Anda di halaman 1dari 13

Modal Sosial dalam Pengembangan .....

(Syahriar, Darwanto)

MODAL SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI PARIWISATA


(KASUS DAERAH OBYEK WISATA COLO KABUPATEN KUDUS)
Oleh:
Galang Hendry Syahriar 1), Darwanto 2)
1)
Alumni FEB Universitas Diponegoro
2)
Staf Pengajar FEB Universitas Diponegoro
Email: galanghendrys@gmail.com

ABSTRACT
Regions that have potential of natural and religious tourism can be developed to sustain the community’s
economy. However, this potential has not been explored because of the management that has not been
well-organized and the high interests of stakeholders. This study explores how the image of form, the
interaction of institutions and social capital in the community area of Tourism Object Colo. The research
method uses qualitative method with phenomenological approach. The results showed that Colo’s villagers
have formed an institution in the form of supporting mass organizations tourism and forms main
management to coordinate each other. However, the interactions between the concerned stakeholders are
still minimal, so they are still blaming each other for the authority and responsibilities of the parties so that
tourism development tends to be slow.
Keywords: Tourism, Social capital, Institution, Qualitative

PENDAHULUAN Kebun Kopi yang berlokasi di kawasan Gunung


Muria tepatnya di Desa Colo. Tempat tersebut
Pengembangan pariwisata dapat banyak dikunjungi oleh para wisatawan yang
memberikan sumbangan terhadap penerimaan datang untuk berziarah atau hanya sekedar
daerah bersumber dari pajak, retribusi parkir dan menikmati keindahan alam. Potensi tersebut
karcis atau dapat mendatangkan devisa dari para memberikan peluang bagi masyarakat setempat
wisatawan mancanegara yang berkunjung. Adanya untuk memanfaatkan kesempatan untuk
pariwisata juga akan menumbuhkan usaha-usaha membuka lapangan pekerjaan di lingkungan
ekonomi yang saling merangkai dan menunjang daerah wisata Gunung Muria yaitu misalnya
kegiatannya sehingga dapat meningkatkan dengan berdagang, menawarkan jasa-jasa, serta
pendapatan masyarakat. Kontribusi sektor usaha-usaha pendukung lain yang bisa
pariwisata terhadap total PDRB Provinsi Jawa meningkatkan perekonomian masyarakat
Tengah dalam kurun waktu tahun 2009-2012 setempat.
menunjukkan perkembangan yang fluktuatif Pembangunan dan pengembangan
dengan kecenderungan meningkat dari 3,24% pariwisata akan memacu perubahan sosial,
pada tahun 2009 menjadi 3,28% pada tahun 2012. ekonomi dan budaya. Selain yang berdampak
Kondisi ini menunjukkan bahwa kontribusi sektor positif di masyarakat juga tidak terlepas dari
pariwisata terhadap kondisi perekonomian Jawa dampak negatif berupa masalah-masalah yang
Tengah semakin meningkat. timbul bila tidak ada interaksi yang positif antar
Berkembangnya pariwisata di suatu daerah pihak-pihak yang berperan penting dalam
akan mendatangkan banyak manfaat bagi pengembangan pariwisata. Berbagai obyek wisata
masyarakat, yakni secara ekonomis, sosial dan yang berada di kawasan Obyek Wisata Colo yang
budaya. Namun, jika pengembangannya tidak pengelolaan dilakukan oleh beberapa pihak
dipersiapkan dan dikelola dengan baik, justru akan terkadang menimbulkan masalah tersendiri dalam
menimbulkan berbagai permasalahan yang pengembangan pariwisata kedepannya. Pihak-
menyulitkan atau bahkan merugikan masyarakat. pihak yang berwenang atau stakeholders tersebut
upaya pariwisata dapat berkembang secara baik yang biasanya mempunyai kepentingan masing-
dan berkelanjutan serta mendatangkan manfaat masing. Hal tersebut disebabkan kurangnya
bagi manusia dan meminimalisasi dampak negatif koordinasi dan kolaborasi antar-stakeholders yaitu
yang mungkin timbul maka pengembangan masyarakat dengan Dinas yang berwenang
pariwisata perlu didahului dengan kajian yang ataupun dengan pihak swasta. Masing-masing dari
mendalam, yakni dengan melakukan penelitian pihak yang berwenang masih belum bisa
terhadap semua sumber daya pendukungnya bersinergi dan berjalan sendiri-sendiri dalam
(Wardiyanta, 2006 : 47). mengembangkan pariwisata sehingga kurang
Di Kabupaten Kudus terdapat sebuah wisata efektif hasilnya. Maka itu perlunya kelembagaan
religi makam Sunan Muria, wisata alam berupa Air (institusional) yang terorganisir dalam membuat
Terjun Monthel, wisata alam Renjenu dan wisata sebuah aturan main atau sebuah wadah yang

126
EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, September 2015

mampu memediatori dalam pengembangan sebaik-baiknya bagi masyarakat yang tinggal di


pariwisata ataupun menyelesaikan masalah-masalah lokasi obyek wisata (Fandeli, 1995).
yang timbul di masyarakat akibat pengembangan
pariwisata. Kelembagaan yang dimaksud tersebut 2. Teori Kelembagaan
akan mampu memberikan sumbangan terciptanya Mubyarto (2000) mendifinisikan
modal sosial di masyarakat. Masyarakat yang kelembagaan (institution) adalah organisasi atau
memiliki modal sosial tinggi akan membuka kaidah-kaidah baik formal maupun informal, yang
kemungkinan menyelesaikan kompleksitas mengatur perilaku dan tindakan anggota
persoalan dengan lebih mudah. masyarakat tertentu baik dalam kegiatan rutin
Pongponrat dan Chantradoan (2012) dalam sehari-hari maupun dalam usahanya mencapai
penelitianya menemukan bahwa komponen modal tujuan tertentu. North (1990) dalam Utami (2011)
sosial menyebabkan partisipasi induksi dari mengemukakan kelembagaan adalah suatu pola
masyarakat setempat yang memiliki rasa yang kuat hubungan dan tatanan antara anggota masyarakat
milik kampung halaman mereka, dan dengan saling atau organisasi yang saling mengikat, diwadahi
menghormati satu sama lain, sehingga dalam suatu jaringan atau organisasi, yang dapat
memungkinkan mereka untuk bekerja untuk menentukan bentuk hubungan antar manusia
mereka pengembangan pariwisata lokal. Modal atau antara organisasi dengan ditentukan oleh
sosial muncul secara signifikan sebagai mekanisme faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa
utama yang mendorong dan menarik orang untuk norma, kode etik aturan formal dan non-formal
berpartisipasi dalam lokal mereka pengembangan untuk bekerjasama demi mencapai tujuan yang
pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk diinginkan.
mengeksplorasi gambaran bentuk kelembagaan Bobi (2002) dalam Utami (2011)
dan modal sosial masyarakat sekitar Obyek Wisata kelembagaan berisi sekelompok orang yang
Colo dan mengetahui bentuk interaksi antar bekerjasama dengan pembagian tugas tertentu
stakeholders yang mempunyai kewenangan di sana. untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan uraian diatas, maka yang Tujuan peserta kelompok dapat berbeda, tapi
menjadi pertanyaan penelitian ini adalah Bagaimana dalam organisasi menjadi suatu kesatuan.
gambaran bentuk kelembagaan dan modal sosial Kelembagaan lebih ditekankan pada aturan main
masyarakat dalam pengembangan pariwisata dan (the rules) dan kegiatan kolektif (collective action)
Bagaimana interaksi sosial yang terjadi antar untuk mewujudkan kepentingan umum atau
stakeholders dalam pengembangan pariwisata di bersama.
kawasan Obyek Wisata Colo.
3. Modal Sosial
Putnam (1995) dan Voydanoff dalam
TINJAUAN PUSTAKA Yuliarmi (2011) mengatakan bahwa modal sosial
mengacu kepada ciri organisasi sosial, seperti
1. Pengertian Pariwisata jaringan, norma dan kepercayaan yang
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan memfasilitasi koordinasi dan kinerja agar saling
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan menguntungkan. Dia melihat modal sosial sebagai
yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, bentuk barang publik berbeda dengan
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Wisata adalah pengaruhnya terhadap kinerja ekonomi dan politik
kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang pada level kolektif. Dia menekankan bahwa
atau sekelompok orang dengan mengunjungi partisipasi orang-orang dalam kehidupan
tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, asosiasional menghasilkan institusi publik lebih
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan efektif dan layanan lebih baik. Modal sosial pada
daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka gilirannya menghasilkan sumber daya lebih lanjut
waktu sementara (UU RI No. 10 Tahun 2009). yang memberikan kontribusi kepada organisasi
Proses pembangunan pariwisata berkaitan sosial masyarakat dan sumber daya jaringan sosial.
erat dengan berbagai aspek dan komponen Beberapa definisi yang diberikan para ahli
pembangunan, baik pembangunan masyarakat tentang modal sosial yang secara garis besar
maupun pembangunan Negara dan Bangsa. Agar menunjukkan bahwa modal sosial merupakan
semua komponen tersebut dapat memperoleh unsur pelumas yang sangat menentukan bagi
manfaat dari pengembangan pariwisata secara terbangunnya kerjasama antar individu atau
proposional dan memberikan kontribusi yang sesuai kelompok atau terbangunnya suatu perilaku
dengan pengembangan pariwisata, maka kerjasama kolektif. Dalam modal sosial selalu tidak
pengembangan pariwisata umumnya diarahkan terlepas pada tiga elemen pokok yang ada pada
melalui dua pendekatan yaitu pendekatan modal sosial yang mencakup :
berkelanjutan dan pendekatan pasar. a) Kepercayaan/trust (kejujuran, kewajaran,
Pengembangan pariwisata tidak bertujuan sikap egaliter, toleransi, dan kemurahan hati)
mengeksploitasi sumberdaya wisata namun b) Norma/norms (nilai-nilai bersama, norma dan
diupayakan untuk memberdayakan sumberdaya sanksi, aturan-aturan)
tersebut sehingga dapat memberikan manfaat yang

127
Modal Sosial dalam Pengembangan ..... (Syahriar, Darwanto)

c) Jaringan sosial/social networks (parisipasi, 6. Jaringan Sosial (Social Networks)


resiprositas, solidaritas, kerjasama) Pada konsep jaringan ini, terdapat unsur
kerja, yang melalui media hubungan sosial menjadi
4. Kepercayaan (Trust) kerja sama. Pada dasarnya jaringan sosial
Fukuyama (2002) berpendapat unsur terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling
terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan menginformasikan, saling mengingatkan, dan
(trust) yang merupakan perekat bagi langgengnya saling membantu dalam melaksanakan ataupun
kerjasama dalam kelompok masyarakat. Dengan mengatasi sesuatu. Intinya, konsep jaringan dalam
kepercayaan (trust) orang-orang akan bisa bekerja kapital sosial menunjuk pada semua hubungan
sama secara lebih efektif. Modal sosial di negara- dengan orang atau kelompok lain yang
negara yang kehidupan sosial dan ekonominya memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara
sudah modern dan kompleks. Elemen modal sosial efisien dan efektif (Lawang, 2005). Selanjutnya,
adalah kepercayaan (trust) karena menurutnya jaringan itu sendiri dapat terbentuk dari hubungan
sangat erat kaitannya antara modal sosial dengan antar personal, antar individu dengan institusi,
kepercayaan. serta jaringan antar institusi. Sementara jaringan
Sukses ekonomi masyarakat negara yang sosial (networks) merupakan dimensi yang bisa
menjadi sampelnya tersebut disebabkan oleh etika saja memerlukan dukungan dua dimensi lainnya
kerja yang mendorong perilaku ekonomi kooperatif. karena kerjasama atau jaringan sosial tidak akan
Kita tidak bisa lagi memisahkan antara kehidupan terwujud tanpa dilandasi norma dan rasa saling
ekonomi dengan kehidupan budaya. Sekarang ini percaya.
faktor modal sosial sudah sama pentingnya dengan
modal fisik, hanya masyarakat yang memiliki tingkat 7. Pengembangan Pariwisata Berbasis
kepercayaan sosial yang tinggi yang akan mampu Masyarakat (Community Based Tourism)
menciptakan organisasi-organisasi bisnis fleksibel Dengnoy (2003) dalam Nugroho dan Aliyah
berskala besar yang mampu bersaing dalam (2013) menyatakan pengembangan pariwisata
ekonomi global. Solidaritas adalah salah satu faktor berbasis masyarakat (community based tourism)
perekat dalam gerakan modal sosial. Karena rasa dikembangkan berdasarkan prinsip keseimbangan
solidaritas masyarakat bisa menyatukan persepsinya dan keselarasan antara kepentingan berbagai
tentang hal yang ingin mereka perjuangkan. stakeholders pembangunan pariwisata termasuk
pemerintah, swasta dan masyarakat.
5. Norma (Norms) Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat
Inayah (2012) berpendapat norma sosial bertujuan untuk: 1) memberdayakan masyarakat;
merupakan sekumpulan aturan yang diharapkan 2) meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat
dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat dalam suatu dalam pembangunan pariwisata agar dapat
entitas sosial tertentu. Aturan-aturan ini biasanya memperoleh keuntungan ekonomi, sosial budaya
ter-institusionalisasi, tidak tertulis tapi dipahami dari pembangunan pariwisata; 3) memberikan
sebagai penentu pola tingkah laku yang baik dalam kesempatan yang seimbang kepada semua
konteks hubungan sosial sehingga ada sangsi sosial anggota masyarakat. Oleh karena itu
yang diberikan jika melanggar. Norma sosial akan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat
menentukan kuatnya hubungan antar individu menuntut koordinasi dan kerja sama serta peran
karena merangsang kohesifitas sosial yang yang berimbang antara berbagai unsur
berdampak positif bagi perkembangan masyarakat. stakeholders termasuk pemerintah, swasta dan
Oleh karenanya norma sosial disebut sebagai salah masyarakat.
satu modal sosial.
Lawang (2005) menyebutkan norma tidak
dapat dipisahkan dari jaringan dan kepentingan. METODE PENELITIAN
Kalau struktur jaringan itu terbentuk karena
pertukaran sosial yang terjadi antara dua orang atau Pendekatan yang digunakan dalam
lebih, sifat norma kurang lebih sebagai berikut yaitu penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini
norma itu muncul dari pertukuran yang saling dikarenakan metodologi penelitian kualitatif
menguntungkan, artinya kalau pertukaran itu adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan
keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak untuk memahami suatu fenomena dalam konteks
saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan sosial secara alamiah dengan mengedepankan
terjadi. Karena itu, norma yang muncul disini, proses interaksi komunikasi yang mendalam antara
bukan sekali jadi melalui satu pertukaran saja. peneliti dengan fenomena yang diteliti. Denzin
Norma muncul karena beberapa kali pertukaran dan Lincoln (1994) menganggap metodologi
yang saling menguntungkan dan ini dipegang terus- kualitatif mampu menggali pemahaman yang
meneruas menjadi sebuah kewajiban sosial yang mendalam mengenai organisasi atau peristiwa
harus dipelihara. khusus daripada mendeskripsikan bagian
permukaan dari sampel besar dari sebuah
populasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
akan dilakukan dalam rangka memahami kondisi

128
EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, September 2015

interaksi sosial dari sisi kelembagaan yang terjadi di langsung melakukan analisis dari data tersebut
masyarakat di kawasan Obyek Wisata Colo secara seperti pemilahan tema dan kategorisasinya.
mendalam dengan latar alamiah tanpa adanya Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model
intervensi atau manipulasi baik dari penulis sendiri analisis data interaktif menurut Miles dan
maupun dari pihak lain. Huberman. Model analisis data ini memiliki empat
tahapan, yaitu tahap pertama pengumpulan data,
1. Fenomenologi tahap kedua reduksi data, tahap ketiga display
Penelitian ini menggunakan model data, dan tahap keempat penarikan kesimpulan
pendekatan fenomenologi. Pendekatan serta verifikasi data.
fenomenologi merupakan tradisi penelitian kualitatif
yang berakar pada filosofi dan psikologi (Moleong, 5. Reliabilitas dan Validitas
2005). Fenomenologi berusaha memahami arti Salah satu syarat mutlak dalam penelitian
peristiwa dan kaitanya terhadap orang-orang dalam adalah validitas dan reliabilitas yang optimal.
situasi tertentu. Menurut Husserl, dalam setiap hal Tujuan dari validitas dan reliabilitas itu sendiri
manusia memiliki pemahaman dan penghayatan adalah untuk mengoptimalkan rigor penelitian.
terhadap setiap fenomena yang dilaluinya dan Lincoln dan Guba (1985) dalam Herdiansyah
pemahaman dan penghayatan tersebut sangat (2009) menganggap rigor merupakan tingkat atau
berpengaruh terhadap perilakunya (Herdiansyah, derajat dimana hasil temuan dalam penelitian
2009: 66). Penulis menggunakan model kualitatif bersifat autentik dan memiliki interpretasi
fenomenologi dalam pendekatan kualitatif dimana yang dapat dipertanggungjawabkan. Validitas,
model ini berusaha memahami arti dari suatu reliabilitas, dan objektivitas dalam penelitian
peristiwa yang terjadi karena adanya interaksi dari kualitatif dikenal dengan istilah kredibilitas,
pihak-pihak yang terlibat, dimana pihak-pihak yang transferabilitas, dependabilitas, dan
terlibat tersebut memiliki pemahaman atau konfirmabilitas.
interpretasi masing-masing terhadap setiap
peristiwa yang akan menentukan tindakannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini Peran serta stakeholders dan masyarakat
dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam dalam perkembangan dan pengembangan potensi
(in-depth interview), dan dokumentasi. Wawancara pariwisata di kawasan Obyek Wisata Colo sangat
mendalam (in-depth interview) merupakan proses penting sekali. Selain dalam pelestarian alam, adat
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dan budaya yang ada di sana juga mampu
dengan tanya jawab sambil bertatap muka antar meningkatkan pertumbuhan ekonomi di
pewawancara dengan informan atau orang yang Kabupaten Kudus khususnya masyarakat sekitar
diwawancarai, dengan atau tanpa pedoman (guide) kawasan Obyek Wisata Colo. Sektor pariwisata
wawancara, dimana pewawancara dan informan yang ada di Desa Colo mampu menyerap lebih
terlibat dalam kehidupan sosial yang relative lama banyak tenaga kerja dan memberikan efek dalam
(Bungin, 2009). Interview atau wawancara mengurangi pengangguran dan terciptanya
bertujuan untuk mencatat opini, perasaan, emosi lapangan pekerjaan di desa tersebut. Meskipun
dan hal lain berkaitan dengan individu yang ada permasalahan kurangnya kolaborasi antar
dalam organisasi. stakeholders dan sarana prasarana belum
sepenuhnya teratasi namun dari sektor pariwisata
3. Informan Penelitian mampu memberikan kontribusi yang nyata pada
Informan dalam penelitian ini adalah orang- PAD di Kabupaten Kudus.
orang yang mempunyai peran dan kewenangan
dalam pengembangan pariwisata. informan 1. Kelembagaan Lokal
ditentukan dengan metode snowball sampling, Dalam mengembangkan dan mendukung
dimana informan pertama adalah Dinas pariwisata berbentuk ekowisata di Desa Colo para
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, dan tokoh masyarakat dan pemerintah desa
informan selanjutnya diperoleh melalui informan- membentuk sebuah paguyuban Pokdarwis
informan sebelumnya. Pada umumnya, dalam (Kelompok Sadar Wisata) dengan nama Padang
penelitian kualitatif informan yang diperlukan tidak Bulan yang diketuai Muhammad Shokib.
dalam jumlah banyak, tetapi sesuai dengan Pembentukan Pokdarwis ini sangat diperlukan
keperluan penelitian. agar pengembangan pariwisata yang melibatkan
masyarakat lebih terarah dan terakomodir.
4. Teknik Analisis Data Pembentukan Pokdarwis sangat penting
Herdiansyah (2009) mengungkapkan proses dalam mendukung perkembangan pariwisata yang
analisis data dalam penelitian kualitatif sudah ada di desa. Selain peran Pokdarwis dalam
dimulai dan dilakukan sejak awal penelitian hingga pengembangan pariwisata langsung Pokdarwis
penelitian selesai. Hal ini berarti, setiap peneliti mempunyai peran lain seperti yang di ungkapkan
melakukan proses pengambilan data, peneliti Muhammad Shokib selaku ketua Pokdarwis yaitu:

129
Modal Sosial dalam Pengembangan ..... (Syahriar, Darwanto)

“Pokdarwis kan suatu wadah, dari disitu 2. Modal Sosial


pengelolaan untuk memudahkan dalam
koordinasi kelompok masyarakat seperti ojek, ada 2.1. Modal Sosial Bentuk Jaringan
kelompok pedagang, karang taruna, ada PMPH Masyarakat Desa Colo dituntut untuk ikut
(Paguyuban Masyarakat Pelindung Hutan) masuk berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata
di Pokdarwis” berbasis modal sosial yang ada di masyarakat.
Modal sosial dengan didasari imbal balik antara
Jadi salah satu dari podarwis yaitu suatu norma dan kepercayaan antar masyarakat ataupun
wadah untuk mempermudah kordinasai antar antar kelompok masyarakat dalam suatu jaringan
paguyuban/kelompok masyarakat yang ada di Desa akan mengoptimalkan potensi yang ada di
Colo. Masyarakat Desa Colo yang mempunyai masyarakat. Modal sosial yang ada di masyarakat
keperdulian dalam pengembangan pariwisata mulai biasanya dikemas dalam bentuk kelembagaan
berkolaborasi dengan masyarakat non lokal atau kelompok-kelompok organisasi
pemerintahan yang mengelola kepariwisataan serta masyarakat yang membentuk sebuah jaringan
masyarakat Usaha Kecil Menengah (UKM) yang untuk mencapai tujuan yang sama serta didasari
bergerak dalam usaha menunjang pariwisata saling kepercayaan dan norma. Kelembagaan lokal
membentuk beberapa paguyuban atau kelompok tersebut akan memberikan sumbangan dalam
dari kelompok dagang sampai kelompok jasa ojek. meningkatkan modal sosial masyarakat sekitar.
Dengan menyatukan kelompok-kelompok Hampir seluruh paguyuban atau organisasi
masyarakat yang mendukung dan memanfaatkan masyarakat tersebut diketuai oleh satu ketua
pariwisata disana akan mempermudah dalam kelompok umum yang juga sebagai ketua
menyatukan visi misi mereka untuk pengembangan Pokdarwis Padang Bulan yaitu Muhammad Shokib.
pariwisata dan tidak terkesan berjalan sendiri- Joni Awang S sebagai kepala desa turut
sendiri. menyetujui pernyataan tersebut :
Wawancara dengan Pokdarwis menjelaskan “ Tujuannya itu mensinkronsasikan semua
bahwa mencoba memberikan alternatif kegiaatan yang ada di desa dan organisasi agar
pengembangan pariwisata konsep ekowisata menjadi satu dan tidak berbeda beda
karena dinilai pada wisata religi mungkin tidak ada tujuannya, dengan di pimpin 1 ketua umum
pengembangan pariwisata dan pengelolaan hanya biar terjadi satu kebersaman sehingga tidak
begitu-begitu saja meskipun wisata religi di Makam ada perbedaan diantara kita”
Sunan Muria masih merupakan icon utama dalam
menarik para wisatawan. Sudah beberapa tahun ini Pada pernyataan diatas menyatakan bahwa
pengembangan pariwisata berupa wisata kebun tujuan dipilihnya satu ketua umum itu untuk
kopi mulai dilakukan oleh Pokdarwis, PMPH dan menselaraskan tujuan dalam mendukung
Kelompok Tani. Pengembangan pariwisata berbasis pengembangan pariwisata sehingga bila ada
masyarakat sangat cocok dengan konsep permasalahan yang timbul antar kelompok
pengembangan ekowisata, konsep tersebut dirasa ataupun dengan masyarakat akan segera
sangat cocok bila dikembangkan di daerah Colo. terselesaikan karena terjalin koordinasi dan saling
Wawancara dengan Widjanarko sebagai informan percaya antar kelompok masyarakat. Dibentuknya
dari pihak akademisi yang merupakan direktur ketua umum juga akan membentuk norma-norma
Muria Research Center (MRC) Indonesia dan aturan yang relatif sama sehingga dalam
menyatakan : kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh beberapa
“Kalau pendapat saya sih ekowisata ada kegiatan kelompok masyarakat bisa berjalan tertib, aman
yang berhubungan wisata yang akrab lingkungan dan nyaman.
yang dikelola masyarakat, jadi saya melihat Dari wawancara dengan Ali Syahroni
peluangnya di Colo itu besar” anggota ojek kelompok 8 menjelaskan bahwa
penyerahan amanah sebagai ketua umum untuk
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa memimpin berbagai ormas masyarakat harus dari
konsep ekowisata sangat cocok bila diterapkan di orang yang berpengaruh dan disegani di Desa,
Desa Colo. Melihat dari potensi wisata alam dan agar anggota kelompok dengan SDM yang rendah
keanekaraganan hayati dan termasuk wisata religi mau menghormati aturan aturan yang di bentuk.
yang sangat potensial di sana masyarakat bisa Parmanto sebagai ketua paguyuban dagang
menciptakan wisata yang akrab dengan lingkungan kinanti berpendapat :
yang desainnya dan pengelolaanya dari masyarakat “Bukannya di bentuk begitu tapi keinginan dari
lokal. Muria sangat menarik bila bisa dimanfaatkan organisasi menginginkan kalau pak
dan dikelola masyarakat Colo sendiri. Selain itu bisa Muhammad Shokib itu menjadi ketuanya
digabung dengan beberapa tradisi masyarakat lokal walaupun dulu pak Muhammad Shokib itu
yang sangat unik seperti tradisi sedekah bumi atau hanya menjadi ketua ojek di Colo”
wiwitan. Sehingga ketika orang datang itu tidak
hanya berziarah ke makam Sunan Muria namun ada Pembentukan ketua umum untuk seluruh
wisata menarik lain yang disajikan. ormas yang ada di Desa Colo ini bukan terjadi
begitu saja atau dari pihak tertentu tapi dari

130
EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, September 2015

keinginan masyarakat yang meyakini dan percaya yang dilakukan berupa istighosah atau berdoa
bahwa pak Muhammad Shokib ini mampu bersama, agar Tuhan selalu melindungi dan
memimpin. Pengkolaborasian antar kelompok dihilangkan mara bahaya yang mungkin akan
masyarakat atau paguyuban merupakan wujud dari menimpa mereka.
modal sosial bentuk jaringan yang timbul dari Selain membahas tentang masalah
kepercayaan organisasi masyarakat terhadap kelompok pertemuan tersebut juga
seorang tokoh masyarakat. Kepercayaan atau trust mengumpulkan uang kas setiap bulannya. Seperti
tersebut akan menimbulkan jaringan yang solid yang ditegaskan Ali Syahroni anggota ojek
untuk bersama-sama dalam hal sharing, pemecahan kelompok 8:
masalah yang terjadi di lapangan, maupun pada “kita sebagai anggota setiap bulan sekali kita
sistem pengembangan pariwisata. bayar kas kekelompok masing masing, kasnya
itu 17rb, itu kekelompok nanti kelompok setor
2.2. Modal Sosial Bentuk Kepercayaan kebendahara induk , dari bendahara induk
nanti juga kembali ke kelompok masing masing
(Trust) karena itu uangnya kembali kekesejahteraan
Pertemuan-pertemuan rutin dilakukan oleh kelompok”
Pokdarwis maupun dengan antar kelompok lainnya
merupakan salah satu wujud dari modal sosial Zainuri ketua ojek kelompok 6 juga
dalam bentuk kepercayaan. Pertemuan rutin ormas membenarkan pernyataan tersebut:
di Desa Colo dilakukan bertujuan untuk saling “Ada, perselapan, untuk kelompok-kelompok
kordinasi, menjaga silaturahmi dan kekompakan itu kan beda beda , tapi untuk ke induk itu
sesama anggota kelompok maupun dengan
sama 12,5 juta ke induk untuk ke kelompok
kelompok lain. Seperti yang dituturkan Muhammad
biasannya ada 25 ribu perpertemuan, kan ada
Shokib sebagai Pokdarwis :
untuk tuan rumah ada untuk kas kelompok”
“Ada pertemuan, tidak rutin tapi minim 3 bulan
sekali kita ketemu. Untuk saling koordinasi, Pernyataan pernyataan tersebut
sekarang untuk semua organisasi kegiatan menjelaskan bahwa adanya sebuah iuran-iuran kas
kegiatan sudah berjalan semua” yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ojek.
Jumlah iuran kelompok yang bayarkan berbeda
Dari penuturan diatas menjelaskan beda mulai dari Rp15.000,00 sampai Rp25.000,00
pertemuan-pertemuan ada namun tidak rutin untuk setiap kelompoknya, tergantung dengan dengan
Pokdarwis namun pertemuan pertemuan antar kesepakatan kelompok. Dari bendahara kelompok
kelompok ormas yang ada di masyarakat seperti di setorkan ke bendahara induk pada saat
paguyuban dagang Kinanti yang mengasong pertemuan ke pengurus induk pada malam
(dagang asongan), ojek Colo, P3KW, dan Minggu Pon. Iuran kas kelompok bertujuan untuk
paguyuban pedagang Sinom yang berjualan di menghimpun sebagian pendapatan anggota ojek
sekitar Makam Sunan Muria sudah berjalan rutin dan akan kembali untuk kesejahteraan anggota.
setiap bulannya. Banyaknya ormas yang ada di Dana kas yang terkumpul digunakan untuk
Desa Colo membuat koordinasi ke pengurus induk kegiatan-kegiatan anggota, seperti jika kelompok
dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang sudah ojek akan mengadakan pengajian atau pertemuan
di jadwalkan. dananya diambil dari uang kas. Selain itu bila ada
Pada waktu tertentu pengurus kelompok perbaikan jalan dananya juga di ambil dari kas ojek
mengadakan pertemuan kepada pengurus induk dan ketika ada salah satu anggota yang terkena
yang dipimpin ketua umum dalam hal pertanggung musibah dari uang kas ojek akan membantu dari
jawaban kelompoknya dan membahas iuran kas tersebut. Bahkan bila ada pembangunan
permasalahan yang mungkin timbul di lapangan. Masjid atau Mushola di Desa akan di bantu melalui
Muhammad Shokib menambahkan: dana kas Ojek.
“Setiap selapan atau 35 hari itu ada
pertemuan, seperti ojek itu malam minggu 2.3. Modal Sosial Bentuk Norma (Norms)
pon itu ada pertemuan penguru induk Selain tujuan untuk memberikan keamanan
dengan pengurus kelompok. Membahas dan kenyamanan, para paguyuban dagang
pertanggungjawaban kelompok ke induk. tersebut juga bertanggung jawab dalam hal
Tapi malam rabu legi pertemuan di kebersihan lokasi wisata. Seperti yang
kelompok masing masing” diungkapkan oleh Nur Rohman dalam wawancara
di lokasi obyek wisata air terjun Monthel:
Kegiatan pertemuan dilakukan sebulan sekali “pedagang asongan itu dikelola dan juga
per kelompok membahas permasalahan yang ikut bertanggung jawab untuk bersih-
mungkin timbul di lapangan. Selain itu pertemuan bersih, jadi seminggu sekali setiap sore
rutin dilakukan dengan tujuan untuk menjaga pedagang asongan disini melakukan keja
hubungan silaturahmi dan kerekatan sesama bakti membersihkan sampah yang ada”
anggota dan antar kelompok. Jika didalam
pertemuan tidak ada yang perlu dibahas kegiatan

131
Modal Sosial dalam Pengembangan ..... (Syahriar, Darwanto)

Sumber: Data diolah


Gambar 1. Bentuk Kelembagaan dan Modal Sosial Pendukung Obyek Wisata Colo

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pengunjung atau wisatawan. Pernyataan tersebut


tanggung jawab untuk kebersihan lingkungan itu juga diutarakan oleh Ali Syahroni :
merupakan bagian dari tanggung jawab semua “kerja bakti setiap sebulan sekali membersihkan
masyarakat dan anggota paguyuban. Lingkungan jalan yang sering kita lewati , sampai naik
yang bersih akan menciptakan kenyamanan bagi kemakam lagi, itu tanggung jawab ojek , itu
kan jalan yang naik tadi itu tanggung jawab

132
EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, September 2015

dari ojek terus semua ormas yang ada di sini Wisata Colo yang masih bertumpu pada
termasuk yayasan masjid dan makam sunan hubungan-hubungan vertikal antar stakeholders,
muria itu juga ikut menanggung atas jalan menjadi paradigma baru yang mengedepankan
tersebut ,kalau ada retak atau macam macam hubungan-hubungan horizontal dan diagonal
itu tanggung jawab kita bersama.” antara pihak-pihak yang berkepentingan. Di dalam
Penjelasan Ali Syahroni tersebut menunjukan paradigma ini hubungan antara satu pelaku
bahwa kerja bakti dalam merawat lingkungan atau dengan pelaku lainnya tidak boleh dibatasi oleh
jalan yang dilewati sehari-hari tersebut merupakan struktur-struktur dan mekanisme-mekanisme
tanggung jawab dari ormas masyarakat dan kelembagaan yang kaku tapi inefisien, melainkan
masyarakat yang memanfaatkan akses jalan struktur dan mekanisme yang fleksibel tanpa
tersebut, jadi bila terjadi kerusakan itu merupakan mengurangi peran, hak dan kewajiban masing-
tanggung jawab bersama dari ormas masyarakat masing pelaku. Oleh karena itu diperlukan suatu
seperti ojek maupun Yayasan Masjid dan Makam wadah kelembagaan yang memfasilitasi kerjasama
Sunan Muria. Kerja bakti rutin satu bulan sekali dan koordinasi serta melibatkan beragam pihak
dilakukan untuk merawat jalan tersebut untuk dan profesi yang terkait dengan pengembangan
mencegah kerusakan yang parah. pariwisata seperti yang dilakukan oleh Pokdarwis
Padang Bulan.
3. Bentuk Interaksi Sosial Antar Stakeholders Muhammad Shokib sebagai Pokdarwis juga
Berupa Koordinasi dan Kolaborasi membenarkan pernyataan dari Dinas Pariwisata:
Koordinasi pengembangan pariwisata tidak “Kolaborasi dari pihak Dinas Pariwisata ada,
hanya secara lintas wilayah, koordinasi lintas mungkin kita sharing, penyuluhan , pelatihan
sektoral juga mutlak diperlukan. Pengembangan pelatihan”
pariwisata tidak dapat diserahkan hanya ke tangan Sharing yang dilakukan antara pihak Dinas
salah satu sektor, sebab setiap pengembangan berupa penataan penataan yang akan dilakukan di
pariwisata di Obyek Wisata Colo sesungguhnya kawasan Obyek Wisata Colo agar kegiatan
sangat multidimensional dan kompleks. Penataan pariwisata ataupun pendukung pariwisata tidak
ruang kawasan wisata misalnya, tidak hanya kacau. Penataan-penataan tersebut meliputi
diserahkan kepada pemerintah atau Dinas penataan akomodasi tensportasi, parkir, dan
Pariwisata, sebab fungsi yang dijalankan oleh pedagang yang ada di terminal Colo. Jamian dari
instansi itu hanya terbatas pada penanganan fisik Dinas pariwisata pun menambahkan:
semata. Sebaliknya, ia harus ditangani secara “sering ada interaksi dengan pokdarwis
terkoordinasi dengan Perhutani, KBM JLPL sesuai dengan mengadakan interaksi berupa pelatihan
dengan fungsinya masing-masing dan masyarakat pelatihan dengan Pokdarwis, dan pokdarwis itu
di sekitar kawasan, maupun wisatawan dan pelaku tangan kanan dari Dinas Pariwisata yang tahu
industri pariwisata ikut memperoleh keuntungan persis keadaan disana ya pokdarwisnya itu”
dari penataan kawasan itu. Interaksi bukan hanya terjadi pada Dinas
Kolaborasi antara Dinas Pariwisata dengan Pariwisata dengan masyarakat. interaksi dan
pihak desa baik dari pemerintah desa Colo ataupun kolaborasi juga harus terjadi pada pihak-pihak lain
kelompok masyarakat harus terjalin dengan baik seperti Perhutani maupun Pihak ke 3 yang diberi
agar tujuan dari pengembangan pariwisata segera kewenangan dalam pengelolaan wisata alam
terwujud. Wawancara dengan Jamian sebagai pihak Obyek Wisata Colo. Dalam hal ini Jamian
Dinas Pariwisata Kudus menjelaskan: memaparkan :
“yang jelas untuk dari kolaborasi masyarakat “Kita juga koordinasi dengan KBM sesuai
dengan pemerintah kita sering mengadakan dengan wisata alam monthel sering koordinasi,
informasi sehingga masyarakat tidak tapi untuk pembagian dengan desa belum ada
ketinggalan. Karena ada kolaborasi baik melalui masih dalam penjajakan-penjajakan karena
TIC (Tourist Information Center) sekarang sudah perhutani ingin menguntungkan masyarakat
menyesuaikan dengan globalisasi” sana”
Kolaborasi yang dilakukan oleh pihak Dinas Koordinasi dengan pihak perhutani yang
dengan Pemerintah Desa berupa saling memberikan mengelola pariwisata yaitu KBM JLPL ada dalam
informasi terbaru atau sharing tentang hal promosi wisata yang dilakukan dari pihak
pengembangan pariwisata. Selain itu dari Dinas Dinas Pariwisata. Hal tersebut dibenarkan oleh
Pariwisata Kudus melakukan penyuluhan dalam Agus Moreno sebagai Pihak ketiga yang
pengembangan pariwisata sesuai dengan mengelola wisata alam di Obyek Wisata Colo:
perkembangan era globalisasi. Selain itu Dinas “Bekerjasama dengan dinas pariwisata, untuk
Pariwisata Kudus melakukan promosi-promosi pada wisata kan urusannya dengan dinas pariwisata
event TIC. kita kerjasama mungkin dari dinas pariwisata
Koordinasi dalam pengembangan membantu kita dalam promosi karena salah
pariwisata secara terpadu, konsisten dan satu yang kita kelola adalah salah satu icon
berkelanjutan. Sesungguhnya sudah saatnya Kudus”
mencari tindakan solutif untuk mengganti Koordinasi antara Dinas Pariwisata,
paradigma lama pengelolaan pariwisata di Obyek Perhutani, dan pihak ketiga sebagai pengelola

133
Modal Sosial dalam Pengembangan ..... (Syahriar, Darwanto)

sudah terjadi. Namun koordinasi dengan desa masih salah satu pihak dalam melakukan perannya pihak
belum ada karena belum ada titik temu dalam lain tidak ikut membantu dalam
permasalahan pembagian dalam bentuk menyelesaikannya.
kewenangan ataupun keuntungan dari obyek Kerjasama dan kolaborasi antar pihak yang
wisata. Seperti yang dikemukakan oleh Sapta dari berwenang dengan mayarakat sekarang sudah
KBM JLPL Semarang: mulai terbentuk, meski belum seluruhnya. Seperti
“Selama ini kita koordinasi kita serahkan pada berikut ini kolaborasi yang dilakukan oleh
pihak ketiga , jadi dimediatori pihak ketiga” beberapa pihak yang berwenang dengan
Untuk menanggapi pernyataan tersebut Agus masyarakat desa Colo dalam mengembangkan
Moreno mejelaskan : pariwisata dan meningkatkan kegiatan ekonomi di
“Kita koordinasi dengan desa tapi koordinasinya desa tersebut. Informan Sutopo dari UPT yang
hanya semacam koordinasi masalah tanam merupakan penanggung jawab dari Dinas
menanam seperti itu” Pariwisata yang berkerja di Obyek Wisata Colo:
Koordinasi yang dilakukan oleh pihak ketiga “Kalau ini sudah, jadi seperti warga sini itu,
untuk sekarang ini hanya sebatas koordinasi dalam kolaborasi dengan di sini sudah jadi kegiatan
masalah tanam menanam untuk menghijaukan yang di desa ya kita ikuti , seperti apa, ada
kembali hutan Gunung Muria sedangkan dengan kerja bakti, sedekah bumi, buka luwur dan
pihak Pokdarwis tidak ada koordinasi ataupun sebagainya”
kolaborasi apapun. Dalam dalam hubungan dan Kerjasama dilakukan dalam bentuk
koordinasi antara pemerintah desa dengan pihak pembinaan dan pelatihan dalam tradisi sewu
ketiga, Widjanarko yang sering meneliti kawasan kupat yang beberapa tahun ini dijalankan. Tradisi
Gunung Muria berpendapat lain: ini sudah dijalankan sejak lama namun
“Kalau saya melihat ada beberapa kerjasama , pengemasan dalam bentuk baru dilakukan
perhutani dengan CV matra belum di dilakukan beberapa tahun ini atas usulan kepala
informasikan dengan transparan ke pihak desa” desa sehingga mampu menarik wisatawan untuk
Kolaborasi juga belum terjadi antara Dinas hadir dan ikut dalam tradisi ini.
Pariwisata dengan YM2SM maupun dengan pihak
perhutani. Pengelolaan Masjid dan Makam Sunan 4. Pembahasan dan Diskusi
Muria semua dikelola oleh yayasan sendiri. Seperti Dari potensi yang ada di Desa Colo,
yang di ungkapkan oleh Nur Khudlri sebagai masyarakat dituntut untuk ikut berpartisipasi
informan dan juga sebagai Sekertaris Umum dalam pengembangan pariwisata berbasis modal
yayasan : sosial yang ada di masyarakat. Kelembagaan
“Ada hubungan, boleh dikatakan sekedar dalam bentuk kelompok, organisasi atau
informasi informasi yang dibutuhkan sehingga paguyuban di Desa Colo dalam mendukung
belum punya istilahnnya kerjasama yang ditulis pariwisata akan memberikan sumbangan
atau di agendakan dalam suatu keputusan terhadap terciptanya modal sosial dan salah satu
sehingga ada program program yang harus langkah awal terjadinya interaksi antar individu
dilaksanakan itu belum ada” satu dengan yang lain, karena dengan terjadinya
Dari penjelasan diatas hubungan hanya proses pembentukan kelompok akan terpenuhi
sebatas saling tukar informasi yang dibutuhkan saja. kebutuhan dalam berkelompok. Namun muncul
Untuk melakukan kerjasama yang benar-benar komunitas yang ada di pedesaan Costa Rica
dilakukan untuk pengembangan belum terjadi berada pada posisi yang kurang menguntungkan
karena masih belum timbul saling percaya diantara dalam hal keterampilan, pengalaman dan
dua belah pihak. Dari pihak YM2SM nenganggap pengetahuan tentang pariwisata industri dan
bahwa pendapatan dari retribusi masuk ke Obyek karena itu memerlukan dukungan kelembagaan
Wisata Colo itu banyak namun dinilai penataan- untuk informasi, peningkatan kapasitas dan
penataan untuk kemacetan belum dilakukan kesempatan jaringan yang berkaitan dengan usaha
sehingga dianggap bahwa peran dari Dinas berbasis masyarakat (Scheyvens, 2003 dalam
Pariwisata ataupun Pemerintah Daerah lepas tangan Trejos & Chiang, 2009). Dalam penelitian Juska
akan hal tersebut. dan Koenig (2006) organisasi seperti WCS akan
Nur Khudlri menambahkan : disarankan untuk mendukung pengembangan
“Belum ada paket untuk mengemas sehingga kapasitas lokal dan mendorong partisipasi
menjadi sebuah kebersamaan dalam memajukan representatif dan pengambilan keputusan. Pada
pariwisata” akhirnya, investasi pada sumber daya manusia,
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa bukan infrastruktur, akan lebih memadai
YM2SM menganggap belum adanya paket yang mempersiapkan menghadapi masa depan dengan
mengemas kerjasama antar berbagai pihak yang atau tanpa ekowisata. Disertasi Nurhidayati (2012)
mempunyai kewenangan di Obyek Wisata Colo ini berpendapat sama yaitu pengembangan
dalam memajukan pariwisata. Masih terkesan agrowisata telah mendorong kepedulian
berjalan sendiri-sendiri dan dengan tanggung komunitas pada penguatan modal sosial.
jawabnya masing-masing. Bila ada masalah pada Agrowisata berperan dalam mendukung
pengembangan pariwisata dengan

134
EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, September 2015

memaksimalkan peran individu dalam jaringan kepentingan dalam pengelolaan dan


organisasi, aspek resiprositas dalam komunitas, pengembangan pariwisata. Hal tersebut termasuk
peningkatan trust, pemerkuatan nilai dan norma para stakeholders yang mempunyai kewenangan
sosial, dan peningkatan networking. dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata
Kelembagaan dalam arti aturan main (the di Obyek Wisata Colo. Lovelock (2003) dalam
rule of the game) dalam sebuah paguyuban dibetuk Pamungkas (2010) menyatakan dalam
untuk membuat sebuah aturan untuk mengatasi melaksanakan konsep pengembangan pariwisata
masalah yang akan timbul di masyarakat. Hal tentunya diperlukan partisipasi yang cukup baik
tersebut juga dilakukan oleh kelembagaan dari para stakeholders yang terlibat dalam
Pokdarwis Padang Bulan dalam mengatur pengelolaan pariwisata berupa kolaborasi dan
kelompok-kelompok yang tergabung dalam kerjasama.
Pokdarwis. Yuliarmi (2011) dalam penelitiannya Pelaksanaan penggelolaan pariwisata
berpendapat institusi merupakan suatu aturan yang tentunya tidak dapat terlaksana apabila para
mengikat anggota dalam kelompok yang stakeholders yang terlibat ini tidak memiliki
dibentuknya. Aktivitas kelompok yang didasari oleh kemampuan untuk melaksanakan dan
suatu aturan baik terulis maupun tidak tertulis mengembangkannya. Dengan banyaknya
dapat dijadikan sebagai pijakan penting terhadap kepentingan yang dimiliki oleh stakeholders yang
keberlanjutan suatu aktivitas tertentu. Kuatnya terlibat, maka diperlukan kerjasama yang kuat
modal sosial dalam suatu jalinan yang dibentuk antara para stakeholders tersebut. Interaksi berupa
menunjukkan tingginya aset dalam suatu aktivitas kerjasama dan kolaborasi antar pihak yang
usaha. berwenang dengan masyarakat sekarang sudah
Koordinasi melalui kepengurusan induk mulai terbentuk, meski belum seluruhnya. Dalam
yang diketuai oleh Bapak Muhammad Shokib dan hal ini interaksi antar stakeholders di Obyek Wisata
juga sebagai ketua Pokdarwis. Penyatuan Cola masih berjalan sporadis, hanya sekedar saling
kelompok-kelompok masyarakat yang mendukung berbagi informasi dan dalam kegiatan tertentu
dan memanfaatkan pariwisata disana akan saja. Dari pihak Dinas Pariwisata, Perhutani, Pihak
mempermudah dalam menyatukan visi misi mereka Ketiga, YM2SM, Pokdarwis, dan Pemerintah Desa
untuk pengembangan pariwisata dan tidak terkesan maupun masyarakat belum ada kolaborasi
berjalan sendiri-sendiri. Sebuah ikatan yang kuat pengelolaan pariwisata secara langsung berupa
dalam komunitas dilengkapi dengan hormat untuk paket kegiatan yang terrencana dan
pemimpin mereka memberikan potensi untuk teragendakan. Kegiatan masih berjalan sendiri-
memobilisasi masyarakat terhadap perencanaan sendiri sesuai kewenangan masing masing pihak.
partisipatif dalam pengembangan pariwisata lokal. Hal tersebut mengakibatkan pengembangan
Pamungkas, Pongponrat dan Chantradoan, Trejos pariwisata cenderung lambat. Penelitian Okazaki
dan Chiang setuju mengenai peran kepemimpinan (2008) menjelaskan bahwa peran model
yaitu pembagian peran yang jelas didalam suatu Community Based Tourism (CBT) akan menilai
organisasi/komunitas menunjukan bahwa sudah status masyarakat yang terlibat dalam
terdapat alur dan struktur yang jelas dalam rangka pengembangan pariwisata dan menentukan
mencapai tujuan-tujuan pengelolaan pariwsata. inisiatif dalam meningkatkan CBT. Dalam proyek
Dimana terdapat koordinasi antar elemen didalam pengembangan pariwisata di Palawan memastikan
organisasi/kelompok tersebut yang mampu hubungan atara tujuan komunitas, pemangku
bekerjasama kedalam maupun keluar kepentingan, dan wisatawan. Model CBT tidak
organisasi/kelompok yang menjadi suatu tolak ukur hanya membantu dalam mengidentifikasi unsur-
bahwa pengelolaan pariwsata dilakukan dengan unsur CBT yaitu partisipasi masyarakat,
baik. Putman (1995) menambahkan kepercayaan kewenangan, dan retribusi tetapi untuk memulai
sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal memikirkan langkah-langkah baru atau setrategi
sosial yang baik. Adanya modal sosial yang baik kedepan dari pemangku kepentingan. Modal
ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang sosial merupakan pelumas dari ketiga elemen
kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan sosial tersebut. Macbeth, Carson, dan Northcote (2004)
yang harmonis. Prusak dalam Baksh, dkk (2013) dalam penelitianya berpendapat Social, Political
menjelaskan modal sosial mengacu pada satu set and Cultural Capital (SPCC) merupakan cara
hubungan aktif antara manusia. Aspek penting pemahaman bagaimana karakteristik sosial
meliputi kepercayaan, pemahaman, dan norma- masyarakat berkontribusi terhadap inovasi yang
norma dan perilaku. Aspek tersebut telah sukses dan pembangunan berkelanjutan. SPCC -
diidentifikasi sebagai faktor untuk membangun modal sosial, politik dan budaya ini bekerja di
masyarakat dalam jaringan dan memungkinkan kedua arah ; pengembangan pariwisata
kerjasama di antara anggota masyarakat. tergantung pada tingkat modal sosial , budaya
Pengembangan pariwisata tidak terlepas politicaland untuk menjadi alat pembangunan
dari peran orang-orang atau pihak-pihak yang daerah yang berhasil sementara pada
mempunyai kewenangan dalam hal tersebut. pengembangan pariwisata saat yang sama dapat
Stakeholders dalam hal ini adalah orang-orang atau dilakukan dengan cara yang memberikan
lembaga yang mempunyai kewenangan atau kontribusi untuk SPCC di wilayah tersebut .

135
Modal Sosial dalam Pengembangan ..... (Syahriar, Darwanto)

Kurangnya interaksi antar stakeholders sektor pariwisata, pendapatan basis dan non basis,
berupa koordinasi dan kolaborasi secara nyata peluang kesempatan kerja, pola nafkah ganda,
menyebabkan beberapa pihak saling menyalahkan dan perubahan mata pencaharian, yang kemudian
atas tanggung jawab dan kewenangan masing- mempengaruhi keberlanjutan ekowisata dalam
masing pihak. Modal sosial dan trust dalam suatu wilayah. Keberlanjutan ekowisata ini dilihat
masyarakat ekonomi kompleks menyebutkan dari potensi pasar dimana pergeseran trend pasar
bahwa kepercayaan bermanfaat bagi penciptaan wisatawan “back to nature” yang berkembang
tatanan ekonomi unggul, karena bisa diandalkan pesat, berpeluang meningkatkan perekonomian
untuk mengurangi biaya. Karena, jika orang-orang ataupun tingkat pendapatan masyarakat.
bekerja dalam sebuah perusahaan yang saling
mempercayai dan bekerja menurut serangkaian 5. Temuan Penelitian
norma-norma etis bersama, maka berbisnis hanya Setelah dilakukan analisis mengenai
memerlukan sedikit biaya (Fukuyama, 2002). Pihak kelembagaan dan modal sosial masyarakat Desa
Akademisi Bapak Wijanarko berpendapat bahwa Colo serta interaksi antar Stakeholders yang
dari pihak desa maupun Pokdarwis seharusnya tahu berwenang dalam pengelolaan dan
dan harus mempunyai informasi yang jelas sehingga pengembangan Obyek Wisata Colo maka
bisa menginformasikan kepada masyarakat. Harus diperoleh temuan penelitian sebagai berikut tabel
ada komunikasi yang baik antara kedua pihak 1:
tersebut agar tidak terjadi kesalahan informasi.
Nadin (2008) menambahkan untuk mencapai Tabel 1. Temuan Penelitian
keberhasilan pengembangan kegiatan pariwisata,
harus dilakukan secara koordinatif dan terpadu
No. Temuan penelitian
antar semua pihak yang terkait sehingga terwujud
keterpaduan lintas sektoral dan menghindari 1 Organisasi masyarakat desa membentuk
terjadinya konflik antar sektor. Pengembangan kepengurusan induk bertujuan
pariwisata harus diupayakan dapat melibatkan menyelaraskan visi dan misi organisasi
seluruh stakeholder. Dalam menyelenggarakan dalam pengembangan pariwisata serta
kegiatan pariwisata harus melibatkan masyarakat untuk saling koordinasi dan kolaborasi
setempat, sehingga manfaatnya dapat dirasakan antar kelompok.
langsung oleh masyarakat. 2 Organisasi masyarakat Desa Colo seperti
Sebagian besar masyarakat Desa Colo Pokdarwis, PNPH, paguyuban dagang, dan
memanfaatkan potensi pariwisata yang ada di sana. organisasi ojek colo memilih satu ketua
Potensi itu dimanfaatkan untuk membentuk umum dari tokoh masyarakat yang
lapangan pekerjaan seperti menjadi pedagang dipercaya untuk memimpin ormas di Desa
asongan, pedagang kios, warung, restoran, sampai Colo.
pedagang makanan atau hasil bumi khas. Selain itu 3 Perhutani kurang terlibat secara langsung
juga ada jasa-jasa transportasi seperti jasa dalam pengembangan pariwisata karena
transportasi ojek, persewaan MCK dan jasa pengelolaan dikerjasamakan dan tanggung
penitipan kendaraan bermotor roda dua. Ashar, jawab diserahkan kepada Pihak Ketiga yaitu
Khusnul (2011) menyatakan sektor pariwisata CV Matra
merupakan salah satu sektor penggerak utama 4 Minimnya interaksi sosial antar
pertumbuhan ekonomi lokal. Tumbuhnya sektor Stakeholders berupa koordinasi dan
tersebut telah menumbuhkan sektor-sektor yang kolaborasi menyebabkan beberapa pihak
terkait dengan pengelolaan kawasan wisata. seperti Dinas Pariwisata dengan YM2SM,
Misalnya, tingginya kunjungan wisatawan telah Perhutani dengan Masyarakat, dan
berdampak pada meningkatkatnya penjualan Perhutani dengan Dinas Pariwisata saling
produk-produk pariwisata. menyalahkan atas kewenagannya masing-
Pendapatan utama masyarakat yang masing.
memanfaatkan potensi pariwisata di Obyek Wisata Sumber: Data diolah
Colo memang bersumber dari wisata religi. Namun
akan lebih baik konsep ekowisata yang mulai
dijalankan oleh Pokdarwis sebagai wisata alternatif KESIMPULAN
yang dimana masyarakat memanfaatkan potensi
alam sekitar, mendesain konsepnya, dan mengelola Modal sosial yang ada di kawasan Obyek
sendiri sehingga mampu memberikan alternatif Wista Colo sudah sangat baik. Melalui tradisi-
income bagi mereka. Wihartika (2004) menjelaskan tradisi lokalnya mampu mempererat rasa saling
ekowisata selalu dilakukan dalam kawasan berbasis percaya di masyarakat. Modal sosial juga
alam. Kondisi alam yang diolah menjadi suatu digunakan masyarakat dengan membentuk
tempat wisata ataupun disebut sebagai ekowisata kelembagaan lokal atau paguyuban dan organisasi
yang indah dan memiliki daya tarik wisata akan masyarakat dalam pengembangan pariwisata yang
mempengaruhi perubahan sosial ekonomi. ada di Obyek Wisata Colo. Paguyuban tersebut
Perubahan sosial ekonomi dilihat dari pendapatan antara lain Pokdarwis Padang Bulan, beberapa

136
EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, September 2015

Paguyuban Dagang, dan Paguyuban Ojek yang Fukuyama, F. 2002. Trust: Kebajikan Sosial dan
diketuai oleh satu ketua umum untuk Penciptaan Kemakmuran. Penerbit Qalam,
mempermudah koordinasi diantara mereka. Namun Yogyakarta.
modal sosial melalui paguyuban-paguyuban
Herdiansyah, H. 2009. Metodologi Penelitian
tersebut hanya mendukung dan memanfaatkaan
Kualitatif untuk Ilmu Sosial. Salemba
pariwisata religi dan wisata yang sudah ada.
Humanika, Jakarta.
Pariwisata berbasis ekowisata yang mejadi gagasan
Pokdarwis yang memanfaatkan potensi alam Inayah. 2012. Peranan Modal Sosial dalam
berupa wisata kebun kopi di masyarakat menjadi Pembangunan. Ragam: Jurnal
alternatif wisata memang sudah mulai dilakukan Pengembangan Humaniora Politeknik
namun perkembangannya belum terlalu terlihat Negeri Semarang Vol. 12 No. 1.
hasilnya. Hal tersebut dikarenakan hanya sedikit
orang yang tahu konsep alternatif wisata yang Juska, C. dan C. Koenig. 2006. Planning for
disajikan. Promosi yang dilakukan oleh Pokdarwis Sustainable Community-Based Ecotourism
dan melalui kerjasama dengan Dinas Kebudayaan in Uaxatun, Guatemala. ERB Institute
dan Pariwisata Kabupaten Kudus juga belum University of Michigan diakses tanggal 6
memberikan hasil. Padahal konsep ekowisata Juni 2006.
tersebut mampu memberikan alternatif income Lawang, R.M.Z. 2005. Kapital Sosial dalam
kepada masyarakat lokal. Perspektif Sosiologi Cetakan Kedua. FISIP
Hasil penelitian menunjukan bahwa UI Press, Depok.
pengembangan potensi pariwisata di Obyek Wisata
Colo sudah mulai berjalan dari stakeholders yang Macbeth, J., D. Carson, dan J. Northcote. 2004.
mempunyai kewenangan, namun Social Capital, Tourism and Regional
pengembangannya masih berjalan sendiri-sendiri. Development: SPCC as a Basis for
Hal ini disebabkan karena masih minimnya Innovation and Sustainability. Current
koordinasi dan kolaborasi antar stakeholders yang Issues in Tourism. J. Macbeth et al. Vol. 7
dalam mengelola potensi wisata yang ada. No. 6.
Koordinasi dan kolaborasi terjadi hanya sebatas Moleong, L. J. 2005. Metodologi Penelitian
saling sharing antar pihak stakeholders, belum ada Kualitatif Edisi revisi. Rosda, Bandung.
suatu paket pengembangan yang mengemas
seluruh potensi wisata sehingga mampu Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi.
memberikan dampak positif terhadap seluruh BPFE, Yogyakarta.
stakeholders. Hal tersebut mengakibatkan Nandi. 2008. Pariwisata dan Pengembangan
pengembangan pariwisata Obyek Wisata Colo Sumberdaya Manusia. Jurnal “GEA”.
terkesan lambat. Universitas Pendidikan Indonesia Jurusan
Pendidikan Geografi Vol. 8, No.1.

DAFTAR PUSTAKA Nugroho, P.S, dan I. Aliyah. 2013. Pengelolaan


Kawasan Wisata Berbasis Masyarakat
Ashar, K. 2011. Studi Penguatan Jejaring Sebagai Upaya Penguatan Ekonomi Lokal
Kelembagaan Sosial Ekonomi di Kawasan dan Pelestarian Sumber Daya Alam di
Wisata Jawa Timur Sebagai Upaya Kabupaten Karanganyar. Jurnal Cakra
Peningkatan Kapasitas Usaha Kecil Mikro Wisata Surakarta Vol. 13 Jilid 1.
(UKM) dan Ekonomi Lokal. Universitas Nurhidayati, S.E. 2012. Pengembangan
Brawijaya, Malang. Argowisata Berkelanjutan Berbasis
Baksh, R., Soemarno, L. Hakim, dan I. Nugroho. Komunitas di Kota Batu, Jawa Timur.
2013. Social Capital in the Development of Ringkasan Disertasi. Universitas Gajah
Ecotourism: A Case Study in Tambaksari Mada, Yogyakarta.
Village Pasuruan Regency, East Java Okazaki, E. 2008. A Community-Based Tourism
Province, Indonesia. Journal of Basic and Model: Its Conception And Use. Journal of
Applied Scientific Research J. Basic. Appl. Sustainable Tourism Vol. 16 No. 5.
Sci. Res. 3(3)1-7 dari TextRoad Publication.
Pamungkas, G. 2010. Ekowisata Belum Milik
Bungin, B. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bersama: Kapasitas Stakeholder Dalam
Kencana, Jakarta. Pengelolaan Ekowisata (Studi Kasus:
Denzin, N. K. dan Y.S. Lincoln. 1994. Handbook of Taman Nasional Gunung Gede
qualitative Research. Sage, Thousand Oaks, Pangrangno). Jurnal Perencanaan Wilayah
California. dan Kota Vol. 24 No. 1.

Fandeli. 1995. Dasar-dasar Manajemen


Kepariwisataan Alam. Liberty, Yogyakarta.

137
Modal Sosial dalam Pengembangan ..... (Syahriar, Darwanto)

Pongponrat, K. dan N.J. Chantradoan. 2012.


Mechanism Of Social Capital In Community
Tourism Participatory Planning In Samui
Island, Thailand. Tourismo: An International
Multidisciplinary Journal of Tourism Vol. 7
No. 1.
Putman, R. 1995. Bowling Alone: America’s
Declining Social Capital. Journal of
Democracy Vol. 6 No. 1.
Trejos, B. dan L.N. Chiang. 2009. Local Economic
Linkages to Community Based Tourism in
Rural Costa Rica. Singapore Journal of
Tropical Geography 30 (2009) diakses
tanggal 30 November 2009.
Undang-undang No. 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan.
Utami, N.W.A. 2011. Aspek Kelembagaan dan
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan
Kawasan Wisata Senggigi, Nusa Tenggara
Barat. Tesis. Universitas Udayana, Bali.
Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata.
ANDI, Yogyakarta.
Wihartika, D. 2004. Dampak Perubahan Permintaan
Rekreasi Pantai Terhadap Kondisi Sosial
Ekonomi Masyarakat Pesisir di Pantai
Lovina, Kabupaten Buleleng, Singaraja, Bali.
Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yuliarmi, N.Y. 2011. Peran Modal Sosial dalam
Pemberdayaan Industri Kerajinan di Bali. E-
Jurnal Universitas Udayana Vol 7(2).

138

Anda mungkin juga menyukai