Anda di halaman 1dari 30

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Kekurangan Energi Protein

2.1.1 Pengertian

Beberapa pengertian Kurang Energi Protein (KEP):


1. KEP adalah keadaan yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak
memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Disebut KEP apabila berat badannya
kurang dari 80 % indeks berat badan menurut (BB/U) baku WHO-NCHS.

2. KEP adalah gizi buruk yang merupakan suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk itu sendiri
adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun atau
kekurangan gizi tingkat berat. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis
disebut marasmus, kwashiorkor dan kombinasi marasmus kwashiorkor
(Soekirman (2000).

2.1.2 Etiologi
Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan
berbagai gejala-gejala. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu
pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih. penyebab
timbulnya penyakit ini, antara lain yaitu factor diet, factor social, kepadatan
penduduk, infeksi, kemiskinan, dan lain-lain. Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor
penyebab kurang energi protein dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Primer
     a) Susunan makanan yang salah
     b) Penyedia makanan yang kurang baik
     c) Kemiskinan
     d) Ketidaktahuan tentang nutrisi
     e) Kebiasan makan yang salah
2. Sekunder
     a) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan struktur
saluran).
     b) Gangguan psikologis.

2.1.3 Manifestasi Klinis


Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor,
dan Marasmus-Kwashiorkor.gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus.
Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai
marasmus, kwashiorkor atau marasmickwashiokor.Tanpa mengukur/melihat BB bila
disertai oudema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/gizi buruk tipe
kwashiorkor:
1. KWASHIORKOR
a) Edema
b) Wajah membulat dan sembab
c) Pandangan mata sayu Pandangan mata sayu
d) Rambut tipis, kemerahan spt warna rambut Rambut tipis, kemerahan spt
warna rambutjagung, mudah dicabut tanpa jagung, mudah dicabut tanpa
sasakit,rontok kit,rontok
e) Perubahan status mental: apatis & rewel Perubahan status mental: apatis &
rewel
Tanda Tanda--Tanda Klinis Tanda Klinis Anak Gizi Buruk
a) Edema
b) Minimal pada kedua punggung kaki, bersifat pitting edema
c) Derajat edema:Derajat edema utk menentukan jumlah cairan yang
diberikan.
 Pada tangan & kaki
 Tungkai & lengan
 Seluruh tubuh (wajah & perut)
d) Pembesaran hati Pembesaran hati
e) Otot mengecil (hipotrofi) Otot mengecil (hipotrofi)
f) Kelainan kulit berupa bercak merah muda Kelainan kulit berupa bercak
merah mudaygyg meluas & berubah warna menjadi coklat ygyg meluas
& berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
g) Sering disertai Sering disertai: : peny. infeksi (umumnya peny. infeksi
(umumnya akut), kut), anemia, dan diare anemia, dan diare).

2. MARAMUS
a) Tampak sangat kurus, hingga seperti Tampak sangat kurus, hingga seperti
b) Tulang terbungkus kulit
c) Wajah seperti orang tua Wajah seperti orang tua
d) Cengeng, rewel Cengeng, rewel
e) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis Kulit keriput, jaringan lemak
subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (~pakai celana longgar (~pakai
celana longgar--baggy pants)
f) Perut Perut umumnya cekung umumnya cekung
g) Iga gambang Iga gambang
h) Sering disertai: Sering disertai: Penyakit infeksi (umumnya
kronisberulang) dan diare
i) Kulit terlihat longgar, tulang rusuk tampak terlihat jelas, kulit paha
berkeriputterlihat, tulangbelakang lebih menonjol dan kulit dipantat
berkeriput ( baggy pant ).

3. MARASMIK – KWASHIORKOR:

Beberapa gejala klinik Kwashiorkor danMarasmus dengan BB/ Marasmus dengan


BB/TB TB <<--3 SD 3 SD disertai disertai edema yang tidak mencolok.

2.1.4 Diagnosa Kurang Energi Protein (KEP)

Diagnosa Gambaran klinis, biokimiawi, dan fisiologi KKP bervariasi dari orang-
orang dan bergantung pada keparahan KKP, usia penderita, ada atau tidaknya
kekurangan gizi zat lain, keberadaaan penyakit penyerta, dan kekurangan yang dominan
eneridan protein.
Keparahan KKP diukur dengan menggunakan parameter antropometrik, karena tanda
dan gejala klinis serta hasil pemeriksaan laboratorium biasanya tidak mengalami
perubahan, terkecuali jika pnyakit ini telah sedemikian “parah”.
Klasifikasi serta lamanya penyakit yang telah berlangsug juga ditentukan secara
antropometris. Riwayat pangan bermanfaat terutama dalam mengukur status gizi orang
dewasa.
 Penilaian Antropometris
Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaan,
ketepatan,kepekaan, serta ketersediaan alat ukur; disamping keberadaaan nilai
bahan baku acuan yang akan digunakan sebagai pembanding. Jika nilai baku
suatu negara (Indonesia) belum tersedia, boleh digunakan baku Internasional.
Pembolehan ini didasarkan pada asumsi bahwa potensi tumbuh kembang-anak
pada umunya serupa. Hubungan berbagai ukuran antropometris (terutama
berat dan tinggi badan) pada anak normal yang sehat secara relatif mantap.
Baku acuan ditunjukkan sebagai perbandingan semata, bukan menggambar
keidealan.

2.1.5 Intervensi Kurang Energi Protein (KEP)

    Penganggulangan orang yang menderita KEP sangat di anjurkan dirawat di rumah
saja. Menginap di rumah sakit justru meningkatkan risiko infeksi silang, sementara
suasana yang berlainan dengan keadaan rumah menyebabkan seseorang merasa
diasingkan.

Penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal, dan rehabilitasi.


Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara
fase rahabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi. Yang pertama saat pasien
tiba dirumah sakit hingga kondisi pasien stabil dan nafsu makan pulih. Fase ini biasanya
berlangsung selama 2-7 hari. Jika lebih dari 10 hari keadaan pasien tidak juga pulih,
berarti diperlukan upaya tambahan.
Upaya pengobatan awal meliputi
1.    Pengobatan atau pencegahan terhadap hipoglikemia, hipitermia, dehidrasi, dan
pemulihan ketidakimbangan elektrolit
2.    Pencegahan jika ada ancaman atau perkembangan renjatan septik
3.    Pengobatan infeksi
4.    Pemberian makanan
5.    Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan vitamin,
anemia berat, dan payah jantung.

A. Hipoglikemia
Penderita KKP berat kemungkinan besar untuk jatuh kedalam kedalam
hipoglikemia (kadar glukosa darah <54 mg/dl atau <3 mmol/L ),terutama selama
2 hari pengobatan awal. Keadaan ini dapat disebabkan oleh infeksi sistemis yang
serius,atau jika anak dibiarkan tidak makan selama 4-6 jam,terutama sepanjang
perjalanan dari rumah kerumah sakit. Agar hipoglikemia tidak terjadi, anak harus
diberi makan sekurang-kurangnya setiap 2-3 jam,baik siang ataupun malam.
Tanda hipoglikemia :
1.    Temperature tubuh kurang dari 36,5 0 C
2.    Lemas
3.    Kesadaran berkurang

Jika tanda-tanda ini telah tampak, upaya pengobatan harus segera di


lakukan tanpa harus menanti hasil pemeriksaan laboratorium.
    Semua penderita hipoglikemia harus diberi antibiotika spectrum luas
untuk mengobati infeksi sistemis yang luas.

B. Hipotermia
Hipotermia karap terjadi pada bayi yang berusia kurang dari 12 bulan dan
mereka yang menderita marasmus dengan kerusakan kulit yang parah serta
infeksi berat. Anak mesti dihangatkan manakala suhu rektal terukur kurang dari
35,50C atau suhu ketiak dibawah 350C. Semua anak yang yang mengalami
hipotermia harus diobati untuk hipoglikemia dan infeksi sistemik.
C. Dehidrasi dan ranjatan septik
Penegakan diagnosis dehidrasi pada pasien yang menderita KKP berat
sungguh sulit.
Tanda yang digunakan dalam menentukan diagnosis dikelompokan
menjadi 3,yaitu   
1.    Tanda yang bermakna
2.    Tidak bermakna
3.    Tanda renjatan septik
Tanda yang bermakna terungkap pada
•    Riwayat diare
•    Rasa haus
•    Hipotermia
•    Mata cekung
•    Tangan dan kaki terasa dingin
Tanda yang tidak bermakna dinilai berdasarkan
•    Keadaan mental
•    Mulut,lidah, dan air mata
•    Kelenturankulit

Anak dengan dihidrasi harus mempunyai latar belakang diare berair. Tinja
penderita KKP berat kerap berlendir. Seseorang yang anak yang menunjukan
tanda dehidrasi, namun tidak ada riwayat diare berair, mesti diobati sebagai
“renjatan septik”.

Bola mata yang cekung dapat membantu pemeriksa mendiagnosis


dehidrasi. Kelemahan atau hilangnya denyut nadi pada arteri radialis menandakan
terjadinya renjatan, abaik akibat dehidrasi berat maupun sepsis. Jika denyut arteri
karotis, femoris, dan brakial lemah berarti anak tengah menunggu maut dan harus
diobati dengan sangat segera.

Keadaan mental anak KKP biasanya aptis jika dibiarkan sendiri, dan rewel
jika didekati. Kesadaran penderita akan lenyap secara progresif jika dehidrasi
memburuk.

Tanda renjatan septik :


•    Ancaman mengarah ke keadaan renjatan septik
•    Renjatan septik yang tengah berlangsung.

D. Pengobatan dehidrasi
Proses rehidrasi sabaiknya dilakukan secara oral karena pemberian per
infus dapat menyebabkan kelebihan cairan dan gagal ginjal. Pemberian secara
perenteral boleh diberlakukan hanya dalam keadaan renjatan (syok).
Cairan rehidrasi oral harus mengandung lebih banyak kalium ketimbang
natrium karena penderita KKP berat selalu mengalami defisiensi kaliaum serta
kelebihan natrium.
Rehidrasi berhasil jika anak tidak lagi kehausan, sudah dapat berkemih,
dan tanda dehidrasi lain hilang. Agar anak tidak mengalami dehidrasi lagi, anak
harus tetap diberi minum. Sebagai patokan, jika anak berusia kurang dari 2 tahun,
berikan 50-100 cc cairan setiap kali diare sementara anak yang lebih besar
jumlahnya dua kali lipat.

E. Pengobatan renjatan septik


Semua anak yang menderita KKP berat, yang menampakkan tanda
renjatan septik, atau baru tahap “ancaman” ke arah sana, harus diobati sebagai
renjatan septis. Mereka juga harus di beri antibiotika spectrum luas dan di
hangatkan untuk mencegah atau mengobati hipotermia. Anak-anak ini tidak perlu
di mandikan.

F. Pengobatan dietetis
Makanan formula sebaiknya segera diberikan pada anak manakala tidak
terdeteksi tanda-tanda gawat darurat, di samping melanjutkan pemberian air susu
ibu. Makanan formula untuk mereka sabaiknya berkadar rendah protein dan
lemak, tetapi mengandung karbohidrat dalam jumlah lebih besar.

2.1.6 Diet Gizi

Tujuan Prinsip/ Syarat Diet


1. Memberikan makanan tinggi 1. Energi 100 kkal/kg BB/ hr
energi dan protein secara 2. Protein 1 – 1,5 g/ kg BB/ hr,
bertahap sesuai dengan 3. Cairan 100 ml/ kg BB/ hr
kemampuan pasien untuk 4. Bila selera makan anak baik, tahapan
mencapai keadaan gizi optimal. pemberian formula dapat lebih cepat
2. Menambah berat badan hingga dalam waktu 2 – 3 hari
mencapai berat badan normal 5. Porsi kecil dan sering

B. Macam Diet/ Bentuk Makanan


Diet TKTP/ formula WHO diberikan secara bertahap
2.2 Penyakit Kekurangan Vitamin A (KVA)
2.2.1 Pengertian

Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya


asupan vitamin A yang memadai. Hal ini dapat menyebabkan rabun senja, xeroftalmia
dan jika kekurangan berlangsung parah dan berkepanjangan akan mengakibatkan
keratomalasia (Tadesse, Lisanu, 2005).
Sedangkan menurut Arisman tahun 2002, Kurang Vitamin A (KVA) merupakan
penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasi
keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran kencing dan saluran cerna. Penyakit
Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang
sangat penting. Prevalensi KVA terdapat pada anak-anak dibawah usia lima tahun.
Sampai akhir tahun 1960-an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada anak.

2.2.2 Etiologi
Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya
cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar
serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik
bagi mata. Vitamin A diperlukan retina mata untuk pembentukan rodopsin dan
pemeliharaan diferensiasi jaringan epitel. Gangguan gizi kurang vitamin A dijumpai
pada anak-anak yang terkait dengan :
1. Kemiskinan,
2. Pendidikan rendah,
3. Kurangnya asupan makanan sumber vitamin A dan pro vitamin A (karoten),
4. Bayi tidak diberi kolostrum dan disapih lebih awal,
5. Pemberian makanan artifisial yang kurang vitamin A.
Kelompok umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin A adalah
kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun).
Sedangkan yang lebih berisiko menderita kekurangan vitamin A adalah bayi berat lahir
rendah kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak diberi ASI
sampai usia 2 tahun, anak yang tidak mendapat makanan pendamping ASI yang cukup,
baik mutu maupun jumlahnya, anak kurang gizi atau di bawah garis merah pada KMS,
anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pneumonia) dan
kecacingan, anak dari keluarga miskin, anak yang tinggal di dareah dengan sumber
vitamin A yang kurang, anak yang tidak pernah mendapat kapsul vitamin A dan
imunisasi di posyandu maupun puskesmas, serta anak yang kurang/jarang makan
makanan sumber vitamin A.

2.2.3 Manifestasi Kekurangan Vitamin A (KVA)


Tanda-tanda awal kekurangan vitamin A
Lemahnya penglihatan pada malam hari.
* Kulit kering
* Meningkatnya risiko infeksi, dan metaplasia (kondisi pra-kanker).
* Kekurangan vitamin A yang parah, yang dapat menyebabkan kebutaan, secara
kstrim jarang terjadi di lingkungan barat.
Kekurangan vitamin A yang parah yang jarang terjadi, biasanya terjadi karena
kondisi-kondisi yang bermacam-macam, yang menyebabkab mal-absorpsi. Dilaporkan
pula tingginya peristiwa kekurangan vitamin A pada orang yang terinfeksi HIV

1.      Selaput matanya pada daerah hitam


2.     Daerah putih itu menjadi kering dan bila tidak segera diobati, selaput mata yang
kering ini akan mengakibatkan kebutaan.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah
berlangsung lama. gejala tersebut akan lebih cepat muncul jika menderita penyaki
campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.Gejala klinis KVA pada mata
menurut klasifikasi WHO sebagai berikut :
1. Buta senja = XN
Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Pada keadaan ringan,
sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama
berada di cahaya yang terang. Penglihatan menurun pada senja hari, dimana
penderita tidak dapat melihat lingkungan yang kurang cahaya.
2.         Xerosis konjunctiva = XI A
Selaput lendir mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering, berkeriput,
dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
3. Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B.
Gejala XI B adalah tanda-tanda XI A ditambah dengan bercak bitot, yaitu bercak putih
seperti busa sabun atau keju terutama celah mata sisi luar. Bercak ini merupakan
penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda khas pada penderita
xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai penentuan prevalensi kurang vitamin A pada
masyarakat. Dalam keadaan berat tanda-tanda pada XI B adalah, tampak kekeringan
meliputi seluruh permukaan konjunctiva, konjunctiva tampak menebal, berlipat dan
berkerut.
4. Xerosis kornea = X2
Kekeringan pada konjunctiva berlanjut sampai kornea, kornea tampak suram dan kering
dengan permukaan tampak kasar.
5.         Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B
Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus. Pada tahap ini dapat terjadi
perforasi kornea. Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan
prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan
kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia
dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.
6. Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea
Kornea tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea
telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita
menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok
kornea.
7. Xeroftalmia Fundus (XF).
Tampak seperti cendolXN, XI A, XI B, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal
dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang
harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa menjadi keratomalasia. X3A dan
X3 B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat
menyebabkan kebutaan total bila lesi pada kornea cukup luas sehingga menutupi
seluruh kornea.Prinsip dasar untuk mencegah xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan
vitamin A yang cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi. Selain itu perlu
memperhatikan kesehatan secara umum (Wardani, 2012).
2.1.4 Diagnosa Dan Intervensi Penyakit Kekurangan Vit A
a)       Gangguan sensori-persepsi penglihatan
Berhubungan dengan:
-   gangguan penerimaan sensori/status organ indra
-   lingkungan secara terapeutik dibatasi
Ditandai dengan:
-   menurunnya ketajaman,gangguan penglihatan
-   perubahan respons biasanya terhadap rangsang
Intervensi atau tindakan:
1.     Kaji ketajaman penglihatan
Rasional: untuk mengetahui ketajaman penglihatan klien dan member penglihatan
menurut ukuran yang baku.
2.     Dorong menegkspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan
kehilangan penglihatan.
Rasional : sementara intervensi dini mencegah kebutaan, psien menghadapi
kemungkinan kehilangan penglihatan sebagian atau total.meskipun kehilangan
penglihatan telah terjadi tidak dapat diperbaiki meskipun dengan pengobatan kehilangan
lanjut dapt dicegah.
3.     Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan penglihatan.
Contoh: kurangi kekacauan, atur perabot, perbaiki sinar yang suram dan masalah
penglihatan malam.
Rasional: menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang
pandang atau kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.
4.     Kolaborasi
a.      Test adaptasi gelap
Rasional : untuik mengetahui adanya kelainan atau abnormalitas dari fungsi penglihatan
klien.
b.     Pemeriksaan kadar vitamin A dalam darah.
Rasional: untuk mengetahui keadaan defisiensi keadaan vitamin A dalama darah
sebagai pemicu terjadinya penyakit xeroftalmia.
c.      Pemberian obat sesuai indikasi :
·       Pemberian vitamin A dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000 – 75.000
IU/kg BB tidak lebih dari 400.000 -500.000 IU.
Rasional : pemberian vitamin A dosis terapeutok dapat mengatasi gangguan penglihatan
tahap dini. Dengan memlberikan dosis vitamin secara teratur dapat mengembalikan
perubahan penglihatan pada mata.
·       Pengobatan kelaina pada mata
o   stadium I : tanpa pengobatan
o   stadium II : berikan AB
o   stadium III : berikan sulfa atropine 0,5% ,tetes mata pada anak atau SA 4% pada
orang dewasa.
Rasional: mengembalikan ke fungsi penglihatan yang baik dan mencegah
terjadinyakomplikasi lebih lanjut.

b)      Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan


penglihatan ditandai dengan:
-  mata hitam menjadi  kering, kusam, keruh, keriput, dan timbul bercak yang
mengganggu penglihatan.
-    keluhan PA penglihatan pada senja hari
Intervensi/tindakan
1.      Orientasi klien dengan lingkungan sekitarnya
Rasional: meningkatkan pengenalan terhadap lingkungannya.
2.      Anjurkan keluarga untuk tidak memberikan mainan kepada klien yang yang
mudah pecah seperti kaca dan benda-benda tajam.
Rasional: menghindari pecahnya alat mainan yang dapat mencedera klien atas benda
tajam yang dapat melukai klien.
3.      Arahkan semua alat mainan yang dibutuhkan klien pada tempat yang sentral dari
pandangan klien.
Rational: memfakuskan lapang pandang dan menghindari cedera.
c)       Ansietas berhubungan dengan:
·       Factor fisiologis
·       Perubahan status kesehatan: kemungkinan/kenyataan
·       Kehilangan penglihatan
Intervensi/Tindakan
1.       Kaji tingkat ansietas, timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional: factor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial
siklus ansietas dan dapat mempengaruhi upaya medic untuk mengontrol terapi yang
diberikan.
2.       Berikan informaasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa
pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan
Rasional: menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/harapan yang akan
dating dan berikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3.       Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
Rasional: memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata,
mengkelarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah.
4.       Identifikasi sumber/orang yang menolong.
Rasional: meberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.

2.1.5 Evaluasi Penyakit Kekurangan Vitamin A

a.        Ketajaman penglihatan klien dalam batas normal.


b.       Klien dapat mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
c.        Klien dapat memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
d.       Klien dapat menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemungkinan
cedera.
e.        Klien dapat Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan
pengobatan.
2.1.6 Pemeriksaan Lab dan Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan serum retinol
Bila ditemukan serum retinol <20 ug/dl berarti anak tersebut menderita KVA
subklinis
b. Pemeriksaan serum RBP
c. Pemeriksaan hematologi
d. Pemeriksaan radiografi dan tulang panjang bagi anak-anak
e. Dan sebagainya
2.1.7 Contoh set Diet
Makan pagi Selingan I Makan siang Selingan II Makan malam
Nasi Mangga Nasi Ubi rebus Nasi

Tumis tempe + Sayur bening Jus apel Tumis kangkung


wortel wortel +
bayam
Ikan kembung Semur ayam Hati sapi goreng
goreng

Bahan Makanan Satuan Bahan Makanan Satuan


Internasional Internasional
(SI)/100gram (SI)/100gram
Bahan Makanan Nabati Bahan Makanan Hewani
Jagung muda, kuning, biji 117 Ayam 810
Jagung kuning panen 440 Hati sapi 43900
baru, biji
Jagung kuning panen 510 Ginjal sapi 1150
lama, biji
Ubi rambat, merah 7700 Telur itik 1230
Lamtoro, biji muda 423 Ikan segar 150
Kacang ijo kering 157 Daging sapi kurus 20
Wortel 12000 Buah :
Bayam 6000 Apokat 180
Daun melinjo 10000 Belimbing 170
Daun singkong 11000 Mangga masak pohon 6350
Genjer 3800 Apel 90
Kangkung 63000 Jambu biji 25

Tabel Daftar Bahan Makanan Sumber Vitamin A/Karoten

2.3 Penyakit Akibat Gangguan Akibat Kekurangan Yodium


2.3.1 Pengertian
Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) adalah rangkaian efek kekurangan
yodium pada tumbuh kembang manusia. Spektrum seluruhnya terdiri dari gondok
dalam berbagai stadium, kretin endemik yang ditandai terutama oleh gangguan mental,
gangguan pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang dewasa.
Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) juga merupakan defisiensi yodium
yang berlangsung lama akibat dari pola konsumsi pangan yang kurang mengkonsumsi
yodium sehingga akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid, yang secara perlahan
menyebabkan kelenjar membesar sehingga menyebabkan gondok.
Defisiensi yodium akan menguras cadangan yodium serta mengurangi produksi
tetraiodotironin/T4. Penurunan kadar T4 dalam darah memicu sekresi Thyroid
Stimulating Horrmon (TSH) yang selanjutnya menyebabkan kelenjar tiroid bekerja
lebih giat sehingga fisiknya kemudian membesar (hiperplasi). Pada saat ini efisiensi
pemompaan yodium bertambah yang dibarengi dengan percepatan pemecahan yodium
dalam kelenjar.

2.3.2 Etiologi GAKY


Faktor – Faktor penyebab masalah GAKI antara lain :

• Faktor Defisiensi Iodium dan  Iodium Excess

            Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKI.  Hal ini


disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap
kekurangan unsur iodium dalam makanan dan minuman yang dikonsumsinya.
Kelebihan yodium terjadi apabila yodium yang dikonsumsi cukup besar secara terus
menerus, seperti yang dialami oleh masyarakat di Hokaido (Jepang) yang
mengkonsumsi ganggang laut dalam jumlah yang besar.  Bila iodium dikonsumsi dalam
dosis tinggi akan terjadi hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi tirosin
dan proses coupling.

• Faktor  Geografis dan Non Geografis

            GAKI sangat erat hubungannya dengan letak geografis suatu daerah, karena


pada umumnya masalah ini sering dijumpai di daerah pegunungan seperti pegunungan
Himalaya, Alpen, Andres dan di Indonesia gondok sering dijumpai di pegunungan
seperti Bukit Barisan Di Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan. Daerah yang
biasanya mendapat suplai  makanannya dari daerah lain sebagai  penghasil pangan,
seperti daerah pegunungan yang notabenenya merupakan daerah yang miskin kadar
iodium dalam air dan tanahnya. Dalam jangka waktu yang lama namun pasti  daerah
tersebut akan mengalami defisiensi iodium atau daerah endemik iodium.

• Faktor Bahan Pangan Goiterogenik


            Kekurangan iodium merupakan penyebab utama terjadinya gondok, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa faktor lain juga ikut berperan.  Salah satunya  adalah bahan
pangan yang bersifat goiterogenik. Zat goiterogenik dalam bahan makanan yang
dimakan setiap hari  akan menyebabkan zat iodium dalam tubuh tidak berguna, karena
zat goiterogenik tersebut merintangi absorbsi dan metabolisme mineral iodium yang
telah masuk ke dalam tubuh. Giterogenik adalah zat yang dapat menghambat
pengambilan zat iodium oleh kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam
kelenjar menjadi rendah. Selain itu, zat goiterogenik dapat menghambat perubahan
iodium dari bentuk anorganik ke bentuk organik sehingga pembentukan hormon tiroksin
terhambat. Beberapa jenis Goitrogen yaitu:

 Kelompok Tiosianat atau senyawa mirip tiosianat


contoh: ubi kayu, jagung, rebung, ubi jalar, buncis besar
  Kelompok tiourea, tionamide, tioglikoside, vioflavanoid dan disulfida alifatik,
contoh : berbagai makanan pokok di daerah tropis seperti sorgum, kacang-kacangan,
bawang merah dan bawang putih
  Kelompok Sianida
Contoh: daun + umbi singkong , gaplek, gadung, rebung, daun ketela, kecipir,        dan
terung
  Kelompok Mimosin
contoh: pete cina dan lamtoro
  Kelompok Isothiosianat
contoh: daun papaya
 Kelompok Asam
contoh: jeruk nipis, belimbing wuluh dan cuka
 Kelompok yang bekerja pada proses proteolisis dan rilis hormon tiroid

- Faktor Zat Gizi Lain


Defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap pembentukan hormon dari
kelenjar thyroid terutama tahap transportasi hormon.  Baik T3 maupun T4 terikat oleh
protein dalam serum, hanya 0,3 % T4 dan 0,25 % T3 dalam keadaan bebas.  Sehingga
defisiensi protein akan menyebabkan tingginya T3 dan T4 bebas,  dengan adanya
mekanisme umpan balik pada TSH maka hormon dari kelenjar thyroid akhirnya
menurun.

2.3.3 Manifestasi Klinis GAKY

Gejala yang sering tampak sesuai dengan dampak yang ditimbulkan , seperti:
 Terhadap Pertumbuhan
– Pertumbuhan yang tidak normal.
-Pada keadaan yang parah terjadi kretinisme
– Keterlambatan perkembangan jiwa dan kecerdasan
– Tingkat kecerdasan yang rendah
– Mulut menganga dan lidah tampak dari luar
 Kelangsungan Hidup
Wanita hamil didaerah Endemik GAKY akan mengalami berbagai gangguan kehamilan
antara lain :
– Abortus
– Bayi Lahir mati
– Hipothryroid pada Neonatal
 Perkembangan Intelegensia
– Setiap penderita Gondok akan mengalami defisit IQ Point sebesar 5 Point dibawah
normal
– Setiap Penderita Kretinisme akan mengalami defisit sebesar 50 Point dibawah normal.
Iodium diperlukan khususnya untuk biosintesis hormon tiroid yang beriodium. Iodium
dalam makanan diubah menjadi iodida dan hampir secara sempurna iodida yang
dikonsumsi diserap dari sistem gastrointestinal. Yodium sangat erat kaitannya dengan
tingkat kecerdasan anak. Dampak yang ditimbulkan dari kekurangan konsumsi yodium
yang berada dalamtubuh, akan sangat buruk akibatnya bagi kecerdasan anak, karena
bisa menurunkan 11-13 nilai IQ anak.. Di antara penyakit akibat kekurangan iodium
adalah gondok dan kretinisme. Ada dua tipe terjadinya kretinisme, yaitu kretinisme
neurology seperti kekerdilan yang digolongkan dengan mental, kelumpuhan dan buta
tuli. Ada pula kretinisme hipotiroid Lokasi dan struktur tiroid (gondok) di mana kelenjar
tiroid yang terletak di bawah larynx sebelah kanan dan kiri depan trakea mengekskresi
tiroksin, triiodotironin dan beberapa hormon beriodium lain yang dihubungkan dengan
pertumbuhan yang kerdil dan retardasi mental yang lambat. Selama masa pertumbuhan
dan perkembangan, kebutuhan tubuh akan yodium memang harus selalu dipenuhi.
Karena kalau tidak, hipotiroidisme akan terus ‘mengancam’. Baik bayi, anak, remaja,
bahkan dewasa muda tetap mempunyai peluang terserang penyakit gondok, gangguan
fungsi mental dan fisik, maupun kelainan pada system saraf. Semua penyakit dan
berbagai kelainan lainnya yang disebabkan oleh defisiensi unsur kimia berlambang “I”
ini , kini disebut dengan GAKY ( Gangguan Akibat Kekurangan Yodium ). Selain akan
mempengaruhi tingkat kecerdasan anak, yang kita tahu selama ini, kekurangan yodium
akan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok. Padahal, banyak gangguan lain yang
juga bisa muncul. Misalnya saja, kekurangan yodium yang dialami janin akan
mengakibatkan keguguran maupun bayi lahir meninggal, atau meninggal beberapa saat
setelah dilahirkan. Bahkan, tidak sedikit bayi yang terganggu perkembangan sistem
sarafnya sehingga mempengaruhi kemampuan psikomotoriknya.

 Pertumbuhan Sosial
Dampak sosial yang ditimbulkan oleh GAKY berupa terjadinya gangguan
perkembangan mental, lamban berpikir, kurang bergairah sehingga orang semacam ini
sulit dididik dan di motivasi.
 Perkembangan Ekonomi
GAKI akan mengalami gangguan metabolisme sehingga badannya akan merasa dingin
dan lesu sehingga akan berakibatnya rendahnya produktivitas kerja, yang akan
mempengaruhi hasil pendapatan keluarga.
2.3.4 Diagnosa GAKY
Tabel Kriteria Keparahan dan Signifikasi Masalah Kesehatan GAKY(WHO:
1994)

Keparahan Gambaran klinis TGR (%) Rata – rata Prioritas


kadar urine
koreksi
G H K (µg/L)

Derajat 0 [normal] 0 0 0 <5,0 ≤100 -

Derajat I [ringan] + 0 0 5,0-19,9 50-99 Penting

Derajat II [sedang] ++ + 0 20,0-29,9 20-49 Segera

Derajat III [parah] ++ +++ ++ ≥30,0 <20 Kritis

Keterangan:

0 = tidak ada; + = ringan; ++ = sedang; +++ = sangat berat

G = goitre; H = hipotiroidisme; K= kretin

TGR = total goitre rate

2.3.5 Implementasi GAKY


1. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), merupakan sebuah strategi
pemberdayakan masyarakat dan komponen terkait agar mempunyai visi dan misi yang
sama untuk menanggulangi GAKY melalui kegiatan pemasyarakatan informasi,
advokasi, pendidikan/penyuluhan tentang ancaman GAKY bagi kualitas sumber daya
manusia.
2. Surveillans,merupakan kegiatan pemantauan yang dilakukan secara
berkesinambungan terhadap beberapa indikator untuk dapat melakukan deteksi dini
adanya masalah yang mungkin timbul agar dapat dilakukan tindakan/intervensi
sehingga keadaan lebih buruk dapat dicegah. Kegunaan surveillans yaitu mengetahui
luas dan beratnya masalah pada situasi terakhir, mengetahui daerah yang harus
mendapat prioritas, memperkirakan kebutuhan sumber daya yang diperlukan untuk
intervensi, mengetahui sasaran yang paling tepat dan mengevaluasi keberhasilan
program.
3. Iodisasi garam, merupakan kegiatan fortifikasi garam dengan Kalium Iodat (KOI3).
Tujuan kegiatan ini agar semua garam yodium yang dikonsumsi masyarakat
mengandung yodium minimal 30 ppm. Target program ini 90% masyarakat
mengkonsumsi garam beryodium yang cukup (30 ppm).
2.3.6 Pemeriksaan Lab dan Pemeriksaan Penunjang
Uji Diagnostik

Adapun cara – cara pemeriksaan untuk mengetahui adanya GAKI adalah sebagai
berikut:

a.       Pemeriksaan   antropometri tang dapat dilakukan adalah dengan


melakukan

b. Pemeriksaan klinis

  Pemeriksaan klinis GAKI dapat dilihat dari gejala - gejala yang muncul pada tubuh
seseorang, antara lain :

-   Seseorang menjadi malas dan lamban

-  Kelenjar tiroid membesar yang biasa disebut sebagai gondok di masyarakat. Gondok
ini diakibatkan karenakonsentrasi hormon tiroid menurun dan hormone perangsang
tiroid / TSH (Thyroid Stimulating Hormone) meningkat

-    Pada ibu hamil dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin, dan dalam
keadaan berat bayi lahir dalam keadaan cacat mental yang permanen serta hambatan
pertumbuhan yang dikenal sebagai kretinisme.

c. Pemeriksaan laboratorium

Penilaian status GAKI yaitu menggunakan urine, di daerah endemis berat (<25 ug/ g
kreatinin) dan sedang (25-50 ug/g kreatinin). Iodium urine biasanya akan menurun
sebelum struma muncul. Selain itu dapat juga denganmelakukan pemeriksaan pada
kadar hormone tiroid serum yang dilakukan dengan mengambil sampel pada pembuluh
darah vena. Tetapi pemeriksaan ini dianggap kurang efektif karena biaya yang
dibutuhkan untuk  pemeriksaan akan lebih mahal dan tingkat kesulitannya yang tinggi.
Pemeriksaan status gizi secara lab dapatmendiagnosis kurang gizi lebih dini sebelum
tanda-tanda klinis muncul.
d.  Pemeriksaan dietetic

Pemeriksaan dietetic pada penderita GAKI dapat dilihat dari asupan makanan yang
dikonsumsi, antara lain sebagai berikut:

 Asupan energy dan protein


Gangguan akibat kekurangan yodium secara tidak langsung dapat disebabkan oleh
asupan energi yang rendah,karena kebutuhan energy akan diambil dari asupan protein.
Protein (albumin, globulin, prealbumin) merupakanalat transport hormon tiroid. Protein
transport berfungsi mencegah hormon tiroid keluar dari sirkulasi dansebagai cadangan
hormon.

 Status gizi
Pengaruh status gizi terhadap kejadian GAKI masih belum banyak diteliti, namun
secara teoritis cadanganlemak merupakan tempat penyimpanan yodium. Jumlah
simpanan yodium di dalam tubuh setiap individu akan berbeda sesuai dengan kondisi
status gizinya (Oenzil, 1996). Kadar yodium urin anak dengan status gizi baik lebih
tinggi dibandingkan dengan anak dengan status gizi kurang setelah diberikan kapsul
yodium selama 3hari berturut-turut (Prihartini, 2004). Status gizi kurang atau buruk
akan berisiko pada biosintesis hormon tiroidkarena kurangnya TBP (Thyroxin binding
Protein), sehingga sintesis hormon tiroid akan berkurang(Djokomoeljanto, 1987).

 Pangan goitrogenik
Ada dua jenis zat goitrogenik yang berasal dari bahan pangan yaitu: Tiosianat, terdapat
dalam sayuran kobis, kembang kol, sawi, rebung, ketela rambat dan jewawut, singkong;
Isotiosianat, terdapat pada kobis. Zat goitrogenik adalah senyawa yang dapat
mengganggu struktur dan fungsi hormon tiroid secara langsung dan tidak langsung.

2.3.7 Diet

a) Pemberian makanan atau bahan makanan yang tinggi akan yodium, seperti hasil laut (sea
food) dan hasil olahannya, dan lain – lain.
b) Batasi atau hindari makanan atau bahan makanan yang tinggi zat goitrogenik,seperti kol, sawi,
ubi kayu (pohong), ubi jalar, rebung, buncis, makanan yang  panas, pedas dan
rempah-rempah, dan lain sebagainya.
c)Pemberian makanan yang mengandung vitamin A, karena vitamin A
dapatmenghambat absorbsi yodium. Karena vitamin A bersifat larut lemak,
maka pemberian vitamin A harus cukup.
d)Pemberian cairan cukup.

2.4 Penyakit Anemia Gizi (ANGI)


2.4.1 Pengertian
Anemia gizi adalah keadaan dengan kadar hemoglobin, hematocrit, dan sel darah merah yang
lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur
makanan esensial.

2.4.2 Etiologi

ANGI disebabkan oleh kekurangan zat gizi besi, asam folat atau vitamin B12.Secara umum
ada 3 penyebab anemia gizi, yaitu:

1. kehilangan darah secara kronis sebagai dampak pendarahan kronis, seperti pada penyakit
ulkus peptikum, hemoroid, investasi parasite, dan proses keganasan.

2. asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat.

3. peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim
berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan menyusui.

2.4.3 Manifestasi Klinis

Tanda:
Tanda khas: stomatitis angularis, glositis, disfagia, hipokloridia, koilonikia, dan pagofagia

Tanda yang kurang khas: kelelahan, anoeksia, kepekaan terhadap infeksi meningkat, kelainan
perilaku tertentu, kinerja intelektual serta kemampuan kerja menyusut.

Gejala:

Mudah lelah, letih, lesu, berdebar, takikardia, sering mengeluh pusing dan mata berkunang-
kunang. Gejala lanjut berupa pucat pada telapak tangan, kuku, dan konjungtiva palpebral,
bibir, dan lidah

2.4.4 Diagnosa Keperawatan

1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leukopenia atau penurunan granulosit)respon inflamasi tertekan.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan / absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.

3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang


diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.

2.4.5 Interrvensi

1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan


sekunder (penurunan hemoglobin leukopenia atau penurunan granulosit)respon inflamasi
tertekan.

a. Tujuan

Infeksi tidak terjadi

b. Kriteria hasil

Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah / menurunkan risiko infeksi dan meningkatkan


penembuhan luka.
c. Intervensi

1. Anjuran pasien untuk mencuci tangan.

2. Berikan perawatan kulit, perianal, dan oral.

d. Rasional

1. Mencegah kontaminasi mikroorganisme.

2. Menurunkan risiko kerusakan kulit, jaringan atau infeksi.

2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang


diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.

a. Tujuan

Peningkatan perfusi jaringan

b. Kriteria hasil

Penunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.

c. Intervensi

1. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit / membran mukosa, dasar kuku.

2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

d. Rasional

1. Memberikan informasi tentang derajat / keadekuatan perfusi jaringan dan membantu


menentukan kebutuhan intervensi.

2. Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan / absorpsi nutrisi yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
a. Tujuan

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

b. Kriteria hasil

1. Menunjukkan peningkatan / mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium


normal.

2. Tidak mengalami tanda mal nutrisi.

3. Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan


berat badan yang sesuai.

c. Intervensi

1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.

2. Observasi adn catat untuk masukan makanan untuk penderita anemia.

3. Timbang berat badan setiap hari.

4. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering atau makan diantara waktu makan.

d. Rasional

1. Mengidentifikasi defisiensi, mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan


konsumsi makanan.

2. Memudahkan intervensi.

3. Mengawasi penurunan berat badan.

4. Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukan nutrisi.

2.4.6 Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya (Lynda Juall Capenito, 1999:28).
Evaluasi pada pasien dengan diagnose medis anemia adalah:

a. Infeksi tidak terjadi

b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

c. Peningkatan perfusi jaringan

2.4.7 Contoh set menu

 Makan pagi: sajikan empat sendok makanoatmeal ditambah dengan taburan kismis dan
satu cangkir jus jeruk.
 Makan siang: daging sapi panggang dan dua potong roti, tambahkan satu cangkir stroberi,
wortel, dan yoghurt.
 Makan malam: dada ayam panggang dan kentang panggang dengan margarin, tambahkan
satu cangkir kacang dan brokoli kukus sebagai sayurannya.

2.4.8 Pemeriksaan Lab

1.Jumlah Hb lebih rendah dari nornal (12-14 g/dl)

2.Kadar Ht menurun (normal 37%-41%)

3.Peningkatan bilirubin total

4.Terlihat retikulositosis dan sverositosis pada apusan darah tepi

5.Terdapat pansitopenia,sumsum tulang kosong diganti lemak

Anda mungkin juga menyukai