Anda di halaman 1dari 12

Prinsip dasar Community Based Tourism(CBT) menurut UNEP dan WTO

(2005) sebagai berikut. (1) mengakui, mendukung dan mengembangkan

kepemilikan komunitas dalam industri pariwisata ; (2) mengikutsertakan anggota

komunitas dalam memulai setiap aspek; (3) mengembangkan kebanggaan

komunitas; (4) mengembangkan kualitas hidup komunitas; (5) menjamin

keberlanjutan lingkungan; (6) mempertahankan keunikan karakter dan budaya di

area lokal ; (7) membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran

budaya pada komunitas; (8) menghargai perbedaan budaya dan martabat

manusia; (9) mendistribusikan keuntungan secara adil

kepada anggota komunitas ; dan (10) berperan dalam menentukan prosentase

pendapatan (pendistribusian pendapatan) dalam proyek-proyek yang ada di

komunitas.

Prinsip-prinsip CBT dari UNEP dan WTO dapat dikategorikan

dalam prinsip sosial (poin 2,3,4) yang berkaitan dengan kualitas internal

komunitas, prinsip ekonomi (poin 1,9) yang berkaitan dengan kepemilikan usaha

pariwisata dan pendistribusian keuntungan/pendapatan kepada anggota

komunitas, prinsip budaya (poin 6,7,8,) yang berkaitan dengan upaya

mempertahankan dan toleransi budaya melalui kegiatan pariwisata, prinsip

lingkungan (poin 5) berkaitan dengan terjaganya kualitas lingkungan dan kegiatan

pariwisata dan prinsip politik (poin 10) yang berkaitan dengan kekuasaan untuk

ikut menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian pendapatan) .

Menurut Hatton (1999: 2) prinsip CBT dapat dikategorikan

menjadi 4 yaitu sosial, ekonomi, budaya dan politik. Prinsip sosial menurut

Hatton berkaitan otorisasi kepada komunitas untuk memberi ijin, mendukung,


membangun dan mengoperasikan kegiatan wisata yang ada di

wilayahnya. Prinsip ekonomi berkaitan dengan sistem pembagian keuntungan

yang timbul dari pengembangan industry pariwisata. Berkaitan dengan

prinsip ekonomi Hatton menterjemahkan dalam 3 bentuk yaitu (1) joint

venture dalam usaha pariwisata dimana dari keuntungan yang

diperoleh wajib menyisihkan keuntungan bagi komunitas (berupa CSR atau dana

bagi hasil); (2) asosiasi yang dibentuk komunitas untuk mengelola kegiatan wisata

dimana keuntungannya juga dibagikan kepada komunitas; (3) usaha

kecil/menengah yang merekrut tenaga kerja dari kumunitas. Hatton tidak

merekomendasikan usaha individu dalam Community Based

Tourism(CBT) karena dikhawatirkan keuntungan kegiatan pariwisata hanya

dirasakan oleh anggota komunitas yang terlibat sedangkan yang tidak terlibat

dalam usaha/kegiatan pariwisata tidak mendapat keuntungan. Prinsip budaya

mensyaratkan adanya upaya menghargai budaya lokal, heritage dan tradisi dalam

kegiatan pariwisata. Community Based Tourism(CBT) harus dapat memperkuat

dan melestarikan budaya lokal, heritage dan tradisi komunitas. Sedangkan prinsip

politik berkaitan dengan peran pemerintah lokal dan regional diantaranya dalam

membuat kebijakan sehingga prinsip sosial ekonomi, budaya dan dapat

terlaksana.

Nederland Development Organisation (SNV) mengemukakan 4

prinsip Community Based Tourism(CBT) yaitu (1) ekonomi yang berkelanjutan,

(2) keberlanjutan ekologi, (3) kelembagaan yang bersatu, (4) keadilan pada

distribusi biaya dan keuntungan pada seluruh komunitas (www.caribro.com).

Dengan mengadopsi definisi tersebut SNV menetapkan 4 prinsip


dasar Community Based Tourism(CBT) yaitu berkaitan dengan keberlanjutan

ekonomi, ekologi, penguatan kelembagaan dan pembagian keuntungan yang adil

bagi semua anggota komunitas. Prinsip keberlanjutan ekonomi berkaitan dengan

adanya jaminan bahwa Community Based Tourism(CBT) mampu menciptakan

mekanisme yang dapat menjaga perekonomian tetap sehat dan berkesinambungan

sehingga pariwisata dapat diandalkan untuk meningkatkan

pendapatan/kesejahteraan komunitas. Prinsip keberlanjutan ekologi berkaitan

dengan upaya untuk menjaga agar kualitas lingkungan dapat dipertahankan.

Penguatan kelembagaan salah satu prinsip penting karena kelembagaan

adalah tool bagi seluruh anggota komunitas untuk mendapatkan akses untuk

menjadi pemegang keputusan.

Dengan mengacu pada prinsip dasar dari CBT dari UNEP dan

WTO Suansri(2003:21-

22) mengembangkan 5prinsipyang merupakan aspekutamadalam

pengembangan Community Based Tourism(CBT). Pertama, prinsip ekonomi

dengan indikator timbulnya dana untuk pengembangan komunitas, terciptanya

lapangan pekerjaan di sektor pariwisata dan timbulnya pendapatan masyarakat

lokal. Kedua, prinsip sosial dengan indikator terdapat peningkatan kualitas hidup,

adanya peningkatan kebanggaan komunitas, pembagian peran yang adil antara

laki-laki perempuan, generasi muda dan tua dan terdapat mekanisme penguatan

organisasi komunitas. Ketiga, prinsip budaya dengan indikator mendorong

masyarakat untuk menghormati budaya yang berbeda,

mendorong berkembangnya pertukaran budaya dan adanya budaya pembangunan

yang melekat erat dalam budaya lokal. Keempat, prinsip lingkungan dengan
indikator pengembangan carryng capacity area, terdapat sistem pembuangan

sampah yang ramah lingkungan dan adanya keperdulian tentang

pentingnya konservasi. Kelima, prinsip politik dengan indikator terdapat upaya

peningkatan partisipasi dari penduduk lokal, terdapat upaya untuk meningkatkan

kekuasaan komunitas yang lebih luas dan terdapat makanisme yang menjamin

hak-hak masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA). Kelima

prinsip tersebut menurut Suansri merupakan wujud terlaksananya pariwisata

yang berkelanjutan

PrinsipCommunity Based Tourism(CBT) yang disampaikan Suansri

memiliki spektrum yang cukup luas. Prinsip Dalam prinsip ekonomi misalnya

Suansri tidak hanya membahas terciptanya lapangan kerja dan timbulnya

pendapatan masyarakat namun juga memperlihatkan perlunya dana komunitas

atau dana bersama yang dapat bermanfaat untuk seluruh komunitas baik yang

berhubungan langsung dengan industri pariwisata atau tidak. Dalam prinsip

ekonomi, Suansri mengembangkan spektrum Community Based

Tourism(CBT) tidak hanya terkait dengan anggota komunitas yang berkaitan

langsung dalam industri pariwisata tetapi seluruh komunitas sebagai sebuah

kesatuan. Dalam hal ini Suansri tidak hanya memikirkan kebutuhan praktis

(jangka pendek) komunitas tetapi juga kebutuhan strategis (jangka panjang).

Dalam prinsip social Suansri juga mempertimbangkan kebutuhan

strategis komunitasa yaitu mencapai kualitas hidup yang lebih baik melalui

pengembanggan pariwisata. Dalam kualitas hidup tercakup aspek pendidikan dan

kesehatan sebagai investasi bagi kualitas komunitas ke depan. sementara untuk

kebutuhan praktis Suansri melihat pentingnya keadilan gender, keterlibatan semua


generasi dan peningkatan kebanggaan lokal. Dengan demikian spectrum yang

diangkat Suansri mewakili sebagian unsur dalam komunitas yaitu gender dan

lintas generasi. Dalam pandangannya Suansri melihat bahwa komunitas

merupakan kesatuan dari berbagai unsur yang membentuk yaitu individu dengan

berbagai latar belakang. Suansri melihat aspek yang jarang diperhatikan ahli lain

dalam melihat komunitas yaitu aspek gender yang terkait dengan peran-peran

yang dikonstruksi masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan terkait dengan

pengembangan pariwisata.

Prinsip budaya dari Suansri juga melihat aspek budaya secara mendalam

yaitu adanya budaya pembangunan yang berkembang dengan adanya

pengembangan pariwisata, terjadi pertukaran budaya dan penghormatan terhadap

budaya lain. Sedangkan prinsip politik yang dijadikan indikator oleh Suansri

mencakup spectrum internal dan eksternal. Internal berkaitan dengan komunitas

itu sendiri yaitu adanya partisipasi local dan perluasan kekuasaan komunitas.

Sedangkan mekanisme yang menjamin hak komunitas local dalam ppengelolaan

SDA merupakan aspek eksternal yang melibatkan regulasi pemerintah dan

stakeholder lainnya.

Dari prinsip lingkungan Suansri memiliki perhatian khusus pada

keperdulian pada konservasi tidak hanya berkaitan dengan pengembangan daya

dukung lingkungan dan sistem pembuangan sampah yang ramah lingkungan.

Disini Suansri memiliki pandangan tentang pentingnya partisipasi semua pihak

dalam melakukan konservasi pada lingkungan di destinasi wisata.

Menurut Suansri (2003:14) ada beberapa prinsip dari community based

tourism yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut :


1. Mengenali, mendukung, dan mempromosikan kepemilikan masyarakat dalam

pariwisata.

2. Melibatkan anggota masyarakat dari setiap tahap pengembangan pariwisata

dalam berbagai aspeknya.

3. Mempromosikan kebanggaan terhadap komunitas bersangkutan.

4. Meningkatkan kualitas kehidupan.

5. Menjamin keberlanjutan lingkungan.

6. Melindungi ciri khas (keunikan) dan budaya masyarakat lokal.

7. Mengembangkan pembelajaran lintas budaya.

8. Menghormati perbedaan budaya dan martabat manusia.

9. Mendistribusikan keuntungan dan manfaat yang diperoleh secara proporsional

kepada anggota masyarakat.

10. Memberikan kontribusi dengan presentase tertentu dari pendapatan yang

diperoleh untuk proyek pengembangan masyarakat.

11. Menonjolkan keaslian hubungan masyarakat dengan lingkungannya.

Sementara itu prinsip penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, Bab III pasal 5adalah :

1. Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari

konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang

Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara

manusia dan lingkungan.

2. Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal.

3. Member manfaat untuk kesejateraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan

proposionalitas.
4. Memelihara kelesatarian alam dan lingkungan hidup.

5. Memberdayakan masyarakat setempat.

6. Menjamin keterpaduan antarsektor, antar daerah, antara pusat dan daerah dan

daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah,

serta keterpaduan antar pemangku kepentingan.

7. Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam

bidang kepariwisataan ; dan

8. Memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pariwisata berbasis masyarakat (community bassed tourism) dikembangkan

berdasar prinsipkeseimbangan dan keselarasan antar kepentingan steakeholder

pembangunan pariwisata termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat.Secara

ideal prinsip pembangunan pariwisata berbasis masyarakat menekan pada

pembangunan pariwisata “dari masyarakat, oleh masyarakat, untuk masyarakat”.

Dalam setiap tahapan pembangunan, yang dimulai dari perencanaan,

pembangunan dan pengembangan sampai dengan pengawasan (monitoring) dan

evaluasi, masyarakat setempat harus dilibat secara aktif dan diberikesempatan

untuk berpartisipasi karena tujuan akhir adalah untuk meningkatkan kesejateraan

dan kualitas hidup masyarakat.

Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengembangan pariwisata berbasis

masyarakat berperan disemua lini pembangunan baik perncana, investor,

pengelola, pelaksana, pemantau maupun evaluator. Namun demikian meskipun

pembangunan pariwisata berbasis masyarakat menekankan pada faktor

masyarakat sebagai komponen utama, keterlibatan lain seperti pemerintah dan

swasta sangat diperlukan. Masyarakat setempat atau yang tinggal di daerah tujuan
wisata sangat mempunyai peran yang amat penting dalam menjunjung

keberhasilan pembangunan pariwisata di daerahnya.

Peran serta masyarakat di dalam memelihara sumber daya alam dan budaya

yang berpotensi untuk menjadi daya tarik wisata tidak dapat diabaikan.Dalam

konteks ini yang sangat penting adalah upaya memberdayakan masyarakat

setempat dengan mengikut sertakan mereka dalam berbagai kegiatan

pembangunan pariwisata.Untuk itu pemerintah sebagi fasilitator

dan steakholder lainnya harus dapat mengimbaukan dan memberikan motivasi

kepada masyarakat agar bersedia berpartisipasi aktif dalam pembangunan

pariwisata. Walaupun tidak berarti bahwa masyarakat setempat memiliki hak

mutlak, pembanguan pariwista berbasis masyarakat tidak akan terwujud apabila

penduduk setempat merasa diabaikan, atau hanya dimanfaatkan, serta merasa

terancam dengan kegiatan pariwisata di daerah mereka.

Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat menuntut kordinasi dan

kerja sama serta peran yang berimbang antara berbagai

unsur steakholder, termasuk pemerintah, swasta dan masyarakat. Disamping itu,

pengembangan pariwisata berbasis masyarakat diarahkan untuk mengurangi

tekanan terhadap objek dan daya tarik wisata sehingga pembangunan pariwisata

dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan.Dalam hal ini masyarakat setempat harus disadarkan atas potensi

yang dimiliki sehingga mereka mempunyai rasa ikut memiliki (sense of

belonging) terhadap berbagai aneka sumber daya alam dan budaya sebagai aset

pembangunan pariwisata.
Secara konseptual prinsip dasar kepariwisataan berbasis masyarakat adalah

menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama melalui pemberdayaan

masyarakat dalam berbagai kegiatan kepariwisataan, sehingga kemanfaatan

kepariwisataan sebesar-besarnya diperuntukkan bagi masyarakat. Sasaran utama

pengembangan kepariwisataan haruslah meningkatkan kesejahteraan masyarakat

(setempat). Konsep Community Based Tourism lazimnya digunakan oleh para

perancang pembangunan pariwisata srategi untuk memobilisasi komunitas untuk

berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan sebagai patner industri pariwisata.

Tujuan yang ingin diraih adalah pemberdayaan sosial ekonomi komunitas itu

sendiri dan meletakkan nilai lebih dalam berpariwisata, khususnya kepada para

wisatawan.

Secara garis besar prinsip CBT (community bassed tourism) dapat dibagi

menjadi 3 aspek yaitu berkaitan dengan akses, control dan manfaat

pengembangan pariwisata bagi komunitas.Aspek akses berkaitan dengan

kemampuan komunitas menjangkau/terlibat/bersentuhan dengan pengembangan

pariwisata. Akses dapat diperoleh komunitas melalui kepemilikan lahan dan

adanya usaha kecil yang dimiliki/dikembangkan komunitas. Aspek kontrol

berkaitan erat dengan keterlibatan komunitas dalam proses pengambilan

keputusan, sebagai indikator adanya kekuasaan dan daya tawar secara politis pada

komunitas. Kontrol atas pengembangan pariwisata dapat dikembangkan melalaui

mekanisme pemeliharaan modal sosial, berperannya lembaga lokal, ketahanan

budaya dan kearifan lokal. Modal sosial adalah sumber daya internal, yang

diperkuat melalaui peran lembaga lokal sebagai simbol kekuasaan. Ketahanan

budaya adalah modal untuk beradaptasi dengan perubahan yang timbul dari
kedatangan wisatawan. Kearifan lokal merupakan instrument komunitas untuk

beradaptasi dengan perubahan namun tetap mempertahankan karakteristik lokal.

Aspek manfaat adalah output yang diharapkan dari pengembangan agrowisata

dimana komunitas yang lebih banyak menerima hasil kedatangan wisatawan.

Indikator manfaat yang dirasakan komunitas adalah partisipasi komunitas dalam

lapangan kerja dan lapangan usaha baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Agar

akses dan manfaat yang diperoleh dari kegiatan agrowisatasustainablekomunitas

perlu mengintegrasikan teknologi dalam kegiatan operasional maupun manajerial

usaha

a. Model Pengembangan Community Based Tourism (CBT)

Pertama kali mempopulerkan konsep pengembangan pariwisata berbasis

masyarakat adalah Murphy (1985:16). Dia berpendapat, bahwa produk pariwisata

secara lokal diartikulasikan dan dikonsumsi, produk wisata dan konsumennya

harus visible bagi penduduk lokal yang seringkali sangat sadar terhadap dampak

turisme. Untuk itu, pariwisata harus melibatkan masyarakat lokal, sebagai bagian

dari produk turisme, lalu kalangan industri juga harus melibatkan masyarakat

lokal dalam pengambilan keputusan. Sebab, masyarakat lokallah yang harus

menanggung dampak kumulatif dari perkembangan wisata dan mereka butuh

untuk memiliki input yang lebih besar, bagaimana masyarakat dikemas dan dijual

sebagai produk pariwisata.

Pengembangan kepariwisataan harus memperhatikan berbagai asas dan

tujuan kepariwisataan. Menurut UU No. 10 Tahun 2009, kepariwisataan

diselenggarakan berdasarkan asas: manfaat, kekeluargaan, adil dan merata,

keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis,


kesetaraan dan kesatuan. Tujuan kepariwisataan adalah: meningkatkan

pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus

kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan dan

sumberdaya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa

cinta tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, serta mempererat

persahabatan antar bangsa. Dengan demikian pengembangan kepariwisataan mesti

mengacu pada asas dan tujuan tersebut.

Model pendekatan masyarakat (community approach) menjadi standar baku

bagi proses pengembangan pariwisata di daerah pinggiran, dimana melibatkan

masyarakat didalamnya adalah faktor yang sangat penting bagi kesuksessan

produk wisata. D’amore memberikan guidelines model bagi pengembangan

pariwisata berbasis masyarakat, yakni;

1. Mengidentifikasi prioritas pembangunan yang dilakukan penduduk lokal

(resident)

2. Mempromosikan dan mendorong penduduk lokal

3. Pelibatan penduduk lokal dalam industri

4. Investasi modal lokal atau wirausaha sangat dibutuhkan

5. Partisipasi penduduk dalam event-event dan kegiatan yang luas

6. Produk wisata untuk menggambarkan identitas lokal

7. Mengatasi problem-problem yang muncul sebelum pengembangan yang lebih

jauh

Poin-poin diatas merupakan ringkasan dari community approach.

Masyarakat lokal harus “dilibatkan”, sehingga mereka tidak hanya dapat


menikmati keuntungan pariwisata dan selanjunya mendukung pengembangan

pariwisata yang mana masyarakat dapat memberikan pelajaran dan menjelaskan

secara lebih rinci mengenai sejarah dan keunikan yang dimiliki.

Anda mungkin juga menyukai