(Syahriar, Darwanto)
ABSTRACT
Regions that have potential of natural and religious tourism can be developed to sustain the community’s
economy. However, this potential has not been explored because of the management that has not been
well-organized and the high interests of stakeholders. This study explores how the image of form, the
interaction of institutions and social capital in the community area of Tourism Object Colo. The research
method uses qualitative method with phenomenological approach. The results showed that Colo’s villagers
have formed an institution in the form of supporting mass organizations tourism and forms main
management to coordinate each other. However, the interactions between the concerned stakeholders are
still minimal, so they are still blaming each other for the authority and responsibilities of the parties so that
tourism development tends to be slow.
Keywords: Tourism, Social capital, Institution, Qualitative
126
EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, September 2015
127
Modal Sosial dalam Pengembangan ..... (Syahriar, Darwanto)
128
EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, September 2015
interaksi sosial dari sisi kelembagaan yang terjadi di langsung melakukan analisis dari data tersebut
masyarakat di kawasan Obyek Wisata Colo secara seperti pemilahan tema dan kategorisasinya.
mendalam dengan latar alamiah tanpa adanya Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model
intervensi atau manipulasi baik dari penulis sendiri analisis data interaktif menurut Miles dan
maupun dari pihak lain. Huberman. Model analisis data ini memiliki empat
tahapan, yaitu tahap pertama pengumpulan data,
1. Fenomenologi tahap kedua reduksi data, tahap ketiga display
Penelitian ini menggunakan model data, dan tahap keempat penarikan kesimpulan
pendekatan fenomenologi. Pendekatan serta verifikasi data.
fenomenologi merupakan tradisi penelitian kualitatif
yang berakar pada filosofi dan psikologi (Moleong, 5. Reliabilitas dan Validitas
2005). Fenomenologi berusaha memahami arti Salah satu syarat mutlak dalam penelitian
peristiwa dan kaitanya terhadap orang-orang dalam adalah validitas dan reliabilitas yang optimal.
situasi tertentu. Menurut Husserl, dalam setiap hal Tujuan dari validitas dan reliabilitas itu sendiri
manusia memiliki pemahaman dan penghayatan adalah untuk mengoptimalkan rigor penelitian.
terhadap setiap fenomena yang dilaluinya dan Lincoln dan Guba (1985) dalam Herdiansyah
pemahaman dan penghayatan tersebut sangat (2009) menganggap rigor merupakan tingkat atau
berpengaruh terhadap perilakunya (Herdiansyah, derajat dimana hasil temuan dalam penelitian
2009: 66). Penulis menggunakan model kualitatif bersifat autentik dan memiliki interpretasi
fenomenologi dalam pendekatan kualitatif dimana yang dapat dipertanggungjawabkan. Validitas,
model ini berusaha memahami arti dari suatu reliabilitas, dan objektivitas dalam penelitian
peristiwa yang terjadi karena adanya interaksi dari kualitatif dikenal dengan istilah kredibilitas,
pihak-pihak yang terlibat, dimana pihak-pihak yang transferabilitas, dependabilitas, dan
terlibat tersebut memiliki pemahaman atau konfirmabilitas.
interpretasi masing-masing terhadap setiap
peristiwa yang akan menentukan tindakannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini Peran serta stakeholders dan masyarakat
dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam dalam perkembangan dan pengembangan potensi
(in-depth interview), dan dokumentasi. Wawancara pariwisata di kawasan Obyek Wisata Colo sangat
mendalam (in-depth interview) merupakan proses penting sekali. Selain dalam pelestarian alam, adat
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dan budaya yang ada di sana juga mampu
dengan tanya jawab sambil bertatap muka antar meningkatkan pertumbuhan ekonomi di
pewawancara dengan informan atau orang yang Kabupaten Kudus khususnya masyarakat sekitar
diwawancarai, dengan atau tanpa pedoman (guide) kawasan Obyek Wisata Colo. Sektor pariwisata
wawancara, dimana pewawancara dan informan yang ada di Desa Colo mampu menyerap lebih
terlibat dalam kehidupan sosial yang relative lama banyak tenaga kerja dan memberikan efek dalam
(Bungin, 2009). Interview atau wawancara mengurangi pengangguran dan terciptanya
bertujuan untuk mencatat opini, perasaan, emosi lapangan pekerjaan di desa tersebut. Meskipun
dan hal lain berkaitan dengan individu yang ada permasalahan kurangnya kolaborasi antar
dalam organisasi. stakeholders dan sarana prasarana belum
sepenuhnya teratasi namun dari sektor pariwisata
3. Informan Penelitian mampu memberikan kontribusi yang nyata pada
Informan dalam penelitian ini adalah orang- PAD di Kabupaten Kudus.
orang yang mempunyai peran dan kewenangan
dalam pengembangan pariwisata. informan 1. Kelembagaan Lokal
ditentukan dengan metode snowball sampling, Dalam mengembangkan dan mendukung
dimana informan pertama adalah Dinas pariwisata berbentuk ekowisata di Desa Colo para
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, dan tokoh masyarakat dan pemerintah desa
informan selanjutnya diperoleh melalui informan- membentuk sebuah paguyuban Pokdarwis
informan sebelumnya. Pada umumnya, dalam (Kelompok Sadar Wisata) dengan nama Padang
penelitian kualitatif informan yang diperlukan tidak Bulan yang diketuai Muhammad Shokib.
dalam jumlah banyak, tetapi sesuai dengan Pembentukan Pokdarwis ini sangat diperlukan
keperluan penelitian. agar pengembangan pariwisata yang melibatkan
masyarakat lebih terarah dan terakomodir.
4. Teknik Analisis Data Pembentukan Pokdarwis sangat penting
Herdiansyah (2009) mengungkapkan proses dalam mendukung perkembangan pariwisata yang
analisis data dalam penelitian kualitatif sudah ada di desa. Selain peran Pokdarwis dalam
dimulai dan dilakukan sejak awal penelitian hingga pengembangan pariwisata langsung Pokdarwis
penelitian selesai. Hal ini berarti, setiap peneliti mempunyai peran lain seperti yang di ungkapkan
melakukan proses pengambilan data, peneliti Muhammad Shokib selaku ketua Pokdarwis yaitu:
129
Modal Sosial dalam Pengembangan ..... (Syahriar, Darwanto)
130
EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, September 2015
keinginan masyarakat yang meyakini dan percaya yang dilakukan berupa istighosah atau berdoa
bahwa pak Muhammad Shokib ini mampu bersama, agar Tuhan selalu melindungi dan
memimpin. Pengkolaborasian antar kelompok dihilangkan mara bahaya yang mungkin akan
masyarakat atau paguyuban merupakan wujud dari menimpa mereka.
modal sosial bentuk jaringan yang timbul dari Selain membahas tentang masalah
kepercayaan organisasi masyarakat terhadap kelompok pertemuan tersebut juga
seorang tokoh masyarakat. Kepercayaan atau trust mengumpulkan uang kas setiap bulannya. Seperti
tersebut akan menimbulkan jaringan yang solid yang ditegaskan Ali Syahroni anggota ojek
untuk bersama-sama dalam hal sharing, pemecahan kelompok 8:
masalah yang terjadi di lapangan, maupun pada “kita sebagai anggota setiap bulan sekali kita
sistem pengembangan pariwisata. bayar kas kekelompok masing masing, kasnya
itu 17rb, itu kekelompok nanti kelompok setor
2.2. Modal Sosial Bentuk Kepercayaan kebendahara induk , dari bendahara induk
nanti juga kembali ke kelompok masing masing
(Trust) karena itu uangnya kembali kekesejahteraan
Pertemuan-pertemuan rutin dilakukan oleh kelompok”
Pokdarwis maupun dengan antar kelompok lainnya
merupakan salah satu wujud dari modal sosial Zainuri ketua ojek kelompok 6 juga
dalam bentuk kepercayaan. Pertemuan rutin ormas membenarkan pernyataan tersebut:
di Desa Colo dilakukan bertujuan untuk saling “Ada, perselapan, untuk kelompok-kelompok
kordinasi, menjaga silaturahmi dan kekompakan itu kan beda beda , tapi untuk ke induk itu
sesama anggota kelompok maupun dengan
sama 12,5 juta ke induk untuk ke kelompok
kelompok lain. Seperti yang dituturkan Muhammad
biasannya ada 25 ribu perpertemuan, kan ada
Shokib sebagai Pokdarwis :
untuk tuan rumah ada untuk kas kelompok”
“Ada pertemuan, tidak rutin tapi minim 3 bulan
sekali kita ketemu. Untuk saling koordinasi, Pernyataan pernyataan tersebut
sekarang untuk semua organisasi kegiatan menjelaskan bahwa adanya sebuah iuran-iuran kas
kegiatan sudah berjalan semua” yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ojek.
Jumlah iuran kelompok yang bayarkan berbeda
Dari penuturan diatas menjelaskan beda mulai dari Rp15.000,00 sampai Rp25.000,00
pertemuan-pertemuan ada namun tidak rutin untuk setiap kelompoknya, tergantung dengan dengan
Pokdarwis namun pertemuan pertemuan antar kesepakatan kelompok. Dari bendahara kelompok
kelompok ormas yang ada di masyarakat seperti di setorkan ke bendahara induk pada saat
paguyuban dagang Kinanti yang mengasong pertemuan ke pengurus induk pada malam
(dagang asongan), ojek Colo, P3KW, dan Minggu Pon. Iuran kas kelompok bertujuan untuk
paguyuban pedagang Sinom yang berjualan di menghimpun sebagian pendapatan anggota ojek
sekitar Makam Sunan Muria sudah berjalan rutin dan akan kembali untuk kesejahteraan anggota.
setiap bulannya. Banyaknya ormas yang ada di Dana kas yang terkumpul digunakan untuk
Desa Colo membuat koordinasi ke pengurus induk kegiatan-kegiatan anggota, seperti jika kelompok
dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang sudah ojek akan mengadakan pengajian atau pertemuan
di jadwalkan. dananya diambil dari uang kas. Selain itu bila ada
Pada waktu tertentu pengurus kelompok perbaikan jalan dananya juga di ambil dari kas ojek
mengadakan pertemuan kepada pengurus induk dan ketika ada salah satu anggota yang terkena
yang dipimpin ketua umum dalam hal pertanggung musibah dari uang kas ojek akan membantu dari
jawaban kelompoknya dan membahas iuran kas tersebut. Bahkan bila ada pembangunan
permasalahan yang mungkin timbul di lapangan. Masjid atau Mushola di Desa akan di bantu melalui
Muhammad Shokib menambahkan: dana kas Ojek.
“Setiap selapan atau 35 hari itu ada
pertemuan, seperti ojek itu malam minggu 2.3. Modal Sosial Bentuk Norma (Norms)
pon itu ada pertemuan penguru induk Selain tujuan untuk memberikan keamanan
dengan pengurus kelompok. Membahas dan kenyamanan, para paguyuban dagang
pertanggungjawaban kelompok ke induk. tersebut juga bertanggung jawab dalam hal
Tapi malam rabu legi pertemuan di kebersihan lokasi wisata. Seperti yang
kelompok masing masing” diungkapkan oleh Nur Rohman dalam wawancara
di lokasi obyek wisata air terjun Monthel:
Kegiatan pertemuan dilakukan sebulan sekali “pedagang asongan itu dikelola dan juga
per kelompok membahas permasalahan yang ikut bertanggung jawab untuk bersih-
mungkin timbul di lapangan. Selain itu pertemuan bersih, jadi seminggu sekali setiap sore
rutin dilakukan dengan tujuan untuk menjaga pedagang asongan disini melakukan keja
hubungan silaturahmi dan kerekatan sesama bakti membersihkan sampah yang ada”
anggota dan antar kelompok. Jika didalam
pertemuan tidak ada yang perlu dibahas kegiatan
131
Modal Sosial dalam Pengembangan ..... (Syahriar, Darwanto)
132
EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, September 2015
dari ojek terus semua ormas yang ada di sini Wisata Colo yang masih bertumpu pada
termasuk yayasan masjid dan makam sunan hubungan-hubungan vertikal antar stakeholders,
muria itu juga ikut menanggung atas jalan menjadi paradigma baru yang mengedepankan
tersebut ,kalau ada retak atau macam macam hubungan-hubungan horizontal dan diagonal
itu tanggung jawab kita bersama.” antara pihak-pihak yang berkepentingan. Di dalam
Penjelasan Ali Syahroni tersebut menunjukan paradigma ini hubungan antara satu pelaku
bahwa kerja bakti dalam merawat lingkungan atau dengan pelaku lainnya tidak boleh dibatasi oleh
jalan yang dilewati sehari-hari tersebut merupakan struktur-struktur dan mekanisme-mekanisme
tanggung jawab dari ormas masyarakat dan kelembagaan yang kaku tapi inefisien, melainkan
masyarakat yang memanfaatkan akses jalan struktur dan mekanisme yang fleksibel tanpa
tersebut, jadi bila terjadi kerusakan itu merupakan mengurangi peran, hak dan kewajiban masing-
tanggung jawab bersama dari ormas masyarakat masing pelaku. Oleh karena itu diperlukan suatu
seperti ojek maupun Yayasan Masjid dan Makam wadah kelembagaan yang memfasilitasi kerjasama
Sunan Muria. Kerja bakti rutin satu bulan sekali dan koordinasi serta melibatkan beragam pihak
dilakukan untuk merawat jalan tersebut untuk dan profesi yang terkait dengan pengembangan
mencegah kerusakan yang parah. pariwisata seperti yang dilakukan oleh Pokdarwis
Padang Bulan.
3. Bentuk Interaksi Sosial Antar Stakeholders Muhammad Shokib sebagai Pokdarwis juga
Berupa Koordinasi dan Kolaborasi membenarkan pernyataan dari Dinas Pariwisata:
Koordinasi pengembangan pariwisata tidak “Kolaborasi dari pihak Dinas Pariwisata ada,
hanya secara lintas wilayah, koordinasi lintas mungkin kita sharing, penyuluhan , pelatihan
sektoral juga mutlak diperlukan. Pengembangan pelatihan”
pariwisata tidak dapat diserahkan hanya ke tangan Sharing yang dilakukan antara pihak Dinas
salah satu sektor, sebab setiap pengembangan berupa penataan penataan yang akan dilakukan di
pariwisata di Obyek Wisata Colo sesungguhnya kawasan Obyek Wisata Colo agar kegiatan
sangat multidimensional dan kompleks. Penataan pariwisata ataupun pendukung pariwisata tidak
ruang kawasan wisata misalnya, tidak hanya kacau. Penataan-penataan tersebut meliputi
diserahkan kepada pemerintah atau Dinas penataan akomodasi tensportasi, parkir, dan
Pariwisata, sebab fungsi yang dijalankan oleh pedagang yang ada di terminal Colo. Jamian dari
instansi itu hanya terbatas pada penanganan fisik Dinas pariwisata pun menambahkan:
semata. Sebaliknya, ia harus ditangani secara “sering ada interaksi dengan pokdarwis
terkoordinasi dengan Perhutani, KBM JLPL sesuai dengan mengadakan interaksi berupa pelatihan
dengan fungsinya masing-masing dan masyarakat pelatihan dengan Pokdarwis, dan pokdarwis itu
di sekitar kawasan, maupun wisatawan dan pelaku tangan kanan dari Dinas Pariwisata yang tahu
industri pariwisata ikut memperoleh keuntungan persis keadaan disana ya pokdarwisnya itu”
dari penataan kawasan itu. Interaksi bukan hanya terjadi pada Dinas
Kolaborasi antara Dinas Pariwisata dengan Pariwisata dengan masyarakat. interaksi dan
pihak desa baik dari pemerintah desa Colo ataupun kolaborasi juga harus terjadi pada pihak-pihak lain
kelompok masyarakat harus terjalin dengan baik seperti Perhutani maupun Pihak ke 3 yang diberi
agar tujuan dari pengembangan pariwisata segera kewenangan dalam pengelolaan wisata alam
terwujud. Wawancara dengan Jamian sebagai pihak Obyek Wisata Colo. Dalam hal ini Jamian
Dinas Pariwisata Kudus menjelaskan: memaparkan :
“yang jelas untuk dari kolaborasi masyarakat “Kita juga koordinasi dengan KBM sesuai
dengan pemerintah kita sering mengadakan dengan wisata alam monthel sering koordinasi,
informasi sehingga masyarakat tidak tapi untuk pembagian dengan desa belum ada
ketinggalan. Karena ada kolaborasi baik melalui masih dalam penjajakan-penjajakan karena
TIC (Tourist Information Center) sekarang sudah perhutani ingin menguntungkan masyarakat
menyesuaikan dengan globalisasi” sana”
Kolaborasi yang dilakukan oleh pihak Dinas Koordinasi dengan pihak perhutani yang
dengan Pemerintah Desa berupa saling memberikan mengelola pariwisata yaitu KBM JLPL ada dalam
informasi terbaru atau sharing tentang hal promosi wisata yang dilakukan dari pihak
pengembangan pariwisata. Selain itu dari Dinas Dinas Pariwisata. Hal tersebut dibenarkan oleh
Pariwisata Kudus melakukan penyuluhan dalam Agus Moreno sebagai Pihak ketiga yang
pengembangan pariwisata sesuai dengan mengelola wisata alam di Obyek Wisata Colo:
perkembangan era globalisasi. Selain itu Dinas “Bekerjasama dengan dinas pariwisata, untuk
Pariwisata Kudus melakukan promosi-promosi pada wisata kan urusannya dengan dinas pariwisata
event TIC. kita kerjasama mungkin dari dinas pariwisata
Koordinasi dalam pengembangan membantu kita dalam promosi karena salah
pariwisata secara terpadu, konsisten dan satu yang kita kelola adalah salah satu icon
berkelanjutan. Sesungguhnya sudah saatnya Kudus”
mencari tindakan solutif untuk mengganti Koordinasi antara Dinas Pariwisata,
paradigma lama pengelolaan pariwisata di Obyek Perhutani, dan pihak ketiga sebagai pengelola
133
Modal Sosial dalam Pengembangan ..... (Syahriar, Darwanto)
sudah terjadi. Namun koordinasi dengan desa masih salah satu pihak dalam melakukan perannya pihak
belum ada karena belum ada titik temu dalam lain tidak ikut membantu dalam
permasalahan pembagian dalam bentuk menyelesaikannya.
kewenangan ataupun keuntungan dari obyek Kerjasama dan kolaborasi antar pihak yang
wisata. Seperti yang dikemukakan oleh Sapta dari berwenang dengan mayarakat sekarang sudah
KBM JLPL Semarang: mulai terbentuk, meski belum seluruhnya. Seperti
“Selama ini kita koordinasi kita serahkan pada berikut ini kolaborasi yang dilakukan oleh
pihak ketiga , jadi dimediatori pihak ketiga” beberapa pihak yang berwenang dengan
Untuk menanggapi pernyataan tersebut Agus masyarakat desa Colo dalam mengembangkan
Moreno mejelaskan : pariwisata dan meningkatkan kegiatan ekonomi di
“Kita koordinasi dengan desa tapi koordinasinya desa tersebut. Informan Sutopo dari UPT yang
hanya semacam koordinasi masalah tanam merupakan penanggung jawab dari Dinas
menanam seperti itu” Pariwisata yang berkerja di Obyek Wisata Colo:
Koordinasi yang dilakukan oleh pihak ketiga “Kalau ini sudah, jadi seperti warga sini itu,
untuk sekarang ini hanya sebatas koordinasi dalam kolaborasi dengan di sini sudah jadi kegiatan
masalah tanam menanam untuk menghijaukan yang di desa ya kita ikuti , seperti apa, ada
kembali hutan Gunung Muria sedangkan dengan kerja bakti, sedekah bumi, buka luwur dan
pihak Pokdarwis tidak ada koordinasi ataupun sebagainya”
kolaborasi apapun. Dalam dalam hubungan dan Kerjasama dilakukan dalam bentuk
koordinasi antara pemerintah desa dengan pihak pembinaan dan pelatihan dalam tradisi sewu
ketiga, Widjanarko yang sering meneliti kawasan kupat yang beberapa tahun ini dijalankan. Tradisi
Gunung Muria berpendapat lain: ini sudah dijalankan sejak lama namun
“Kalau saya melihat ada beberapa kerjasama , pengemasan dalam bentuk baru dilakukan
perhutani dengan CV matra belum di dilakukan beberapa tahun ini atas usulan kepala
informasikan dengan transparan ke pihak desa” desa sehingga mampu menarik wisatawan untuk
Kolaborasi juga belum terjadi antara Dinas hadir dan ikut dalam tradisi ini.
Pariwisata dengan YM2SM maupun dengan pihak
perhutani. Pengelolaan Masjid dan Makam Sunan 4. Pembahasan dan Diskusi
Muria semua dikelola oleh yayasan sendiri. Seperti Dari potensi yang ada di Desa Colo,
yang di ungkapkan oleh Nur Khudlri sebagai masyarakat dituntut untuk ikut berpartisipasi
informan dan juga sebagai Sekertaris Umum dalam pengembangan pariwisata berbasis modal
yayasan : sosial yang ada di masyarakat. Kelembagaan
“Ada hubungan, boleh dikatakan sekedar dalam bentuk kelompok, organisasi atau
informasi informasi yang dibutuhkan sehingga paguyuban di Desa Colo dalam mendukung
belum punya istilahnnya kerjasama yang ditulis pariwisata akan memberikan sumbangan
atau di agendakan dalam suatu keputusan terhadap terciptanya modal sosial dan salah satu
sehingga ada program program yang harus langkah awal terjadinya interaksi antar individu
dilaksanakan itu belum ada” satu dengan yang lain, karena dengan terjadinya
Dari penjelasan diatas hubungan hanya proses pembentukan kelompok akan terpenuhi
sebatas saling tukar informasi yang dibutuhkan saja. kebutuhan dalam berkelompok. Namun muncul
Untuk melakukan kerjasama yang benar-benar komunitas yang ada di pedesaan Costa Rica
dilakukan untuk pengembangan belum terjadi berada pada posisi yang kurang menguntungkan
karena masih belum timbul saling percaya diantara dalam hal keterampilan, pengalaman dan
dua belah pihak. Dari pihak YM2SM nenganggap pengetahuan tentang pariwisata industri dan
bahwa pendapatan dari retribusi masuk ke Obyek karena itu memerlukan dukungan kelembagaan
Wisata Colo itu banyak namun dinilai penataan- untuk informasi, peningkatan kapasitas dan
penataan untuk kemacetan belum dilakukan kesempatan jaringan yang berkaitan dengan usaha
sehingga dianggap bahwa peran dari Dinas berbasis masyarakat (Scheyvens, 2003 dalam
Pariwisata ataupun Pemerintah Daerah lepas tangan Trejos & Chiang, 2009). Dalam penelitian Juska
akan hal tersebut. dan Koenig (2006) organisasi seperti WCS akan
Nur Khudlri menambahkan : disarankan untuk mendukung pengembangan
“Belum ada paket untuk mengemas sehingga kapasitas lokal dan mendorong partisipasi
menjadi sebuah kebersamaan dalam memajukan representatif dan pengambilan keputusan. Pada
pariwisata” akhirnya, investasi pada sumber daya manusia,
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa bukan infrastruktur, akan lebih memadai
YM2SM menganggap belum adanya paket yang mempersiapkan menghadapi masa depan dengan
mengemas kerjasama antar berbagai pihak yang atau tanpa ekowisata. Disertasi Nurhidayati (2012)
mempunyai kewenangan di Obyek Wisata Colo ini berpendapat sama yaitu pengembangan
dalam memajukan pariwisata. Masih terkesan agrowisata telah mendorong kepedulian
berjalan sendiri-sendiri dan dengan tanggung komunitas pada penguatan modal sosial.
jawabnya masing-masing. Bila ada masalah pada Agrowisata berperan dalam mendukung
pengembangan pariwisata dengan
134
EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, September 2015
135
Modal Sosial dalam Pengembangan ..... (Syahriar, Darwanto)
Kurangnya interaksi antar stakeholders sektor pariwisata, pendapatan basis dan non basis,
berupa koordinasi dan kolaborasi secara nyata peluang kesempatan kerja, pola nafkah ganda,
menyebabkan beberapa pihak saling menyalahkan dan perubahan mata pencaharian, yang kemudian
atas tanggung jawab dan kewenangan masing- mempengaruhi keberlanjutan ekowisata dalam
masing pihak. Modal sosial dan trust dalam suatu wilayah. Keberlanjutan ekowisata ini dilihat
masyarakat ekonomi kompleks menyebutkan dari potensi pasar dimana pergeseran trend pasar
bahwa kepercayaan bermanfaat bagi penciptaan wisatawan “back to nature” yang berkembang
tatanan ekonomi unggul, karena bisa diandalkan pesat, berpeluang meningkatkan perekonomian
untuk mengurangi biaya. Karena, jika orang-orang ataupun tingkat pendapatan masyarakat.
bekerja dalam sebuah perusahaan yang saling
mempercayai dan bekerja menurut serangkaian 5. Temuan Penelitian
norma-norma etis bersama, maka berbisnis hanya Setelah dilakukan analisis mengenai
memerlukan sedikit biaya (Fukuyama, 2002). Pihak kelembagaan dan modal sosial masyarakat Desa
Akademisi Bapak Wijanarko berpendapat bahwa Colo serta interaksi antar Stakeholders yang
dari pihak desa maupun Pokdarwis seharusnya tahu berwenang dalam pengelolaan dan
dan harus mempunyai informasi yang jelas sehingga pengembangan Obyek Wisata Colo maka
bisa menginformasikan kepada masyarakat. Harus diperoleh temuan penelitian sebagai berikut tabel
ada komunikasi yang baik antara kedua pihak 1:
tersebut agar tidak terjadi kesalahan informasi.
Nadin (2008) menambahkan untuk mencapai Tabel 1. Temuan Penelitian
keberhasilan pengembangan kegiatan pariwisata,
harus dilakukan secara koordinatif dan terpadu
No. Temuan penelitian
antar semua pihak yang terkait sehingga terwujud
keterpaduan lintas sektoral dan menghindari 1 Organisasi masyarakat desa membentuk
terjadinya konflik antar sektor. Pengembangan kepengurusan induk bertujuan
pariwisata harus diupayakan dapat melibatkan menyelaraskan visi dan misi organisasi
seluruh stakeholder. Dalam menyelenggarakan dalam pengembangan pariwisata serta
kegiatan pariwisata harus melibatkan masyarakat untuk saling koordinasi dan kolaborasi
setempat, sehingga manfaatnya dapat dirasakan antar kelompok.
langsung oleh masyarakat. 2 Organisasi masyarakat Desa Colo seperti
Sebagian besar masyarakat Desa Colo Pokdarwis, PNPH, paguyuban dagang, dan
memanfaatkan potensi pariwisata yang ada di sana. organisasi ojek colo memilih satu ketua
Potensi itu dimanfaatkan untuk membentuk umum dari tokoh masyarakat yang
lapangan pekerjaan seperti menjadi pedagang dipercaya untuk memimpin ormas di Desa
asongan, pedagang kios, warung, restoran, sampai Colo.
pedagang makanan atau hasil bumi khas. Selain itu 3 Perhutani kurang terlibat secara langsung
juga ada jasa-jasa transportasi seperti jasa dalam pengembangan pariwisata karena
transportasi ojek, persewaan MCK dan jasa pengelolaan dikerjasamakan dan tanggung
penitipan kendaraan bermotor roda dua. Ashar, jawab diserahkan kepada Pihak Ketiga yaitu
Khusnul (2011) menyatakan sektor pariwisata CV Matra
merupakan salah satu sektor penggerak utama 4 Minimnya interaksi sosial antar
pertumbuhan ekonomi lokal. Tumbuhnya sektor Stakeholders berupa koordinasi dan
tersebut telah menumbuhkan sektor-sektor yang kolaborasi menyebabkan beberapa pihak
terkait dengan pengelolaan kawasan wisata. seperti Dinas Pariwisata dengan YM2SM,
Misalnya, tingginya kunjungan wisatawan telah Perhutani dengan Masyarakat, dan
berdampak pada meningkatkatnya penjualan Perhutani dengan Dinas Pariwisata saling
produk-produk pariwisata. menyalahkan atas kewenagannya masing-
Pendapatan utama masyarakat yang masing.
memanfaatkan potensi pariwisata di Obyek Wisata Sumber: Data diolah
Colo memang bersumber dari wisata religi. Namun
akan lebih baik konsep ekowisata yang mulai
dijalankan oleh Pokdarwis sebagai wisata alternatif KESIMPULAN
yang dimana masyarakat memanfaatkan potensi
alam sekitar, mendesain konsepnya, dan mengelola Modal sosial yang ada di kawasan Obyek
sendiri sehingga mampu memberikan alternatif Wista Colo sudah sangat baik. Melalui tradisi-
income bagi mereka. Wihartika (2004) menjelaskan tradisi lokalnya mampu mempererat rasa saling
ekowisata selalu dilakukan dalam kawasan berbasis percaya di masyarakat. Modal sosial juga
alam. Kondisi alam yang diolah menjadi suatu digunakan masyarakat dengan membentuk
tempat wisata ataupun disebut sebagai ekowisata kelembagaan lokal atau paguyuban dan organisasi
yang indah dan memiliki daya tarik wisata akan masyarakat dalam pengembangan pariwisata yang
mempengaruhi perubahan sosial ekonomi. ada di Obyek Wisata Colo. Paguyuban tersebut
Perubahan sosial ekonomi dilihat dari pendapatan antara lain Pokdarwis Padang Bulan, beberapa
136
EKO-REGIONAL, Vol.10, No.2, September 2015
Paguyuban Dagang, dan Paguyuban Ojek yang Fukuyama, F. 2002. Trust: Kebajikan Sosial dan
diketuai oleh satu ketua umum untuk Penciptaan Kemakmuran. Penerbit Qalam,
mempermudah koordinasi diantara mereka. Namun Yogyakarta.
modal sosial melalui paguyuban-paguyuban
Herdiansyah, H. 2009. Metodologi Penelitian
tersebut hanya mendukung dan memanfaatkaan
Kualitatif untuk Ilmu Sosial. Salemba
pariwisata religi dan wisata yang sudah ada.
Humanika, Jakarta.
Pariwisata berbasis ekowisata yang mejadi gagasan
Pokdarwis yang memanfaatkan potensi alam Inayah. 2012. Peranan Modal Sosial dalam
berupa wisata kebun kopi di masyarakat menjadi Pembangunan. Ragam: Jurnal
alternatif wisata memang sudah mulai dilakukan Pengembangan Humaniora Politeknik
namun perkembangannya belum terlalu terlihat Negeri Semarang Vol. 12 No. 1.
hasilnya. Hal tersebut dikarenakan hanya sedikit
orang yang tahu konsep alternatif wisata yang Juska, C. dan C. Koenig. 2006. Planning for
disajikan. Promosi yang dilakukan oleh Pokdarwis Sustainable Community-Based Ecotourism
dan melalui kerjasama dengan Dinas Kebudayaan in Uaxatun, Guatemala. ERB Institute
dan Pariwisata Kabupaten Kudus juga belum University of Michigan diakses tanggal 6
memberikan hasil. Padahal konsep ekowisata Juni 2006.
tersebut mampu memberikan alternatif income Lawang, R.M.Z. 2005. Kapital Sosial dalam
kepada masyarakat lokal. Perspektif Sosiologi Cetakan Kedua. FISIP
Hasil penelitian menunjukan bahwa UI Press, Depok.
pengembangan potensi pariwisata di Obyek Wisata
Colo sudah mulai berjalan dari stakeholders yang Macbeth, J., D. Carson, dan J. Northcote. 2004.
mempunyai kewenangan, namun Social Capital, Tourism and Regional
pengembangannya masih berjalan sendiri-sendiri. Development: SPCC as a Basis for
Hal ini disebabkan karena masih minimnya Innovation and Sustainability. Current
koordinasi dan kolaborasi antar stakeholders yang Issues in Tourism. J. Macbeth et al. Vol. 7
dalam mengelola potensi wisata yang ada. No. 6.
Koordinasi dan kolaborasi terjadi hanya sebatas Moleong, L. J. 2005. Metodologi Penelitian
saling sharing antar pihak stakeholders, belum ada Kualitatif Edisi revisi. Rosda, Bandung.
suatu paket pengembangan yang mengemas
seluruh potensi wisata sehingga mampu Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi.
memberikan dampak positif terhadap seluruh BPFE, Yogyakarta.
stakeholders. Hal tersebut mengakibatkan Nandi. 2008. Pariwisata dan Pengembangan
pengembangan pariwisata Obyek Wisata Colo Sumberdaya Manusia. Jurnal “GEA”.
terkesan lambat. Universitas Pendidikan Indonesia Jurusan
Pendidikan Geografi Vol. 8, No.1.
137
Modal Sosial dalam Pengembangan ..... (Syahriar, Darwanto)
138