Anda di halaman 1dari 14

Nama : Gusti Aralist

Kelas : 2A – Ilmu Politik


Nim : 11211120000098

Partai Politik Lokal

A. Pengertian Partai Politik Lokal


Menurut Muhammad Jafar, (2009:34), partai politik lokal terdiri dari sejumlah besar
anggota masyarakat yang memiliki kepentingan yang kurang lebih sama, berjuang secara
teratur sebagai bagian dari negara-bangsa, dan sepakat untuk mewujudkan suatu kepentingan
tersebut. Lalu memperolehmanfaat dan diwujudkan melalui pengelolaan posisi politik atau
nasional. Manfaat ini juga diperebutkan dan diwujudkan melalui kontrol pemerintah oleh
badan perwakilan (parlemen) atau melalui protes dan demonstrasi (di luar parlemen) yang
memiliki ruang yang sebenarnya sangat berguna bagi pengambil keputusan nasional.
Partai lokal bisadiartikandengan dua cara. Pertama, ada partai politik yang hanya ada di
wilayah tertentu, seperti kabupaten/kota tertentu atau negara bagian tertentu. Namun, partai-
partai lokal tidak hanya dapat memperebutkan kursi di DPRD, termasuk DPD, tapi juga
bisamemperebutkan perolehan kursi di DPR, termasuk pimpinan. Sampai batas tertentu,
partai semacam itu dapat dikatakan mewakili wilayah tertentu. Kedua partai politik lokal
yang hanya ada di daerah dan hanya berpartisipasi dalam pemilihan umum yang
memperebutkan jabatan publik lokal baik di legislatif maupun eksekutif. Fokus dan arah
partai-partai lokal cenderung lebih pada isu-isu regional dari pada isu-isu nasional.
(Muhammad Jafar, 2009: 34-35)

B. Landasan Historis Partai Politik Lokal di Indonesia


1. Historis Berdasarkan Nasional
Keberadaan partai politik lokal di Indonesia sebenarnya bukanlah hal
baru dalam sistem politik Indonesia pascakemerdekaan. Partai-partai lokal
Indonesia pertama kali menjadi menonjol dalam pemilu 1955, karena mereka
didukung oleh otonomi politik saat itu dan undang-undang serta pemilu yang
mendukung mereka. Pemilu 1955 didasarkan pada UUD 1950 dan Undang-
Undang Nomor 7 tentang Pemilihan Anggota Panitia Rakyat dan Anggota
Panitia Rakyat tahun 1953. Sebelumnya partai politik didirikan, dan
masyarakat merasakan pentingnya pembentukan partai politik dengan
ketentuan partai-partai tersebut harus ikut serta dalam perjuangan NKRI yang
semakin intensif. (F.A. Satria Putra,2021:80)
Kemudian, pada tanggal 3 November 1945, dikeluarkan pernyataan
pemerintah atas usul Badan Koordinasi Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP).
Diterbitkan maklumat pemerintah 3 November 1945 yang mengenai:
a. Pemerintah lebih memilih munculnya partai politik, karena
keberadaan partai politik dapat mengalirkan semua paham yang ada di
masyarakat.
b. Pemerintah menginginkan agar partai-partai politik diorganisasikan
sebelum pemilihan anggota Majelis Rakyat Januari 1946. 145 Memberi ruang
kepada daerah untuk menyampaikan aspirasinya secara penuh, berdasarkan
ketentuan parpol dan pemilu. Tidak perlu sistem kepartaian yang berkuasa di
seluruh Indonesia. Kemudian, partai-partai politik lokal dan beberapa dari
partai-partai ini dibentuk.(F.A. Satria Putra, 2021:80-81)
Namun, pemilihan umum 1955 merupakan pemilihan terbuka di mana
semua organisasi politik berkompetisi di tingkat nasional. Akibatnya,partai
lokal tidak dapat membuat perbedaan besar dalam pemilihan nasional, karena
hanya ada di satu daerah. Partai politik dalam negeri, di sisi lain, dapat
mengumpulkan suara dari berbagai daerah. Pemilihan dewan kota diadakan
sebelum pemilihan 1955, dan DPRD terpilih. Pemilihan umum diadakan pada
tahun 1951 di dua daerah, Minahasa dan Yogyakarta. Sementara 25 anggota
DPRD dipilih secara langsung dalam pemilu Minahasa, Yogyakarta secara
tidak langsung memilih 40 anggota DPRD dengan peraihan 7.268 suara
pemilih yang dikumpulkan lima minggu kemudian. FA Putra Satria, 2021: 82
(F.A. Satria Putra, 2021:82)

2. Historis Berdasarkan Daerah Aceh


Dikutip dari salah satu artikel penulis Devita Retno, (2019)Perang 30
tahun yang menggabungkan gempa dan tsunami membawa banyak kesulitan
dan kerugian bagi Aceh. Setelah penandatanganan MoU, situasi aman dan
damai berangsur-angsur muncul. Berdasarkan poin-poin MoU, pemerintah
Indonesia telah sepakat untuk mendukung pembentukan partai politik
berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional hingga satu tahun
setelah penandatanganan MoU ini.
Hasil negosiasi MOU Helsinki kemudian dimasukkan ke dalam
Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) tahun 2006. Pasal 75
memberikan izin untuk mendirikan partai politik. Pemerintah pusat kemudian
mengeluarkan Surat Keputusan (PP) No. 20 tahun 2007 tentang partai lokal di
Aceh. Ketetapan tersebut menyatakan bahwa pendirian partai politik di Aceh
telah disahkan secara sah berdasarkan Pasal 28 dan 18A UUD 1945. Awalnya,
total 14 partai lokal terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, namun KIP
Aceh hanya terdiri dari enam partai yang memenuhi syarat verifikasi. Dari
enam partai tersebut, Partai Aceh menjadi satu-satunya partai yang menaungi
para mantan pemberontak Aceh Merdeka. (Devita Retno, 2019)

C. Tujuan Partai Politik Lokal

Dikutip dari Zico Furqon, Partai-partai lokal memiliki tujuan yang berbeda-beda,
tetapi secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis.
1. Hak-Hak Minoritas Partai politik lokal bertujuan untuk melindungi dan
memajukan hak-hak ekonomi, sosial, budaya, bahasa dan pendidikan dari
kelompok minoritas tertentu. Termasuk partai politik lokal di Finlandia,
Belgia dan Bulgaria.
2.Memperoleh Otonomi, partai-partai lokal ingin memperluas otonominya di
daerah-daerah termasuk partai-partai lokal di Spanyol, India dan Sri Lanka.
3. Partai politik lokal yang jelas-jelas memperjuangkan terciptanya negara
baru untuk mencapai kemerdekaan dan kemerdekaan daerah. Ini termasuk
partai politik lokal di Turki, Skotlandia dan Wales yang independen dari
Inggris dan Kanada. partai lokal yang mencari kemerdekaan teritorial adalah
partai separatis lokal dan tidak dilarang di beberapa negara selama mereka
beroperasi secara damai, demokratis, dan sesuai dengan Konstitusi. (2014: 27-
28)

D. Pembentukan Partai Politik Lokal


Pembentukan partai politik lokal diatur di dalam pasal 75 dan 76 UUPA.
Persyaratan untuk mendirikan partai politik lokal sesuai dengan 75 UUPA adalah
sebagai berikut:
1). Penduduk Aceh yang berjumlah orang dapat mendirikan partai politik
lokal. 2). Sebuah partai politik lokal telah terbentuk dan terdiri dari setidaknya 50
warga negara Indonesia, berusia 21 tahun (21 tahun), penduduk tetap Aceh, dan
setidaknya 30% (30%) perempuan. 3). Pihak setempat memiliki akta notaris terpadu
yang mencakup anggaran dasar, aturan acara, dan struktur administrasi. empat).
Operasi partai politik lokal berbasis di ibukota Aceh. Lima). Pemimpin partai lokal
perlu memastikan bahwa setidaknya 30% (30%) adalah perempuan. 6). Partai lokal
pada prinsipnya atau pada umumnya memiliki nama, lambang, dan lambang yang
tidak sama dengan nama, lambang, dan lambang partai lain atau partai lokal. 7). Partai
lokal memiliki kantor tetap. 8). Untuk didaftarkan dan disahkan sebagai badan
hukum, kotamadya harus mewakili paling sedikit 50% (50%) dan 25% (25%) dari
jumlah Desa di Indonesia untuk setiap instansi/kota. .. (Muhammad Insa Ansari,
2017: 23-24)
Sedangkan menurut Pasal 76 UUPA, ialah partai politik lokal yang sudah
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dari Pasal 75, yaitu didaftarkan dan
disahkan menjadi badan hukum dari kantor wilayah departemen di Aceh yang ruang
lingkup tugas-tugasnya di bidang hukum dan hak asasi manusia, melewati pelimpahan
wewenang dari menteri-menteri yang berwenang. Pembuatam partai politik lokal
sebagaimana dimaksud dari ayat (1) diumumkan dari Berita Negara.
Untukpengubahan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, nama, lambang, tanda
gambar, dan Pengelolaan partai politik lokal didaftarkan pada kantor wilayah
departemen di Aceh yang wilayah tugasnya di sektor hukum dan hak asasi manusia.
(Muhammad Insa Ansari, 2017: 24)

E. Hubungan Partai Politik Lokal Dengan Partai Nasional


Ide dasar partai lokal adalah pembagian kerja antara partai nasional dan
partai daerah, yang keduanya terkait secara fungsional. Patai lokal bertugas
mengelola konflik kepentingan di tingkat masyarakat agar konflik yang ada tidak
mengarah pada akumulasi aspirasi tingkat nasional yang lebih terstruktur dan
membingungkan sebagai manifestasi dari partai tanah. Pihak ini bertindak secara
independen dan mengelola kebijakan, program, dan strategi dalam kewenangan
wilayahnya. Saat menyelenggarakan pemilu nasional, partai-partai lokal berpartisipasi
dalam partai-partai berskala besar yang telah terbentuk dalam arti jaringan nasional
untuk mengamankan wilayah lokal tanpa meninggalkan kerangka nasional.
Keanggotaan ini gratis. Artinya, suatu partai lokal dapat menjadi anggota partai
nasional dalam satu pemilihan umum dan mengubah afiliasinya menjadi partai lain
pada pemilihan umum berikutnya.(Edwin Yustian Driyartana, 2010: 38)
Menurut Ahmad Farhan Hamid,Hubungan fungsional ini berarti adanya daya
tawar antara masyarakat dengan partai politik. Dengan demikian, penguatan basis
politik berdampak pada penguatan sistem politik di tingkat nasional. Keberadaan
partai politik lokal sejalan dengan semangat pelaksanaan desentralisasi pemerintahan.
(Edwin Yustian Driyartana, 2010: 38)

F. HubunganPartai Politik Lokal Dengan Otonomi Daerah

Pertanyaan paling mendasar dalam pembentukan konsep partai lokal dalam


kaitannya dengan otonomi adalah dimana letak partai lokal dalam struktur
pemerintahan daerah Indonesia. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang kewenangan negara bagian, kabupaten/kota, kedudukan negara
dalam struktur pemerintahan mempunyai kewenangan untuk mengkoordinasikan,
mengawasi, dan membina pemerintahan bupati/kota di wilayahnya. Dalam kerangka
kewenangan otonom, pemerintah negara bagian juga memiliki kewenangan untuk
menangani berbagai persoalan antar kabupaten/kota. Berdasarkan hal tersebut, konsep
partai politik lokal ke depan akan lebih efektif jika berbasis di pedesaan. Partai
distrik / kota adalah cabang lokal dari partai berbasis federal. Hal ini dilakukan agar
partai politik kabupaten/kota yang memiliki eksekutif di legislasi kabupaten/kota dan
cabang eksekutif, diawasi oleh partai pusat negara dan menjalankan operasi yang
harmonis dan otonom.(M. Rifqinizamy Karsayuda, 2010: 543-544)
Secara singkat merujuk pada konsep partai lokal yang berkembang dalam
kaitannya dengan struktur pemerintahan lokal dan politik otonom, partai lokal adalah
partai berbasis negara bagian yang bercabang di kabupaten/kota dalam negara. Partai
lokal di masa depan hanya akan mengizinkan pendirian partai politik di negara bagian
federal tertentu. Hal ini disebabkan oleh menguatnya kebijakan otonomi daerah,
seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang mempercayakan setiap daerah
untuk mengelola berbagai kekhasan masing-masing daerah melalui pemilihan umum
pemerintah.(M. Rifqinizamy Karsayuda, 2010: 544-545)

G. Larangan-Larangan untuk Partai Politik Lokal


Dikutip dari Muhammad Insa Ansari, (2017: 26) Berdasarkan Pasal 82 UUPA,
terdapat banyak larangan terhadap partai politik lokal, antara lain: (1) Partai politik
lokal dilarang menggunakan nama, simbol, atau gambar yang sama dengan di bawah
ini. Bendera atau lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Lambang lembaga
negara atau lambang pemerintahan. c. Lambang daerah Aceh, yaitu nama, bendera,
atau lambang negara atau organisasi/lembaga internasional lain. e. Nama pribadi dan
potret; atau f. Mirip dengan partai lain atau daerah, pada prinsipnya atau secara
keseluruhan. (2) Partai politik lokal dilarang: Kegiatan yang melanggar Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau peraturan
perundang-undangan lainnya. b. Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan
suatu negara kesatuan Republik Indonesia. c. Menerima atau memberikan sumbangan
kepada pihak asing dengan cara yang melanggar hukum. Artinya, kami menerima
sumbangan dari pihak manapun, baik berupa barang maupun uang, tanpa
memberikan identitas yang jelas. e. Menerima sumbangan dari perorangan dan/atau
perusahaan/badan yang melebihi batas legal. Atau f. Menggalang dan menerima dana
dari pemerintah, daerah, masyarakat, atau perusahaan lain yang bernama, koperasi,
yayasan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, dan organisasi
kemanusiaan. (3) Partai politik lokal dilarang mendirikan perseroan atau memiliki
saham perseroan. (4) Partai-partai lokal dilarang mengadopsi, mengembangkan dan
menyebarluaskan ajaran Komunisme dan Marxisme-Leninisme.
Daftar Pustaka

Furqon, Zico. 2014. “Eksistensi Partai Politik Lokal Di Provinsi Aceh Dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia (Perspektif UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan
Aceh).” Skripsi Sarjana. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Syari’ah Dan Hukum. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Insa, Muhammad Ansari. 2017. Partai Politik Lokal Dalam Tata Hukum Indonesia. Jurnal
Tanjungpura Hukum. Vol. 1. Issue 2. ISSN Print: 2541-0482. ISSN Online: 2541-0490.
Jafar, Muhammad. 2009. “Perkembangan Dan Prospek Partai Politik Lokal Di Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.” Tesis Pascasarjana. Program Studi Ilmu Politik. Universitas
Diponegoro.
Retno, Devita. Sejarah Partai Aceh Sebagai Partai Lokal Di Indonesia. Artikel diakses pada
tanggal 5 Juni 2022 dari https://sejarahlengkap.com/organisasi/sejarah-partai-aceh
Rifqinizamy, M. Karsayuda. 2010. Partai Politik Lokal di Negara Kesatuan: Upaya
Mewujudkan Otonomi Daerah di Bidang Politik. Jurnal Hukum. No. 4. Vol. 17.
Satria, F. A. Putra. 2021. “Problematika Pembentukan Partai Politik Lokal Di Papua Periode
2001-2021.” Tesis Pascasarjana. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas
Islam Indonesia.
Yustian, Edwin Driyartana. 2010. “Kedudukan Partai Politik Lokal Di Naggroe Aceh
Darussalam Ditinjau Dari Asas Demokrasi.” Skripsi Sarjana. Program Studi Ilmu Hukum.
Fakultas Hukum. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai