect of vitamin D as
supplementary treatment in patients with moderately advanced pulmonary
tuberculous lesion. Acta Med Indonesia. 2006; 38 (1) : 3-5
7. Oliveira MG, Delogo KN, Marinho H, Gomes DM, Ruffino-netto A, Kritski
AL, et al. Anemia in hospitalized patients with pulmonary tuberculosis. Bras
Pneumol. 20140:403–10.
8. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Tuberkulosis. 2019
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: PPDI.2014.
10. Thedthong et al. Factors Predicting Fatigue in Pulmonary Tuberculosis
Patients Receiving Anti-Tuberculosis Drugs. Siriraj Medical Journal. 2021:
63(3).
11. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisisologi Kedokteran. 12 th Ed. Penerjemah:
Irawat, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC,2008.
12. Irfan I, Medison I, Iryani D. Gambaran Kejadian Hemopisis pada pasien di
Bangsal paru RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2011 – Desember
2012. Jurnal Kedokteran Andalas. 2014; 3(3): 397-404.
13. Nasution AD. Malnutrisi dan Anemia Pada Penderita Tuberkulosis. Majority.
2015; 4(8): 29-36
14. Alawiyah, Tri Budi. Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Pada
Pasien Tuberkulosis Dewasa Di Instalasi Rawat Jalan Rs “X” Tahun 2010.
Sksipsi. 2012

Anda mungkin juga menyukai