Mata Kuliah
Psikologi Agama
Dosen Pengampu
Oleh:
Kelompok 9
BANJARMASIN
2019
1
PENDAHULUAN
Kedua, merasa tinggi dan besar, seperti pada Q.S. Al-Taubah: 25 Allah Swt
berfirman,
Secara istilah, al-i’jab berarti membanggakan diri dengan segala sesuatu yang
muncul dari dirinya, baik ucapan maupun perbuatan, sambil tidak membandingkannya
dengan orang lain. Sama saja apakah ucapan atau perbuatannya itu positif ataupun
negatif.1
Ujub ialah terpengaruh oleh hebat dan kelebihan diri sendiri, ia sajalah yang
pandai dan tidak pernah salah. Orang ujub terpengaruh oleh kemampuan diri,
pendapat, dan amal baiknya, sehingga dibesar-besarkannya, dan melalaikan atau
melupakan akibatnya. Hal itu akan dapat marah dan siksa Allah, karena ia merasa
harus diberi Allah kedudukan yang tinggi, sebagai imbalan amalnya. Ujub termasuk
penyakit yang membawa takabur.2
1
Sayyid Muhammad Nuh, Mengobati 7 Penyakit Hati, (Bandung: Penerbit Al-Bayan, 2004), Hal 13.
2
Kahar Masyhur, Membina Moral dan Akhlak, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), Hal 360.
2
Menurut Al-Junjani ujub adalah anggapan seseorang terhadap ketinggian
dirinya, padahal ia tidak berhak untuk anggapan itu. Ujub merupakan cela dan
perasaan yang sangat buruk. Hati manusia yang ujub, disaat ia merasa ujub adalah
buta sehingga ia melihat dirinya sebagai orang yang selamat padahal ia adalah celaka,
ia melihat dirinya sebagai orang yang benar padahal ia adalah salah. Orang yang ujub
selalu meremehkan atas perbuatan dosa yang dilakukan dan selalu melupakan dosa
yang telah diperbuatnya, bahkan hatinya buta sehingga melihat perbuatan dosa yang
dilakukan sebagai perbuatan bukan dosa dan selalu memperbanyak perbuatan dosa
itu. Orang yang ujub selalu mengecilkan perasaan takutnya kepada Allah SWT dan
memperbesar rasa kesombongan kepadaNya.3
3
Ulfa Dj. Nurkamiden, “Cara Mendiagnosa Penyakit Ujub dan Takabur”, dalam Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam 4, No 2, Agustus 2016, Hal 117.
3
mewaspadai karakter temannya itu, Dalam pergaulan pasti ada yang terpengaruh
oleh temannya. Jika temannya memiliki sifat suka membanggakan diri, ia akan
terpengaruh oleh sifat temannya tersebut. Akhirnya ia akan seperti temannya.
Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang bersikap ujub adalah lupa
kepada sang pemberi nikmat. Biasanya jika seseorang diberi kenikmatan oleh
Allah Swt. berupa harta, ilmu, kekuatan, kemuliaan, dan lainnya, ia akan
menerima semua kenikmatan itu. Akan tetapi, ia sering lupa kepada Pemberinya
(Allah). Karena pengaruh gemerlap dan melimpahnya kenikmatan itu, hatinya
berbisik bahwa ia memang pantas menerima semua kenikmatan itu karena potensi
dan kelebihan yang dimilikinya. Sampai pada batas tertentu, ia akan seperti
Qarun yang mengatakan,
Artinya : Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu
yang ada padaku". (Q.S, Al-Qashash 28: 78). Bisikan ini akan terus menguasai
dirinya sampai pada klimaksnya yaitu merasa bangga dengan dirinya dan potensi-
potensi yang dimilikinya. Itulah sikap membanggakan diri (ujub).
Jika seseorang tidak memahami hakikat dirinya yang tercipta dari setetes
air hina yang keluar dari tempat keluar air kencing, kekurangan merupakan tabiat
dan jati dirinya, dan tempat kembalinya adalah tanah, lalu menjadi bangkai yang
membusuk dan dijauhi semua orang, maka ia akan merasa bangga pada dirinya
dan berpikir bahwa dirinya adalah sesuatu yang berharga. Perasaan dan pikiran
ini kemudian diyakinkan oleh setan, dan akhirnya ia bersikap ujub atau bangga
pada diri sendiri.
4
Barangkali, inilah salah satu rahasia mengapa Al-Qur’an berulang-ulang
menjelaskan hakikat permulaan dan akhir diri manusia. Allah Swt. berfirman,
ِ س َٰلَلَ ٖة
امنا ُ اث ُ َّام ا َجعَ َل ان َۡسلَ اهۥُا ِمنا٧ين ا
ٖ ناط
ِ ن ا ِم ِ ۡ سنَ ا ُك َّل اش َۡيءٍ ا َخلَقَهۥاُ ا َوبَدَأ َاخ َۡلقَ ا
َ َٰ ٱۡلن
س ِا َ ِي اأ َ ۡح
ٱلَّذ ٓا
ٖ َّما ٓ ٖءا َّم ِه
ا ا٨ينا
Artinya : “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan
Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan
keturunannya dari saripati air yang hina”. (Q.S. Al-Sajdah : 7-8).
e. Keturunan Terhormat
5
setiap aktivitasnya. Sunatullah telah menetapkan bahwa Allah tidak akan
memberikan bimbingan kecuali kepada orang yang menghinakan dirinya di
hadapan Allah, menghindarkan diri dari godaan setan, memohon perlindungan
sepenuhnya kepada-Nya, dan menghabiskan seluruh hidupnya untuk tunduk dan
patuh hanya kepada-Nya.
Sikap ujub akan mengundang murka Allah Swt. Barang siap dimurkai
Allah, seluruh penduduk langit akan memurkainya. Akhirnya orang yang ujub
pun akan dibenci penduduk bumi. Mereka akan menjauhi, membenci, tidak ingin
melihat, juga tidak ingin mendengar suaranya.
Orang yang memiliki penyakit ujub selalu merasa diri suci, ingin
disanjung, dan ingin dihormati. Pada saat yang sama, ia lupa atau pura-pura lupa
pada firman Allah:
b. Mengabaikan Nasihat
6
Orang yang memiliki penyakit ujub selalu senang mendengar aib orang
lain, terutama aib teman-temannya. Ibn Fudhail berkata, “Sesungguhnya di antara
ciri orang munafik adalah senang mendengar aib salah seorang temannya”
(Muhammad Ahmad Rasyid dalam Al-Awaiq).
Orang yang terjangkit penyakit ujub harus menyadari bahwa kalau bukan
karena tiupan (ruh) Allah, dirinya tidak akan pernah ada. Dirinya diciptakan dari
tanah yang diinjak kaki, lalu menjadi air hina yang jika orang melihat, pasti akan
merasa jijik. Dirinya akan dikembalikan ke dalam tanah, kemudian menjadi
bangkai busuk yang dijauhi orang-orang. Semasa hidup ia selalu membawa
kotoran busuk di perutnya, yang jika kotoran tersebut tidak keluar, ia akan merasa
sakit.
Orang yang terjangkit penyakit ujub harus selalu menafakuri kematian dan
kehidupan sesudahnya. Ia juga harus merasakan kesusahan dan malapetaka yang
akan terjadi pada kehidupan itu. Cara ini akan sanggup mencegah penyakit ujub,
bahkan akan membentenginya dari serangan ini apabila ia termasuk orang yang
memiliki hati dan pendengaran.
7
bergaul dengan orang-orang yang rendah hati dan bijak. Hal ini akan membantu
menghindarkan dirinya bahkan mencegahnya dari penyakit ini.
2. Macam-Macam Takabur
4
Sayyid Muhammad Nuh, Mengobati 7 Penyakit Hati, (Bandung: Penerbit Al-Bayan, 2004), Hal 13-
26.
5
Sayyid Muhammad Nuh, Mengobati 7 Penyakit Hati, Hal 53.
6
Toshihiko Izutsu, Konsep-Konsep Etika Religius dalam Qur’an, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana,
1993), Hal 170.
8
a. Takabur kepada Allah.
b. Takabur kepada Rasul Allah.
c. Takabur kepada sesama hamba Allah7
7
Ulfa Dj. Nurkamiden, “Cara Mendiagnosa Penyakit Ujub dan Takabur”, dalam Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam 4, No 2, Agustus 2016, Hal 123.
9
c. Membanding-bandingkan Nikmat dan Melupakan Pemberinya.
Di antara manusia ada yang diberi nikmat khusus yang tidak diberikan
kepada orang lain, seperti kesehatan, anak-istri, harta, pangkat dan kedudukan,
ilmu, kepiawaian dalam bertutur kata dan menulis, karisma, serta banyak kawan
dan pengikut. Akibat pengaruh kenikmatan tersebut, sering kali ia lupa kepada
Pemberi nikmat itu (Allah), dan mulai membanding-bandingkan antara
kenikmatan yang diterimanya dan kenikmatan orang lain. Ia melihat orang lain
berada dibawahnya, kemudian menyepelekan dan menghinakan mereka, hingga
akhirnya terjerumus ke dalam kesombongan.8
Selain itu, yang mendorong seseorang menjadi takabur yaitu antara lain:
10
Turmudzi, dan Ahmad); “Maukah aku kabarkan orang yang paling jahat di
antara kalian? “Beliau berkata, “Orang-orang yang sering berceloteh dan
banyak omong” (HR Ahmad).
c. Menginginkan agar semua orang membutuhkannya, sementara ia merasa tidak
membutuhkan orang lain. Contohnya, orang yang ingin agar semua orang
berdiri saat ia datang atau lewat di hadapan mereka. Dalam sebuah hadis
dikemukakan, “Barang siapa ingin agar semua orang berdiri memberi hormat
kepadanya, bersiap-siaplah, tempat tinggalnya di neraka” (HR Abu Dawud).
Untuk memuaskan rasa unggul dan lebih dari orang lain, orang yang
sombong selalu ingin agar orang lain menundukkan kepala di hadapannya dan
menurutinya. Manusia yang mulia dan memiliki harga diri tentu akan menolak
hal ini dan sejatinya memang mereka tidak akan mau tunduk di hadapan orang
yang sombong. Karena itu orang yang sombong akan terjerumus pada angan-
angan jelek yang berasal dari dirinya, yang berakibat pada keterguncangan
jiwanya.
Seorang yang sombong karena merasa sempurna dalam setiap hal, tidak
akan melakukan introspeksi diri untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan
dirinya, serta memperbaiki hal-hal yang perlu diperbaiki. Ia juga tidak mau
menerima nasihat, petunjuk, dan bimbingan dari orang lain sehingga akan terus
berada dalam kekeliruan dan kesalahannya sampai akhir hayat, kemudian masuk
neraka.
11
6. Cara Mengobati Penyakit Sombong (Takabur)
a. Menghindari Pergaulan dengan Orang Sombong
10
Sayyid Muhammad Nuh, Mengobati 7 Penyakit Hati (Bandung:Penerbit Al-Bayan, 2004). Hal 53-
67.
12
KESIMPULAN
Ujub ialah terpengaruh oleh hebat dan kelebihan diri sendiri, ia sajalah yang pandai
dan tidak pernah salah. Orang ujub terpengaruh oleh kemampuan diri, pendapat, dan amal
baiknya, sehingga dibesar-besarkannya, dan melalaikan atau melupakan akibatnya. Hal itu
akan dapat marah dan siksa Allah, karena ia merasa harus diberi Allah kedudukan yang
tinggi, sebagai imbalan amalnya. Ujub termasuk penyakit yang membawa takabur.
Menurut istilah, takabbur berarti menunjukkan kebanggaan pada diri sendiri dengan
melecehkan pribadi orang lain dan tidak mau menerima kebenaran yang datang dari mereka.
13
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Nuh, Sayyid, Mengobati 7 Penyakit Hati, Bandung: Penerbit Al-Bayan, 2004.
Masyhur, Kahar, Membina Moral dan Akhlak, Jakarta : PT Rineka Cipta, 1994.
Nurkamiden, Ulfa Dj., “Cara Mendiagnosa Penyakit Ujub dan Takabur”, dalam Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam 4, No 2, Agustus 2016.
Izutsu, Toshihiko, Konsep-Konsep Etika Religius dalam Qur’an, Yogyakarta : PT Tiara
Wacana, 1993.
14