PENDAHULUAN
Burn out yaitu keadaan stress secara psikologis yang sangat ekstrem
untuk bekerja. Burn out dapat merupakan akibat dari stress kerja yang kronis
(King, 2010).
Maslach dan Leiter (dalam Rizka, 2013) berpendapat bahwa burn out
merupakan reaksi emosi negatif yang terjadi dilingkungan kerja, ketika individu
depresi, atau bahkan dapat mengalami gangguan tidur. Burn out merupakan suatu
menarik diri dari pekerjaan. Pekerja yang terkena burn out lebih gampang
mengeluh, menyalahkan orang lain bila ada masalah, lekas marah, dan menjadi
sinis tentang karir mereka (Davis & Jhon, 1985).Burn out seringkali dirasakan
oleh pelajar khususnya mahasiswa tingkat akhir. Jika dibiarkan, hal ini dapat
burn out bukanlah hal yang mudah. Memiliki berbagai tugas dan proyek yang
1
sebagai sindrom psikologis yang meliputi Emotional Exhaustion,
yang muncul akibat stressor yang berlangsung terus menerus (kronis) dalam
pekerjaan (Maslach, Schaufeli & Leither, 2001). Sumber dari dalam diri individu
yang turut memberi sumbangan timbulnya burnout dapat digolongkan atas dua
faktor, yaitu (a) faktor demografik dan (b) faktor kepribadian. Rangkuman
Sutjipto (2000) yang dirangkum dari faktor-faktor burn out oleh Caputo (1991);
faktor kepribadian) Reaksi stres yang terutama sering terjadi pada orang dengan
Burn out adalah keadaan kelelahan emosional dan fisik, produktifitas yang
rendah, dan perasaan terisolasi, sering disebabkan oleh tekanan yang berhubungan
hari sering merasa lemah, putus asa, dan emosional terkuras dan akhirnya dapat
berhenti mencoba (Lefton, 1997). Burn out adalah keadaan tekanan psikologis
seorang karyawan setelah berada dipekerjaan itu untuk jangka waktu tertentu.
Seseorang yang menderita burn out secara emosional kelelahan dan memiliki
motivasi kerja yang rendah (Spector, 1996). Jadi dari uraian diatas dapat ditarik
emosional yang dialami oleh karyawan sehingga mereka sering lemas, lelah, putus
Burn out muncul dari adanya stress yang berkepanjangan, sehingga banyak
faktor yang mempengaruhi burn out sering dikaitkan dengan munculnya stress
2
(Widiastuti dan Kamsih, 2008). Ada dua faktor yang dipandang mempengaruhi
munculnya burn out, yaitu (Sihotang, 2004): (1) Faktor eksternal meliputi
dari atasan, tuntutan pekerjaan, pekerjaan yang monoton. (2) Faktor internal
individu terlihat adanya gangguan fisik, seperti sakit kepala, rentan terhadap
pasien. Seseorang dapat kehilangan minat dan motivasi. Burn out dapat
Bimbingan kelompok adalah bantuan yang diberikan oleh orang yang ahli
dengan itu menurut Natawidjaja (dalam Lilis Satriah, 2014: 17), bimbingan
dapat memahami dirinya, sehingga dapat dan sanggup mengarahkan dirinya, dapat
bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah,
3
memanfaatkan dinamika kelompok”. Artinya, semua peserta dalam kegiatan
memberi saran, dan lain-lain sebagainya; apa yang dibicarakan itu semuanya
bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk peserta
lainnya”. Dan terdapat definisi lain yang dikemukakan oleh Winkel (dalam Lilis
yang diberikan kepada individu yang terkumpul dalam suatu kelompok untuk
memberikan layanan bantuan atau dapat kita katakan “bimbingan” dapat diberikan
kepada individu maupun kelompok dari berbagai rentang usia, artinya sasaran
mampu mengungkapkan prilaku empati pada teman, bisa menghargai teman, dan
4
kelompok menyediakan informasi-informasi yang bermanfaat agar dapat
tahap, yaitu: tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan dan tahap
untuk mengakrabkan diri. Pada tahap peralihan kegiatan yang dilaksanakan yaitu
menjelaskan kegiatan yang akan dijalani, menanyakan apakah anggota sudah siap,
menjelaskan suasana yang terjadi dalam kelompok bila perlu kembali ke aspek
kelompok mengemukakan topik bahasan, tanya jawab hal yang belum dipahami,
anggota membahas topik sampai tuntas, setiap anggota mengemukakan apa yang
merahasiakan informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang
tidak layak diketahui orang lain. Asas keterbukaan, Para anggota bebas dan
terbuka mengemukakan pendapat, ide, saran, tentang apa saja yang yang
5
dirasakan dan dipikirkannya tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu. Asas
kesukarelaan, Semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan tanpa malu
atau dipaksa oleh teman lain atu pemimpin kelompok. Asas kenormatifan, Semua
segi dari kehidupan pribadi agar lebih sempurna (Gie, 2000: 77). Lebih lanjut Gie
bentuk perbuatan sebagai berikut: (1) pendorongan diri (Sel fMotivation); (2)
penyusunan diri (Self Organization); (3) pengendalian diri (Self Control); (4)
6
memahami apa yang menjadi prioritas, tidak membedakan dirinya dengan orang
lain. Menetapkan tujuan yang ingin dicapai dengan menyusun berbagai cara atau
langkah demi mencapai apa yang menjadi harapan dan belajar mengontrol diri
untuk merubah pikiran dan perilaku menjadi lebih baik dan efektif.
keseimbangan fisik dan mental. Ini juga berarti mendorong diri untuk maju,
hal-hal yang baik, dan mengembangkan berbagai aspek kehidupan pribadi untuk
mencapai tujuan pendidikan mereka adalah motivasi diri. Kedua, organisasi diri,
menyiapkan sebaik mungkin terhadap pikiran, tenaga, waktu, tempat, benda dan
perkembangan berikutnya dalam hidup yaitu dapat bekerja pada bidang pekerjaan
yang sesuai dengan minat dan kemampuannya (Lestari, 2013). Individu yang
keahlian untuk menentukan karirnya, Nile & Browlsbey (dalam Pratiwi & Akmal,
2018). Mahasiswa yang akan menjadi sarjana diharapkan sudah memiliki arah dan
tujuan yang pasti untuk karirnya kedepan yang sesuai dengan minat dan bidang
pekerjaanya. Tentunya dalam tahap ini, banya mahasiswa akhir yang mengalami
7
Burn out adalah kondisi lelah dan frustasi disebabkan karena kehidupan
timbulnya burnout dapat digolongkan atas dua faktor, yaitu (a) faktor demografik
dan (b) faktor kepribadian. Rangkuman Sutjipto (2000) yang dirangkum dari
perbedaan peran jenis kelamin antara pria dan wanita, Sutjipto (2000) menemukan
bahwa pria lebih rentan terhadap stres dan burnout jika dibandingkan dengan
wanita. Orang berkesimpulan bahwa wanita lebih lentur jika dibandingkan dengan
pria, karena dipersiapkan dengan lebih baik atau secara emosional lebih mampu
menangani tekanan yang besar. Sutjipto (2000) menemukan bahwa pria yang
lugas, tegar, dan tidak emosional. Sebaliknya, wanita dibesarkan lebih berorientasi
pada kepentingan orang lain (yang paling nyata mendidik anak) sehingga sikap-
sikap yang diharapkan berkembang dari dalam dirinya adalah sikap membimbing,
membesarkan pria dan wanita berdampak bahwa setiap jenis kelamin memiliki
kekuatan dan kelemahan terhadap timbulnya burn out. Seorang pria yang tidak
8
dibiasakan untuk terlibat mendalam secara emosional dengan orang lain akan
terhadap burn out adalah individu yang idealis dan antusias (Rangkuman Sutjipto,
2000 yang dirangkum 18 dari teori Farber, 1991; Caputo, 1991; Maslach, 1982;
sesuatu yang berharga. Sutjipto (2000) mencatat bahwa burnout lebih banyak
terjadi pada nilai dan usaha sebagian besar orang untuk memenuhi cita-cita
berlebihan, dan melibatkan diri secara mendalam di pekerjaan akan merasa sangat
kecewa ketika imbalan dari usahanya tidaklah seimbang. Mereka akan merasa
yang memiliki konsep diri rendah yaitu tidak percaya diri dan memiliki
penghargaan diri yang rendah. Mereka pada umumnya dilingkupi oleh rasa takut
sehingga menimbulkan sikap pasrah. Dalam bekerja, mereka tidak yakin sehingga
menjadi beban kerja berlebihan yang berdampak pada terkurasnya sumber diri.
perhatian pada kegagalan dalam setiap hal sehingga menyebabkan perasaan tidak
9
sangat sempurna sehingga akan sangat mudah merasa frustrasi bila kebutuhan
tehnik self managemen untuk mengurangi burn out pada mahasiswa akhir”
semester akhir.
10
1.4. Manfaat Penelitian
konselor profesional.
secara optimal.
11
d. Untuk guru bimbingan dan konseling Dapat menambah wawasan
diri.
Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah self managemen sebagai
variabel bebas dan burn out sebagai variabel terikat. Secara rinci dipaparkan
1. Efektivitas
potensi dan sumber daya yang dimiliki konseli dengan menggunakan lima
12
3. Bimbingan Kelompok
4. Burn out
Burn out adalah kondisi kelelahan emosional, fisik, dan mental karena
tanggung jawab keseharian. Saat stres berlanjut, orang yang burn out bisa
13
BAB II
LANDASAN TEORI
keunikan masing-masing.
14
Jones, 1951 Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu
dibimbing.
kekuatan klien itu sendiri. Dalam kaitan ini tujuan bimbingan adalah
15
untuk dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya,
tertentu saja, tetapi meliputi semua usia, mulai dari anak-anak, remaja
oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu,
baik anak- anak, remaja, maupun dewasa, agar orang yang dibimbing
serta terdapat dalam ikatan hidup bersama itu adanya interaksi dan
16
kumpulan dari orang orang yang mempunyai hubungan dan berinteraksi ,
(1987), kelompok merupakan suatu unit yang terdiri dari 2 orang atau
salah satu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat
(Romlah, 2001: 3). Winkel & Hastuti (2004: 547), menjelaskan bahwa
17
pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri
membahas masalah atau topik umum secara luas dan mendalam yang
18
2.1.4 Tujuan Bimbingan Kelompok
mereka dapat membuat rencana yang tepat serta membuat keputusan yang
atau topik-topik umum secara luas dan mendalam yang bermanfaat bagi
untuk:
19
g. melatih siswa untuk mengenali dan memahami dirinya (Amti,
1991: 108-109).
yang lebih efektif sebagai fungsi pencegahan agar siswa tidak mengalami
fungsi pengembangan.
20
optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara
didik.
21
yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik pelayanan
22
persepsi lain dari dirinya. Ini terjadi dengan kesadaran yang tulus,
2008)..
sendat atau bahkan terhenti sama sekali. Menurut Prayitno asas-asas dalam
23
3. Asas kenormatifan, yaitu asas yang menghendaki tata
2.2 Self managemen
24
yang disusun self management adalah menunjuk pada suatu teknik dalam
sendiri ke arah tingkah laku yang lebih efektif, sering dipadukan dengan
masalah, teknik ini menekankan pada perubahan tingkah laku konseli yang
25
seseorang terlibat dalam satu perilaku dan mengendalikan terjadinya
perubahannya.
management).
26
5. Konseli menyatakan secara verbal persetujuan untuk
sasaran.
10. Data konseli diperiksa oleh konselor bersama konseli dan konseli
11. Membuat catatan dan penyajian data pada diri sendiri dan penguat
demi kemajuan
27
a. Tahap monitor diri (self monitoring) atau observasi diri Pada
sesuai
pada diri sendiri. Tahap ini merupakan tahap yang paling sulit
28
dengan maksud selaku upaya pengubahan tingkah laku dalam
diinginkan . Dengan adanyna dorongan diri pada individu itu sendiri, maka
dalam diri individu akan tumbuh minat dan keinginan kuat untuk
29
d. Pengembangan diri (Self develompment )
orang yang burn out bisa kehilangan minat dan motivasi pada semua hal.
Selain mengurangi produktivitas dan menguras energi, burn out juga bisa
bisa apa-apa. Efek negatif burn out lainnya juga bisa merembet ke segala
fisik lama-lama jadi terpengaruh. Orang yang sudah di level burn out jadi
dengan penyakit lain yang muncul tiba-tiba, burn out terjadi setelah
30
2.3.2 Ciri-Ciri Burn out
Burn out bisa menyebabkan stres dan frustrasi saat bekerja. Ini membuat
3. Performa kerja menurun
Burn out juga bisa menyebabkan performa kerja menurun. Hal ini dipicu
4. Mudah marah
pekerjaan terus menumpuk. Hal ini dapat memicu stres dan emosi yang
31
5. Menarik diri dari lingkungan social
6. Mudah sakit
yang terjadi secara berkepanjangan atau tidak diatasi dengan baik dapat
rentan terkena flu, pilek, sakit kepala, dan sakit perut. Selain itu, risiko
meningkat.
Faktor –faktor yang mempengaruhi Burn out terdiri dari lima faktor
32
tuntutan pekerjaan dalam waktu bersamaan tidak dapat dipertemukan. Sedangkan
role ambiguity terjadi ketika pekerja memiliki peran ganda yang harus dilakukan
untuk setiap peran yang harus dilaksanakan sehingga timbul ambigu pekerja
dukungan sosial dapat diperoleh dari atasan, rekan kerja, teman, komunitas,
Aktivitas regulasi diri berperan bagi pekerja dalam mencapai tujuan pekerjaannya.
Bagi pekerja aktivitas regulasi diri ini terlihat seperti sikap otonom yang dimiliki
pekerjaan pada sektor human service yang tidak dielakkan adalah tingginya
interaksi dengan klien yang bermasalah, frekuensi kontak dengan klien dalam
kondisi kronis atau sakit parah, klien dalam kondisi kritis atau kematian klien
Dalam jangka waktu lama kondisi ini dapat menjadi penyebab pekerja mengalami
33
burnout. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan
merupakan bagian normal dari kehidupan bekerja. Akan tetapi pada staf
perustakaan yang terperangkap dalam siklus burnout emosi negative ini lebih
awal burnout. Namun, banyak korban burnout menyalahkan diri sendiri dengan
emosional dan spiritual dimana staf perpusatkaan merasa seperti kehabisan energi.
Depresi terjadi sebagai respon terhadap situasi pekerjaan, hal itu dapat menjadi
ketahanan fisik mereka juga menurun. Mereka juga tampaknya berada dalam
34
keadaan tegang atau stress kronis, lebih sering terkena penyakit ringan, seperti
menyakitkan dan kurang menguntungkan, absensi juga akan meningkat, selain itu
staf perustakaan yang terkena burn out sering mengalami kondisi emosional.
Tinggal menunggu waktu saja sampai terjadi penurunan yang cukup besar dalam
Dampak dari burn out akademik pada mahasiswa pun kemudian dapat
terasakan dari keadaan mental mahasiswa dan keseharian yang dirasakan oleh
takut, lebih emosional, iri terhadap mahasiswa lainnya, dan sebagainya. Penelitian
dari Fajriani & Septiari (2015) memaparkan bahwa beban pekerjaan dapat
ketegangan mental akibat dari melakukan tugas di bawah kondisi tertentu. Selain
kepada keadaan mental, hal ini juga kemudian berpengaruh kepada keseharian
yang dialami oleh mahasiswa. Pada partisipan, mereka merasakan bahwa terjadi
melakukan rutinitas, pola kehidupan yang berubah, hingga pola tidur yang
berubah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dikemukakan oleh Mashuri et al.
35
Mahasiswa akhir merasa lelah dan jenuh secara fisik sebagai akibat
kepada keadaan mental dari mahasiswa seperti perubahan emosi, merasa cemas,
dan adanya upaya menyakiti diri. Selain itu, keseharian pada mahasiswa pun
berubah seperti waktu tidur yang terganggu hingga kurangnya aktivitas rutin
melalui internal pribadi yaitu mencintai diri sendiri, melakukan self rewards, dan
dekat dan menghubungi tenaga ahli yang mampu meredam burn out yang dimiliki
oleh mahasiswa.
mahasiswa akhir dengan cara dilakukan baik melalui internal diri maupun melalui
burnout agar dapat meningkatkan kualitas hidup, Faktor internal dalam diri sendiri
dapat berupa self-reward, penyemangat dari diri sendiri, dan melakukan usaha-
usaha untuk menghindari stressor. Faktor eksternal dari orang lain dapat berupa
hiburan maupun menghubungi tenaga ahli seperti psikolog ataupun psikiatri jika
36
Burn out yang tidak teratasi dengan baik dapat berdampak buruk terhadap
kesehatan fisik dan mental. Oleh karena itu, jika gejala atau ciri-
Anda tahu mana yang perlu dikerjakan terlebih dahulu, sehingga energi
yang lain.
Selain itu, jangan lupa untuk memberi apresiasi terhadap diri sendiri
37
4. Ceritakan kepada orang yang dapat dipercaya
Coba ceritakan apa yang Anda rasakan kepada orang-orang terdekat yang
dapat Anda percaya. Meski tidak selalu mendapatkan solusi, cara ini dapat
Anda juga perlu untuk bersantai dan melupakan pekerjaan sejenak dengan
pergi bersama teman atau melakukan hal yang disukai seusai jam kerja
berakhir. Ini dapat membuat pikiran kembali jernih dan Anda siap untuk
rutin berolahraga, dan tidur yang cukup. Hal-hal ini dapat mendukung
tubuh yang sehat dan pikiran yang lebih mudah fokus, sehingga
Selain itu, Anda juga bisa mencoba mencari hobi baru atau melakukan hal-
Burnout dalam pekerjaan tidak hanya berpengaruh pada hasil kerja Anda, tapi
Oleh karena itu, apabila ciri-ciri burn out muncul, segera atasi dengan cara-
cara di atas. Jika cara tersebut telah diterapkan tapi Anda masih tetap
38
mengalami burnout, coba berkonsultasi kepada psikolog untuk mendapatkan
dalam hidup yaitu dapat bekerja pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan minat
karirnya, Nile & Browlsbey (dalam Pratiwi & Akmal, 2018). Mahasiswa yang
akan menjadi sarjana diharapkan sudah memiliki arah dan tujuan yang pasti untuk
karirnya kedepan yang sesuai dengan minat dan bidang pekerjaanya. Mahasiswa
yang dimana mereka secara garis besar merupakan individu yang ada dalam usia
18-25 tahun (Umma, 2016). Salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa
karir untuk ditekuni dikemudian hari dan mulai mempersiapkan diri, baik dalam
hal pendidikan ataupun keterampilan yang relevan dengan karir yang dipilih
(Malik, 2015).
Dalam hal ini mahasiswa harus memiliki kematangan karir yang optimal
proses karirnya untuk jangka panjang dimasa depan. Menurut Yost & Corbishly
39
(dalam Saifuddin, 2018) kematangan karir adalah keberhasilan dan kesuksesan
mempersiapkan karir serta mengambil keputusan yang sesuai dengan usia (age-
dikatakan matang atau siap untuk membuat keputusan karir jika pengetahuan yang
dimilikinya untuk karir didukung oleh informasi yang akurat mengenai pekerjaan
menyatakan bahwa masih merasa bingung setelah lulus dari jenjang S1 akan
tugas akhirnya belum mengetahui keahlian apa yang dimiliki dan harus
mendapat informasi dan saran dari teman atau 3 saudaranya dan juga karena
melihat figur orang – orang terdekat apabila kuliah dijurusan tersebut maka akan
mengenai prodi yang di pilih serta bidang pekerjaan yang sesuai dengan prodi
40
sudah banyak pesaing yang membuat mahasiswa kurang percaya diri untuk bisa
mendapatkan pekerjaan tersebut sehingga mahasiswa tidak tahu akan bekerja apa
membuat mahasiswa ketika nantinya lulus akan memilih bekerja apa saja yang
Alasan lain yang di ungkapkan oleh mahasiswa adalah tututan orang tua yang
pekerjaan yang di tuntut oleh orang tua tidak sesuai dengan minat mahasiswa
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Leong (dalam
Pratiwi dkk, 2018) bahwa pemuda Asia – Amerika memilih pekerjaan disesuaikan
dengan persetujuan yang diberikan oleh orang tua. Hasil observasi dan wawancara
(dalam Peng, 2012). Ketika mahasiswa tingkat akhir mengalami career indecision,
hal tersebut dapat berdampak kepada performa mereka ketika sudah bekerja
(Pratiwi & Akmal, 2018). Gianakos (dalam Pratiwi & Akmal) mengemukakan
dialami oleh mahasiswa yang itu disebabkan oleh kurang proaktif dalam mencari
41
berbagai informasi karir atau dengan kata lain kurang eksplorasi dan minim
waktu. Namun sayang, ada beberapa mahasiswa yang justru harus menambah
dengan jeli. Jadi, tidak heran banyak mahasiswa yang harus berkali-kali
ganti judul skripsi karena belum disetujui oleh ketua jurusannya. Skripsi
jadi terhambat lantaran terlalu banyak revisi dari pembimbing Kalau sudah
42
2. Kesulitan dalam memperoleh data penelitian, Meskipun judul sudah
membutuhkan referensi buku dan jurnal yang jarang ditemukan. Nah, hal
43
BAB III
METODE PENELITIAN
manfaat terutama untuk menguji pengaruh suatu perlakuan terhadap suatu bentuk
dependen. Jadi, hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen itu bukan
semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen. Hal ini dapat terjadi, karena
tidak adanya variabel kontrol, dan sampel tidak dipilih secara random. Bentuk
44
Pre-Experimental Design ini menggunakan bentuk One-Group Pretest-Posttest
Design.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah one group pretest
posttest design. Dalam desain ini, sebelum perlakuan diberikan terlebih dahulu
sampel diberi pretest (tes awal) dan di akhir pembelajaran sampel diberi posttest
(tes akhir). Desain ini digunakan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu
ingin mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa
Tabel 3.2
(Purwanto, 2016:135)
Keterangan:
O1: tes awal (pretes) sebelum perlakuan diberikan O2: tes akhir
45
X: perlakuan terhadap kelompok eksperimen yaitu dengan
dilakukan oleh peneliti secara umum ada tiga tahapan, yaitu sebagai
berikut:
46
lapangan. Pada tahapan ini, peneliti berperan dalam mengumpulkan data
bentuk skala likert dan studi dokumentasi dan studi pustaka untuk
yang telah didapat melalui studi dokumentasi dan studi pustaka agar
dapat dianalisis dengan mudah sesuai dengan kaidah olahan data dan
ditujukan untuk diteliti oleh peneliti. Jadi, subjek penelitian itu merupakan
47
yang dipilih berfungsi untuk mendaptakan informasi yang maksimum. Bukan
untuk digeneralisasikan.
akan diteliti tentang self managemen untuk mengurangi burn out pada
utama dalam penelitian ini berjumlah 9 orang, yaitu 5 remaja yang telah
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ni;
48
Tabel 3.1 Subjek Penelitian
N
o Kelompok Jumlah
Sampel
1 Kelompok Kontrol 9
2 Kelompok Eksperimen 9
Jumlah 18
ini sebanyak 18 orang yang terdiri dari 9 orang kelompok eksperimen dan 9
pada variable independen (x) adalah self managemen, dan pada variable
49
3.5 Teknik Pengumpulan Data
terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini
F
P = n X 100%
Keterangan :
P = Persentase
n = Sampel
F= Frekuensi Teramati.
50
Dalam penelitian kuantitatif, Analisis data merupakan kegiatan setelah data
dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis
tiap variabel yang teliti, melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang
skala likert. Yang terdiri dari bagian A, yaitu karakteristik responden yang
kecemasan. Tes skala yang mengacu parameter skala likert. Pilihan jawaban
kesahihan alat ukur yang digunakan atau sejauh mana suatu alat ukur tepat
dalam mengukur suatu data, dengan kata lain, alat ukur / instrument yang
dipakai memang mengukur apa yang ingin di ukur (Arikunto, 2017). Uji
51
validitas dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS
versi 25.00.
52