Anda di halaman 1dari 11

MODUL 06

RANGKAIAN PENGUAT DAYA


Dinta, Shakila Athallah Putri Fadly, Mita Refalina
10221024, 10221009, 10221027
Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung
dintaprl26@gmail.com

Tanggal Praktikum: (25-10-2022)


Asisten:
Muhammad Reza Fahriyansyah/ 10220008
Ermas Hidayati/ 10220051
Berlian Oka Irvianto/ 10220037
Fatihah Jaza Aufa/ 10220013
Kharisma Amisha Daniel Rahmany/ 10220050
Avima Haamesha/ 10219084

1. TUJUAN
a. Menentukan besar penguatan daya pada penguat daya kelas B
b. Menentukan nilai efisiensi dari penguat daya kelas B
c. Menentukan besar penguatan daya pada penguat daya kelas AB
d. Menentukan nilai efisiensi dari penguat daya kelas AB

2. DASAR TEORI
Penguat secara harfiah diartikan denganmemperbesar dan menguatkan sinyal input. Tetapi yang
sebenarnya terjadi adalah sinyal input direplika (copied) dan kemudian di reka kembali (re-produce)
menjadi sinyal yang lebih besar dan lebih kuat. [1] Penguat daya (power amplifier) berfungsi untuk
memperkuat atau memperbesar sinyal masukan. Di dalam bidang audio, penguat daya akan
menguatkan sinyal suara sehingga outputnya akan menjadi sinyal yang lebih besar lagi. Transistor
merupakan komponen yang berperan dalam penguatan daya. Penguat daya terdiri dari beberapa jenis
yang dapat diklasifikasikan berdasarkan letak titik kerja transistor (titik Q), yang dikenal dengan kelas
amplifier, seperti kelas A, kelas AB, kelas B, kelas C, kelas D, dan lain-lain. [2]
Penguat kelas A merupakan kelas penguat yang desainnya paling sederhana dan paling umum
digunakan. Kelas A merupakan penguat terbaik, karena memiliki tingkat distorsi sinyal yang rendah
dan memiliki linieritas yang tertinggi dari semua kelas penguat lainnya. Letak titik kerja berada di
tengah tengah kurva karakteristik.[2] Ciri khas dari penguat kelas A adalah, seluruh sinyal output
bekerja pada daerah aktif. Penguat tipe class A disebut sebagai penguat yang memiliki tingkat fidelitas
yang tinggi (hifi). Selama sinyal masih bekerja di daerah aktif, bentuk sinyal keluarannya akan sama
persis dengan sinyal input. Namun penguat kelas A ini memiliki efisiensi yang rendah kira-kira hanya
25% – 50%. Kondisi ini karena titik Q yang ada pada titik A, sehingga dalam kondisi tidak ada sinyal
input (atau ketika sinyal input = 0 Vac) transistor tetap bekerja pada daerah aktif dengan arus bias
konstan. Transistor selalu aktif (ON) sehingga sebagian besar dari sumber catu daya terbuang menjadi
panas sehingga transistor kelas A perlu ditambah dengan pendingin ekstra seperti heatsink yang lebih
besar.
Gambar 2.1. Rangkaian Penguat Daya Kelas A[3]

Gambar 2.2. Sinyal Input dan Sinyal Output pada Penguat Daya Kelas A[3]

Penguat kelas B dibuat untuk mengatasi masalah efisiensi dan pemanasan yang berlebihan pada
penguat kelas A. Letak titik kerja berada di ujung kurva karakteristik, sehingga hanya menguatkan

setengah input gelombang. Ketika tidak ada sinyal masukan, maka transistor tidak mengkonsumsi arus
listrik. Penguat jenis ini dikenal juga sebagai penguat push-pull karena kerja dari pasangan transistor
adalah bergantian. Penguat ini diterapkan sebagai penguat akhir, atau penguat sinyal besar. Ketika Vin
berada dalam fasa positif maka hanya transistor NPN yang ON, sedangkan ketika sinyal Vin berada
dalam fasa negatif maka hanya transistor PNP yang ON. Akan tetapi karena bias tegangan transistor
berasal dari sinyal Vin, maka sinyal ini akan terpotong oleh tegangan V BE, sehingga sinyal keluarannya
akan mengalami kecacatan (distorsi).
Gambar 2.3. Rangkaian Penguat Daya Kelas B[3]

Gambar 2.4. Sinyal Input dan Sinya Output pada Penguat Daya Kelas B
Penguat kelas AB adalah gabungan kelas A dan kelas B. Titik kerja penguat kelas AB berada di
antara titik kerja kelas A dan B, sehingga penguat kelas AB dapat menghasilkan penguat sinyal yang
tidak terdistorsi dan mendapatkan efisiensi yang lebih tinggi dari kelas B. Penguat Kelas AB
menguatkan sinyal dari 180° hingga 360° dengan efisiensi daya dari 25% hingga 78,5%.

Gambar 2.5. Rangkaian Penguat Daya Kelas AB


Gambar 2.6. Sinyal Input dan Sinyal Output pada Penguat Daya Kelas AB
Rumus penguatan daya adalah sebagai berikut.

Pout
AP =
Pin
(1)

Pin = Vin x Iin (2)

Pout = Vout x Iout (3)

Sedangkan rumus efisiensi dari penguat daya adalah sebagai berikut.

Pout
η= x 100 %
Pdc
(4)

Pdc = 2Vcc x Icdc (Ketika Vcc = -Vee)


(5)

Keterangan:
Ap : Penguat Daya
Pin : Daya Masukan (W)
Pout : Daya Keluaran (W)
Vin : Tegangan Masukan (V)
Vout : Tegangan Keluaran (V)
Iin : Arus Masukan (A)
Iout : Arus Keluaran (A)
η : Efisiensi dari Penguat Daya (%)
Pdc : Daya Masukan DC
Vcc : Tegangan pada Kaki Kolektor (V)
Vee : Tegangan pada Emitter (V)
Icdc : Arus DC (A)
3. DATA PERCOBAAN
Percobaan 1: Penguat Daya Kelas B

Gambar 3.1.1. Rangkaian dasar penguat kelas B

Berdasarkan rangkaian pada Gambar 3.1.1., didapatkan data tegangan dan arus rangkaian sebagai
berikut.
Tabel 3.1.1. Data tegangan dan arus rangkaian hasil pengukuran
No. Vin (Vrms) Iin (mA) Vout (Vrms) Iout (mA) Icdc (mA)
1 0,3 0 0,009487 0 0,01
2 0,6 0 0,09455 0,23 0,45
3 0,9 0,02 0,2548 0,3 1,3
4 1,2 0,04 0,4312 0,82 2,31
5 1,5 0,06 0,6003 1,51 3,35
6 1,8 0,08 0,7745 4,22 4,42
7 2,1 0,1 0,9449 6 5,5
8 2,4 0,12 1,138 6,98 6,83
9 2,7 0,13 1,311 8,86 7,96
10 3,0 0,17 1,467 10,2 9,08
11 3,3 0,18 1,585 11,8 10,18
12 3,6 0,2 1,683 13,76 11,15
13 3,9 0,21 1,981 15,68 12,29
14 4,2 0,22 2,086 16,76 13,03
Gambar 3.1.2. Sinyal masukan dan keluaran

Berdasarkan data pada Tabel 3.1.1., diperoleh data penguatan dan efisiensi penguat daya kelas B
sebagai berikut.
Tabel 3.1.2. Data penguatan dan efisiensi penguat daya kelas B
No. Pin (mW) Pout (mW) Penguatan daya Pdc(mW) Efisiensi (%)
1 0 0 0 /0 0,1 0
2 0 0,0217465 ∞ 4,5 0,4832555556
3 0,018 0,07644 4,246666667 13 0,588
4 0,048 0,353584 7,366333333 23,1 1,530666667
5 0,09 0,906453 10,0717 33,5 2,705829851
6 0,144 3,26839 22,69715278 44,2 7,394547511
7 0,21 5,6694 26,99714286 55 10,308
8 0,288 7,94324 27,58069444 68,3 11,62992679
9 0,351 11,61546 33,09247863 79,6 14,59228643
10 0,51 14,9634 29,34 90,8 16,47951542
11 0,594 18,703 31,48653199 101,8 18,37229862
12 0,72 23,15808 32,164 111,5 20,76957848
13 0,819 31,06208 37,92683761 122,9 25,27427177
14 0,924 34,96136 37,8369697 130,3 26,83143515
Rata-rata penguatan daya dari penguat daya kelas B yaitu 21,486.
Rata-rata efisiensi dari penguat daya kelas B yaitu 11,211%.

Percobaan 2: Penguat Daya Kelas AB

Gambar 3.2.1. Rangkaian penguat daya kelas AB dengan bias diode

Berdasarkan rangkaian pada Gambar 3.2.1., didapatkan data tegangan dan arus rangkaian sebagai
berikut.
Tabel 3.2.1. Data tegangan dan arus keluaran terhadap masukan yang diberikan
No Vin (Vrms) Iin (mA) Vout (Vrms) Iout (mA) Icdc (mA)
1 0,3 0,08 0,2095 2,01 1,37
2 0,6 0,13 0,4799 4,68 2,549
3 0,9 0,2 0,7587 7,44 3,674
4 1,2 0,27 1,041 10,26 4,922
5 1,5 0,34 1,319 13,03 6,152
6 1,8 0,41 1,59 15,83 7,392
7 2,1 0,48 1,865 18,56 8,608
8 2,4 0,56 2,119 21,13 9,97
9 2,7 0,62 2,318 23,23 10,713
10 3 0,67 2,429 24,72 11,24
11 3,3 0,72 2,511 25,76 11,65
12 3,6 0,76 2,581 26,57 11,975
13 3,9 0,81 2,622 27,23 12,243
14 4,2 0,84 2,64 27,78 12,465
Gambar 3.2.2. Sinyal masukan dan keluaran

Berdasarkan data pada Tabel 3.2.1., diperoleh data penguatan dan efisiensi penguat daya kelas AB
sebagai berikut.
Tabel 3.2.2. Data penguatan dan efisiensi penguat daya kelas AB
No Pin (mW) Pout (mW) Penguatan Daya Pdc (mW) Efisiensi (%)
1 0,024 0,421095 17,545625 13,7 3,073686131
2 0,078 2,245932 28,794 25,49 8,811031777
3 0,18 5,644728 31,3596 36,74 15,36398476
4 0,324 10,68066 32,965 49,22 21,69983746
5 0,51 17,18657 33,69915686 61,52 27,93655722
6 0,738 25,1697 34,10528455 73,92 34,04991883
7 1,008 34,6144 34,33968254 86,08 40,21189591
8 1,344 44,77447 33,3143378 99,7 44,90919759
9 1,674 53,84714 32,1667503 107,13 50,26336227
10 2,01 60,04488 29,87307463 112,4 53,42071174
11 2,376 64,68336 27,22363636 116,5 55,52219742
12 2,736 68,57717 25,06475512 119,75 57,26694781
13 3,159 71,39706 22,60115859 122,43 58,31663808
14 3,528 73,3392 20,7877551 124,65 58,83610108

Rata-rata penguatan daya dari penguat daya kelas AB yaitu 28,846.


Rata-rata efisiensi dari penguat daya kelas AB yaitu 37,834%.

4. PEMBAHASAN
Crossover distortion adalah distorsi pada daerah persilangan dengan titik nol atau cacat sinyal
yang terjadi pada persimpangan nol antara simpangan sinyal positif dan negative. Crossover distortion
sering terjadi pada penguat sinyal dengan power output totem pool atau komplementer yang bias
basisnya tidak tepat sehingga terjadi crossover secara lead maupun leag. Pada percobaan 1 yaitu
percobaan penguat daya kelas B, terdapat crossover distortion. Berdasarkan data pada Tabel 3.1.1. dan
Tabel 3.1.2., crossover distortion menghilang pada saat tegangan masukan sebesar 4,2 V dan efisiensi
mencapai 26,831%. Distorsi pada penguat daya kelas B terjadi jika karakteristik transfernya tidak
linear, artinya kedua transistor tidak konduksi pada tegangan tertentu. Crossover distortion terjadi
karena adanya tegangan bias pada dioda basis-emitor. Sehingga input signal belum mencapai 0,7V
(untuk silikon) atau 0,3V (untuk germanium), maka tidak akan ada sinyal keluaran. Karena letak titik
Q penguat kelas B di titik cut-off maka untuk satu transistor hanya bisa menguatkan setengah siklus
dari sinyal masukan. Sehingga untuk penguat kelas B digunakan konfigurasi Push-pull dimana dua
transistor akan bergantian bekerja menguatkan masing-masing setengah siklus sinyal masukan.
Crossover distortion dapat dihilangkan dengan menerapkan sedikit bias maju untuk setiap dioda
emitor. Artinya, ada penambahan tegangan pada dioda basis emitor. Dengan demikian transistor output
sudah aktif saat belum ada sinyal masukan. Sehingga membuat titik kerja penguat berubah menjadi
berada di atas cut-off. Karena transistor tidak lagi berada pada keadaan cut off. Maka dari itu, penguat
day akelas AB merupakan perbaikan dari penguat daya kelas B dengan titik kerja yang berada di atas
cut-off. Untuk memberi prategangan pada basis emitor, dapat dengan dioda, resistor atau transistor.
Dengan syarat, dapat memberikan tegangan untuk mengaktifkan dioda di basis emitor.
Pemberian bias tegangan di antara base-emitter dapat dilakukan menggunakan resistor maupun
diode. Namun, penggunaan diode dinilai lebih baik dibandingkan penggunaan resistor untuk
pemberian bias tegangan di antara base-emitter. Hal ini, karena resistor tidak dapat menyelesaikan
masalah suhu pada saat pengaturan titik kerja. Meskipun titik kerja mungkin sempurna pada suhu
kamar, tapi tetap dapat berubah ketika perubahan suhu. Sehingga, jika menggunakan resistor tidak
stabil. Sedangkan jika menggunakan diode, maka akan lebih stabil. Karena, selain sebagai penyearah
arus, diode juga berperan sebagai penstabil tegangan pada komponen.
Ketika tegangan input cukup kecil, besar efisiensi dari penguat daya kelas AB lebih tinggi
dibandingkan penguat daya kelas B. Pada kondisi ini, saat tegangan input kecil pada penguat daya
kelas B, maka tegangan keluaran yang terbaca pun akan sangat kecil (mendekati nol), sehingga daya
masukan dan daya keluaran yang didapat pun sangat kecil. Akibatnya, penguatan daya pada kelas B
lebih rendah dibandingkan penguatan daya kelas AB dan efisiensi dari penguat daya kelas B saat
tegangan input kecil lebih rendah dibandingkan efisiensi dari penguat daya kelas AB. Sedangkan pada
saat tegangan masukan besar, idealnya efisiensi dari penguat daya kelas B lebih tinggi dibandingkan
efisiensi dari penguat daya kelas AB.
Berdasarkan data pada Tabel 3.1.2. dan Tabel 3.2.2., besar penguatan daya antara kelas B dan
kelas AB memang berbeda. Idealnya, penguat daya kelas AB memiliki penguatan daya lebih rendah
dibandingkan dengan penguat daya kelas B. Berdasarkan data yang telah kami peroleh, jika melihat
nilai tertinggi dari penguat daya, maka menunjukkan hasil yang sesuai, yaitu penguat daya kelas AB
memiliki penguatan daya yang lebih rendah dibandingkan dengan penguat daya kelas B. Namun, jika
melihat dari nilai rata-rata penguatannya, penguat daya kelas AB memiliki penguatan daya yang lebih
tinggi dari penguatan daya kelas B. Pada percobaan 2, kami tidak sempat melakukan eksperimen dan
mengambil data percobaan 2 pada kelompok lain sehingga data yang diperoleh kurang valid jika
dibandingkan. Titik kerja penguat daya kelas AB berada di antara titik kerja penguat kelas A dan titik
kerja penguat kelas B,  sehingga penguat kelas AB dapat menghasilkan penguat sinyal yang tidak
distorsi seperti pada penguat kelas A dan mendapatkan efisiensi daya yang lebih tinggi seperti pada
penguat kelas B. Distorsi croccover menyebabkan adanya noise dalam penggunaan alat.

5. SIMPULAN
a. Besar penguatan daya pada penguat daya kelas B yaitu 21,486.
b. Nilai efisiensi dari penguat daya kelas B yaitu 11,211%.
c. Besar penguatan daya pada penguat daya kelas AB yaitu 28,846.
d. Nilai efisiensi dari penguat daya kelas AB yaitu 37,834%.

6. REFERENSI
[1] Sopian, Rahmat, dkk. Perancangan dan Implementasi High Power Amplifier Standar DVB-T2
pada Pemancar TV Komunitas dalam Frekuensi UHF. Bandung: Institut Teknologi Telkom.
[2] Darmana, Tasdik, dkk. 2017. Perancangan Rangkaian Penguat Daya dengan Transistor. Jakarta:
Sekolah Tinggi Teknik – PLN.
[3] Malvino, Albert. 2016. Elctronics Principles 8th Edition. McGraw-Hill. USA.
Lampiran

Lampiran 1 Semua perolehan gambar sinyal keluaran

Gambar 1. Sinyal keluaran dan masukan penguat daya kelas B

Gambar 2. Sinyal keluaran dan masukan penguat daya kelas AB

Lampiran 1 Log aktivitas


Tabel 1. Borang pengecekan log aktivitas kelompok
No Nama Percobaan Keterangan Kendala
1 Penguat Daya Kelas B v Ada komponen yang
peletakannya kurang tepat
2 Penguat Daya Kelas AB x Tidak cukup waktu
... ... ... ...

Anda mungkin juga menyukai