Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak dan Pembuluh Darah


Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide to
Stroke, otak adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak
mempunyai fungsi khusus. Otak merupakan organ tubuh yang ikut
berpartisipasi pada semua kegiatan tubuh, yang dapat berupa bergerak,
merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang, berkhayal, membaca,
menulis, berhitung, melihat, mendengar, dan lain-lain. Bila bagian-bagian
dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya
pun dapat terganggu.1
Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat
badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20%
dari kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada
keadaan normal, darah yang mengalir ke otak Cerebro Blood Flow (CBF)
adalah 50-60 ml/100 g otak/menit. Ada 3 selaput yang melapisi otak, yaitu
duramater, araknoid dan pia mater. 1

Gambar 1. Selaput Otak


Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
(kanan dan kiri) dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis
menyuplai darah ke area belakang dan area bawah dari otak, sampai di
tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke area depan
dan area atas otak. 1

24
36

Gambar 2. Aliran darah arteri yang menuju otak


Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu
membentuk sirkulus willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di
dalam kepala untuk mengimbangi setiap gerakan leher jika aliran darah
dalam salah satu pembuluh nadi leher mengalami kegagalan. 1

Gambar 3. Sirkulasi Willisi


Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri
sinistra (kiri) dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra
(kiri) berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kanan tubuh, seperti
berbicara, berhitung dan menulis, sedangkan hemisfer serebri dextra (kanan)
37

berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kiri tubuh, seperti perasaan,


kemampuan seni, keterampilan dan orientasi. 1

2.2. Stroke
2.2.1. Definisi
Stroke berdasarkan definisi WHO (World Health Organisation)
adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal
(atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler.2
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan
otak (intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau perdarahan kedalam
ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak (hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis
stroke yang paling mematikan dan merupakan sebagian kecil dari stroke
total yaitu 10-15% perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk
perdarahan subaraknoid.3

2.2.2. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian hampir diseluruh RS di
Indonesia, sekitar 15,4%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Kemenkes RI tahun 2013, terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia
dari 8,3 per mil (tahun 2007) menjadi 12,1 per mil (tahun 2013).4
Kondisi ini akan diikuti oleh proses penuaan atau aging process pada
otak dan jaringan saraf yang bila tidak dirawat sejak dini, akan memicu
beberapa masalah, yaitu gangguan fungsi kognisi, gangguan gerak,
gangguan keseimbangan, dan lain-lain.Penyakit tidak menular seperti Stroke
kebanyakan disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat. Sebagian dari
pasien yang mengalami Stroke akan berakhir dengan kecacatan.4

2.2.3. Faktor Risiko


38

A. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi


Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor risiko
yang tidak dapat diintervensi, karena sudah merupakan
karateristik dari seseorang dari awal mula kehidupannya.
Berikut ini faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi5:
1. Umur
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap
penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko
stroke sebesar 11-20%. Dari semua stroke, orang yang
berusia lebih dari 65 tahun memiliki risiko paling tinggi
yaitu 71%, sedangkan 25% terjadi pada orang yang berusia
65-45 tahun, dan 4% terjadi pada orang berusia <45 tahun.
Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam
Malik Medan dengan desain case control, umur
berpengaruh terhadap terjadinya stroke dimana pada
kelompok umur ≥45 tahun risiko terkena stroke dengan OR:
9,451 kali dibandingkan kelompok umur < 45 tahun.
2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata
laki-laki banyak menderita stroke dibandingkan
perempuan.3 Insiden stroke 1,25 kali lebih besar pada laki-
laki dibanding perempuan.
3. Riwayat penyakit keluarga
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke,
misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan
pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga, terutama
jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami
stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko

4. Ras
39

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada


orang kulit putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh
lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di Amerika
terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih
sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9%
sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3%
dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.

B. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


Adalah faktor risiko yang dapat diintervensi. Faktor ini bukan
merupakan suatu karakteristik mutlak dari seseorang yang
biasanya dipengaruhi oleh banyak hal. Berikut ini merupakan
faktor yang dapat dimodifikasi5:
1. Tekanan darah
2. Kadar gula darah
3. Kadar kolesterol
4. Penyakit jatung
5. Obesitas
6. Rokok
7. Alkohol
8. Aktivitas fisik.

2.2.4. Klasifikasi
Stroke dapat dibagi dua kelompok besar yaitu:
1. Stroke iskemik
Terganggunya sel neuron dan glia karena kekurangan darah
akibat sumbatan arteri yang menuju otak atau perfusi otak yang
inadekuat. Sumbatan dapat dibedakan oleh 2 keadaan yaitu:

 Berdasarkan kausal
40

a. Trombosis dengan gambaran defisit neurologis dapat


memberat dalam 24 jam pertama atau lebih
b. Emboli dengan gambaran defisit neurologi pertama
kali muncul sangat berat, biasanya serang timbul saat
beraktifitas.
 Berdasarkan manifestasi
a. Serangan Iskemik Sepintas/ Transient Ischemic Attack
(TIA)
Gejala neurologi yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu
24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas (Reversible
Ischemic Neurological Deficit) Gejala neurologi yang
timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tetapi tidak lebih dari satu minggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke). Gejala
neurologi makin lama makin berat
d. Stroke Komplet (Completed Stroke/permanent
Stroke). Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak
berkembang lagi.
2. Stroke perdarahan
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problem 10th Revision, stroke
perdarahan dibagi atas6:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang
primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak
dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak
disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab
lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah,
penyakit darah seperti hemofilia, leukemia,
41

trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa


dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis
serebrovaskular. Gejala yang sering djumpai pada
perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepala berat, mual,
muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada
pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta
yang khas. Serangan sering kali di siang hari, waktu
beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran iasanya
menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari
setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi
setelah 3 jam).
b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan
terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan
subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya
aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau
MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak
diketahui. Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala
yang hebat, nyeri di leher dan punggung, mual,
muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan
dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig
untuk mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika
terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi saraf.
Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam setelah
24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena
pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula
darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.
c. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat
robeknya vena jembatan (bridging veins) yang
menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus
42

di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea. Pada


penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri
kepala, tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang
terjadi, tanda-tanda defisit neurologik daerah otak yang
tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.

2.2.5. Patogenesis
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi: arteria karotis interna
dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya.
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama
15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat
bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak
yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin
terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses
patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang
terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya
dapat berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada
aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan;
(2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran 12 darah, misalnya
syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan
atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh
ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang
subaraknoid.7
a. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari
semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi
vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA)
43

adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV).


Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau
amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan
perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid.
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim)
paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi
dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke
dalam jaringan otak. Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan 15
otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk
secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan
tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna. Penyebab
pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan dinding
aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di
dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang
subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis
bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak
secara langsung oleh karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah,
serta mengiritasi selaput otak.7

b. Stroke iskemik
Sekitar 80-85 % stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh bekuan yang terbentuk di
dalam pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus
vaskular distal, bekuan dapat lepas yang mungkin terbentuk di suatu
organ seperti jantung dan kemudian terbawa ke otak sebagai suatu
embolus. Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolus,
seperti arteroskeloris, keadaan hiperkoagulasi, dan penyakit jantung
struktural.
44

Sumbatan aliran karotis interna sering merupakan penyebab pada


orang yang berusia lanjut. Pangkal arteri karotis interna merupakan
tempat tersering terbentuknya aterosklerosis. Darah terdorong melalui
sistem vaskular, tetapi pada pembuluh darah yang menyempit, aliran
darah bergerak lebih cepat pada lumen yang mengecil. Apabila lumen
mengecil sampai titik kritis akan menyebabkan penurunan tajam aliran
darah. Secara klinis, titik kritis sumbatan pada manusia adalah 80-85 %
dari luas lumen pembuluh darah. Sebagian besar stroke iskemik tidak
menimbulkan nyeri, karena jaringan otak tidak peka terhadap rasa nyeri.7

2.2.6. Diagnosis
Gejala stroke dapat dibedakan atas gejala/ tanda akibat lesi dan
gejala/tanda yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa
sangat jelas dan mudah untuk didiagnosis akan tetapi dapat sedemikian tidak
jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk mengenalinya. Pasien
dapat datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh badan
pada saat bangun tidur atau sedang bekerja akan tetapi tidak jarang pasien
datang dalam keadaan koma sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis
banding sebelum mengarah ke stroke.8
Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak
yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian
tersebut. Jenis patologi (iskemik atau perdarahan) secara umum tidak
menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis
perdarahan sering kali ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi
saat bekerja.7

Tabel 1. Perbedaan Manifestasi Klinis Antara Stroke Hemoragik dan Iskemik

Hemoragik Iskemik
45

Intraserebral Subaraknoid Trombosis Emboli


 Sering pada usia  Penyebab  Sering  Gejala
dekade 5-8 terbanyak didahului mendadak
 Tidak ada gejala pecahnya aneurisma dengan TIA  Sering
prodormal yang  Sering terjadi pada  Sering terjadi terjadi pada
jelas. Kadang dekade 3-5 dan 7 pada waktu waktu
hanya berupa  Gejala prodormal istirahat dan bergiat
nyeri kepala yaitu nyeri kepala bangun pagi  Umumnya
hebat, mual, hebat  Biasanya kesadaran
muntah.  Kesadaran sering kesadaran bagus
 Sering terjadi terganggu bagus  Sering
waktu siang,  Rangsang  Sering terjadi terjadi pada
waktu bergiat, meningeal positif pada dekade 6- dekade 2-3
waktu emosi 8 dan 7.
 Sering disertai  Harus ada
penurunan sumber
kesadaran emboli
Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT
hiperdens hiperdens hipodens Scan:
hipodens

Selain dari sisi gejala klinik dalam mendiagnosis kasus stroke juga
bisa menggunakan skor siriraj dan algoritma gajah mada.9
46

Gambar 4. Siriraj Score


Concius: 0: kompos mentis, 1: samnolen, 2: stupor/koma
Muntah: 0: tidak ada, 1: ada
Nyeri kepala: 0: tidak ada, 1: ada
Ateroma: 0: tidak ada, 1: salah satu (DM, angina, penyakit pembuluh
darah)
Kesimpulan: <-1: stroke iskemik, -1 – 1: meragukan, >1: stroke
hemoragik.9

Adapun untuk algoritma Gadjah Mada

Gambar 5. Skor Gajah Mada


47

Untuk membedakan perdarahan atau iskemik dan penyebab


gangguan neurologis yang lain, pemeriksaan neuroimaging stroke yang
merupakan gold standard adalah CT-Scan atau MRI.9
Tingginya angka perburukan neurologis setelah ICH untuk
mengetahui apakah perdarahan aktif dapat berlanjut selama beberapa jam
setelah onset. CT-Scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi,
ukuran infark atau perdarahan, apakah perdarahan dapat menyebar ke ruang
intraventrikular, serta membantu perencanaan operasi. Di antara pasien yang
diperiksa head CT dalam 3 jam setelah onset ICH, 28-38% mengalami
ekspansi hematoma. Ekspansi hematom diketahui merupakan perburukan
klinis dan peningkatan morbiditas dan mortalitas.10
Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam
beberapa saat setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT-Scan belum
terlihat. Sedangkan pemeriksaan MRI pada perdarahan intraserebral baru
dapat terdeteksi setelah beberapa jam pertama perdarahan. Pemeriksaan ini
rumit serta memerlukan waktu lama sehingga kurang digunakan pada stroke
perdarahan akut. 10
a. Pilihan studi awal adalah CT-scan pada SAH urgensi tanpa zat kontras

Gambar 6. CT Scan Kepala Pada SAH


- Sensitivitas menurun seiring dengan waktu onset dan dengan resolusi
scanner yang lebih tua.
- Pada satu studi yang dipublikasikan New England Journal of
Medicine, CT scan yang berkualitas baik mengungkapkan SAH pada
100% kasus dalam 12 jam onset dan 93% dalam 24 jam onset. Studi
48

tradisional lainnya melaporkan sensitivitas 90-95% dalam 24 jam onset


perdarahan, 80% dalam 3 hari, dan 50% dalam 1 minggu.
- CT scan juga dapat mendeteksi perdarahan intraserebral, pengaruh
massa, dan hidrosefalus.
- CT scan negatif palsu dapat dihasilkan dari anemia berat atau SAH
volume kecil.
- Distribusi SAH dapat menyediakan informasi tentang lokasi aneurisma
dan prognosis.
- Perdarahan intraparenkim dapat muncul dengan aneurisma arteri
komunikan media dan arteri komunikan posterior. Perdarahan
intrahemisfer dan intraventrikular dapat muncul dengan aneurisma
arteri komunis posterior.
- Hasil akhir menjadi buruk pada pasien dengan bekuan luas pada
cisterna basalis dibandingkan mereka dengan perdarahan tipis yang
difus.
b. Angiografi serebral dilakukan ketika diagnosa SAH sudah dibuat.
- Studi ini menilai hal-hal berikut:
1. Anatomi vaskular
2. Tempat perdarahan terbaru
3. Kehadiran aneurisma lainnya
- Studi ini membantu merencanakan pilihan operasi.
- Temuan angiografi negatif pada 10-20% pasien dengan SAH.
- Jika negatif, beberapa menganjurkan untuk angiografi ulangan
beberapa minggu kemudian.

Gambar 7. MAV
49

c. MRI jika tidak ditemukan lesi pada angiografi.


- Sensitivitasnya dalam mendeteksi darah dianggap sama atau lebih
rendah dibanding CT scan.
- Biaya lebih tinggi, availabilitas lebih rendah, dan waktu studi yang
lebih lama menjadikannya kurang optimal untuk mendeteksi SAH.
- MRI seringnya digunakan untuk mendeteksi kemungkinan MAV yang
tidak terlihat pada angiografi.
- MRI dapat kehilangan lesi simtomatik kecil yang belum ruptur.
- Magnetic resonance angiography (MRA) kurang sensitif dibandingkan
angiografi dalam mendeteksi lesi vaskular; bagaimanapun banyak
yang percaya angiografi CT dan/atau MRA akan memainkan peranan
yang lebih terpusat suatu hari nanti.
- Multidetector computed tomography angiography (MD-CTA) pada
pembuluh darah intrakranial sekarang ini merupakan pemeriksaan
rutin, digabungkan seutuhnya kedalam algoritma pencitraan dan
perawatan pada pasien dengan PSA akut di banyak pusat studi di
Inggris dan Eropa. Pengurangan-digital angiografi serebral telah
menjadi kriteria standar untuk mendeteksi aneurisma serebral, namun
angiografi CT lebih populer dan sering digunakan berdasar pada sifat
non-invasifnya dan; sensitifitas dan spesifitas dapat dibandingkan
dengan angiografi serebral.
Angiografi, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan elektrolit serum, pemeriksaan elektrokardiografi, pemeriksaan
lain yang diperlukan pada keadaan tertentu seperti tes faal hati, saturasi
oksigen, analisa gas darah, toksikologi, kadar alkohol dalam darah, pungsi
lumbal (apabila dugaan kuat perdarahan subarakhnoid, tetapi gambaran CT
scan normal), elektroensefalografi (terutama pada paralisis Todd). 10
50

2.2.7. Tatalaksana
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat11
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek,
maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan
cermat. Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas
penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa
berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan
kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-
lain).
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri,
dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala
akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena
jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan
paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem
motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi
kognitif.

2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam
72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95%.
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien
51

yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar


dengan gangguan jalan napas.
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia. Pasien stroke
iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen.
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 50 mmHg),
atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu.
Jika pipa terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan
dilakukan trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian
cairan hipotonik seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan
tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk
rnemasukkan cairan dan nutrisi. Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
 Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik < 120
mmHg dan cairan suda mencukupi, maka obat vasopressor dapat
diberikan seperti dopamin dengan target sistolik berkisar 140
mmHg
 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama
24 jam pertama setelah serangan stroke iskernik. Bila terdapat
adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan
aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung
sekuncup harus dikoreksi
c. Pemeriksaan Awal Fisik Umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
52

 Pemeriksaan neurologi umum awal:


i. Derajat kesadaran
ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor
iii. Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi:
1. Tinggikan posisi kepala 20o- 30o
2. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
3. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik iv
4. Hindari hipertermia
5. Jaga normovolernia
6. Osmoterapi atas indikasi:
a) Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap
4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
b) Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB i.v
e. Pemberian obat neuroprotektif
Stabilisator membran, citicholine bekerja memperbaiki membran sel
dengan cara menambah sintesis fosfatidilkolin dan mengurangi kadar
asam lemak bebas. Menaikkan sintesis asetilkolin, suatu
neurotransmitter untuk fungsi kognitif.
f. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan
diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit.
g. Menghindari stress ulcer
Untuk mencegah timbulnya perdarahan lambung pada stroke,
sitoprotektor atau penghambat reseptor H2 perlu diberikan. Tidak ada
53

perbedaan hasil antara pemberian penghambat reseptor H2,


sitoprotektor agen ataupun inhibitor pompa proton
h. Pengendalian tekanan darah
Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami peningkatan
tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia didapatkan
kejadian hipertensi pada pasien stroke akut sekitar 73,9%. Sebesar
22,5- 27,6% diantaranya mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik >180 mmHg.
1. Perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus
dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi
serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah
PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya
perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan
subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160
mmHg.
2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS
>200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg,
tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap
5 menit.
3. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar
15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah
awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau
tekanan darah diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke
iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan
darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg.
Obat antihipertensi yang sering diberikan:
54

i. Pengendalian demam
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5oC
j. Pemeriksaan Penunjang
 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan
elektrolit)
55

 Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan


punksi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal
 Pemeriksaan radiologi
B. Penatalaksanaan umum di ruang rawat11
1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg. b.
Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral).
c. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi
urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak
dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan,
nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi:
- Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
- Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
- Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0,8)
d. Apabila kemungkinan pemakain pipa nasogastrik lebih dari 6 minggu,
peritimbangkan untuk gastrotomi pertimbangkan untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
f. Perhatikan diet pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan
yang diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak
mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.
56

2.2.8. Komplikasi
Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring lama
dapat terjadi masalah fisik dan emosional diantaranya12:
a. Bekuan darah (Trombosis)
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan
cairan, pembengkakan (edema) selain itu juga dapat menyebabkan
embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri
yang mengalirkan darah ke paru.
b. Dekubitus
Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul, pantat,
sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik maka
akan terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.
c. Pneumonia
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumoni.
d. Atrofi dan kekakuan sendi (kontraktur)
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.
e. Depresi dan kecemasan
Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan menyebabkan reaksi
emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena terjadi perubahan dan
kehilangan fungsi tubuh.

2.2.9. Prognosis
Prognosis stroke adalah dubia. Prognosis stroke dapat dilihat dari 6
aspek yakni: death, disease, disability, discomfort, dissatisfaction, dan
destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal
atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih
buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati
terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah
57

dan suhu tubuh secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan


stroke.11
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan
sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat
batasan sebagai berikut12:
1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan
anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi
okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat
sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti:
tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita
stroke berperan sebagai manusia normal akibat “impairment” atau
“disability” tersebut.
Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan Modified
Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah
digunakan, pengukuran yang sensitif terhadap keparahan stroke dan
memperlihatkan interrater reliability.

Anda mungkin juga menyukai