Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pariwisata
Pengertian pariwisata menurut Damanik (2006), pariwisata adalah
perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan-
tujuan diluar tempat dimana mereka biasa hidup dan bekerja dan juga kegiatan-
kegiatan mereka selama tinggal di suatu tempat tujuan. Menurut Pitana dan Gyatri
(2005), bahwa pariwisata adalah kegiatan perpindahan orang untuk sementara
waktu ke destinasi diluar tempat tinggal dan tempat bekerjanya dan melaksanakan
kegiatan selama di destinasi dan juga penyiapan-penyiapan fasilitas untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Sedangkan berdasarkan undang-undang no 10
Tahun 2009 tentang kepariwisataan, bahwa keadaan alam, flora, dan fauna
sebagai karunia tuhan yang maha esa, serta peninggalan sejarah, seni, dan juga
budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal
pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat sebagiman terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan bebrapa pendapat
ahli, disimpulkan bahwa pariwisata merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
orang mengunjungi daerah lain bukan untuk bekerja tetapi untuk mendapatkan
suatu kepuasan dan rekreasi.

2.2 Produk Wisata


Semua kebutuhan wisatawan saat berda didalam kawasan destinasi
pariwisata disebut produk pariwisata, sedangkan produk pariwisata yang dapat
dibeli merupakan sebuah pelayan. Pelayanan tersebut seperti akomodasi,
pelayanan makan dan minum, pelayanan paket wisata (Prasiasa, 2013). Menurut
Prasiasa (2013) produk yang bersifat tangible dan intangible menjadi dasar
komponen pariwisata. Adapun komponen-komponen tersebut seperti atraksi
destinasi dimana atraksi destinasi dikelompokkan menjadi tiga yaitu atraksi alam,
atraksi budaya dan atraksi buatan manusia. Selanjutnya ialah merupakan fasilitas-

11
fasilitas destinasi berupa komponen yang dapat membuat wisatawan tertarik untuk
menetap di suatu destinasi seperti akomodasi, restoran, pelayanan informasi.
Berikutnya ialah aksesibilitas mrupakan komponen penting dari destinasi, dimana
kelancaran berpindah seseorang dari tempat satu ke tempat lain sangat penting
dari sebuah destinasi. Lalu ada citra kawasan dimana sebagai faktor pendorong
wisatawan agar tertarik ke destinasi tersebut. Daya dukung citra sendiri dapat
berupa seperti daya dukung fisik, sosial budaya, prasarana, dan ekonomi. Terakhir
ialah harga dimana sebagai jumlah biaya atau pembayaran yang harus dibayar
agar dapat menikmati produk wisata selama pelayanan wisata.

2.3 Pariwisata Berbasis Community Based Tourism (CBT)


2.3.1 Pengertian Community Based Tourism (CBT)
Menurut Nurhidayati (2012) salah satu bentuk perencanaan yang
partisipatif dalam pembangunan pariwisata adalah dengan menerapkan community
based tourism (CBT) sebagai pendekatan pembangunan, ini merupakan salah satu
bentuk pariwisata yang dimana masyarakat langsung terlibat didalamnya untuk
mengendalikan sebuah manajemen dan pembangunan pariwisata, serta konsep ini
dapat memberikan keuntungan terhadap masyarakat yang tidak terlibat langsung
dalam usaha pariwisata. Menurut Baskoro dan Rukendi (2008) community based
tourism merupakan salah satu konsep pembangunan pariwisata melalui peranan
komunitas lokal. Hal ini didukung oleh pendapat lain yang mengemukakan bahwa
community based tourism ialah suatu pendekatan pembangunan pariwisata yang
menekankan pada masyarakat lokal, baik terlibat langsung maupun tidak terlibat
langsung dalam industri pariwisata (Purnamasari, 2011). Sedangkan menurut
Syafi’i (2015) community based tourism adalah pariwisata yang menitik beratkan
pada keberlanjutan lingkungan, sosial, dan budaya yang dikemas menjadi satu.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa community based tourism
merupakan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dengan menitikberatkan
pada peran masyarakat lokal, serta keuntungan yang diperoleh masyarakat melalui
wisata.

12
2.3.2 Prinsip-Prinsip Pariwisata berbasis Community Based Tourism (CBT)
Adapun prinsip menurut Hatton (1999) prinsip community based tourism
dapat dikategorikan menjadi 4 yaitu sosial, ekonomi, budaya dan politik.
Sedangkan menurut Purnamasari (2011) mengelompokkan prinsip pariwisata
community based tourism didasarkan pada keterkaitan antar aspek yang dominan
yaitu aspek ekonomi, aspek sosial budaya, aspek lingkungan. Menurut
purnamasari (2011) prinsip ekonomi terdiri dari membuka kesempatan dan
pekerjaan dengan kegiatan ekonomi baru, tidak menghilangkan kegiatan ekonomi
yang sudah ada, menciptakan hubungan ekonomi antar sektor, meningkatkan taraf
hidup dan memberikan manfaatan pada masyarakat lokal, memberikan kontribusi
untuk kegiatan masyarakat dan menyediakan pasar untuk melibatkan masyarakat
dalam promosi barang dan jasa wisata dan peningkatan kualitas infrastruktur dan
fasilitas umum. Sedangkan prinsip ekonomi menurut Hatton (1999) berkaitan
dengan sistem pembagian keuntungan yang timbul dari pengembangan industry
pariwisata. Hatton tidak merekomendasikan usaha individu dalam community
based tourism karena dikhawatirkan keuntungan kegiatan pariwisata hanya
dirasakan oleh anggota komunitas yang terlibat sedangkan yang tidak terlibat
dalam usaha/kegiatan pariwisata tidak mendapat keuntungan. Prinsip sosial
menurut Hatton berkaitan otorisasi kepada komunitas untuk memberi ijin,
mendukung, membangun dan mengoperasikan kegiatan wisata yang ada di
wilayahnya. Prinsip budaya menurut purnamasari (2011) mensyaratkan adanya
upaya menghargai budaya lokal, heritage dan tradisi dalam kegiatan pariwisata.
community based tourism harus dapat memperkuat dan melestarikan budaya lokal,
heritage dan tradisi komunitas. Berbeda dengan Hatton (1999) yang memisahkan
prinsip sosial dan budaya, purnamasari (2011) menjadikan dua prinsip tersebut
menjadi saru yaitu prinsip sosial budaya, adapun prinsip sosial budaya terdiri dari
melibatkan masyarakat dalam setiap tahap perencanaan, menciptakan kesempatan
pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat lokal, mendukung peranan lembaga
masyarakat, menciptakan kebanggaan masyarakat dan rasa kepemilikan
masyarakat terhadap pariwisata, melestarikan budaya dan karakteristik lokal,
meningkatkan nilai tambah untuk budaya dan tradisi lokal dan menawarkan

13
barang dan jasa wisata yang bertanggung jawab terhadap kehidupan sosial dan
lingkungan.
Berdasarkan presepsi ahli diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip
lingkungan menurut purnamasari yaitu memanfaatankan sumberdaya alam secara
berkelanjutan tetapi tidak mengeksploitasi, memperkecil dampak lingkungan,
meningkatakan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan meningkatkan hasil
monitoring untuk menjamin keberlangsungan dan kesimbangan lingkungan hidup
dan sumber daya. Adapun prinsip politik yang di kemukankan Hatton berkaitan
dengan peran pemerintah lokal dan regional diantaranya dalam membuat
kebijakan sehingga prinsip sosial ekonomi, budaya dan dapat terlaksana.

2.3.3 Pariwisata berbasis Community Based Tourism (CBT)


Kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang berbasis komunitas yaitu
keunikan komunitas lokal dan sumberdaya baik fisik maupun non fisik (tradisi
dan budaya) yang melekat pada komunitas tersebut merupakan unsur penggerak
utama kegiatan wisata (Purnamasari, 2011). Adapun karakteristik dalam
pengembangan wisata berbasis CBT menurut Purbasari dan asnawi (2014) ialah
pelibatan masyarakat dalam keiukutsertaan pengembangan wisata, manfaat
bantuan PNPM Mandiri Pariwisata, manajemen pariwisata, kemitraan, Atraksi
dan konservasi lingkungan. Menurut syafi’i dan djoko (2014) pariwisata berbasis
CBT terdiri dari beberapa aspek yang layak untuk dijadikan sebagai desain wisata
yaitu potensi daya tarik wisata pada suatu daerah, aktivitas sosial budaya suatu
daerah, peraturan dan kebijakan di kawasan wisata, dalam pengelolaan wisata
memerlukan sumberdaya yang berkualitas dan yang terakhir adalah institusi dan
organisasi di kawasan wisata. Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-
aspek dalam pengembangan wisata berbasis Community Based Tourism antara
lain keunikan komunitas, keunikan sumber daya atau lokasi wisata, aktivitas
ekonomi, pengelola wisata serta peran komunitas-komunitas.

14
2.3.4 Aspek-Aspek Dalam Pembangunan Pariwisata Berbasis Community
Based Tourism (CBT)
Menurut Yaman & Mohd (2004) lima kunci pengaturan pembangunan
pariwisata dengan pendekatan CBT yaitu pertama, adanya dukungan pemerintah,
CBT membutuhkan dukungan struktur yang multi instutisonal agar sukses dan
berkelanjutan. Kedua, CBT secara umum bertujuan untuk penganekaragaman
industri, peningkatan partisipasi yang lebih luas ini termasuk partisipasi dalam
sektor informal, hak dan hubungan langsung dan tidak langsung dari sektor
lainnya. Ketiga, tidak hanya berkaitan dengan keuntungan langusung yang
diterima masyarakat yang memiliki usaha disektor pariwisata tetapi juga
keuntungan tidak langsung yang dapat dinikmati masyarakat yang tidak memiliki
usaha. Keempat, salah satu kekuatan pariwisata adalah ketergantungan yang besar
pada sumber daya alam dan budaya setempat penggunaan sumber daya lokal
secara berkesinambungan. Kelima, Penguatan institusi lokal atau penguatan
kelembagaan bisa dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan individu
dengan keterampilan kerja yang diperlukan (teknik, managerial, komunikasi,
pengalaman kewirausahaan dan pengalaman organisasi. Penguatan kelembagaan
dapat berbentuk forum, perwakilan dan manajemen komite.
Purbasari dan asnawi (2014) dalam pengembangan wisata berbasis
community based terdapat 4 kriteria pengembangan pariwisata berbasis
community based tourism, kriteria tersebut antara lain penggunaan dana
bagaiaman pemnafaatan dana tersebut digunakan untuk pemanfaatan
pengembangan sarana prasarana maupun peningakatan kapasitas masyaralat,
kebermanfaatan alokasi dana bagaimana kebermanfaatan dalam pemakaian
alokasi dana, keberlanjutan community based tourism yang dapat dilihat dari segi
konservasinya, dan yang terakhir adalah dampak dari manfaat bagaimana dampak
yang diterima langsung maupun tidak langsung baik oleh pengelola maupun untuk
masyarakat. Kesimpulan dari teori para ahli diatas menjelaskan bahwa
keberhasilan pariwisata berbasis Community Based Tourism (CBT) perlu adanya
dukungan dari pemerintah, partisipasi Stakeholder, manfaat yang diperoleh
penggunaan sumber daya lokal, penguatan institusi, adanya kebudayaan
masyarakat yang unik, adanya organisasi masyarakat, manajemen dan

15
pembelajaran. Berikut ini hasil kajian teori dari keberhasil dalam pembangunan
pariwisata berbasis Community Based Tourism (CBT).

2.4 Fasilitas Wisata


Fasilitas adalah segala macam sarana dan prasarana pendukung selama
wisatawan berada di daerah tujuan wisata, meliputi kebutuhan akomodasi,
penyediaan makanan dan minuman, gedung pertunjukan, tempat hiburan
(entertainment), dan tempat perbelanjaan (Sugiama, 2011). Teori Spillane (dalam
Mukhlas, 2008) menjelaskan bahwa fasilitas dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
bagian yaitu:
1. Fasilitas utama, merupakan sarana yang sangat dibutuhkan dan dirasakan
sangat perlu selama pengunjung berada disuatu objek wisata.
2. Fasilitas pendukung, sarana yang pada proporsinya sebagai pelengkap
fasilitas utama sehingga wisatawan akan merasa lebih betah.
3. Fasilitas penunjang, pada dasarnya merupakan sarana yang bersifat
sebagai pelengkap utama sehingga wisatawan terpenuhi apapun kebutuhan
selama mengunjungi.

2.4.1 Prasarana Wisata


Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan
manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah
tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan, bank,
rumah sakit, pom bensin, pusat-pusat perbelanjaan dan sebagainya (Suwantoro,
2004). Pembangunan prasarana wisata disesuaikan dengan lokasi dan kondisi
objek wisata yang bersangkutan, hal ini diperlukan karena dapat meningkatkan
daya tarik dari objek wisata (Suwantoro, 2004). Dalam melaksanakan
pembangunan prasarana wisata diperlukan kerjasama antara instansi terkait
bersama dengan instansi pariwisata diberbagai tingkat, hal ini diperlukan untuk
pengembangan pariwisata (Suwantoro, 2004). Menurut presepsi Yoeti (1996)
menyatakan bahwa prasarana kepariwisataan, sebagai berikut :

16
a. Receptive Tourist Plan adalah segala sesuatu tentang bentuk badan
usaha tani atau organisasi yang kegiatannya khusus untuk
mempersiapkan kedatangan para wisatawan pada suatu daerah wisata.
b. Recidental tourist plan adalah semua fasilitas yang dapat menampung
kedatangan para wisatawan untuk menginap dan tinggal di daerah
tujuan wisata untuk sementara waktu.
c. Recreative and sportive plan adalah semua fasilitas yang dapat
digunakan untuk tujuan rekreasi dan olahraga.
Menurut Suwantoro, 2004 menyatakan bahwa prasarana wisata pantai
adalah sebagai berikut :
1. Jalan
2. Listrik
3. Air bersih
4. Telekomunikasi.
Dalam perencanaan mempertimbangkan kemudahakan dicapai dengan
kendaraan roda 2 (dua), memperhatikan resiko bahaya dan bencana serta
perancangan sempadan yang memperhatikan tinggi gelombang laut
(Suwantoro, 2004).

2.4.2 Sarana Wisata


Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang
diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan
wisatanya (Suwantoro, 2004). Pembangunan sarana wisata didalam daerah tujuan
wisata maupun objek wisata tertentu harus disesuaikan dengan kebutuhan wisata
baik itu secara kuantitatif maupun kualitatif. Sarana pariwisata secara kualitatif
menunjukan pada jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan secara
kuantitatif yang menunjukan pada mutu pelayanan yang telah diberikan dan yang
tercermin pada kepuasan wisatawan yang memperoleh pelayanan (Suwantoro,
2004). Adapun hubungannya dengan jenis pelayanan sarana wisata di daerah
tujuan wisata telah disusun pada suatu standar wisata yang baku, baik itu secara
nasional dan juga secara internasional, sehingga penyediaan sarana pariwisata
tinggal memilih atau menentukan jenis dan juga kualitas yang akan disediakan

17
(Suwantoro, 2004). Menurut Yoeti, 1996 menyatakan bahwa sarana produk
kepariwisataan yaitu semua bentuk perusahaan yang dapat memberikan pelayanan
kepada wisatawan, sebagai berikut :
a. Bidang usaha jasa pariwisata, seperti: biro perjalanan wisata, agen
perjalanan wisata, pramuwisata, konvensi, perjalanan intensif dan
pameran, konsultan pariwisata, informasi pariwisata.
b. Bidang usaha sarana pariwisata yang terdiri dari: akomondasi, rumah
makan, bar, angkutan wisata dan penyewaan fasilitas wiata.
Selain itu, terdapat kriteria dan standar minimal prasarana dan sarana untuk
daerah wisata pada tabel 2.1 :

Tabel 2. 1 Kriteria dan Standar Sarana Prasarana Daerah Wisata


No. Kriteria Standar Minimal
1. Obyek Salah satu dari unsur alam, sosial, dan budaya.
2. Aksesibilitas Memiliki jalan, kemudahan rute, tempat parkir dan harga
parkir yang terjangkau.
3. Akomodasi Pelayanan penginapan (hotel, wisma, dan lain sebagainya)
4. Fasilitas Agen perjalanan, pusat informasi, fasilitas kesehatan,
pemadam kebakaran, hydrant, TIC (Tourism Information
Center), guiding (pemandu wisata), papan informasi,
petugas entry dan exit
5. Transportasi Adanya moda transportasi yang nyaman sebagai akses masuk
6. Catering Service Pelayanan makanan dan minuman (restoran, kantin, rumah
makan)
7. Aktivitas Rekreasi Aktivitas di lokasi wisata seperti berenang, jalan-jalan, dan
bersantai
8. Sarana Tempat pembelian barang-barang umum
Pembelanjaan
9. Komunikasi Adanya TV, sinyal telepon, akses internet,
penjual voucher pulsa.
10. Sistem Perbankan Adanya bank dan ATM
11. Kesehatan Pelayanan kesehatan
12. Keamana Adanya jaminan keamanan
13. Kerbersihan Adanya tempat sampah dan rambu-rambu peringatan tentang
kebersihan
14. Sarana Peribadatan Fasilitas sarana ibadah
*)Yoeti, 1996

Berdasarkan pendapat ahli tentang teori fasilitas wisata dapat disimpulkan


bahwa fasilitas wisata dibedakan menjadi dua yaitu prasarana dan sarana dimana
prasarana sendiri merupakan hal yang utama dan wajib ada untuk memenuhi

18
kebutuhan pengelola wisata, masyarakat dan wisatawan yang datang dimana
prasarana merupakan hal mutlak yang dibutuhkan baik dari sumber daya alam dan
sumber daya buatan. Adapun sarana merupakan fasilitas penunjang wisata agar
menambah daya tarik dan memenuhi kebutuhan wisatwan agar dapat merasa
nyaman dan aman. Maka dari itu prasarana dan sarana merupakan fasilitas yang
saling menunjang satu sama lain dikarnakan adanya keterkaitan dalam upaya
pengembangan daerah wisata agar menjadi lebih maju dan berkembang.

2.5 Faktor Pengembangan Pariwisata


Pengembangan obyek wisata pada hakekatnya pengembangan adalah suatu
proses untuk memperbaiki dan meningkatkan sesuatu yang ada. Pengembangan
obyek wisata merupakan kegiatan membangun, memelihara, dan melestarikan
pertanaman, sarana dan prasarana maupun fasilitas lainnya. Fandeli (1995)
mengemukakan bahwa pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah
pengembangan masyarakat dan wilayah yang didasarkan pada:
a. Memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas dan
tradisi lokal.
b. Meningkatkan tingkat pendapatan secara ekonomis sekaligus
mendistribusikan secara merata kepada penduduk lokal.
c. Berorientasi kepada pengembangan wisata berskala kecil dan menengah
dengan daya serap tenaga kerja besar dan berorientasi pada teknologi
kooperatif.
d. Memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai agen penyumbang
tradisi budaya dengan dampak negatif yang seminimal mungkin.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pembangunan
Pariwisata pasal 6 disebutkan bahwa pembangunan pariwisata haruslah
memperhatikan keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya dan alam serta
kebutuhan manusia untuk berwisata, sedangkan pasal 7 menyatakan bahwa
pembangunan pariwisata meliputi industri pariwisata, destinasi pariwisata,
pemasaran dan kelembagaan pariwisata. Pembangunan pariwisata itu sendiri
mempunyai tujuan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan banyak orang tanpa
membedakan kelas sosial. Oleh karena itu pengembangan pariwisata perlu

19
memperhatikan kemungkinan kerja sama antar pihak-pihak terkait dalam hal ini
masyarakat, pemerintah dan swasta yang diharapkan mampu mendukung
kelanjutan pembangunan pariwisata di suatu daerah. Menurut Sunaryo (2013)
menjelaskan bahwa kerangka pengembangan pariwisata paling tidak harus
mencakup komponen-komponen utama sebagai berikut:
a. Obyek atau daya tarik (atractions), yang mencakup daya tarik alam, budaya,
maupun buatan/ artificial, seperti event atau yang sering disebut sebagai minat
khusus (special interest).
b. Aksesbilitas (accessibility),yang mencakup dukungan sistem transportasi yang
meliputi rute atau jalur transportasi, fasilitas terminal, bandara, pelabuhan dan
moda transportasi lain.
c. Amenitas (amenity), yang mencakup fasilitas penunjang dan pendukung
wisata yang meliputi akomodasi, rumah makan (food and baverage), retail,
toko cinderamata, fasilitas penukaran uang, biro perjalanan, pusat informasi
wisata, dan fasilitas kenyamanan lainnya.
d. Fasilitas pendukung (ancillary services) yaitu ketersediaan fasilitas
pendukung yang digunakan oleh wisatawan, seperti bank, telekomunikasi,
pos, rumah sakit, dan sebagainya.
e. Kelembagaan (institusions) yaitu terkait dengan keberadaan dan peran
masing-masing unsure dalam mendukung terlaksananya kegiatan pariwisata
termasuk masyarakat setempat sebagai tuan rumah (host).
Pengembangan pariwisata memerlukan teknik perencanaan yang baik dan
tepat. Teknik perencanaan itu harus menggabungkan beberapa aspek penunjang
kesuksesan pariwisata. Aspek-aspek tersebut adalah aspek aksesbilitas
(transportasi dan saluran pemasaran), karakteristik infrastuktur pariwisata, tingkat
interaksi sosial, keterkaitan/kompatibilitas dengan sektor lain, daya tahan akan
dampak pariwisata, tingkat resistensi komunitas lokal, dan seterusnya (Pitana,
2009). Menurut Sunaryo (2013), berbagai elemen dasar yang harus diperhatikan
dalam perencanaan pengembangan pariwisata paling tidak mencakup aspek-aspek
sebagai berikut:

20
a. Pengembangan Atraksi dan Daya Tarik Wisata Atraksi merupakan daya tarik
yang akan melahirkan motivasi dan keinginan bagi wisatawan untuk
mengunjungi obyek wisata.
b. Pengembangan Amenitas dan Akomodasi Wisata Berbagai fasilitas wisata
yang perlu dikembangkan dalam aspek amenitas paling tidak terdiri dari
akomodasi, rumah makan, pusat informasi wisata, toko cinderamata, pusat
kesehatan, pusat layanan perbankan, sarana komunikasi, pos keamanan, Biro
Perjalanan Wisata, ketersediaan air bersih, listrik, dan lain sebagainya.
c. Pengembangan Aksesbilitas tidak hanya menyangkut kemudahan transportasi
bagi wisatwan untuk mencapai sebuah tempat wisata, akan tetapi juga waktu
yang dibutuhkan, tanda penunjuk arah menuju lokasi wisata dan perangkat
terkait lainnya.
d. Pengembangan Image (Citra Wisata) Pencitraan (image building) merupakan
bagian dari positioning, yaitu kegiatan untuk membangun citra atau image
dibenak pasar (wisatawan) melalui desain terpadu antara aspek kualitas
produk, komunikasi pemasaran, kebijakan harga, dan saluran pemasaran yang
tepat dan konsisten dengan citra atau image yang ingin dibangun serta
ekspresi yang tampak dari sebuah produk.
Berdasarkan pendapat-pendapat ahli dan Undang-Undang Dasar diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor pengembangan pariwisata saling berkaitan
yaitu didasarkan oleh pengembangan kesejahteraan ekonomi masyarakat,
peningkatan kualitas sosial budaya masyarakat dan pemeliharaan kualitas
lingkungan juga penyediaan fasilitas penunjang agar pengembangan wisata dapat
seimbang serta berkelanjutan.

2.6 Penelitian Terdahulu


Berikut adalah rangkuman hasil penelitian terdahulu yang memiliki
keterkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan.

21
Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Variabel Metode Hasil Kegunaan
Rozy Konsep 1. 1. 1. Meningkatkan 1. Sebagai
Ismarian Pengembang Pemanfaatan Analisis sumberdaya sumber
di, 2010 an Kampung sumberdaya Delphi manusia melalui dalam
Nelayan lokal 2.Analisi dukungan merumuska
Pasar 2. s pemerintah yang n metode
Bengkulu Keterkaitan deskriptif memberikan pada setiap
Sebagai pengembang 3.Analisi peluang sasaran
Kawasan an wilayah s melibatkan dalam
Wisata 3. Institusi Triangula masyarakat dalam penelitian
lokas si program kawasan
4. Dukungan pengembangan wisata
pemerintah kampung nelayan, Pantai
5. guna memberikan Teluk
Keterlibatan manfaat bagi Lombok
dari kesejahteraan Desa
Stakeholder masyarakat.Penelit Sangkima
ian ini dapat
memberikan
masukan bagi
pemerintah yang
berpandangan
obyektif danluas,
dalam
pengembangan
kampung nelayan
Pasar Bengkulu
Asep T. Strategi 1. 1. 1. Hasil penelitian 1. Sebagai
Taryana, Pengembang Akomodasi, Analisis menunjukan Desa gambaran
2013 an Fasilitas, Deskripti Tamansari dalam
Pariwisata Aksesbilitas, f mempunyai daya prioritasan
Didesa Jenis Atraksi 2. tarik variabel dan
Wisata 2. Sumber Analisis wisata yang baik. tinjauan
Tamansari daya SWOT Peran masyarakat teori
Kabupaten manusia, di Desa Tamansari penelitian
Bogor tingkat dilakukan dengan kawasan
pendidikan, menyediakan wisata
keguatan homestay, Pantai
wisata, peran pemandu wisata, Teluk
aktif usaha kerajinan Lombok
masyarakat, dan pelaku seni. Desa
partisipasi Partisipasi lainnya Sangkima
dalam adalah masyarakat
pengambilan menyediakan
keputusan makan minum di
dan lokasi daya
Kelembagaa tarik wisata seperti
n wisata di Curug Nangka,
Bumi perkemahan

22
Peneliti Judul Variabel Metode Hasil Kegunaan
Sukamantri dan
Pura
Parahyangan Agug
Jagatkarta.
Masyarakat juga
sudah ada yang
mengelola Setu
Tamansari
menjadi obyek
wisata dengan
menyediakan rakit
bambu,
pemancingan,
sepeda air. Pada
acara budaya juga
masyarakat
berpartisipasi
dalam kegiatan
uacara seren taun
yag
diselenggarakan di
Kampung Budaya
Sindang Barang.
2. Hasil analisis
SWOT yang
diperoleh yaitu
faktor internal
yaitu kekuatan
(memiliki daya
tarik wisata yang
baik, masyarakat
terbuka terhadap
kegiatan
wisata),
kelemahan
(kurangnya
promosi dan
pemasaran Desa
Wisata, belum ada
koordinasi para
pihak, kesadaran
SDM untuk
melayani
wisatawan masih
lemah
dan sarana
prasarana
penunjang belum
ada). Faktor
eksternal peluang
(pasar

23
Peneliti Judul Variabel Metode Hasil Kegunaan
wisatawan yang
terbuka, sudah
banyak
pengunjung yang
datang,
aksesibilitas
yang mudah),
ancaman (tidak
ada kejelasan
kebijakan tata
ruang, adanya
pengaruh budaya
asing terhadap
budaya
masyarakat dan
adanya citra
negatif
dalam kegiatan
wisata). Strategi
yang dipilih yaitu
Pemerintah
Daerah
memfasilitasi
promosi Desa
Wisata, menyusun
paket wisata dan
bekerjasama
dengan pihak luar
serta pemerintah
membuat
perencanaan
pengembangan
Desa
Wisata
Haryono Arahan 1.Kegiatan 1. 1. Hasil dari 1. Sebagai
Prasetyo, pengembang sehari-hari Analisis penelitian ini acuan untuk
2017 an kawasan masyarakat Delphi memiliki potensi membandik
desa wisata sebagai daya 2. sesuai dengan an faktor-
desa tarik desa Analisis arahan faktor yang
Tulungrejo wisata Deskripti pengembangan menjadi
Kecamatan 2. f secara spasial dan rumusan
Pare, Memfokuska non spasial. dalam
Kabupaten n Arahan analisis
Kediri edukasi pengembangan delphi dan
dalam secara sebagai
bercocok spasialterbagi sumber
tanam menjadi lima untuk
dan sedangkan non merumuska
mempelajari spasial arahannya n tinjauan
tentang ada enam. pustaka
pertanian

24
Peneliti Judul Variabel Metode Hasil Kegunaan
sebagai
atraksi
wisata
3.
Aksesbilitas
4. Kesenian
dan Budaya
Tradisional
5. Sarana
dan
prasarana
pendukung
6. Jumlah
dan sebaran
perdagangan
jasa
7. Kualitas
SDM
8.
Kesempatan
investasi
*)Analisis Penulis, 2020

25
2.7 Sintesa Pustaka
Pembahasan mengenai sintesa tinjauan pustaka bertujuan untuk
merumuskan indikator dan variabel yang akan digunakan dalam menjawab
pertanyaan penelitian. Berdasarkan hasil sintesa teori yang telah dibahas pada
subbab-subbab sebelumnya, telah didapatkan beberapa indikator dan variabel
yang akan digunakan dalam penelitian ini. Berikut merupakan indikator dan
variabel penelitian yang telah dirumuskan.

Tabel 2. 3 Hasil Sintesa Tinjauan Pustaka


No. Aspek Indikator Variabel
1. Masyarakat terlibat
2. Keuntungan yang diterima
1. Pengertian CBT
masyarakat
3. Peran komunitas
1. Ekonomi
2. Sosial
2. Prinsip-prinsip CBT 3. Budaya
4. Politik
5. Lingkungan
Community Based 1. Keunikan lokal
1
Tourism (CBT) 3. Pariwisata berbasis CBT 2. Atraksi
3. Daya tarik wisata
1. Dukungan pemerintah
2. Dukungan komunitas
lokal
4. Aspek-aspek 3. Keberlanjutan sumber
pembangunan CBT daya lokal (SDL)
4. Peningkatan sarana dan
prasarana
5. Pemanfaatan dana
1. Prasarana
2 Fasilitas Wisata 1. Aspek fasilitas
2. Sarana
1. Pemeliharaan
Keanekaragaman alam
2. Keunikan dan kekhasan
budaya serta alam
3. Daya tarik
4. Aksesbilitas
Faktor
5. Ketersediaan Toko,
3 Pengembangan 1. Pengembangan pariwisata
warung, pusat informasi dan
Pariwisata
lainnya
6. Ketersediaan listrik,
telekomunikasi, pos satpam
dan lainnya
7. Citra kawasan
8. Kelembagaan
*)Hasil Sintesa Penulis, 2020

26

Anda mungkin juga menyukai