Anda di halaman 1dari 28

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MANUSIA DALAM ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Islam dan Psikologi

Dosen Pengampu:
Layyinah, M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Vanny Fadhila 11190700000083
Shafa Nabila Santoso 11190700000112
Chairul Imam 11190700000143
Dewi Putri Aprianto Asuro 11190700000181

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2022 M / 1444 H
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puji dan syukur atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pertumbuhan dan Perkembangan dalam Islam”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan.
Terima kasih kami ucapkan dosen pengampu Ibu Layyinah, M.Si, serta kepada
rekan-rekan yang berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 19 Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4

BAB II PEMBAHASAN 5
A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan 5
B. Periodesasi dan Tugas-tugas Perkembangan 6
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan 10

BAB III PENUTUP 11


A. Kesimpulan 11

DAFTAR PUSTAKA 12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya semua manusia berkembang dengan normal, yang mengalami


kelainan perkembangan dan beresiko untuk mengalami masalah perkembangan,
mempunyai persamaan kebutuhan baik dalam aspek fisik dan psikologisnya.
Kebutuhan yang bersifat fisik misalnya tempat tinggal yang nyaman, terpenuhinya
kebutuhan makanan yang bergizi, sedangkan kebutuhan psikisnya seperti kasih
sayang, rasa perhatian, dll.

Dalam pandangan Islam, perkembangan manusia haruslah dipandang sebagai


satu kesatuan yang utuh dan saling memiliki keterikatan. Ini mengandung arti bahwa
setiap perkembangan, baik itu perkembangan fisik, mental, sosial, emosional tidak
dapat dipisahkan dan memiliki hubungan yang kuat. Terdapat beberapa ayat Alquran
yang menunjukkan tahapan perkembangan manusia, dimana dalam ayat tersebut tidak
hanya menyebutkan perkembangan mental, akan tetapi juga menyebutkan
perkembangan fisik. Seperti yang terdapat dalam Q.S. An-Nisa’ [4]: 6 yang artinya:

“dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian
jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa
(membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu)
mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan
Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut.
kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu
adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai
Pengawas (atas persaksian itu).”

Perkembangan seseorang sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua di awal


awal kehidupan mereka, maka dari itu orang tua memiliki peran yang terkait dengan
perkembangan seseorang ketika mereka masih berada pada masa kanak-kanak. Jika
perkembangan tersebut diabaikan, kemungkinan besar tahapan perkembangan
seseorang akan mengalami gangguan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pertumbuhan dan perkembangan dalam islam dan
psikologi?
2. Apa saja yang merupakan tugas-tugas perkembangan?
3. Hal apa saja yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan?

C. Tujuan
1. Memahami definisi pertumbuhan dan perkembangan dalam islam dan psikologi
2. Memahami tugas-tugas perkembangan
3. Memahami hal-hal yang mempengaruhi faktor perkembangan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan


Perkembangan (development) adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi
sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perubahan ini bersifat
kualitatif mengenai suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang
kompleks. Menurut J.P. Chaplin terdapat beberapa arti perkembangan; (1) perubahan
yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, mulai lahir sampai mati; (2)
pertumbuhan; (3) perubahan dalam bentuk dan integrasi dari bagian-bagian jasmaniah
ke dalam bagian-bagian fungsional; dan (4) kedewasaan atau kemunculan pola-pola
dari tingkah laku yang tidak dipelajari.
Dalam pengertian tersebut, kata kunci yang menjadi bahasan utama adalah
perubahan. Perubahan dalam diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat dari
perubahan psikis, dan perubahan kuantitatif akibat perubahan fisik. Perubahan
kualitatif sering disebut dengan “perkembangan”, seperti perubahan dari tidak
mengetahui menjadi mengetahui, dari kekanak-kanakan menjadi dewasa, dan
seterusnya. Sedangkan perubahan kuantitatif sering disebut dengan “pertumbuhan”,
seperti perubahan tinggi dan berat badan. Persoalan yang menjadi topik bahasan
psikologi adalah perubahan kualitatif atau perkembangan, sebab hal ini terkait dengan
fungsi struktur kejiwaan yang kompleks beserta dinamika prosesnya.
Pembahasan secara ilmiah mengenai perubahan kualitatif dibahas dalam
Psikologi Perkembangan, yaitu salah satu cabang psikologi yang membahas tingkat
perkembangan (developmental level), taraf perkembangan (developmental stage),
tugas-tugas perkembangan (developmental tasks), dan hukum-hukum perkembangan.
Tingkat perkembangan adalah satu pembagian masa kehidupan menurut jarak
kronologis tertentu, yang berubah-ubah secara tetap. Taraf perkembangan adalah satu
periode dalam kehidupan seseorang dengan pemunculan sifat-sifat pembawaan atau
pola-pola tingkah laku. Tugas-tugas perkembangan adalah keterampilan, tingkat
prestasi, dan kemampuan menyesuaikan diri yang dianggap penting pada usia tertentu
bagi penyesuaian diri dengan sukses dari seseorang, yang dipengaruhi oleh
kematangan psikis, tekanan kultural dari masyarakat, dan hasrat-hasrat pribadi.
Sedangkan hukum-hukum perkembangan berkaitan dengan faktor-faktor yang
menentukan perkembangan, apakah dari lingkungan, keturunan, atau keduanya.
B. Periodesasi dan Tugas-tugas Perkembangan
Banyak teori mengenai periodesasi dan tugas-tugas perkembangan manusia. Sigmund
Freud dalam teori Psikoanalisa misalnya membagi perkembangan psikis manusia ke
dalam empat fase. Pertama, fase oral, fase di mana sumber kesenangan atau
kenikmatan pokok diperoleh dari kegiatan-kegiatan mulut. Seperti menyusui,
menghisap, menggigit, berbicara, mengunyah, makan, dan sebagainya. Fase ini
berlangsung selama kurang lebih satu tahun.
Kedua, fase anal, fase di mana sumber kesenangan dan kenikmatan yang
diperoleh dari kegiatan yang berasosiasi dengan rangsangan pada daerah dubur,
khususnya pada pembuangan air besar. Tahap ini berlangsung pada tahun kedua.
Tingkah laku anak tergantung pada peran dan cara ibu dalam pembiasaan akan
kebersihannya.
Ketiga, fase phalik, fase di mana pusat dinamika perkembangan pada
perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan mulai berfungsinya
organ-organ genital. Kenikmatan masturbasi serta kehidupan fantasi anak yang
menyertai aktivitas auto-erotik membuka jalan bagi timbulnya kompleks oedipus.
Istila ini diambil dari nama raja Thebes yang membunuh ayahnya dan menikahi
ibunya. Ketiga fase di atas merupakan fase pragenital yang mencerminkan belum
matangnya perkembangan seseorang.
Keempat, fase genital, fase di mana kesenangan atau kegairahan seksual
diperoleh melalui rangsangan pada organ-organ kelamin. Impuls-impuls pragenital
bukan digantikan dengan impuls-impuls genital, melainkan kateksis-kateksis pada
fase oral, anal, dan phalik lebur dan disintesiskan dengan impuls -impuls genital.
Fungsi biologis pokok dari fase genital adalah reproduksi. Pada fase ini, individu
mengalami transformasi dari narsisistik (cinta diri) menjadi orang dewasa yang
memasyarakat dan berorientasi pada kenyataan.
Erik Erikson mengemukakan delapan tahapan kehidupan manusia dengan
masalah-masalah dan keutamaan-keutamaannya. Menurut Erikson, agama merupakan
keutamaan pendorong perkembangan hidup manusia. Hal itu dapat dilihat dalam tabel
berikut ini:

No. Tahap Masalah Keutamaan


1. Oral Percaya versus Tidak Percaya Harapan

2. Anal Otonomi versus Malu dan Rasa Salah Kekuatan


Kehendak

3. Genital Inisiatif versus Rasa Salah Tujuan

4. Latensi Usaha versus Rasa Rendah Diri Kemampuan

5. Remaja Identitas versus Kekacauan Peran Kesetiaan

6. Pemud Intimasi versus Isolasi Cinta


a

7. Dewas Generativitas versus Stagnasi Perhatian


a

8. Tua Integritas Diri versus Putus Asa Kebijaksanaan

Rentang kehidupan manusia yang digambarkan di dalam Psikologi


Perkembangan bersifat rendah (dunya) dan hanya temporer. Kehidupan manusia
sebatas pada kehidupan dunia, dimulai pra-natal sampai pada kematian. Manusia
seakan-akan hidup dan mati begitu saja tanpa ada rencana dan tujuan hidup yang
hakiki. Dalam Psikologi Islam, manusia memiliki struktur ruh yang keberadaannya
menjadi esensi manusia. Struktur ruh memiliki alam tersendiri yang disebut alam
arwah, yang berada di luar dan di dalam alam dunia. Alam ruh di luar alam dunia ada
kalanya sebelum kehidupan dunia dan ada kalanya sesudahnya. Oleh sebab itu,
kehidupan manusia meliputi tiga alam besar, yaitu alam perjanjian, alam dunia, dan
alam akhirat.
Alam perjanjian (alam misaq) merupakan alam pra-kehidupan dunia dan
menjadi rencana dan memberi motivasi kehidupan manusia di dunia. Pada alam ini,
struktur biologis manusia belum terbentuk dan satu-satunya struktur yang
bereksistensi adalah ruh. Saiyid Husen Naser menyatakan bahwa alam ini berkaitan
dengan asrar alast (rahasia alastu) yang Allah telah memberikan perjanjian
primordial kepada manusia. Sedangkan Ikhwan Shafa menyatakan bahwa alam ini
berkaitan dengan ruh di alam perjanjian atau disebut ‘alam al-’ardh al-awwal.
Keberadaan alam ini didasarkan firman Allah SWT.: (1) Surat al-Ahzab ayat
72 menerangkan bahwa Allah SWT. menawarkan amanah kepada langit, bumi,
gunung, dan ruh manusia, namun kesemuanya enggan menerimanya kecuali ruh
manusia; (2) Surat al-A’raf ayat 172 menerangkan tentang perjanjian primordial atau
perjanjian pada zaman azali (zaman sebelum adanya alam dunia) antara Allah SWT.
dengan anfus (dengan makna ruh) tentang pengakuan Allah SWT. sebagai Tuhan-nya;
(3) Surat al-Baqarah ayat 30 menerangkan tentang rencana Allah SWT. untuk
menjadikan manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi; dan (4) Surat al-Zariyat
ayat 56 menerangkan tentang tujuan penciptaan manusia di muka bumi, yakni untuk
beribadah kepada-Nya.
Alam dunia (dunyawiy) yang merupakan alam pelaksanaan atas rencana Tuhan
yang telah ditetapkan pada alam primordial. Tugas-tugas perkembangan dalam
kehidupan di alam dunia adalah aktualisasi atau realisasi diri terhadap perjanjian
tersebut, sehingga kualitas dan integritas kehidupan manusia sangat tergantung sejauh
mana ia mampu merealisasikan perjanjian tersebut. Pada alam ini, selain struktur ruh
juga telah terbentuk struktur jasad. Gabungan antara ruh dan jasad menjadi satu
struktur yang disebut dengan struktur nafsani.
Berbeda dengan alam arwah, struktur manusia di alam dunia ini memiliki
proses graduasi (tadarruj) sebab ia terikat dengan hukum-hukum jasmaniah. Oleh
karena itu, alam ini memiliki periodesasi dengan tugas-tugas perkembangannya.
Penentuan periodesasi dalam Psikologi Islam didasarkan atas pemikiran (1) bahwa
kehidupan dunia merupakan realisasi dari kehidupan alam perjanjian sebagai bekal
untuk alam akhirat; (2) bahwa Psikologi Islam tidak hanya membicarakan periode dan
tugas-tugas perkembangan secara apa adanya tetapi juga bagaimana seharusnya; dan
(3) bahwa pengkajian Psikologi Islam beranjak dari aksioma wahyu melalui metode
deduktif, bukan dari metode induktif.
Berdasarkan pemikiran tersebut, periodesasi dalam Psikologi Islam dapat
ditentukan sebagai berikut. Pertama, periode pra-konsepsi, yaitu periode
perkembangan manusia sebelum masa pembuahan sperma dan ovum. Tugas-tugas
perkembangan periode ini–yang diperankan oleh orang tua anak–adalah (1) mencari
pasangan hidup yang baik. Pertimbangan baik-buruk mengenai pasangan hidup
ditentukan oleh empat aspek, yaitu kecantikan-ketampanan, kekayaan, keturunan, dan
agama. Keempat aspek yang paling ditonjolkan oleh Nabi Muhammad adalah aspek
agama, sebab hal ini akan membawa keberuntungan hidup di dunia dan akhirat; (2)
segera menikah secara sah setelah cukup umur dan telah disepakati oleh berbagai
pihak. Hamil sebelum menikah akan mengakibatkan efek psikologis negatif pada
perkembangan kehidupan anak, terutama perkembangan kehidupan keagamaannya;
(3) membangun keluarga yang sakina (damai dan sejahtera) di atas prinsip cinta-kasih
(mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) dengan landasan iman dan takwa; (4) selalu
berdoa kepada Allah SWT. agar diberi keturunan yang baik, terutama ketika memulai
persetubuhan.
Meskipun dalam periode ini wujud manusia belum terbentuk, namun perlu
dikemukakan sebab hal ini berkaitan dengan “bibit” manusia. Sebuah pasangan yang
ideal, baik dari aspek kecantikan-ketampanan, kekayaan, keturunan, apalagi
agamanya, akan melahirkan generasi yang berkualitas.
Kedua, periode pra-natal, yaitu periode perkembangan manusia yang dimulai
dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Periode ini dibagi empat
fase: (1) fase nuthfah (zigot) yang dimulai sejak pembuahan sampai usia 40 hari
dalam kandungan; (2) fase ‘alaqah (embrio) selama 40 hari; (3) fase mughghah
(janin) selama 40 hari; dan (4) fase peniupan ruh ke dalam janin setelah genap empat
bulan, yang mana janin manusia telah terbentuk secara baik, kemudian ditentukan
hukum-hukum perkembangannya, seperti masalah-masalah yang berkaitan dengan
perilaku (seperti sifat, karakter, dan bakat), kekayaan, batas usia, dan
bahagia-celakanya. Fase tersebut menunjukkan bahwa nyawa kehidupan telah ada
sejak adanya pembuahan, namun ruh baru ditiupkan setelah usia empat bulan dalam
kandungan.
Firman Allah SWT pada Surah al-Hajj ayat 5: “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan (orang tua) kamu (Nabi Adam) dari tanah, kemudian (kamu sebagai
keturunannya Kami ciptakan) dari setetes mani, lalu segumpal darah, lalu segumpal
daging, baik kejadiannya sempurna maupun tidak sempurna, agar Kami jelaskan
kepadamu (tanda kekuasaan Kami dalam penciptaan). Kami tetapkan dalam rahim
apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan.”
Sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya salah satu di antara kalian diciptakan dalam
perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah, lalu empat puluh hari
lagi menjadi alaqah, dan empat puluh hari menjadi mudhghah. Kemudian Allah
menyuruh malaikat untuk menulis empat perkara, yaitu amal, rizki, ajar, dan
celaka-bahagianya, kemudian ruh ditiupkan ke dalamnya.” (HR. al-Bukhari dari ‘Abd
Allah”).
Tugas-tugas perkembangan yang diperankan oleh orang tua adalah (1)
memelihara suasana psikologis yang damai dan tentram, agar secara psikologis janin
dapat berkembang secara normal; (2) senantiasa meningkatkan ibadah dan
meninggalkan maksiat, terutama bagi ibu, agar janinnya mendapat sinaran cahaya
hidayah dari Allah SWT.; dan (3) berdoa kepada Allah SWT, terutama sebelum empat
bulan dalam kandungan, sebab masa-masa itu hukum-hukum perkembangan akan
ditetapkan.
Ketiga, periode kelahiran sampai meninggal dunia. Periode ketiga ini memiliki
beberapa fase. Untuk mengetahui fase itu setidaknya terdapat tiga ayat yang dapat
diperhatikan: “Kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang
diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun,
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya (QS.
al-Hajj:5).
Pada QS. al-Hajj:5 dan QS. al-Rum:54 menunjukan bahwa kehidupan dunia
terbagi atas tiga fase, yaitu:
(1) Fase kanak-kanak (al-thifl) atau fase di mana kondisi seseorang masih
lemah (karena bayi atau anak-anak)
(2) Fase baligh atau fase di mana kondisi seseorang menjadi kuat dan dewasa.
(3) Fase usia lanjut, yang secara psikologis ditandai dengan kepikunan dan
secara biologis ditandai dengan rambut keubanan dan kondisi tubuh yang
lemah.
Sementara pada QS. al-Hadid:20 menunjukan lima fase kehidupan dunia,
yaitu:
(1) Fase permainan (la’ib), dimulai post-natal sampai sekitar usia 5 tahun.
Pada fase ini, anak hanyalah barang permainan yang dimainkan oleh
orang dewasa. Ia tidak memiliki inisiatif hidup, melainkan sekadar
mengikuti naluri hidupnya
(2) Fase main-main (labw), dimulai sekitar usia 6 tahun sampai usia 13 tahun.
Pada fase ini, kehidupan manusia adalah untuk main-main untuk
kesenangan semata, tanpa memiliki tujuan yang hakiki.
(3) Fase menghias dan mempercantik diri (ziaanab), dimulai sekitar usia 14
tahun sampai pada 24 tahun. Pada fase ini, hidup adalah untuk
mempercantik diri karena masa pubernya mulai tumbuh. Ia tidak lagi
memikirkan dirinya, tetapi bagaimana ia dapat memiliki dan diakui orang
lain.
(4) Fase bermegah-megahan (tafakbur), dimulai sekitar usia 25 tahun sampai
39 tahun. Pada fase ini, kecenderungan seseorang adalah
bermegah-megahan terhadap apa yang telah dirintis dari fase sebelumnya,
seperti gelar akademik, pekerjaan, dan peran di dalam masyarakat.
(5) Fase memperbanyak (takatsur) dan menikmati harta dan anak, dimulai
sekitar usia 40 tahun sampai meninggal dunia.

Pada 2 ayat pertama lebih diperlihatkan perkembangan manusia dari sudut


bagaimana seharusnya, sehingga menentukan perkembangan manusia menurut ukuran
mampu-tidaknya menerima taklif (beban kewajiban religius). Sedangkan pada QS.
al-Hadid:20 lebih memperlihatkan perkembangan manusia menurut ukuran
perkembanagan psikis manusia.
Merujuk beberapa hadits dan ayat yang berhubungan dengan tugas-tugas
perkembangan manusia, dapat diperoleh kesimpulan bahwa fase-fase perkembangan
adalah:
1. Fase neo-natus, dimulai kelahiran sampai kira-kira minggu keempat.
Tugas-tugas perkembangan yang dilakukan oleh orang tua adalah:
a. Membacakan azan di telinga kanan dan membacakan iqamah di telinga
kiri ketika anak baru dilahirkan.
b. Memotong akikah.
c. Memberi nama yang baik
d. Membiasakan hidup yang bersih dan suci.
e. Memberi ASI sampai usia dua tahun.
2. Fase kanak-kanak, yaitu fase yang dimulai usia sekitar sebulan sampai usia 7
tahun. Tugas-tugas perkembangan adalah:
a. Pertumbuhan potensi-potensi indera dan psikologis, seperti
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani.
b. Memepersiapkan diri dengan cara membiasakan dan melatih hidup
yang baik, seperti dalam berbicara, makan, bergaul, penyesuaian diri
dengan lingkungan, dan berperilaku.
3. Fase tamyiz, yaitu fase di mana anak mulai mampu membedakan yang baik
dan buruk, yang benar dan yang salah. Fase ini dimulai usia sekitar - sampai
13 tahun. Tugas-tugas perkembangannya adalah:
a. Perubahan persepsi kongkrit menuju pada persepsi yang abstrak,
misalnya persepsi mengenai ide-ide ketuhanan, alam akhirat, dan
sebagainya.
b. Pengembangan ajaran-ajaran normatif agama melalui institusi sekolah,
baik yang berkenaan dengan aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotorik.
4. Fase baligh, yaitu fase di mana usia anak telah sampai dewasa. Usia ini anak
telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban
tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial. Menurut
al-Ghazali menyebutnya dengan fase ‘aqilfase di mana tingkah intelektual
seseorang dalam kondisi puncaknya, sehingga ia mampu membedakan perilaku yang
benar dan salah, baik dan buruk. Kondisi ‘aqil menjadi salah satu syarat wajib bagi
seseorang untuk menerima suatu beban agama.
Penentuan fase ini agak sulit, sebab kriterianya boleh jadi berdasarkan
pertumbuhan biologis atau tingkat kematangan psikologis. Para pakar dari
kalangan psikolog menentukan bahwa awal fase ini ditandai dengan
kemampuan seseorang dalam memahami suatu beban taklif baik menyangkut
dasar-dasar kewajiban, jenis-jenis kewajiban, dan prosedur atau cara
pelaksanaannya.
Tugas-tugas perkembangan pada fase ini adalah:
a. Memahami segala titah Allah SWT. dengan memperdalam ilmu
pengetahuan.
b. Menginternalisasikan keimanan dan pengetahuannya dalam tingkah
laku nyata, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga,
komunitas sosial, alam semesta, maupun pada Tuhan.
c. Memiliki kesediaan untuk mempertanggungjawabkan apa yang
diperbuat, sebab pada fase ini seseorang telah memiliki kesadaran dan
kebebasan penuh terhadap apa yang dilakukan.
d. Membentengi diri dari segala perbuatan maksiat dan mengisi diri
dengan perbuatan baik, sebab masa puber merupakan masa di mana
dorongan erotis mulai tumbuh dan berkembang pesat.
e. Menikah jika telah memiliki kemampuan, baik kemampuan fisik dan
psikis.
f. Membina keluarga yang sakinah, yaitu keluarga dalam menempuh
bahtera kehidupan selalu dalam keadaan cinta (mawaddah) dan kasih
sayang (rahmah) dengan landasan keimanan dan ketakwaan.
g. Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang bermanfaat bagi diri
sendiri, keluarga, sosial, dan agama secara mendalam.
5. Fase kearifan dan kebijakan, yaitu fase di mana seseorang memiliki tingkat
kesadaran dan kecerdasan emosional, moral, spiritual, dan agama secara
mendalam. Fase ini dimulai usia 40 tahun sampai meninggal dunia.
Tugas-tugas perkembangan fase ini adalah:
a. Transinternalisasi sifat-sifat rasul yang agung. Sifat-sifat yang
dimaksud seperti jujur (shidiq), dapat dipercaya apabila diberi
tanggung jawab (amanah), menyampaikan kebenaran (tabligh), dan
memiliki kecerdasan spiritual (fathanah).
b. Meningkatkan kesadaran akan peran sosial dengan niatan amal salih.
c. Meningkatkan ketakwaan dan kedekatan kepada Allah SWT.
d. Mempersiapkan diri sebaik mungkin, sebab usia-usia seperti ini
mendekati masa-masa kematian. Seseorang akan menyesali diri jika
dalam hidupnya terutama di usia senja tidak melakukan suatu aktivitas
yang bermanfaat bagi orang lain atau bagi Tuhan-Nya sebab jika batas
kematian telah tiba maka tidak akan dapat ditunda barang sedetikpun.
Pada Fase ini seseorang terkadang tidak mampu mengaktualisasikan
potensinya, bahkan kesadarannya menurun atau bahkan menghilang.
Kondisi ini disebabkan karena menurunnya syaraf-syaraf atau
organ-organ tubuh lainnya sehingga menjadi kepikunan. Karena
demikian kondisi kesadarannya sehingga ia terbebas dari segala
tuntutan hukum agama seperti sholat, puasa, atau ibadah ibadah yang
lain.
6. Fase kematian yaitu Fase di mana nyawa telah hilang dari jasad manusia.
Hilangnya nyawa menunjukkan pisahnya Ruh dan jasad manusia, yang
merupakan akhir dari kehidupan dunia. Kematian terjadi ada yang dikarenakan
batas kehidupan (ajal) Telah tiba, sehingga tanpa sebab apapun jika ajal ini
telah tiba maka manusia mengalami kematian, Ada pula karena organ organ
kehidupan fisik yang vital terjadi kerusakan atau terputus, seperti karena
terkena penyakit, dibunuh, bunuh diri, dan sebagainya.
Fase kematian diawali dengan adanya Naza’, Yaitu awal pencabutan nyawa
oleh malaikat maut (malaikat izrail), Sehingga berpisah dengan jasad. Bagi
orang mukmin, Fase ini merupakan Fase permulaan mendapatkan kebahagiaan
yang hakiki. Menurut Ikhwan al-Shafa, ruh dapat menikmati kebahagiaan
yang hakiki apabila telah terlepas dari jasad. Kematian merupakan pintu
masuk bagi kebahagiaan Ruh yang sesungguhnya. Yang dimaksud tentunya
Ruh yang Suci yang kesaksiannya telah di terima. Sebaliknya bagi orang kafir
atau orang zalim, Fase ini Merupakan Fase permulaan mendapat siksa,
Dengan adanya Sakrah al-maut (kesulitan atau kesakitan dalam menghadapi
kematian). Setelah kematian, jasad manusia dikubur dan kembali menjadi
tanah sebab ia berasal dari tanah, sementara ruhnya kembali ke alam arwah.
Fase ini disebut dengan Fase Barzah, yaitu Fase antara kematian sampai
datangnya hari kiamat.
Tugas tugas perkembangan pada Fase ini adalah:
a. Memberikan Wasiat kepada keluarga jika terdapat masalah yang perlu
diselesaikan, seperti Wasiat tentang pengembalian hutang,
mewakafkan sebagian hartanya untuk keperluan agama, dan
sebagainya.
b. Tidak mengingat apapun kecuali berzikir kepada Allah SWT.
c. Mendengarkan secara Seksama talqin yang dibacakan oleh
keluarganya dan kemudian menentukannya. Talqin secara bahasa
berarti Pengajaran secara doktriner, Sedangkan menurut istilah adalah
pelajaran mengucapkan lafal la ilaha Illa Allah (tiada Tuhan selain
Allah) yang diucapkan untuk mengingatkan pada orang yang akan
meninggal dunia, agar matinya dalam keadaan busn al-khatimah.
d. Bagi orang yang hidup Maka diwajibkan untuk memandikan,
memberikan kafan, menshalati, dan mengubur jasad mayat.
Alam terakhir dari perkembangan Manusia adalah alam Akherat. Alam ini
dimulai dari kematian manusia sampai datangnya hari kiamat, yaitu hari di
mana manusia memperoleh balasan atas aktivitas yang pernah ia lakukan di
dunia. Alam ini memiliki beberapa periode:
a. Pertama, periode tiupan Sangkakala dan kebangkitan yang disebut
dengan yawm al-Ba’ats.
e. Kedua, periode dikumpulkan di Padang Mahsyar yang disebut dengan
yawm al-basyr. Semua manusia yang baru bangkit dari kubur nya
dikumpulkan dalam satu tempat, di mana ketika itu masing masing
orang memiliki kesibukan sendiri sendiri, sehingga tidak
mempedulikan orang lain, sekalipun keluarganya sendiri.
f. Ketiga, perhitungan amal dengan timbangan Mizan. Sekecil apapun
perbuatan yang dilakukan maka akan dapat balasan. Perbuatan baik
akan mendapatkan surga, sedangkan perbuatan buruk akan
mendapatkan neraka.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan


1. Aliran Nativisme
Nativisme merupakan salah satu aliran yang menitikberatkan pandangannya
pada peranan sifat bawaan, keturunan, dan kebakaan penentu dari perkembangan
tingkah laku seseorang. Terdapat juga persepsi tentang ruang dan waktu tergantung
pada faktor-faktor alamiah atau pembawaan dari lahir. Pada aliran nativisme, hereditas
menjadi penentu tingkah laku. J. Drever Juga menyatakan bahwa hereditas sebagai
anugerah alam yang mempunyai hukum-hukumnya tersendiri
Asumsi ini didasari oleh pandangan bahwa pada diri anak dan orang tua
terdapat banyak kesamaan, baik fisik maupun psikis. Setiap manusia pasti nya
memiliki gen, dan gen tersebut adalah butiran kecil yang terdapat di dalam sel-sel
kelamin manusia yang dipindahkan dari orang tua atau keturunan dahulunya.
Manshur Ali Rajab Mengungkapkan ada lima macam yang dapat diwariskan
dari orang tua kepada anaknya, yaitu yang bersifat jasmaniah seperti warna kulit atau
bentuk tubuh, Intelektual individu, tingkah laku individu, bersifat alamiah yaitu
pewarisan internal yang dibawa sejak kelahiran anak tanpa pengaruh dari faktor
eksternal, dan yang terakhir adalah pewarisan yang bersifat sosiologis yang
dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Aliran ini juga disebut sebagai aliran pesimistik dan deterministik yang dapat
melihat manusia ibarat robot. Hukum dari deterministik adalah yang dikembangkan
pada aliran ini sangat terbatas, yaitu sebatas pengaruh hereditas. tingkah laku manusia
harus menyerah pada hukum kewarisan yang diwarisi orang tua. Hukum deterministik
ini sebenarnya masih ada macamnya yang lebih mendalam daripada hukum
deterministik di atas. Kalau menurut Poedjawijayatna ada hukum determinisme
material dan determinisme religius.
Aliran nativisme ini dikembangkan oleh psikologi Barat karena bercorak
antroposentris. Selain teorinya yang melepaskan diri dari hal-hal yang berbau agama
yang transendental, aliran ini juga masih satu rumpun dengan aliran empirisme.
apabila keturunan dapat mewarisi tingkah laku pada keturunannya maka sebenarnya
hal itu dapat direkayasa dan dimodifikasi, walaupun sifatnya tidak langsung.
nativisme menitikberatkan penentuan tingkah laku dari sudut lingkungan sebelum
anak dilahirkan sedangkan empirisme setelah anak dilahirkan.
2. Aliran Empirisme
Aliran empirisme biasa disebut dengan aliran environmentalisme, maksudnya
adalah aliran yang menitikberatkan pandangannya pada peranan lingkungan sebagai
suatu penentu perkembangan tingkah laku. Psikologis yang mendasari aliran ini adalah
tentang manusia lahir dalam keadaan netral, tidak memiliki pembawaan apapun.
Dirinya seperti kertas putih yang dapat ditulisi apa saja yang dikehendaki. Perwujudan
tingkah laku ditentukan oleh luar diri yang disebut dengan lingkungan dengan kiat-kiat
rekayasa yang bersifat impersonal dan direktif. Bayi lahir memiliki kecenderungan
yang sama dengan bayi lainnya mereka menangis apabila merasa lapar, dan sakit. Jadi
semua bayi yang lahir itu selalu dalam keadaan netral atau kosong dan perbedaan
tingkah laku yang tampak kemudian disebabkan oleh pengaruh lingkungan dalam
proses kehidupannya.
Aliran empirisme juga dikenal sebagai aliran yang optimis dan positivistik. Hal
ini disebabkan karena adanya anggapan bahwa suatu tingkah laku menjadi lebih baik
apabila dirangsang oleh usaha-usaha yang nyata. Perkembangan tingkah laku manusia
bukanlah seperti robot yang diprogram secara deterministik, apalagi menyerah pada
pembawaan nasibnya. Satu hal yang tidak mampu dijelaskan oleh teori aliran ini
adalah adanya tingkah laku tertentu diluar kesadaran mereka. tingkah laku itu tiba-tiba
ada tanpa pengaruh dari luar. ar-razzaq uini bersifat abstrak yang datangnya sulit
dideteksi. Kondisi tingkah laku seperti inilah yang sebenarnya sulit dijelaskan oleh
aliran ini sendiri.
Penggunaan hewan sebagai objek penelitian psikologi bukan tanpa alasan.
Para psikologi tidak mungkin menggunakan manusia sebagai objek eksperimentalnya,
Sebab hal itu menyalahi prinsip kemerdekaan dan kebebasan hidup manusia. Namun
bukan berarti bahwa hasil penelitian terhadap hewan itu dapat dikonsumsikan untuk
manusia, sebab kehidupan manusia tidak mekanik, tetapi mempunyai kemampuan
memilih. Jika hasil penelitian itu dipaksakan untuk konsumsi manusia maka terjadi apa
yang disebut dengan dehumanisasi
3. Aliran Konvergensi
Penyelidikan Stern Memberikan bukti tentang kebenaran dari teorinya. Ia telah
mengadakan penelitian dengan anak-anak kembar di Hamburg. Jika dilihat dari faktor
endogen atau faktor genetik anak yang kembar mempunyai sifat keturunan yang dapat
dikatakan sama. Tapi anak-anak tersebut dipisahkan dari pasangannya dan
ditempatkan pada pengaruh lingkungan yang berbeda. Ada pemisahan ini segera
dilakukan setelah kelahiran. Ternyata akhirnya anak-anak itu mempunyai sifat-sifat
yang berbeda dengan pasangannya, sekalipun secara keturunan mereka dapat
dikatakan relatif mempunyai kesamaan.
Aliran konvergensi ini meskipun dapat menyatukan dan memberikan sintesis
antara kedua aliran di atas, namun sebenarnya aliran ini tidak memiliki kerangka
filosofis tersendiri tentang hakikat manusia. Aliran ini tiba-tiba muncul dan
menetralisir antara kedua belah pihak yang bertentangan. Jikalau dugaan ini Benar
berarti keunggulan yang terdapat pada aliran konvergensi mesti disertai dengan
kelemahan-kelemahan yang dimiliki kedua aliran di atas sebab Ia hanya
mengkonversikan teori tanpa mengkaji ulang konstruksi filosofisnya.
Konsep dari psikologi Islam yang diasumsikan dari struktur nafsani tidak
menerima ketiga aliran tersebut. Di samping karena kelemahan-kelemahan, Ketiga
Teori ini hanya mengorientasikan teorinya pada pola pikir antroposentris. Jadi
perkembangan kepribadian manusia seakan-akan hanya dipengaruhi oleh faktor
manusia. Manusia dalam pandangan psikologi Islam telah memiliki seperangkat
potensi, disposisi dan karakter unik. Semua potensi itu bukan diturunkan dari orang
tua melainkan diberikan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Potensi-potensi itu melalui
struktur rohani. Oleh karena itu maka struktur rohani disebut juga Fitrah Al
Munazzalah (yang diturunkan). Jadi secara potensial kondisi kejiwaan manusia tidak
Netral apa lagi kosong seperti kertas putih namun secara aktual manusia tidak
memiliki kebaikan atau keburukan yang diwarisi, Kebaikan sangat tergantung pada
realisasi dirinya.
Perkembangan kehidupan manusia bukanlah diprogram secara deterministik,
seperti robot, mesin atau otomatis. Manusia secara fitri memiliki kebebasan dan
kemerdekaan dalam mengaktualisasikan potensinya. la berhak memiliki dan
menentukan jalan hidupnya sendiri. Dalam Al-Qur'an banyak ditemukan ayat - ayat
yang menunjukkan kemerdekaan dan kebebasan manusia dalam berkepribadian.
Misalnya kebebasan memilih agama ( QS . al - Kahfi : 29 , al - Baqarah : 256 , dan al -
Kafirun : 6 ), kebebasan memilih salah satu dari dua jalan, yaitu jalan ketakwaan dan
kelacuran ( QS . al - Balad : 8-10 , al - Syams : 7-10 ) , kebebasan memilih kehidupan
dunia saja atau akhirat saja , atau keduanya ( QS . al - Baqarah : 200-201 ). Oleh
karena kebebasan inilah maka manusia dituntut untuk mengupayakan tingkah lakunya
secara baik. Tanpa diupayakan maka potensinya tidak akan berkembang ( QS . al -
Ra'd : 11 , al - Najm : 39-41).
Faktor hereditas boleh jadi menjadi salah satu faktor perkembangan . Hal itu
diisyaratkan dalam hadits nabi bahwa pemilihan jodoh itu harus dilihat dari empat segi,
yaitu harta, keturunan, kecantikan dan agama. Nabi kemudian menganjurkan untuk
memilih agamanya agar kelak rumah tangganya menjadi bahagia dan selamat. Hadits
ini menunjukkan pentingnya faktor hereditas dalam perkembangan anak, sehingga jauh
- jauh sebelumnya ia telah memilih garis keturunan yang baik agar anaknya nanti
memiliki bawaan yang baik pula.
Di dalam al-quran banyak ditemukan sosok perkembangan yang salih dimana
perkembangan itu dipengaruhi oleh faktor keturunan orangtua. Islam menganjurkan
kepada manusia agar setiap manusia memiliki keturunan yang berkepribadian tangguh,
baik, dan ahli beribadah (QS. Ali Imran:38 al-Nisa:9, Ibrahim:40, al-Ahqaf:15). Perlu
dicatat bahwa di dalam kebaikan garis keturunan itu ada juga yang menurunkan
keturunan yang buruk, jahat, dan zalim (QS. al-Shaffat:113). Jadi keturunan orang tua
bukan satu-satunya faktor yang menentukan kepribadian individu. Baik-buruknya
kepribadian individu sangat tergantung pada faktor-faktor yang kompleks, seperti
faktor lingkungan, potensi bawaan, keturunan, bahkan takdir Tuhan.
Demikian juga Psikologi Islam mengakui adanya peran lingkungan dalam
penentuan perkembangan. Pengakuan ini bukan berarti mengabaikan faktor keturunan
dan perbedaan individu. Banyak ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang peran
lingkungan. Misalnya seruan amar makruf dan nahi munkar (QS. Ali
Imran:104,110,114), belajar menuntut ilmu agama kemudian mendakwahkan untuk
orang lain (QS. al-Taubah:122), seruan kepada orang tua agar memelihara keluarganya
dari tingkah laku yang memasukkan ke dalam neraka (QS. al-Tahrim:6), seruan
melaksanakan shalat dan sabar, serta seruan melakukan tilawah, tazkiyah, dan belajar
kitab atau hikmah (QS. Thaha:132, al-Baqarah:151).
Satu lagi faktor penentu perkembangan manusia yang sangat ditonjolkan
dalam Psikologi Islam, yaitu faktor-faktor bawaan yang merupakan sunnah atau tagdir
Allah untuk manusia. Misalnya bawaan memikul amanat (QS. al-Ahzab:72), bawaan
menjadi khalifah di muka bumi (QS. al-Baqarah:30), bawaan menjadi hamba Allah
agar selalu beribadah kepada-Nya (QS. al-Zariyat:56), bawaan untuk mentauhidkan
Allah SWT. (QS. al-A'raf:172). Dan juga faktor-faktor perbedaan individu, misalnya
perbedaan karunia yang diberikan (QS. al-Nisa':32), perbedaan kemampuan dan status
(QS. Hud:93, al-Nisa':32, al-An'am:152, al-Baqarah:286), perbedaan bakat, minat,
dan watak (QS. al-Isra:84), perbedaan jenis kelamin, bangsa dan negara
(QS.al-Hujurat:13), perbedaan bangsa dan warna kulit (QS.al-Rum:22).
Nabi Musa As. dan permaisuri Fir'aun Sekalipun berdomisili dan dibesarkan
di lingkungan yang korup, namun mereka tetap memiliki perkembangan kepribadian
yang kokoh (QS. al-Tahrim:11. al-Sy’ara:18). Ibrahim As. yang diasuh oleh pembuat
patung untuk disembah masih berkepribadian tegar dalam meyakini keberadaan
Tuhan (QS. al-An'am:74). Sebaliknya, Kan'an putra Nuh As. berkepribadian kufur
meskipun lingkungannya baik (QS. al-Maidah:27). Abu Lahab dan istrinya meskipun
mendapatkan prioritas dakwah Nabi Muhammad SAW namun mereka tetap dalam
kezalimannya (QS. al-Lahab:1-5).
Diskursus Psikologi Perkembangan Islam, sebagaimana yang berkembang di
dalam tradisi ilmu-ilmu keislaman klasik (terutama disiplin teologi), lebih banyak
menyoroti siapa yang memiliki otoritas dalam menciptakan perkembangan tingkah
laku, bukan lagi mempermasalahkan faktor apa yang mempengaruhi
perkembangannya. Permasalahan tersebut dijawab oleh dua paham besar, yaitu:
a. Paham jabar
Jabar secara harfiah berarti memaksa. Sedang arti istilahnya adalah
suatu paham yang meyakini bahwa perkembangan tingkah laku itu berasal dari
ciptaan Allah SWT. Allah adalah Zat yang menciptakan potensi sekaligus
menciptakan perkembangan tingkah laku manusia. Penciptaan ini mengenai
ketentuan baik-buruk, bahagia-celaka, kaya-miskin, batas kematian, jodoh,
dan sebagainya.
Alasan yang mendukung paham ini adalah ;
1) Adanya sejumlah ayat Al-Quran yang mengisyaratkan kehendak mutlak
Allah SWT dalam menentukan tingkah laku manusia.
2) Allah memiliki power (qudrah) dan kehendak (iradah) yang mutlak.
Apabila Allah tidak menciptakan tingkah laku manusia berarti sifat
Khaliq-nya tidak sempurna.
3) Apabila manusia memiliki kemampuan untuk bertingkah laku berarti
kekuatan Allah memiliki perserikatan dengan kemampuan manusia.
4) Allah telah mengatur semua urusan manusia di zaman azali.
5) Setiap kehidupan yang temporal sangat tergantung pada yang mutlak.
Tingkah laku manusia merupakan sesuatu yang temporal, sedangkan
kehendak Allah merupakan sesuatu yang mutlak.
Berdasarkan alasan di atas maka tingkah laku manusia sesungguhnya
merupakan ciptaan dan bawaan dari Allah SWT semata.
Paham jabar dikembangkan oleh banyak pemikir muslim, mulai dari
yang radikal sampai yang agak moderat. Kelompok radikal beranggapan
bahwa tingkah laku manusia itu diciptakan oleh Allah secara mutlak. Manusia
tidak memiliki daya upaya sama sekali. Sedang bagi kelompok yang agak
moderat beranggapan bahwa manusia memiliki daya upaya walaupun tidak
efektif. Ketidakefektifan itulah yang menjadikan campur tangan Allah dalam
pembentukan tingkah laku. Kelompok radikal dikembangkan oleh Ja'd ibn
Dirham, Jahm ibn Shafwan, Dirar ibn Umar dari aliran Jabariyah. Sedang dari
kelompok yang agak moderat seperti Husein ibn Muhammad al-Najjar, Abu
Hasan al-Asy’ariy, al-Ghazaliy dan Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawiy.
b. Paham Qadar
Paham ini berkeyakinan bahwa perkembangan tingkah laku itu
diciptakan dan diusahakan oleh manusia itu sendiri. Manusia memiliki
kemampuan (qudrah) dan kehendak (iradah) penuh untuk menciptakan
tingkah lakunya. Iradat dan kudrat Allah telah dilimpahkan (tafwid) kepada
manusia melalui penciptaan potensi dan daya bawaan. Dengan potensi dan
daya bawaan itu manusia mampu bertingkah laku apa saja yang ia kehendaki.
Alasan yang mendukung paham ini adalah:
1) Adanya ayat ayat Al-Qur'an yang mengisyaratkan kebebasan kehendak
(al-hurriyat al-iradat) manusia
2) Allah Maha Adil. Dia tidak akan menganiaya manusia. Mungkinkah Allah
menentukan perkembangan tingkah laku manusia kemudian
menghakiminya? Apakah penciptaan tingkah laku buruk-Nya itu
dilimpahkan kesalahan pada manusia? Jawabannya tentu tidak
3) Allah memberikan taklif (beban melakukan kewajiban), mengutus rasul,
memberi hidayah agama dan wahyu, selanjutnya manusia diserukan untuk
mengikutinya. Jika tidak ada kebebasan berarti semuanya itu sia-sia.
Paham qadar dikembangkan oleh sejumlah pemikir Islam, mulai dari
yang radikan sampai yang agak moderat. Kelompok radikal beranggapan
bahwa tingkah laku ditentukan oleh manusia sendiri tanpa campur tanga
tuhan. Sedangkan bagi kelompok yang agak moderat beranggapan bahwa
gerak tingkah laku dari Allah, sedangkan bentuknya dari manusia itu sendri.
Atau Allah menciptakan sebab-sebab tertentu agar manusia mencarinya
melalui tingkah lakunya. Kelompok radikal seperti Ma'bad al-Juhaini, Ghilan
al-Dimasyqi, Washil ibn Atha', al-Nazham, Abu Huzail al-Allaf, al-Jubba'i,
Muammar ibn Abbad, Bisyr ibn al-Mu'tamir, Abu Musa al-Murdar, Abu
Manshur al-Muturidi. Sedangkan kelompok yang agak moderat misalnya Abu
Bakar al-Bagillaniy dan Yusuf ibn Muhammad al-Juawainiy.
Kedua paham tersebut sebenarnya tidak perlu dipertentangkan
melainkan harus dikonvergensikan. Masing-masing memiliki kelebihan dan
kelemahan tersendiri. Kelebihan paham yang satu untuk menutupi kelemahan
paham yang lain. Sebaliknya kelemahan yang satu dapat ditutupi dengan
kelebihan yang lain.
Struktur nafsani merupakan anugrah Allah untuk spesies manusia. Pemberian
Struktur tensi atau daya. Dengan potensi dan daya itu manusia mampu bertingkah
laku meskipun Allah SWT telah menciptakan struktur nafsani bukan berarti Dia tidak
berbuat atau tidak aktif lagi. Dalam keaktifan tingkah laku manusia itu sebenarnya
terdapat keaktifan Allah. Tanpa keaktifan-Nya maka manusia, termasuk seluruh alam
ini, akan hancur dan rusak.
Keaktifan Allah dalam kepribadian manusia diwujudkan dalam bentuk
pemberian sunnah dan hidayah (QS. al-A'la:2-3, Thaha:50). Sunnah dan hidayah
merupakan anugerah, pertolongan (inayat) dan Ketentuan (taqdir)-Nya untuk
kebaikan perkembangan hidup manusia. Sunnah Allah adalah hukum-hukum atau
aturan-aturan Allah yang ditetapkan untuk struktur nafsani manusia agar tetap lestari
dan berdaya fungsi. Sedangkan hidayah adalah petunjuk Allah yang berupa
Al-Qur’an (OS. al-Bagarah:2), yang mengandung ajaran agama. Apabila struktur
nafsani manusia mau mengikuti sunnah dan hidayah Allah maka akan memiliki
tingkat perkembangan kehidupan yang baik.
Sunnah Allah terhadap fitrah nafsani terbagi atas dua kategori.
1. Sunnah yang berkaitan dengan aspek fisiknya.
Sunnah ini berupa aturan dan cara memelihara, melindungi, dan melestarikan
aspek fisik manusia, seperti indera, sistem saraf, sistem kelenjar, tulang, daging,
dan sebagainya. Aturan itu misalnya makan, minum, tidur, olahraga, hubungan
seksual, dan sebagainya. Dengan menempuh sunnah ini maka fisik manusia
menjadi sehat, stabil, dan berfungsi.
2. Sunnah yang berkaitan dengan aspek psikisnya. Sunnah ini berupa aturan dan cara
membahagiakan, menyenangkan dan memberikan ketentraman psikis manusia.
Aturannya seperti memperbanyak ilmu, berpikir, berdzikir, menghindari diri dari
sifat-sifat tercela, dan mengisi diri dari sifat-sifat yang mulia. Dengan menempuh
sunnah ini maka psikis manusia jadi sehat.
Sedangkan hidayah Allah sangat membantu manusia dalam menemukan jati
dirinya. Manusia dengan kemampuannya sendiri tanpa diberi hidayag maka sulit
menemukan jati dirinya. Adam As. telah menggunakan semua potensinya, bahkan
menguasai semua ilmu, namun ia belum mampu menjaga eksistensinya yang baik,
sehingga ia terlempar dari surga. Adam As. baru memiliki eksistensi sebenarnya
ketika ia diberi hidayah dari Allah (QS. Al-Baqarah:31-33, 38).
4. Ibnu Thufail dan Teori Perkembangan
Ibnu Thufail (lahir 1110 M) seorang psikolog-spekulatif telah menulis karya
roman filosofis. Judul karya yang monumental itu adalah Hayy ibn Yaqzhan. Dalam
karyanya, ia menceritakan perkembangan seorang anak di kepulauan India. Nama
anak itu adalah Hayy ibnu Yagzhan. Asal-usul anak ini kurang jelas. Konon ia adalah
anak yang diciptakan dari kudrat dan iradat Allah secara langsung dari tanah. Versi
lain dikatakan, bahwa anak itu lahir dari pasangan yang menikah secara rahasia. Ibu
Hayy adalah adik dari seorang Raja yang jatuh cinta dengan seorang laki-laki biasa
bernama yaqzan dan inilah sebab mengapa pernikahan itu dilarang. Buah
pernikahannya melahirkan Hayy. Karena takut diketahui oleh kakaknya yang
merupakan seorang Raja, maka Hayy dimasukkan ke dalam peti dan dibuangnya ke
laut. Peti Hayy terdampar di sebuah pulau terpencil yang tidak berpenghuni manusia.
Seekor Rusa yang anaknya baru saja mengalami kematian segera mendekati
peti itu. Bayi (Hayy) yang ada di dalam peti segera diambil dan dikira anaknya
sendiri. Sebagaimana lazimnya seorang ibu, Rusa itu menyusui bayi tersebut dengan
kasih sayang. Sebaliknya, bayi itu memanganggao Rusa sebagai layaknya ibunya
sendiri. Hayy akhirnya tumbuh sebagaimana lazimnya manusia biasa. Perkembangan
kepribadiannya dilalui melalui tujuh fase :
1) Usia bayi sampai usia 7 tahun ia disusui dan diasuh oleh Rusa.
Pada fase ini ia telah banyak menirukan bahasa dan tingkah laku binatang,
mengetahui cara menutup alat kelaminnya, mengetahui cara bertahan hidup
dengan mencari makan dan melindungi diri dari binatang buas.
2) Fase kematian rusa.
Hayy membedah tubuh Rusa dan berusaha mengetahui sebab-sebab kematian
rusa itu. Pembedahan ini menghasilkan pengetahuan indrawi melalui eksperimen.
Hayy berkesimpulan bahwa dalam tubuh itu terdapat sebuah ruh. Apabila ruh
meninggalkannya maka tubuh itu mengalami kematian.
3) Hayy telah menemukan api dan mengetahui cara mempergunakannya.
4) Usia 28 tahun Hayy meneliti jisim-jisim di alam al-kawn dan al-fasad.
Ia menemukan integritas dan kompleksitas tubuh dan ruh. Ia juga mengetahui
hukum-hukum kesesuaian dan keseimbangan benda-benda materi dan
bentuk-bentuknya.
5) Hayy telah mampu mengamati angkasa luar dan apa yang terdapat di dalamnya,
baik bintang-bintang maupun planet-planetnya.
Ia berkesimpulan bahwa bintang-bintang itu sebagai jisim yang berkesudahan
dalam kebulatan planet. Pada fase iNI, Hayy telah menemukan konsep qadim dan
baharunya alam.
6) Usia 35 tahun ia menemukan pengetahuan bahwa jiwa yang telah terpisah dari
badan memiliki tempat kembali tersendiri. Pada fase ini pula ia berkeyakinan
adanya wajib al-wujud (wajib adamyaTuhan). Fase ini Hayy telah menemukan
kebenaran falsafi dari hasil perenungan dan pemikirannya.
7) Keyakinan adanya kebahagiaan dan kesengsaraan jiwa yang hakiki. Apabila jiwa
telah menyaksikan (musyahadah) dengan wajib al-wujud maka ia telah
mengalami kebahagiaan yang hakiki, tetapi apabila ia tidak menemui-Nya maka
ia dalam kesengsaraan yang abadi. Hayy pada fase ini telah mengetahui
pengetahuan mistik latihan (riyadhah) dan kesungguhan dalam beribadah
(mujahadah).
Hayy telah menemukan pengetahuan (ma'rifat) dan kebahagiaan dalam
kesendiriannya. Pada suatu saat Hayy ditemukan oleh seorang yang singgah di pulau
sebelahnya. Namanya adalah Asal. Asal kemudian mengajari bahasa manusia dan
Hayy pun mampu menangkapnya. Asal juga menceritakan adanya Allah, Malaikat,
surga dan neraka yang cerita itu dikutip dari ajaran agama. Semua cerita Asal itu tidak
ada yang bertentangan dengan pengetahuan Hayy.
Asal kemudian mengajak Hayy untuk singgah di pulau aslinya. Pulau itu
diperintah oleh teman Asal. Namanya adalah Salaman. Salaman telah menerima
ajaran agama Islam seperti yang diajarkan oleh para rasul. Ia memberlakukan ajaran
itu kepada masyarakatnya dan masyarakat pun dengan penuh keyakinan
melaksanakan ajaran tersebut. Ketika terjadi dialog antara Hayy dengan masyarakat
maka terjadi perbedaan-perbedaan cara pandang. Masyarakat umum tidak mampu
menangkap pengetahuan falsafi dan mistik Hayy, sehingga mereka mencemooh
pemikirannya. Hayy sadar bahwa pengetahuannya itu tidak akan mampu diterima
oleh manusia biasa. Manusia biasa lebih baik mengikuti ajaran normatif agama,
karena ajaran agama itu mampu membahagiakan jiwa mereka. Oleh sebab itu Hayy
kembali lagi ke pulau aslinya.
Kisah Hayy yang ditulis oleh Ibnu Thufail ini memiliki implikasi tersendiri
dalam teori Psikologi Perkembangan Islam. Implikasi itu diantaranya:
1) Manusia secara kodrati dan fitri telah memiliki potensi dasar untuk mengetahui,
memikirkan, dan merasakan sesuatu. Potensi itu dapat aktual dan menjadi suatu
kepribadian apabila diusahakan. Tanpa diusahakan ia tidak akan menjadi aktual.
Jadi manusia bukanlah netral apalagi kosong dari potensi atau kecenderungan.
2) Perkembangan kepribadian manusia seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan potensi nafsaniahnya. Artinya, pertumbuhan aspek fisik manusia
memiliki korelasi dengan perkembangan aspek psikis. Semakin tua usia fisik
manusia maka semakin meningkat kualitas pengetahuan dan pemikirannya.
3) Lingkungan (seperti masyarakat, pendidikan dan kebudayaan) bukan
satu-satunya faktor yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian. Hayy
merupakan sosok yang hidup di hutan tanpa teman sesama manusia. Ia hanya
berteman dengan binatang, tetapi ia mampu mengembangkan kepribadiannya
secara maksimal, bahkan lebih unggul dari pada masyarakat yang telah
berbudaya dan beradab waktu itu.
4) Manusia dan hewan memiliki kodrat dan potensi bawaan yang berbeda.
Keduanya walaupun hidup dalam satu ekosistem tetapi masing-masing akan
memiliki hukum perkembangan sendiri-sendiri. Perbedaan kepribadian itu
bukan ditentukan oleh pengaruh lingkungan melainkan ditentukan oleh kodrat
dan potensi bawaannya. Oleh sebab itu, temuan-temuan dari hasil
eksperimentasi hewan tidak selalu dapat digunakan untuk mempelajari
kepribadian manusia, sebab keduanya memiliki substansi dan esensi yang
berbeda.
5) Tuhan sebagai wajibul wujud merupakan asal dan tujuan dari segala
perkembangan hidup manusia. Sebab Dia-lah yang menciptakan dan memberi
potensi bawaan. Manusia yang tidak memiliki kepribadian ilahiah berarti ia
belum mampu memfungsikan potensi dasarnya secara maksimal.
6) Kisah Hayy tersebut mengandung tujuan yang lebih tinggi, bahwa agama bagi
masyarakat maju sama pentingnya dengan filsafat dan psikologi (=tasawwuf).
Teori perkembangan seharusnya tidak hanya didasarkan atas pemikiran falsafi
dan psikologi semata, tetapi juga perlu ditemukan dengan konsep-konsep
agama. Apabila konsep agama belum mampu diintegrasikan dalam sistem
psikologi kepribadian maka paling tidak ia dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan, perbandingan, sehingga agama dapat menjadi frame of reference
atau menjadi salah satu corak atau mazhab dalam Psikologi Perkembangan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan (development) adalah serangkaian perubahan progresif yang
terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perubahan ini bersifat
kualitatif mengenai suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang
kompleks. Pembahasan secara ilmiah mengenai perubahan kualitatif dibahas dalam
Psikologi Perkembangan.
Rentang kehidupan manusia yang digambarkan di dalam Psikologi
Perkembangan bersifat rendah dan hanya temporer. Kehidupan manusia sebatas pada
kehidupan dunia, dimulai pra-natal sampai pada kematian. Dalam Psikologi Islam,
kehidupan manusia meliputi tiga alam besar, yaitu alam perjanjian, alam dunia, dan
alam akhirat. Periodesasi dalam Psikologi Islam dapat dibagi menjadi tiga periode.
Pertama, periode pra-konsepsi, yaitu periode perkembangan manusia sebelum masa
pembuahan sperma dan ovum. Kedua, periode pra-natal, yaitu periode perkembangan
manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran.
Ketiga, periode kelahiran sampai meninggal dunia.
Manusia dan hewan memiliki kodrat dan potensi bawaan yang berbeda.
Keduanya walaupun hidup dalam satu ekosistem tetapi masing-masing akan memiliki
hukum perkembangan sendiri-sendiri. Perbedaan kepribadian itu bukan ditentukan
oleh pengaruh lingkungan melainkan ditentukan oleh kodrat dan potensi bawaannya.
Oleh sebab itu, temuan-temuan dari hasil eksperimentasi hewan tidak selalu dapat
digunakan untuk mempelajari kepribadian manusia, sebab keduanya memiliki
substansi dan esensi yang berbeda.
Kisah Hayy mengandung tujuan yang lebih tinggi, bahwa agama bagi
masyarakat maju sama pentingnya dengan filsafat dan psikologi (=tasawwuf). Teori
perkembangan seharusnya tidak hanya didasarkan atas pemikiran falsafi dan psikologi
semata, tetapi juga perlu ditemukan dengan konsep-konsep agama. Apabila konsep
agama belum mampu diintegrasikan dalam sistem psikologi kepribadian maka paling
tidak ia dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan, perbandingan, sehingga agama
dapat menjadi frame of reference atau menjadi salah satu corak atau mazhab dalam
Psikologi Perkembangan.
DAFTAR PUSTAKA

Mujib, A., & Mudzakir, J. (2001). Nuansa-nuansa psikologi Islam. Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai