Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“Konsep Etika Praktik Perpajakan (Cara Penghindaran Pajak)”

DOSEN PENGAMPU
Rika Suprapty, SE., MM

DISUSUN OLEH
Moh Aditya
22130084

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


STIE PANCA BHAKTI PALU
2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................i
BAB I...........................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................1
BAB II..........................................................................................................................2
PEMBAHASAN...........................................................................................................2
2.1 Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)........................................................2
2.1.1 Pengertian Penghindaran Pajak..........................................................2
2.1.2 Indikator Penghindaran Pajak.............................................................2
2.1.3 Skema Penghindaran Pajak.................................................................5
2.2 Penggelapan Pajak........................................................................................8
2.2.1 Pengertian Pajak....................................................................................8
2.2.2 Indikator Penggelapan Pajak...............................................................9
2.2.3 Penyebab Penggelapan Pajak...............................................................9
BAB III......................................................................................................................11
PENUTUP..................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan..................................................................................................11
3.2 Saran............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................12

i
ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

2.1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai Negara berdaulat memiliki hak untuk membuat
sendiri ketentuan mengenai masalah perpajakannya, namun Indonesia juga
tidak mungkin lepas dari pergaulan internasional yang juga bersinggungan
dengan masalah pajak.
Transaksi antar kedua negara atau beberapa negara dapat
menimbulkan aspek perpajakan, hal ini perlu diatur dan disepakati oleh kedua
negara atau seluruh dunia guna meningkatkan perekonomian dan perdagangan
kedua negara, agar tidak menghambat investasi penanaman modal asing
akibat pengenaan pajak yang memberatkan wajib pajak yang berkedudukan di
kedua negara yang mengadakan transaksi tersebut.
Untuk itu diperlukan adanya kebijakan perpajakan internasional untuk
mengatur hak pengenaan pajak yang berlaku di suatu negara, dimana setiap
negara dipastikan mengatur adanya pajak di wilayah kedaulatan negara
tersebut. Pajak internasional merupakan salah satu bentuk hukum
internasional, dimana setiap negara mau tidak mau harus tunduk pada
kesepakatan dunia internasional yang sering disebut Konvensi Wina.
Indonesia merupakan subjek hukum internasional, karena telah
menandatangani Konvensi Wina, dan sebagai subjek hukum internasional,
Indonesia tidak bisa menghindari pelaksanaan tax treaty, manakala
masyarakat Indonesia telah berhubungan dan memperoleh penghasilan di
negara lain tersebut.
Banyaknya masalah tax treaty yang terjadi dewasa ini membuat
penulis tertarik untuk membahas tentang Tax Treaty dan segala cara
pencegahannya.

2.1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Tax Avoidance dan Tax Evasion dapat terjadi?
2. Bagaimanakah cara Pencegahan Penghindaran Pajak tersebut?

2.1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini :
1. Untuk mengetahui pengertian Tax Avoidance dan Tax Evasion.
2

2. Untuk mengetahui indikator-indikator Tax Avoidance dan Tax


Evasion.
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan penghindaran pajak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)


Penghindaran Pajak (tax avoidance) merupakan tindakan legal, dapat
dibenarkan karena tidak melanggar undang-undang, dalam hal ini sama sekali
tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan. Tujuan penghindaran
pajak adalah menekan atau meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar.

2.1.4 Pengertian Penghindaran Pajak


Pengertian Tax Avoidance menurut Lyons Susan M dalam Erly
Suandy (2008:7), yaitu:
“Tax Avoidance is a term used to describe the legal arrangements of
tax fair’s affairs so as to reduce his tax liability. It’s often to pejorative
overtones, for example it is use to describe avoidance achieved by
artificial arrengements of
personal or bussiness affair to take advantage of loopholes,
ambiguities, anomalies or other deficiencies of tax law. Legislation
designed to counter avoidance has become more commonplace and
often involves highly complex provision”.
Pengertian Tax Avoidance menurut Harry Graham dalam Siti Kurnia
Rahayu (2010:147), yaitu :
“Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) merupakan usaha yang sama
yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan”.
Pengertian Tax Avoidance menurut Robert H Anderson dalam Siti
Kurnia Rahayu (2010:147), yaitu :
“Cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan terutama
melalui perencanaan perpajakan”.
Pengertian Tax Avoidance menurut NA Barr SR James AR Prest
dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:147), yaitu :
“Sebagai manipulasi penghasilannya secara legal yang masih sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk
memperkecil jumlah pajak yang terutang”.

2.1.5 Indikator Penghindaran Pajak


3

Adapun yang menjadi indikator dari Penghindaran Pajak menurut


Arnold dan McIntyre (1995) dilakukan dengan 3 cara, yaitu :
 Menahan Diri
Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak
melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak. Contoh :
·Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau
·Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar
terhindar dari pajak atas pemakaian barang tersebur. Sebagai gantinya,
menggunakan ikat pinggang dari plastik.
Secara moral, hal ini tidak tercela karena tidak ada orang yang akan
menganggap perbuatan seorang perokok yang mengurangi kebiasaan
merokoknya sebagai orang yang menghindari pajak. Malah, orang
yang mengurangi, atau malah tidak merokok sama sekali dianggap
sebagai tindakan terpuji.
 Pindah Lokasi
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif
pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah. Contoh:
Di Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin
menanamkan modalnya di Indonesia Timur. Namun, pindah lokasi
tidak semudah itu dilakukan oleh wajib pajak. Mereka harus
memikirkan tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta
fasilitas-fasilitar yang menunjang usaha mereka. Hal ini harus sesuai
dengan kentungan yang akan mereka dapatkan dan keringanan pajak
yang mereka peroleh. Biasanya, hal ini jarang terjadi. Yang terjadi
hanya pada pengusaha yang baru membuka usaha, atau perusahaan
yang akan membuka cabang baru. Mereka membuka cabang baru di
tempat yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini tidak tercela karena
merupakan hak asasi setiap orang untuk memilih tempat atau lokasi
usaha/domisilinya.
 Penghindaran Pajak Secara Yuridis
Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-
perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan
dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak jelasan undang-
undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran
pajak secara yuridis. Contoh:
Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura).
Menurut undang-undang yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan
sebagai biaya. Penghindarannya dengan cara: perusahaan bekerjasama
dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini. Perusahaan memberi
uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke pegawai dalam
bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu dibebankan
sebagai biaya sehingga pajaknya berkurang.
Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah (loophole)
yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang
4

dibayar oleh perusahaan optimal dan minimum (secara keseluruhan).


Optimal disini diartikan sebagai, perusahaan tidak membayar sesuatu
(pajak) yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan
jumlah yang ‘paling sedikit’ namun tetap dilakukan dengan cara yang
elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.
Permasalahannya adalah apakah penghindaran pajak selalu legal?
Menurut Roy Rohatgi (2002: 342), di banyak negara penghindaran
pajak dibedakan menjadi penghindaran pajak yang diperbolehkan
(acceptable tax avoidance/tax planning/tax mitigation) dan yang tidak
diperbolehkan (unacceptable tax avoidance).

Artinya, penghindaran pajak dapat saja dikategorikan sebagai


kegiatan legal dan dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan ilegal.
Suatu penghindaran pajak dikatakan ilegal apabila transaksi yang
dilakukan semata-mata untuk tujuan penghindaran pajak atau transaksi
tersebut tidak mempunyai tujuan usaha yang baik (bonafide business
purpose). Oleh karena itu, untuk mencegah praktik penghindaran
pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, sebagian besar
negara telah mempunyai ketentuan anti penghindaran pajak (Brian J.
Arnold dan Michael J. McIntyre, 2002:81). Pajak adalah beban bagi
perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun perusahaan (wajib
pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena
pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga tidak
membutuhkan ‘kerelaan wajib pajak’. Yang dibutuhkan oleh negara
adalah ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi
negara adalah perusahaan tersebut telah membayar pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Lain halnya dengan sumbangan, infak
maupun zakat, kesadaran dan kerelaan pembayar diperlukan dalam hal
ini. Mengingat pajak adalah beban –yang akan mengurangi laba bersih
perusahaan- maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin
agar dapat membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk
menghindari pajak. Namun demikian penghindaran pajak harus
dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak merugikan
perusahaan di kemudian hari. Penghindaran pajak dengan cara illegal
adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena
menyalahi aturan yang berlaku. Contoh kasus penggelapan pajak :
 Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet
10 milyar hanya dilaporkan dalam laporan keuangan
perusahaan sebesar 5 milyar misalnya.
 Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan
biaya fiktif;
 Transaksi export fiktif,
 Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan
5

Jika kita analogikan pajak dengan karcis tol, Jika kita lewat jalan tol
namun tidak membayar karcis tol, maka itulah penggelapan pajak.
Sedangkan jika kita menghindari untuk membayar karcis tol dengan
cara memilih lewat jalan biasa, maka itulah penghindaran pajak.
Menghindari membayar tol (pajak) dengan cara tidak lewat jalan tol
adalah cara yang legal.
2.1.6 Skema Penghindaran Pajak
Beberapa skema penggelapan pajak yang umumnya dilakukan oleh
perusahaan adalah:

1. Transfer Pricing
Transfer pricing merupakan jumlah harga atas penyerahan
(transfer) barang atau imbalan atas penyerahan jasa yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak dalam transaksi bisnis maupun
finansial (Gunadi:1994). Dalam konteks perpajakan transfer pricing
digunakan untuk merekayasa pembebanan harga suatu transaksi antara
perusahaan-perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dalam
rangka meminimalkan beban pajak yang terutang secara keseluruhan
atas grup perusahaan. Dari sisi negara, praktik transfer pricing dapat
mengakibatkan distorsi penerimaan negara dari sektor pajak.
Menurut Griffin dan Pustay, perusahaan multinasional
berusaha untuk memaksimalkan laba bersih setelah pajak dengan cara
“they may manipulate transfer prices to shift reported profits from
high-tax countries to law-tax countries”. Skema transfer pricing yang
umumnya dilakukan oleh perusahaan adalah:
 Menggelembungkan inter company cost.
 Membebankan biaya royalti atas pemakaian merek dagang
milik induk perusahaan yang sebenarnya tidak diperlukan.
 Memperbesar biaya bahan baku dan atau memperkecil
penghasilan dari penjualan barang.
 Memperkecil omzet penjualan melalui transaksi maklon.
Pinjaman saham melalui perusahaan PMA, dilakukan dengan cara :
(1) membebankan biaya bunga dari pinjaman pemegang saham kepada
pemberi pinjaman di luar negeri, atau
(2) penghindaran PPh pemotongan dan pemungutan (withholding tax),
yaitu melalui praktik pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham, dan
praktik pemakaian bahan baku untuk perusahaan di luar negeri dan
pemakaian merek dagang induk perusahaan tanpa pembayaran royalti
kepada induk perusahaan di luar negeri.

2. Pemanfaatan Tax Haven Country


Negara tax haven merupakan suatu lokasi yang menawarkan
kewajiban pajak yang rendah atau daerah yang tidak akan dikenakan
6

pajak di mana para pengusaha melakukan usaha. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Azzara (1999), “a tax haven is a location which
offer a low-tax or no-tax environment for which businessman can
operate.”
Namun demikian, beberapa ahli perpajakan ada yang
berpendapat bahwa negara tax haven tidak dapat didefinisikan dengan
jelas karena sifatnya sangat relatif, yaitu tergantung pada ketentuan
masing-masing negara. Suatu negara dapat saja disebut sebagai tax
haven oleh negara lain apabila negara tersebut memberikan suatu
insentif dalam kegiatan perekonomian di suatu daerah tertentu dalam
wilayah negara tersebut. Jadi, apakah suatu negara akan
diklasifikasikan sebagai negara tax haven atau tidak oleh negara lain
tergantung dari definisi negara tax haven yang diberikan oleh negara
lain tersebut.
Karena tidak ada definisi yang jelas, maka untuk menentukan
bahwa suatu negara sebagai tax haven dapat berdasarkan beberapa
keriteria sebagai berikut (Zain:2005):
 Tidak memungut pajak sama sekali atau apabila memungut
pajak maka tarifnya sangat rendah.
 Memiliki peraturan yang ketat tentang rahasia bank dan atau
rahasia bisnis dan tidak akan mengungkapkan kerahasiaan
tersebut kepada siapapun atau negara manapun, walaupun hal
itu dimungkinkan pengungkapannya berdasarkan perjanjian
internasional.
 Tersedia fasilitas alat komunikasi modern yang memungkinkan
komunikasi ke seluruh dunia tanpa ada hambatan apapun.
 Pengawasan yang longgar terhadap lalu lintas devisa, termasuk
deposito yang berasal dari negara asing, baik perorangan
maupun badan.
 Adanya promosi dan kepercayaan bahwa negara-negara tax
haven merupakan pusat keuangan yang baik dan terjamin.
Para peneliti di bidang international taxation pada umumnya membagi
negara tax haven dalam empat kelompok (Darussalam, Danny dan
Indrayagus:2007), yaitu:
 Classical tax haven, yaitu negara yang tidak mengenakan pajak
penghasilan sama sekali atau menerapkan tarif pajak
penghasilan yang rendah (no-tax haven).
 Tax havens, yaitu negara yang menerapkan pembebasan pajak
atas sumber penghasilan yang diterima dari luar negeri (no tax
on foreign source of income).
 Special tax regimes, yaitu suatu negara yang memberikan
fasilitas pajak khusus bagi daerah-daerah tertentu di wilayah
negaranya.
7

 Treaty tax havens, yaitu negara yang mempunyai treaty


network yang sangat baik serta menerapkan tarif pajak yang
rendah untuk withholding tax atas passive income.

3. Thin Capitalization
Thin capitalization merupakan modal terselubung melalui
pinjaman yang melampui batas kejawaran. Pinjaman dalam konteks
thin capitalization ini adalah pinjaman berupa uang atau modal dari
pemegang saham atau pihak-pihak lain yang memiliki hubungan
istimewa dengan pihak peminjam (Rohatgi:2002).
Pada umumnya bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman
yang bukan penduduk di negara peminjam dapat dijadikan pengurang
pada penghasilan kena pajak si peminjam, sedangkan dividen tidak
dapat dijadikan sebagai pengurang. Menurut Gunadi (1994),
pemberian pinjaman dalam skema thin capitalization dapat dilakukan
melalui beberapa cara sebagai berikut:
 Direct loan. Pinjaman diperoleh secara langsung dari investor
(pemegang saham). Dari pinjaman tersebut investor
mendapatkan bunga yang besarnya pada umumnya ditentukan
oleh investor tersebut.
 Back to back loan. Investor menyerahkan dananya kepada
mediator sebagai pihak ketiga untuk langsung dipinjamkan
kepada anak perusahaan dengan memberinya imbalan.
 Paralel loan. Investor luar negeri mencari mitra perusahaan
Indonesia yang mempunyai anak perusahaan yang berada di
negara investor. Sebagai imbalan atas pemberian pinjaman
kepada anak perusahaan (Indonesia) di negara investor,
selanjutnya investor meminta kepada perusahaan Indonesia
untuk juga memberikan pinjaman kepada anak perusahaan
milik investor di Indonesia.

4. Treaty Shopping
Tax treaty dapat dijadikan objek untuk melakukan aktivitas
penghindaran pajak, meskipun tujuan dari tax treaty pada hakekatnya
adalah untuk mencegah penghindaran pajak. Skema treaty shopping
dilakukan oleh penduduk suatu negara yang tidak memiliki tax treaty
mendirikan anak perusahaan di negara yang memiliki tax treaty dan
melakukan kegiatan investasinya melalui anak perusahaan tersebut,
sehingga investor dapat menikmati tarif pajak rendah dan fasilitas-
fasilitas perpajakan lainnya yang tercantum dalam tax treaty.
Skema treaty shopping dilakukan untuk memanfaatkan fasilitas-
fasilitas dalam tax treaty (treaty benefit). Padahal treaty benefit hanya
8

boleh dinikmati oleh residen (subjek pajak dalam negeri) dari kedua
negara yang mengikat perajanjian. Untuk dapat memanfaatkan treaty
benefit harus memenuhi dua syarat (Mansury:1999):
 Syarat formal (administrative requirement), yaitu pembuktian
bahwa yang bersangkutan adalah residen (penduduk) dari
negara yang mengikat perjanjian berupa Certificate of
Residence yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di
negara treaty partner.
 Syarat material (substantive requirement), yaitu Wajib Pajak di
negara treaty partner memang benar-benar residen di negara
partner tersebut, bukan residen negara ketiga.

5. Controlled Foreign Corporation (CFC)


Penghindaran pajak yang dilakukan dengan cara menunda
pengakuan penghasilan modal yang bersumber dari luar negeri
(khususnya di negara tax haven) untuk dikenakan pajak di dalam
negeri. Skema CFC dilakukan dengan mendirikan entitas di luar negeri
dimana Wajib Pajak dalam negeri (WPDN) memiliki pengendalian.
Upaya WPDN untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar atas
investasi yang dilakukan di luar negeri adalah dengan menahan laba
yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang sahamnya. Dengan
memanfaatkan adanya hubungan istimewa dan kepemilikan mayoritas
saham, badan usaha di luar negeri tersebut dapat dikendalikan
sehingga dividen tidak dibagikan/ditangguhkan. Upaya di atas akan
semakin menguntungkan bagi perusahaan jika badan usaha di luar
negeri didirikan di negara tax haven atau low tax jurisdiction.

2.2 Penggelapan Pajak


Penggelapan Pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini
merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan
diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara
menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Wajib pajak di setiap negara
terdiri dari wajib pajak besar (berasal dari multinational corporation yang
terdiri dari perusahaan-perusahaan penting nasional) dan wajib pajak kecil
(berasal dari profesional bebas yang terdiri dari dokter yang membuka praktek
sendiri, pengacara yang bekerja sendiri, dll).

2.2.1 Pengertian Pajak


Pengertian Tax Evasion menurut Defiandry Taslim (2007), yaitu :
“Tax evasion (penggelapan pajak) yaitu usaha-usaha untuk
memperkecil jumlah pajak yang terutang atau menggeser beban pajak
yang terutang dengan melanggar ketentuan-ketentuan pajak yang
9

berlaku. Tax evasion merupakan pelanggaran dalam bidang


perpajakan sehingga tidak boleh di lakukan, karenapelaku tax evasion
dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi pidana”.
Pengertian Tax Evasion menurut Siti Kurnia Rahayu
(2010:147), yaitu : Pengelakan Pajak (tax evasion) merupakan usaha
aktif Wajib Pajak dalam hal mengurangi, menghapuskan, manipulasi
ilegal terhadap utang pajak atau meloloskan diri untuk tidak membayar
pajak sebagaimana yang telah terutang menurut aturan perundang-
undangan.
Pengertian Tax Evasion menurut Lyons Susan M dalam Erly Suandy
(2008:7), yaitu:
Tax Evasion is the reduction of tax by ilegal means. The
distincion,however, is not always easy. Some example of tax
avoidance scheme include locatting assets in offshore jurisdiction,
delaying repatriation of profit earn in low-tax foreign jurisdiction,
ensuring that gains are capital rather than income so the gains are not
subject to tax (or a subject at a lower rate), spreading of income to
other tax payers with lower marginal tax rates and taking advantages
of tax incentives.

2.2.2 Indikator Penggelapan Pajak


Adapun yang menjadi indikator dari Penggelapan Pajak
menurut M Zain (2008:51), yaitu :
1. Tidak menyampaikan SPT.
2. Menyampaikan SPT dengan tidak benar.
3. Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPWP atau
Pengukuhan PKP.
4. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong.
5. Berusaha menyuap fiskus.

2.2.3 Penyebab Penggelapan Pajak


Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:149) yang menyebabkan terjadinya
tax evasion yaitu :

1. Kondisi lingkungan
Lingkungan sosial masyarakat menjadi hal yang tak terpisahkan
dari manusia sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu saling
bergantung satu sama lain. Hampir tidak ditemukan manusia di dunia
ini yang hidupnya hanya bergantung pada diri sendiri tanpa
memperdulikan keberadaan orang lain, begitu juga dalam dunia
perpajakan, manusia akan melihat lingkungan sekitar yang seharusnya
mematuhi aturan perpajakan. Mereka saling mengamati terhadap
10

pemenuhan kewajiban perpajakan. Jika kondisi lingkungannya baik


(taat aturan), masing-masing individu akan termotivasi untuk
mematuhi peraturan perpajakan dengan membayar pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Sebaliknya jika lingkungan sekitar
kerap melanggar peraturan. Masyarakat menjadi saling meniru untuk
tidak mematuhi peraturan karena dengan membayar pajak, mereka
merasa rugi telah membayarnya sementara yang lain tidak.

2. Pelayanan fiskus yang mengecewakan


Pelayanan aparat pemungut pajak terhadap masyarakat cukup
menentukan dalam pengambilan keputusan wajib pajak untuk
membayar pajak. Hal tersebut disebabkan oleh perasaan wajib pajak
yang merasa dirinya telah memberikan kontribusi pada negara dengan
membayar pajak. Jika pelayanan yang diberikan telah memuaskan
wajib pajak, mereka tentunya merasa telah diapresiasi oleh fiskus.
Mereka menganggap bahwa kontribusinya telah dihargai meskipun
hanya sekedar dengan pelayanan yang ramah saja. Tapi jika yang
dilakukan tidak menunjukkan penghormatan atas usaha wajib pajak,
masyarakat merasa malas untuk membayar pajak kembali.

3. Tingginya tarif pajak


Pemberlakuan tarif pajak mempengaruhi wajib pajak dalam hal
pembayaran pajak. Pembebanan pajak yang rendah membuat
masyarakat tidak terlalu keberatan untuk memenuhi kewajibannya.
Meskipun masih ingin berkelit dari pajak, mereka tidak akan terlalu
membangkang terhadap aturan perpajakan karena harta yang
berkurang hanyalah sebagian kecilnya. Dengan pembebanan tarif yang
tinggi, masyarakat semakin serius berusaha untuk terlepas dari jeratan
pajak yang menghantuinya. Wajib pajak ingin mengamankan hartanya
sebanyak mungkin dengan berbagai cara karena mereka tengah
berusaha untuk mencukupi berbagai kebutuhan hidupnya. Masyarakat
tidak ingin apa yang telah diperoleh dengan kerja keras harus hilang
begitu saja hanya karena pajak yang tinggi.

4. Sistem administrasi perpajakan yang buruk


Penerapan sistem administrasi pajak mempunyai peranan penting
dalam proses pemungutan pajak suatu negara. Dengan sistem
administrasi yang bagus, pengelolaan perpajakan akan berjalan lancar
dan tidak akan terlalu banyak menemui hambatan yang berarti. Sistem
yang baik akan menciptakan manajemen pajak yang profesional,
prosedur berlangsung sistematis dan tidak semrawut. Ini membuat
masyarakat menjadi terbantu karena pengelolaan pajak yang tidak
membingungkan dan transparan. Seandainya sistem yang diterapkan
berjalan jauh dari harapan, mayarakat menjadi berkeinginan untuk
menghindari pajak. Mereka bertanya-tanya apakah pajak yang telah
11

dibayarnya akan dikelola dengan baik atau tidak. Setelah timbul


pemikiran yang menyangsikan kinerja fiskus seperti itu, kemungkinan
besar banyak wajib pajak yang benar-benar `lari` dari kewajiban
membayar pajak.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-
hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga
mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara.
 Tax evasion (penggelapan pajak) yaitu usaha-usaha untuk
memperkecil jumlah pajak yang terutang atau menggeser beban pajak
yang terutang dengan melanggar ketentuan-ketentuan pajak yang
berlaku.
 Penghindaran Pajak (tax avoidance) merupakan tindakan legal, dapat
dibenarkan karena tidak melanggar undang-undang, dalam hal ini
sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan.
Tujuan penghindaran pajak adalah menekan atau meminimalisasi
jumlah pajak yang harus dibayar.
 Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-
hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga
mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara.
 Skema Penghindaran Pajak :Transfer Pricing,Pemanfaatan Tax Haven
Country, Thin Capitalization,Treaty Shopping, dan Controlled Foreign
Corporation (CFC)
 Sri Mulyani: Cegah Penghindaran Pajak dengan Transparansi
 Yang dimaksud dengan Kebijakan Transparansi oleh Sri Mulyani
dalam artikel adalah Kebijakan antarnegara yang menetapkan
ketentuan-ketentuan tentang apa-apa saja tindakan-tindakan legal dan
illegal tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Penghindaran
Pajak oleh warga negaranya yang dilakukan di luar negaranya. Setiap
negara saling membuat kebijakan dan disetujui satu sama lain,saling
bertukar informasi sebagai pengawasan perpajakan tentang segala
sesuatu yang dilakukan warga negaranya di luar negaranya. Segala
sesuatu yang diawasi tersebut dapat mengantisipasi terjadinya
penghindaran pajak yang illegal serta dapat mnggenjot penerimaan
negara menjadi tinggi.
12

3.2 Saran
Dalam makalah ini penulis berharap agar tingkat penghindaran pajak
menurun dengan adanya kebijakan yang transparan dan pengawasan pajak
yang lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Darussalam, D. S. (2007). Abuse of Transfer Pricing Melalui Tax Haven Countries.


Majalah Inside Tax.

http://linda-akutansi.blogspot.com/2011/12/tax-planning.html

http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=36&q=&hlm=3

Anda mungkin juga menyukai