Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERENCANAAN PEMBELAJARAN
“ MODEL PEMBELAJARAN 4D ”

Dosen Pengampu : Fitri Nurlaili, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 4 Prodi Akuntansi :

Ayu kameliani 3202201014


Sela 3202201010

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS BANTEN JAYA
TAHUN 2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, sebab karena rahmat dan
nikmat Nyalah kami dapat menyelesaikan sebuah tugas makalah pengembangan
kurikulum.
           Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas dari dosen yang
bersangkutan agar memenuhi tugas yang telah ditetapkan, dan juga agar setiap mahasiswa
dapat terlatih dalam pembuatan makalah. Makalah ini berjudul“Model Pembelajaran
Menggunakan Metode 4D”.
           Kami sebagai penyusun makalah ini, sangat berterima kasih kepada penyedia sumber
walau tidak dapat secara langsung untuk mengucapkannya.
Kami menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, begitu pun
dengan kami  yang masih seorang mahasiswa. Dalam pembuatan makalah ini
mungkin masih banyak sekali kekurangan-kekurangan yang ditemukan, oleh karena
itu kami memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami mengharapkan ada kritik dan
saran dari para pembaca sekalian dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya.

Serang , 17 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR .......................................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ..................................................................................................1
B.    Rumusan Masalah..............................................................................................2
C.    Tujuan ................................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Pengembangan.........................................................................3
B. Tahap Pengembangan Pembelajaran Model 4D...................................................4

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan .............................................................................................................10
B. Saran .......................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui saat ini, sebagian besar keadaan pembelajaran di sekolah-
sekolah kita masih sangat konvensional, seperti penyampaian materi hanya
diceramahkan, penyusunan materi yang sekedarnya atau materi hanya bersumber dari
buku-buku teks yang belum tentu sesuai dengan keadaan sekolahnya, padahal buku-
buku teks yang banyak beredar saat ini adalah produk nasional yang tidak
memperhatikan karakteristik tiap satuan pendidikan seperti yang dinginkan kurikulum
saat ini, yaitu kurikulum 2013.

Dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa guru diharapkan
mengembangkan materi pembelajaran sendiri, yang kemudian dipertegas malalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang
Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran
yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk mengembangkan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Salah satu elemen dalam RPP adalah
sumber belajar. Dengan demikian, guru diharapkan untuk mengembangkan bahan
pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar.

Bahan Pembelajaran merupakan komponen isi pesan dalam kurikulum yang harus
disampaikan kepada siswa. Komponen ini memiliki bentuk pesan yang beragam, ada
yang berbentuk fakta, konsep, prisnsip/kaidah, prosedur, problema, dan sebagainya.
Komponen ini berperan sebagai isi atau materi yang harus dikuasai oleh siswa dalam
kegiatan pembelajaran. Ruang lingkup materi pembelajaran telah tersusun secara
sistematis dalam struktur organisasi kurikulum dalam hal ini adalah standar isi.

Dalam mengembangkan bahan pembelajaran perlu diperhatikan model-model


pengembangan guna memastikan kualitasnya, seperti yang diungkapkan oleh Syaiful
Sagala (2005:136), penggunaan model pengembangan bahan pembelajaran yang
pengembangan pengajaran secara sistematik dan sesuai dengan teori akan menjamin
kualitas isi bahan pembelajaran. Model-model tersebut antara lain, model ADDIE,
ASSURE, Hannafin dan Peck, Gagne and Briggs serta Dick and Carry.

Dari beberapa model tersebut tentu memiliki karakteristik masing-masing yang perlu
lebih dalam lagi dipahami. Maka dari itu kita peroleh bahwa pemilihan bahan
pembelajaran perlu diperhatikan dalam kesesuaian dengan standar isi dan lebih-lebih
pemilihan bahan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Oleh karena

1
itu, pada makalah ini akan membahasas mengenai model-model pengembangan bahan
ajar yang dianggap penting diketahui untuk mengembangkan bahan ajar.

1.2Rumusan Masalah

 Bagaimana prosedure pembelajaran model 4D?


 Apa yang dimaksud model pengembangan ?

1.3Tujuan Penelitian

 Untuk mengetahui prosedure pembelajaran model 4D.


 Untuk mengetahui pengertian model pengembangan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN MODEL PENGEMBANGAN

Model pengembangan diartikan sebagai proses desain konseptual dalam upaya


peningkatan fungsi dari model yang telah ada sebelumnya, melalui penambahan
komponen pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan kualitas pencapaian
tujuan (Sugiarta, 2007:11). Pengembangan model dapat diartikan sebagai upaya
memperluas untuk membawa suatu keadaan atau situasi secara berjenjang kepada
situasi yang lebih sempurna atau lebih lengkap maupun keadaan yang lebih baik.

Pengembangan disini artinya diarahkan pada suatu program yang telah atau sedang
dilaksanakan menjadi program yang lebih baik. Hal ini seiring dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Adimiharja dan Hikmat, 2001:12 (dalam Sugiarta A.N, 2007:24)
bahwa “pengembangan meliputi kegiatan mengaktifkan sumber, memperluas
kesempatan, mengakui keberhasilan, dan mengintergrasikan kemajuan”.

Pengembangan model baru disusun berdasarkan pengalaman pelaksanaan program


yang baru dilaksanakan, kebutuhan individu atau kelompok, dan disesuaiakan dengan
perkembangan dan perubahan lingkungan belajar warga belajar. Adapun model-model
desain pengembangan pembelajaran sebagai berikut :
 Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran
level mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih.
Contohnya adalah model ASSURE.
 Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk
menghasilkann suatu produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video
pembelajaran, multimedia pembelajaran, atau modul. Contoh modelnya adalah
model hannafin and peck.
 Satu lagi adalah model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran
untuk menghasilkan suatu, sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti
desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah, dll. contohnya adalah model
ADDIE.
 Selain itu ada pula yang biasa kita sebut sebagai model prosedural dan model
melingkar. Contoh dari model prosedural adalah model Dick and Carrey
sementara contoh model melingkar adalah model Kemp.

3
Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan kita,
beberapa keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah
satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di
lapangan, selain itu juga, kita dapat mengembangkan dan membuat model turunan
dari model-model yang telah ada, ataupun kita juga dapat meneliti dan
mengembangkan desain yang telah ada untuk dicobakan dan diperbaiki. Kesemua
model tersebut juga dapat dimodifikasi untuk melakukan pengembangan bahan ajar.

2.2 TAHAP PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL 4D

Model 4D merupakan salah satu metode penelitian dan pengembangan. Model


4D digunakan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran
.Model pengembangan perangkat Four-D Model disarankan oleh Sivasailam
Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel (1974).
Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan yaitu Define, Design, Develop,
dan Disseminate atau diadaptasikan menjadi model 4-D, yaitu pendefinisian,
perancangan, pengembangan, dan penyebaran.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap pengembangan dapat


dijelaskan sebagai berikut:

1 Define (Pendefinisian)

Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan


syarat-syarat pengembangan. Dalam model lain, tahap ini sering dinamakan analisis
kebutuhan. Tiap-tiap produk tentu membutuhkan analisis yang berbeda-beda. Secara
umum, dalam pendefinisian ini dilakukan kegiatan analisis kebutuhan pengembangan,
syarat-syarat pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan pengguna serta

4
model penelitian dan pengembangan (model R & D) yang cocok digunakan untuk
mengembangkan produk. Analisis bisa dilakukan melalui studi literature atau
penelitian pendahuluan.
Thiagarajan (Online), menganalisis 5 kegiatan yang dilakukan pada tahap
define yaitu: analisis ujung depan (front-end analysis), analisis siswa (learner
analysis), analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis)  dan
perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives).

a) Front and analysis. 


Analisa awal dilakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan dasar
permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran sehingga melatarbelakangi
perlunya pengembangan (Thiagarajan, dkk 1974). Dengan melakukan analisis awal
peneliti/pengembang memperoleh gambaran fakta dan alternatif penyelesaian. Hal ini
dapat membantu dalan menentukan dan pemilihan perangkat pembelajaran yang akan
dikembangkan.
Pada tahap ini, guru melakukan diagnosis awal untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran.

b) Learner analysis. 
Analisa peserta didik merupakan kegiatan mengidentifikasi bagaimana
karakteristik peserta didik yang menjadi target atas pengembangan perangkat
pembelajaran. Karakteristik yang dimaksud ialah berkaitan dengan kemampuan
akademik, perkembangan kognitif, motivasi dan keterampilan individu yang berkaitan
dengan topik pembelajaran, media, format, dan bahasa.
Pada tahap ini dipelajari karakteristik peserta didik, misalnya: kemampuan,
motivasi belajar, latar belakang pengalaman, dsb

c) Task analysis.
Analisa tugas bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan yang dikaji
peneliti untuk kemudian dianalisa ke dalam himpunan keterampilan tambahan yang
mungkin diperlukan (Thiagarajan, dkk 1974).Dalam hal ini, pendidik menganalisa
tugas pokok yang harus dikuasai peserta didik agar peserta didik bisa mencapai
kompetensi minimal yang ditetapkan.
Guru menganalisis tugas-tugas pokok yang harus dikuasai peserta didik agar
peserta didik dapat mencapai kompetensi minimal.

d) Concept analysis. 
Dalam analisa konsep dilakukan identifkasi konsep pokok yang akan
diajarkan, menuangkannya dalam bentuk hirarki, dan merinci konsep-konsep individu
ke dalam hal yang kritis dan tidak relevan (Thiagarajan, dkk 1974). Analisa konsep
selain menganalisis konsep yang akan diajarkan juga menyusun langkah-langkah
yang akan dilakukan secara rasional.

5
Analisa konsep ini meliputi analisa standar kompetensi yang bertujuan untuk
menentukan jumlah dan jenis bahan ajar dan analisis sumber belajar, yaitu identifikasi
terhadap sumber-sumber yang mendukung penyusunan bahan ajar.

e) Specifying instructional objectives.


Perumusan tujuan pembelajaran berguna untuk merangkum hasil dari analisa
konsep (concept analysis) dan analisa tugas (task analysis) untuk menentukan
perilaku objek penelitian (Thiagarajan, dkk 1974).Rangkuman tersebut akan menjadi
landasan dasar dalam menyusun tes dan merancang perangkat pembelajaran untuk
selanjutnya diintegrasikan ke dalam materi perangkat pembelajaran yang akan
digunakan. enulis tujuan pembelajaran, perubahan perilaku yang diharapkan setelah
belajar dengan kata kerja operasional.

2 Design (Perancangan)

Tahap perancangan bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran.


Thiagarajan, dkk (online) membagi perancangan menjadi empat langkah yang harus
dilakukan pada tahap ini, yaitu: (1) penyusunan standar tes (criterion-test
construction), (2) pemilihan media (media selection) yang sesuai dengan karakteristik
materi dan tujuan pembelajaran, (3) pemilihan format (format selection), yakni
mengkaji format-format bahan ajar yang ada dan menetapkan format bahan ajar yang
akan dikembangkan, (4) membuat rancangan awal (initial design) sesuai format yang
dipilih. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a Penyusunan tes acuan patokan (constructing criterion-referenced test)


Menurut Thiagarajan, dkk (1974), penyusunan tes acuan patokan merupakan
langkah yang menghubungkan antara tahap pendefinisian (define) dengan tahap
perancangan (design). Tes acuan patokan disusun berdasarkan spesifikasi tujuan
pembelajaran dan analisis siswa, kemudian selanjutnya disusun kisi-kisi tes hasil
belajar. Tes yang dikembangkan disesuaikan dengan jenjang kemampuan kognitif.
Penskoran hasil tes menggunakan panduan evaluasi yang memuat kunci dan pedoman
penskoran setiap butir soal.

b Pemilihan media (media selection)


Pemilihan media dilakukan untuk mengidentifikasi media pembelajaran yang
relevan dengan karakteristik materi. Lebih dari itu, media dipilih untuk menyesuaikan
dengan analisis konsep dan analisis tugas, karakteristik target pengguna, serta rencana
penyebaran dengan atribut yang bervariasi dari media yang berbeda-beda.hal ini
berguna untuk membantu siswa dalam pencapaian kompetensi dasar. Artinya,
pemilihan media dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan bahan ajar dalam
proses pengembangan bahan ajar pada pembelajaran di kelas.

6
c Pemilihan format (format selection)
Pemilihan format dalam pengembangan perangkat pembelajaran ini
dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi pembelajaran, pemilihan strategi,
pendekatan, metode pembelajaran, dan sumber belajar. Format yang dipilih adalah
yang memenuhi kriteria menarik, memudahkan dan membantu dalam pembelajaran.

d Rancangan awal (initial design)


Menurut Thiagarajan, dkk (online), “initial design is the presenting of the
essential instruction through appropriate media and in a suitable
sequence.”  Rancangan awal yang dimaksud adalah  rancangan seluruh perangkat
pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum ujicoba dilaksanakan. Hal ini juga
meliputi berbagai aktivitas pembelajaran yang terstruktur seperti membaca teks,
wawancara, dan praktek kemampuan pembelajaran yang berbeda melalui praktek
mengajar.

Dalam tahap perancangan, peneliti sudah membuat produk awal (prototype)


atau rancangan produk. Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap ini dilakukan
untuk membuat modul atau buku ajar sesuai dengan kerangka isi hasil analisis
kurikulum dan materi. Dalam konteks pengembangan model pembelajaran, tahap ini
diisi dengan kegiatan menyiapkan kerangka konseptual model dan perangkat
pembelajaran (materi, media, alat evaluasi) dan mensimulasikan penggunaan model
dan perangkat pembelajaran tersebut dalam lingkup kecil.

Sebelum rancangan (design) produk dilanjutkan ke tahap berikutnya, maka


rancangan produk (model, buku ajar, dsb) tersebut perlu divalidasi. Validasi
rancangan produk dilakukan oleh teman sejawat seperti dosen atau guru dari bidang
studi/bidang keahlian yang sama. Berdasarkan hasil validasi teman sejawat tersebut,
ada kemungkinan rancangan produk masih perlu diperbaiki sesuai dengan saran
validator.

3 Develop (Pengembangan)

Thiagarajan (Online), membagi tahap pengembangan dalam dua kegiatan


yaitu: expert appraisal dan developmental testing. Expert appraisal merupakan teknik
untuk memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan produk. Dalam kegiatan ini
dilakukan evaluasi oleh ahli dalam bidangnya. Saran-saran yang diberikan digunakan
untuk memperbaiki materi dan rancangan pembelajaran yang telah
disusun. Developmental testing merupakan kegiatan uji coba rancangan produk pada
sasaran subjek yang sesungguhnya. Pada saat uji coba ini dicari data respon, reaksi
atau komentar dari sasaran pengguna model. Hasil uji coba digunakan memperbaiki
produk. Setelah produk diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai memperoleh
hasil yang efektif.

7
Dalam konteks pengembangan bahan ajar (buku atau modul), tahap
pengembangan dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan modul atau buku
ajar tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan peserta didik
yang akan menggunakan modul atau buku ajar tersebut. Hasil pengujian kemudian
digunakan untuk revisi sehingga modul atau buku ajar tersebut benar-benar telah
memenuhi kebutuhan pengguna. Untuk mengetahui efektivitas modul atau buku ajar
tersebut dalam meningkatkan hasil belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberi soal-
soal latihan yang materinya diambil dari modul atau buku ajar yang dikembangkan.

Tujuan tahap pengembangan ini adalah untuk menghasilkan bentuk akhir


perangkat pembelajaran setelah melalui revisi berdasarkan masukan para pakar
ahli/praktisi dan data hasil ujicoba.

Dalam konteks pengembangan model pembelajaran, kegiatan pengembangan


(develop) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1)      Validasi model oleh ahli/pakar. Hal-hal yang divalidasi meliputi panduan


penggunaan model dan perangkat model pembelajaran. Tim ahli yang dilibatkan
dalam proses validasi terdiri dari: pakar teknologi pembelajaran, pakar bidang studi
pada mata pelajaran yang sama, pakar evaluasi hasil belajar. Revisi model
berdasarkan masukan dari para pakar pada saat validasi

         Menurut Thiagarajan, dkk (1974: 8), “expert appraisal is a technique for


obtaining suggestions for the improvement of the material.” Penilaian para
ahli/praktisi terhadap perangkat pembelajaran mencakup: format, bahasa, ilustrasi dan
isi. Berdasarkan masukan dari para ahli, materi pembelajaran di revisi untuk
membuatnya lebih tepat, efektif, mudah digunakan, dan memiliki kualitas teknik yang
tinggi.

2)      Uji coba (developmental testing)  terbatas dalam pembelajaran di kelas, sesuai


situasi nyata yang akan dihadapi. Revisi model berdasarkan hasil uji
coba Implementasi model pada wilayah yang lebih luas. Selama proses implementasi
tersebut, diuji efektivitas model dan perangkat model yang dikembangkan. Pengujian
efektivitas dapat dilakukan dengan eksperimen atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Cara pengujian melalui eksperimen dilakukan dengan membandingkan hasil belajar
pada kelompok pengguna model dan kelompok yang tidak menggunakan model.
Apabila hasil belajar kelompok pengguna model lebih bagus dari kelompok yang
tidak menggunakan model maka dapat dinyatakan model tersebut efektif. Cara
pengujian efektivitas pembelajaran melalui PTK dapat dilakukan dengan cara
mengukur kompetensi sebelum dan sesudah pembelajaran. Apabila kompetensi
sesudah pembelajaran lebih baik dari sebelumnya, maka model pembelajaran yang
dikembangkan juga dinyatakan efektif.

8
4 Disseminate (Penyebarluasan)

Thiagarajan (Online), membagi tahap dissemination dalam tiga kegiatan


yaitu: validation testing, packaging, diffusion and adoption. Pada tahap validation
testing, produk yang sudah direvisi pada tahap pengembangan kemudian
diimplementasikan pada sasaran yang sesungguhnya. Pada saat implementasi
dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan. Pengukuran ini dilakukan untuk
mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Setelah produk
diimplementasikan, pengembang perlu melihat hasil pencapaian tujuan. Tujuan yang
belum dapat tercapai perlu dijelaskan solusinya sehingga tidak terulang kesalahan
yang sama setelah produk disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan
adalah melakukan packaging (pengemasan),  diffusion and adoption. Tahap ini
dilakukan supaya produk dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Pengemasan model
pembelajaran dapat dilakukan dengan mencetak buku panduan penerapan model
pembelajaran. Setelah buku dicetak, buku tersebut disebarluaskan supaya dapat
diserap (diffusi) atau dipahami orang lain dan digunakan (diadopsi) pada kelas
mereka. Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap dissemination dilakukan
dengan cara sosialisasi bahan ajar melalui pendistribusian dalam jumlah terbatas
kepada guru dan peserta didik. Pendistribusian ini dimaksudkan untuk memperoleh
respons, umpan balik terhadap bahan ajar yang telah dikembangkan. Apabila respon
sasaran pengguna bahan ajar sudah baik maka baru dilakukan pencetakan dalam
jumlah banyak dan pemasaran supaya bahan ajar itu digunakan oleh sasaran yang
lebih luas.

9
BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan

 Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para
ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model
berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model
prosedural dan model melingkar.
 Contoh modelnya adalah model hannafin and peck. Satu lagi adalah model
beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem
pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu pelatihan, kurikulum
sekiolah, dll. contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada pula yang biasa kita
sebut sebagai model prosedural dan model melingkar. Contoh dari model prosedural
adalah model Dick and Carrey sementara contoh model melingkar adalah model
Kemp.
 Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan kita,
beberapa keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah
satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di
lapangan, selain itu juga, kita dapat mengembangkan dan membuat model turunan
dari model-model yang telah ada, ataupun kita juga dapat meneliti dan
mengembangkan desain yang telah ada untuk dicobakan dan diperbaiki.

3.2Saran

                Berdasarkan hasil penulisan makalah ini, penulis memberikan beberapa saran, yaitu
penbaca dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang bagaimana prosedure
model pengembangan ADDIE dan 4D dalam pembelajaran.

10
DAFTAR PUSTAKA

 Kukuh, Adri. 2014. Model – Model Pengembangan Bahan Ajar (Addie, Assure, Hannafin


Dan Peck, Gagne And Briggs Serta Dick And Carry), Borg And Gall, 4d [Online].
Tersedia: http://belajarpendidikanku.blogspot.com/2013/02/model-model-pengembangan-
bahan-ajar.html [5 Oktober 2014]
 Depdiknas. 2005. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Undang-UndangRepublik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005.
 Depdiknas.      2007.   Juknis  Pengembangan  Model  pembelajaran  di  SMA.Jakarta: Dir
ektorat Pembinaan SMA.
 Robert Maribe Branch. 2013. Instructional Design: The ADDIE Approach
  Sugiarto. 2011. Landasan Pengembangan Bahan Ajar. Materi Workshop Penyusunan
Buku Ajar Bagi Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
 Tarigan, D & Tarigan. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa
 Thiagarajan, S., Semmel, D. S & Semmel, M. I. 1974. Instructional Development for
Training Teachers of Expectional Children. Minneapolis, Minnesota: Leadership
Training Institute/Special Education, University of Minnesota.Four-D Model (Model
Pengembangan Perangkat Pembelajaran dari Thiagarajan, dkk)

11

Anda mungkin juga menyukai