Anda di halaman 1dari 9

ANANIYAH, GHADAB DAN TAMAK

Diajukan Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Akidah Akhlak pada Madrasah
Dosen Pengampu : Maulida, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 6

Linda Sari Dalimunthe

Semester: III PAI Pagi

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
JAM’IYAH MAHMUDIYAH
TANJUNG PURA
LANGKAT
2022
ANANIYAH, GHADAB DAN TAMAK

A. Ananiyah
1. Pengertian Ananiyah
Ananiah atau Egois adalah perilaku yang selalu tidak mau tahu dengan
kepentingan orang di sekitarnya. Egois juga dapat diartikan suatu sikap yang
selalu mementingkan diri sendiri. Perilaku ini juga cenderung hampir sama
dengan perilaku angkuh atau sombong. Sifat Ananiah akan mendatangkan
kebinasaan bagi pemilik sifat tersebut. Ananiah termasuk sifat tercela yang
harus dijauhi oleh setiap orang mukmin. Sebab, dapat menjerumuskan
manusia kepada sikap individualistik (kesendirian) dan membuka jalan kepada
sikap permusuhan dan kebencian di antara sesama manusia.
Sifat Ananiah selanjutnya dapat menimbulkan sikap sombong. Kedua
sifat ini, sama-sama tidak memperdulikan keadaan orang lain dan cenderung
mementingkan urusannya sendiri. Orang yang memiliki sifat ananiah, selalu
menilai sesuatu berdasarkan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan orang
lain. Sikap Egoisme sangat bertentangan dengan kodrat manusia. Karena pada
dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan
dengan sesamanya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, melainkan selalu mau
untuk bekerja sama dengan orang lain. Allah SWT memerintahkan agar kita
hidup untuk saling tolong-menolong dan memiliki kepedulian terhadap orang
lain.1
Sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya: "Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."

1
Syaikh Fauzi Said dan Nayif al-Hamd, Jangan Mudah Marah. (Solo: Aqwam:Cet. I
2006), h. 18.

1
2. Dalil Larangan Ananiyah
Allah SWT. dengan tegas tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membanggakan diri. Hal tersebut dijelaskan Allah melalui firmanNya :
‫هّٰللا‬
ِ ‫ش فِى ااۡل َ ۡر‬
ٍ ‫ ُك َّل م ُۡخ َت‬  ُّ‫ض َم َرحً اؕ‌ اِنَّ َ اَل ُيحِب‬
‫ َف ُخ ۡو ۚ ٍر‬ ‫ال‬ ِ ‫اس َواَل َت ۡم‬
ِ ‫ك لِل َّن‬ َ ‫َواَل ُت‬
َ ‫صع ِّۡر َخ َّد‬
Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
lagi membanggakan diri." (Q.S. al lukman;18)

Pernakah dalam suatu permasalahan yang timbul,kamu merasa bahwa


dirimu paling benar dan orang lain yang salah??? Jika pernah waspadalah
terhadap perasaan yang demikian,karena bisa jadi sikap ananiah mulai
memasuki hatimu. Oleh karena itu,ingatlah selalu bahwa kebenaran hanya
milik Allah swt. dan bersikaplah sportif terhadap teman-teman serta orang
oran di sekitarmu.
3. Dampak Negatif Dari Sifat Ananiyah
Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris, artinya
mengutamakan kepen-tingan dirinya diatas kepentingan segala-galanya.
Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil tindakan
hanya didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali dan
mendominasi seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh
kepentingan dirinya. Hal semacam ini di larang.
Allah berfirman :  
ۡ ‌َّ‫ت َوااۡل َ ۡرضُ َو َم ۡن ف ِۡي ِه ؕن‬
ۡ‫بَل اَ َت ۡي ٰنهُمۡ ِب ـذ ِۡك ِرهِم‬ ُّ ‫َولَ ِو ا َّت َب َع ۡال َح‬
ِ ‫ـق اَ ۡه َوٓا َءهُمۡ لَ َف َس َد‬
ُ ‫ت الس َّٰم ٰو‬
‫َفهُمۡ َع ۡنذ ِۡك ِره ِۡمم ُّۡع ِرض ُۡو َؕن‬
Artinya: “ Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka,
pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya.
sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran)
mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS. Al-Mu’minun: 71)
Dari sifat ananiyah yang hanya memperturutkan hawa nafsunya sendiri
akan lahir sifat-sifat lain yang berdampak negatif dan merusak, misalnya, sifat
bakhil, tamak, mau menang sendiri, dhalim, meremehkan orang lain dan ifsad
(meru-sak). Jika tidak segera ditanggulangi sifat ananiyah akan berkembang
menjadi sifat congkak dan kibir dengan ciri khasnya Bathrul Haq menolak

2
kebenaran, Ghomtun Nas dan meremehkan manusia. (H.R. Muslim dari
Abdullah bin Mas’ud)
Jika sifat ini menjangkiti orang-orang yang memiliki wewenang dan
potensi besar bahayanya akan berdampak luas. Peng-usaha dengan sifat
ananiyah akan meng-gunakan kekayaannya untuk memonopoli ekonomi
dengan tidak segan-segan meng-gilas pengusaha kecil dan menyingkirkan
pengusaha-pengusaha yang dianggap saingannya, mengeruk keuntungan
sebanyak-banyaknya dengan cara dhalim dan dengan menghalalkan segala
cara.2
4. Cara Menekan Sikap Ananiyah
Untuk menekan sikap ananiyah dapat kita lakukan dengan cara
menghidupkan dan mengembangkan sikap itsariyah yaitu dengan :
a. Menyadarkan diri bahwa manusia itu diciptakan sama dan mempunyai hak
yang sama. Kesadaran ini akan melahirkan sikap menghargai orang lain. 
b. Menghargai orang lain artinya mengenal, memahami sekaligus mencintai
sesama.  
c. Membiasakan diri untuk bershodaqoh dan beramal untuk orang lain.
d. Menyadari bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Dia harus
merelakan dirinya karena dirinya merupakan bagian dari satu sistem
kehidupan yang saling membutuhkan.
e. Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang rasa dan belas
kasihan.

B. Ghadab
1. Pengertian Ghadab
Ghadab (pemarah) artinya sifat seseorang yang mudah marah. Setiap
melihat atau menghadapi persoalan kehidupan yang tidak disukai sekecil
apapun langsung marah. Setiap orang memang dikarunia oleh Allah SWT

2
Sayyid Muhammad Nuh,Afatun ‘Ala at-Thariq, (t.tmp: Daral-Wafa’, 1987), h.74.

3
gejala emosional seperti senang, susah, geli, dan marah. Dengan demikian
pada dasarnya setiap orang bisa marah, namun karena marah dapat
menimbulkan berbagai akibat negatif, maka Allah SWT dan Rasul-Nya
memerintahkan agar kita dapat menahan marah tersebut. Disamping kita
diperintahkan untuk menahan marah, kita juga dilarang memancing
kemarahan orang lain.
Marah berarti gusar, jengkel, muak dan sangat tidaksenang karena diri
diperlakukan tidak sepantasnya. Marah-marah sebagaikata kerja yang berarti
berkali-kali marah ; mengeluarkankata-kata ataumenunjukan sikap sebagai
pelampiasan marah.
Dalam bahasan yang ringkas, Imam an-Nawawi mendefenisikanmarah
dari perspektif ilmu tasawuf, sebagai tekanan nafsu dari hati yangmengalirkan
darah pada bagian wajah yang berakibat timbulnya kebencianpada diri
seseorang.
Ghadabjuga berarti darah yang memanas di jantung. Orang yangmarah
bisa berakibat muka tampak memerah dan pandangan mata menjadiseram,
dengan diikuti denyut jantung yang makin cepat dan tubuh
berasagemetar.Imam al-Qurthubi berkata bahwa marah dapat juga diartikan
denganas-Syiddah berarti kekuatan, keperkasaan, ataupun kekerasan. Oleh
karena itu sifat ini dilarang oleh Islam. Sudahseharusnyalah kita berusaha
mengendalikan sifat ini. Marah akan menutupipikiran sehat seseorang.Orang
yang marah tidak akan bisa mempertimbangkan baik danburuk. Ia akan
bertindak sekehendaknafsu amarahnya. Ia bertindakberdasarkan emosi saja.
Dengan demikian akan mudah dipengaruhi setan.Sebagai orang beriman dan
bertakwa kita harus bisa mengendalikan diri dariamarah, karena
mengendalikan diri dari marah adalah salah satu ciri orang yang bertakwa.3
2. Tingkatan-Tingkatan Ghadab
a. Tingkatan Rendah
Sikapnya tidak kelihatan marah, sehingga orang lain sulit untuk
menilai. Karena, gejolak marahnya yang telah menyebar ditutupi oleh sifat
yang tenang
3
T. Ibrahim Darsono. Membangun Akidah dan Akhlak, (Solo : PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2008), h. 91.

4
b. Tingkatan Sedang
Sikap marahnya kelihatan, tetapi masih dapat dikendalikan oleh
akal. ia marah sesuai dengan kadar masalah yang sedang dihadapi
c. Tingkatan Tinggi
Sikap marahnya cepat kelihatan, karena marahnya berlebihan.
Marah semacam ini sulit dikendalikan oleh akal, karena sikapnya sudah
dikendalikan oleh nafsu. Orang yang memiliki sifat marah tingkatan tinggi
disebut pemarah.
3. Bahaya-Bahaya dari Sifat Ghadab
a. Dapat menghilangkan keseimbangan hati, akal dan petunjuk
b. Wajah akan nampak lekas lebih tua
c. Nafsunya mudah dikendalikan oleh syaitanirrajiim
d. Dijauhi orang lain
e. Dapat menambah dosa dan mengurangi amal baik manusia
f. Dibenci oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, karena dapat menjerumuskan
pelakunya ke dalam perbuatan-perbuatan dosa besar.
4. Cara Menghindari Ghadhab
a. Apabila seorang yang sedang marah itu dalam keadaan sedang berdiri,
maka berusaha duduk. Dan apabila kemarahan itu dilakukan ketika sedang
duduk, maka berusaha tiduran atau berbaring sambil membaca istighfar.
Karena kemarahan itu bagaikan bara api yang hanya dapat dipadamkan
dengan air. Sikap duduk dari berdiri dan berbaring dari duduk adalah
bagian dari airnya berperilaku.
b. Apabila sedang marah, maka berwudulah. Karena berwudu dengan air
yang suci dan mensucikan, akan mampu mensucikan semua tindakan yang
kurang suci, seperti kemarahan.
c. Membaca ta’awudz (memohon perlindungan Allah dari godaan syaitan
yang selalu membangkitkan amarah.4

C. Tamak
1. Pengertian Tamak

4
Oemar Bakry, Akhlak Muslim. (Bandung: Angkasa, 1981), h. 74

5
Secara bahasa tamak berarti rakus hatinya. Sedang menurut istilah
tamak adalah cinta kepada dunia (harta) terlalu berlebihan tanpa
memperhatikan hukum haram yang mengakibatkan adanya dosa besar.
Dari definisi diatas bisa kita fahami, bahwa tamak adalah sikap rakus
terhadap hal-hal yang bersifat kebendaan tanpa memperhitungkan mana yang
halal dan haram. Sifat ini dijelaskan oleh Syeikh Ahmad Rifai sebagai sebab
timbulnya rasa dengki, hasud, permusuhan dan perbuatan keji dan mungkar
lainnya, yang kemudian pada penghujungnya mengakibatkan manusia lupa
kepada Allah SWT, kehidupan akhirat serta menjauhi kewajiban agama.
2. Sifat-Sifat Tamak
Sifat rakus terhadap dunia menyebabkan manusia menjadi hina, sifat
ini digambarkan oleh beliau seperti orang yang haus yang hendak minum air
laut, semakin banyak ia meminum air laut, semakin bertambah rasa
dahaganya. Maksudnya, bertambahnya harta tidak akan menghasilkan
kepuasan hidup karena keberhasilan dalam mengumpulkan harta akan
menimbulkan harapan untuk mendapatkan harta benda baru yang lebih
banyak. Orang yang tamak senantiasa lapar dan dahaga kehidupan dunia.
Makin banyak yang diperoleh dan menjadi miliknya, semakin rasa lapar dan
dahaga untuk mendapatkan lebih banyak lagi. Jadi, mereka sebenarnya tidak
dapat menikmati kebaikan dari apa yang dimiliki, tetapi sebaliknya menjadi
satu bebanan hidup.
Selanjutnya, kehidupannya hanya disibukkan untuk terus mendapat
apa yang diinginkannya, karena orang tamak lupa tujuan sebenarnya amanah
hidup di dunia ini. Mereka tidak peduli hal lain, melainkan mengisi segenap
ruang untuk memuaskan nafsu tamaknya. Sesungguhnya Allah menciptakan
manusia sebagai khalifah untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai
hamba-Nya. Seperti dalam firman-Nya:
َ ‫ت ۡال ِجنَّ َوااۡل ِ ۡن‬
‫س ِااَّل لِ َي ۡع ُب ُد ۡو ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ۡق‬
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S Adz-Dzariyat: 56)
Tamak timbul dari waham iaitu ragu-ragu dengan rezeki yang dijamin
oleh Allah SWT.  Karena itu Ibnu Athaillah melanjutkan: “Tak ada yang lebih

6
mendorong kepada Tamak melainkan imajinasi (waham) itu sendiri”,
Dorongan imajinatif, dan lamunan-lamunan panjang yang palsu senantiasa
menjuruskan kita pada ketamakan dan segala bentuk keinginan yang ada
kaitannya dengan kekuatan, kekuasaan, dan fasilitas makhluk. Waham atau
imajinasi itulah yang memproduksi hijab-hijab penghalang antara kita dengan
Allah SWT, Sehingga pencerahan cahaya yakin sirna ditutup oleh hal-hal yang
imajiner belaka. 5
3. Ciri-Ciri Orang Tamak
a. Terlalu mencintai harta yang dimiliki
b. Terlalu semangat memcari harta tanpa memperhatikan waktu dan kondisi
tubuh
c. Terlalu hemat dalam membelanjakan harta.
d. Merasa berat untuk mengeluarkan harta demi kepentingan agama dan
sosial
e. Mendambakan kemewahan dunia
f. Tidak memikirkan kehidupan alkhirat
g. Semua perbuatannya selalu bertendensi pada materi.
 

DAFTAR PUSTAKA

Darsono, T. Ibrahim. 2008. Membangun Akidah dan Akhlak, Solo : PT. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.

Elmubarok, Zaim, 2015. Islam Rahmatan Lil Alamin. Semarang: Unnes Press.

Nuh, Sayyid Muhammad, 1987. Afatun ‘Ala at-Thariq, t.tmp: Daral-Wafa’.

Oemar Bakry, 1981. Akhlak Muslim. Bandung: Angkasa.

Said, Syaikh Fauzi dan Nayif al-Hamd, 2006. Jangan Mudah Marah. Cet. I. Solo:
Aqwam.

5
Zaim Elmubarok, Islam Rahmatan Lil Alamin. (Semarang: Unnes Press, 2015), h. 87

7
8

Anda mungkin juga menyukai