Anda di halaman 1dari 8

10 BIOGRAFI PAHLAWAN LAMPUNG

1. Radin Inten II

Radin Inten II adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Lampung. Ia lahir di Kuripan,
Lampung, 1 Januari 1834. Ketika masih berusia 16 tahun, ia disumpah untuk menjadi ratu di Lampung
pada 1850. Setelah menjabat sebagai ratu, Intan pun dibujuk Belanda bahwa dirinya akan diampuni dan
disekolahkan. Namun, bujukan tersebut ditolak oleh Inten. Akibatnya, tahun 1851, Belanda mengirim
pasukan sekitar 400 orang untuk merebut benteng pasukan Radin Inten II di Merambung. Melihat
serangan tersebut, Inten mengerahkan perlawanan dengan dibantu oleh beberapa daerah lain, seperti
Banten. Radin Inten II memperkuat benteng-benteng yang sudah ada dan membentuk benteng baru.
Dari setiap serangan yang dilakukan Belanda, Radin Inten II selalu berhasil mengalahkan mereka.
Sampai akhirnya, Belanda dan Inten membuat perjanjian untuk tidak lagi saling menyerang. Namun,
perjanjian itu hanya menjadi sebuah taktik yang dilakukan Belanda untuk melancarkan serangan-
serangan besar terhadap Kota Lampung. Belanda melakukan penyerangan besar tahun 1856 dipimpin
oleh Kolonel Welson. Pada akhirnya, dalam serangan besar ini, Raden Inten II gugur di tangan Belanda
yang disebabkan oleh kekurangan senjata dan kalah jumlah. Raden Inten II wafat pada 5 Oktober 1856
di usia 22 tahun. Berkat jasa-jasanya, Raden Inten II dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan
SK Presiden No 082 Tahun 1986 pada 23 Oktober 1986.
2. Pangeran Purba Jaya

Pangeran Purba Jaya adalah Pangeran Ringgau Gelar Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit
Alam Benggala. Ia merupakan seorang Sultan Sekala Brak yang bertahta sejak 1789 hingga 1869. Pada 1
Juli 1982, Purba Jaya mendapat anugerah Sandang Mardaheka dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda
Mr G Isaac Bruce. Sandang Mardaheka diberikan karena jasa besar Pangeran Purba Jaya yang berhasil
memadamkan kerusuhan di Muko Muko Bengkulu dan Pasemah Lebar. Suatu waktu, ada seorang
pejabat Belanda yang tengah berkunjung ke Liwa dengan meniti kuda. Semua Pasirah dan pemimpin
adat diminta untuk datang menghadap mereka. Di hadapan pejabat Belanda tersebut, semua Pasirah
dan pemimpin adat turun dan memberi salam kepada sang pejabat Belanda, kecuali Purba Jaya. Ia tetap
dengan gagah duduk di atas pelana kuda putihnya. Alasannya karena ia telah menyandang gelar
Sandang Mahardeka dan Pangeran, bukan lagi Pasirah atau kepala adat. Akibatnya, pertempuran terjadi
antara Purba Jaya dengan Belanda. Pada saat ini lah rumpun bambu di Desa Kerang Batu Brak, Lampung
Barat, diberlakukan ordonasi yang disebut Vrdonasi van Kerang, karena selalu diambil oleh masyarakat
sebagai senjata perang. Dalam pertempuran ini, Purba Jaya dengan sangat rela mengambil resiko atas
dirinya demi menyelamatkan rakyatnya. Karena jasa tersebut, Pangeran Purba Jaya pun diberi gelar
Pahlawan Nasional.

3. Pangeran Dalom Merah Dani


Pangeran Dalom Merah Dani adalah Sultan Sekala Brak yang bertahta sejak 1869 hingga 1909. Ia
berperan dalam menyebarkan agama Islam di Lampung. Dalam sejarah, sejak tahun 1899, sepulangnya
dari tanah suci, ia berkunjung ke Konstantinopel Istanbul. Di sana, ia diberi sebuah Kiswah kain yang
menutupi Ka'bah di Mekah, Saudi Arabia. Kiswah tersebut bertuliskan lailahaillollah
muhammaderasululloh. Kain kiswah ini menandakan bahwa Kepaksian Sekala Brak adalah kerajaan
Penyebar Agama Islam sejak dulu. Selain itu, Kiswah juga dijadikan sebagai simbol penguasa untuk
memperlihatkan salah satu identitas kebesaran yang dimiliki kerajaan tersebut. Akibatnya, Belanda pun
tidak pernah berani menegur aksi Pangeran Dalom Merah Dani dalam menyebar agama Islam di
Lampung. Selain kain kiswah, Pangeran Dalom Merah Dani juga dihadiahi dua pedang Istanbul oleh
Sultan Utsmani. Ia juga digelari Pahlawan Nasional asal Lampung.

4. Pangeran Maulana Balyan


Pangeran Maulana Balyan adalah Sultan Sekala Brak yang bertahta sejak 1949 hingga 1989 asal
Lampung. Semasa muda, Maulana menempuh pendidikan di sekolah orang-orang Belanda atau ELS.
Kala itu, hanya ada dua orang pribumi yang bersekolah di sana, salah satunya adalah Maulana. Selain di
ELS, Maulana juga ikut pendidikan militer di Batusangkar bersama dengan Maraden Panggabean, Ramli,
Bustanil Arifin, dan lain-lain. Semasa hidupnya, Pangeran Maulana Balyan selalu memiliki semangat
nasionalisme yang tinggi. Ia terlibat dalam banyak pertempuran di berbagai front ketika menentang
Belanda maupun Jepang. Pangeran Maulana Balyan adalah salah satu perwira tempur yang diterjunkan
pertama di garis depan dalam pertempuran di Ambon untuk menumpas pergolakan di sana. Karena
banyak terlibat dalam berbagai pertempuran, Pangeran Maulana Balyan pun dianggap sebagai Pahlawan
Kemerdekaan asal Lampung.

5. Radin Imba Kusuma

Ayah Radin Intan & Patriot tanah Lampung Melinting

Radin Imba Kusuma atau Radin Imba II Kesuma Ratu (Aksara Lampung: Aksara Raden imba kesuma
ratu.png; lahir di Kalianda, Lampung 1828 - wafat Timor Belanda 1834) merupakan patriot tanah
Lampung Melinting yang berasal dari Kalianda. Ia merupakan putera dari Raden Intan I yang meninggal
dunia pada tahun 1825.[1] Radin Imba Kesuma berjuang serta bertempur melawan Belanda di daerah
kalianda dan sekitar gunung rajabasa pada tahun 1834 – 1835. Setelah Perang Diponegoro selesai pada
tahun 1830 Belanda menyerbu Radin Imba Kusuma di daerah Semaka, kemudian pada tahun 1833
Belanda menyerbu benteng Radin Imba Kusuma, tetapi tidak berhasil mendudukinya. Baru pada tahun
1834 setelah Asisten Residen diganti oleh perwira militer Belanda dan dengan kekuasaan penuh, maka
Benteng Radin Imba Kusuma berhasil dikuasai. Karena terdesak oleh belanda, Raden Imba Kesuma
melarikan diri ke Linggau, Riau bersama pembantunya kyai Aria Natapraja dan batin Mangunung dari
Semaka, tetapi penduduk daerah Lingga ini menangkapnya dan menyerahkan kepada Belanda. [2] Lalu
perjuangan Radin Imba Kusuma dilanjutkan oleh anaknya yaitu Radin Inten II.[3]
6. Batin Mangunang

Pahlawan Lampung asal Tanggamus yang tak Bisa Dikalahkan Belanda

Wakos Reza Gautama

Selasa, 17 Agustus 2021 | 07:20 WIB

Batin Mangunang, Pahlawan Lampung asal Tanggamus yang tak Bisa Dikalahkan Belanda ilustrasi
Perang Kemerdekaan. Batin Mangunang pahlawan Lampung asal Tanggamus yang tak bisa dikalahkan
Belanda. Sebagai pahlawan lokal Lampung, nama Batin Mangunang tidak setenar Radin Inten II. Padahal
jasa Batin Mangunang dalam mempertahankan tanahnya dari pendudukan Belanda sangat besar. Batin
Mangunang mengadakan perlawanan dari Kota Agung, Tanggamus di tahun 1832. Asal Usul Batin
Mangunang "Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Lampung" terbitan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1993, Batin Mangunang bukanlah nama diri melainkan
gelar. Batin adalah sebutan Kepala Adat dari Saibatin. Sementara Mangunang artinya nama yang
tersohor atau terkenal di mana-mana. Batin Mangunang berasal dari Buay Nyatta, marga dari Kota
Agung, Tanggamus. Nenek moyang Batin Mangunang berasal dari Krui yaitu Raja Kiang Negara. Di waktu
kecil, Batin Mangunang bernama Sabit. Saat menjadi kepala marga, ia bergelar Dalom Urak Belang. Ini
karena terdapat belang di lehernya. Perlawanan Batin Mangunang Perlawanan Batin Mangunang
terhadap Belanda dikarenakan ia tidak ingin tanah leluhurnya dikuasai Belanda

7. Mr Gele Harun.
Gele Harun lahir di Sibolga, 6 Desember 1910. Meski berdarah Batak, Gele Harun sudah tidak asing lagi
dengan Lampung sebab ayahnya, Harun Al-Rasyid Nasution yang merupakan seorang dokter sejak
dahulu, telah menetap dan memiliki tanah yang sangat luas di Tanjungkarang Timur Gele Harun dikirim
orang tuanya untuk belajar hukum di sekolah hakim tinggi di Leiden, Belanda.[3] Pada akhir tahun 1938 ia
kembali ke tanah air dengan membawa gelar Mr. atau meester in de rechten. Lalu, ia membuka kantor
advokat pertama di Lampung.[2] Pada tahun 1945, ia memulai perjuangannya dari Angkatan Pemuda
Indonesia (API) dengan menjadi ketuanya. Tetapi aktivitas itu terhenti saat ia ditugaskan
menjadi hakim di Mahkamah Militer Palembang, Sumatra Selatan tahun 1947 dengan pangkat letnan
kolonel (tituler).[2] Dengan adanya ultimatum dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Hubertus van
Mook, yang mengharuskan seluruh tentara Indonesia termasuk hakim militer angkat kaki dari
Palembang, Gele Harun memutuskan kembali ke Lampung dan bergabung kembali dengan API hingga
ikut mengangkat senjata saat Agresi Militer Belanda II tahun 1948.[2] Pada 5 Januari 1949, Gele Harun
diangkat sebagai acting Residen Lampung (kepala pemerintahan darurat) menggantikan Residen Rukadi.
Baru sebentar bertugas, pada 18 Januari 1949, Gele Harun terpaksa memindahkan keresidenan
dari Pringsewu ke Talangpadang. Hal ini dilakukan karena Belanda telah memasuki kawasan Pringsewu.
Serangan Belanda yang begitu bertubi-tubi, membuat Gele Harun kembali memindahkan pemerintahan
darurat ke pegunungan Bukit Barisan di Desa Pulau Panggung, dan terakhir hingga ke Sumber Jaya,
Lampung Barat.

8. KH Ahmad Hanafiah

"KH Ahmad Hanafiah ini merupakan salah satu tokoh Lampung yang ikut berjuang
mempertahankan kemerdekaan Indonesia sehingga usulan ini memang layak diberikan," ucap
dia. KH Ahmad Hanafiah lahir pada tahun 1905 di Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung
Timur yang kala itu menjadi bagian dari Kabupaten Lampung Tengah. Dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia, KH Ahmad Hanafiah mendirikan organisasi pejuang bernama Laskar
Hizbullah sebagai wadah pendidikan paramiliter bagi santri. Sejumlah pengalaman yang dimiliki
diantaranya pada masa penjajahan Jepang, menjadi anggota Chuo Sangi Kai (Dewan
Pertimbangan Daerah) di Karesidenan Lampung pada tahun 1945-1946.Selain itu, juga menjadi
Ketua Partai Masyumi, pimpinan Hizbullah Kewedanan Sukadana dan selanjutnya menjadi
anggota DPR Karesidenan Lampung di tahun 1946-1947.
Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda menjelang 17 Agustus 1947 di
Front Kamerung, Baturaja, Sumatera Selatan, KH Ahmad Hanafiah gugur di medan perang.
9. Radem Aria Taher Tjindarbumi

Raden Aria Taher Tjindarbumi yang lahir 28 November 1902, merupakan salah satu putra terbaik
Lampung karena dikenal memiliki rasa nasionalismenya yang tinggi. Bergulat di bidang jurnalisme,
Tjindarbumi menjadikan profesinya sebagai alat untuk menentang keberadaan Belanda yang sewenang-
wenang di bumi pertiwi.

Anak dari keluarga Demang di Telukbetung memiliki riwayat pendidikan yang sama dengan salah satu
pendiri Boedi Oetomo, Dr.Soetomo. Mereka menempuh pendidikan di Sekolah Dokter Bumiputera
School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) di Jakarta. Seperti dikutip buku Titian Pers
Lampung (PWI Cabang Lampung: 1996), pendidikan Tjindarbumi di STOVIA hanya sampai di kelas V.
Beliau lalu pindah ke Surabaya dan kembali masuk sekolah kedokteran di Nederlands Indische Artsen
School (NIAS). Namun, di sini beliau juga tak kerasan dan kemudian pindah lagi ke Jakarta untuk
menempuh  studi ilmu hukum di Fakultas Hukum (Rechts Hogeschool).

10. Pangeran si agul-agul

Berasal dari daerah lampung belalau krui. Beliau berperang melawan inggris pada tahun 1755
sampai dengan tahun 1758

Anda mungkin juga menyukai