Anda di halaman 1dari 10

A.

Patofisiologi Mellitus
B. Fmjm
C. Ncm
D. Ncnc
E. Cmnc
F. Indikasi dan Persyaratan Terapi Aktivitas Kelompok
Indikasi :
 Klien Psikotik seperti kecemasan, panik, depresi ringan
 Klien yang mengalami stress dalam kehidupan penyakit / kematian.
 Klien dengan masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
 Klien dengan gangguan keluarga, ketergantungan, dan sejenisnya
Kontra indikasi :
 Waham
 Depresi berat
 Sosio / Psikopat
 Sedang menjalani terapi lain
 Tidak ada harapan sembuh
 Pembosan
Metoda dan Media Metoda :
 Terapi Deduktif
 Inspirasi Represif
 Analitik
 Aktifitas
 Psikodarma
 Sosiodrama
Media :
 Permainan
 Aktifitas
 Bahan / Alat, DLL.
Persyaratan Jumlah Anggota :
 Menurut Wartono : 7 – 8 orang, minimal 4 orang
 Menurut Caplan : 7 – 9 Orang
 Umumnya tidak lebih dari 10 orang Klien
 Di rawat di Rumah Sakit Jiwa dengan observasi yang jelas
 Pada proses rehabilitasi : ada target kelompok dan target individu
Terapis :
 Memiliki pendidikan MN ( Psychiatrik Nursing ) atau
 Memiliki pendidikan S1 atau BSN dengan pengalaman 2 tahun.
 Memiliki sertifikat.
Target pada kelompok
 Perlu ada rating scale yang diterapkan pada sebelum, selama dan setelah terapi
Komposisi Terapis
 Leader
 Co. leader
 Fasilitator
 Observer

G. Perkembangan/ Proses Pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok


1. Perkembangan Terapi Kelompok
Perkembangan kelompok sama dengan individu mempunyai kapasitas untuk tumbuh
dan kembang. Pemimpin akan mengembangkan kelompok melalui empat fase, yaitu menurut
Stuart & Laraia (2007) adalah fase prakelompok, fase awal kelompok, fase kerja kelompok
dan fase terminasi kelompok.
a. Fase Pra-kelompok
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah tujuan dari
kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh perilaku pimpinan dan
pelaksanaan kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu, perlu
disusun proposal atau panduan pelaksanaan kegiatan kelompok. Garis besar isi proposal
adalah daftar tujuan umum dan khusus, daftar pemimpin kelompok disertai keahliannya,
daftar kerangka teoritis yang akan digunakan pemimpin untuk mencapai tujuan, daftar
kriteria anggota kelompok, uraian proses seleksi anggota kelompok, uraian struktur
kelompok, tempat sesi, waktu sesi, jumlah anggota, jumlah sesi, perilaku anggota yang
diharapkan dan perilaku pemimpin yang diharapkan, uraian tentang proses evaluasi
anggota kelompok dan kelompok, uraian alat dan sumber yang dibutuhkan, jika perlu
uraian dana yang dibutuhkan. Proposal dapat pula berupa pedoman atau panduan
menjalankan kegiatan kelompok (Keliat, 2005).
b. Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru dan peran yang baru.
Dalam buku Stuart & Laraia (2007) membagi fase ini menjadi tiga fase yaitu orientasi,
konflik dan kohesif.
1. Tahap Orientasi
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan.
Pemimpin kelompok mengorientasikan anggota pada tugas utama dan melakukan
kontrak yang terdiri dari tujuan, kerahasiaan, waktu pertemuan, struktur, kejujuran dan
aturan komunikasi, misalnya hanya satu orang saja yang bicara pada satu waktu, norma
perilaku, rasa memiliki atau kohesif antara anggota kelompok diupayakan terbentuk
pada fase orientasi.
2. Tahap Konflik
Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini, sebagian ingin pemimpin
yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih mengarahkan atau sebaliknya
anggota ingin berperan sebagai pemimpin. Ada pula anggota yang netral dan dapat
membantu menyelesaikan konflik peran yang terjadi. Perasaan bermusuhan yang
ditampilkan, baik antar anggota kelompok maupun anggota dengan pemimpin dapat
terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif
maupun negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah
perilaku yang tidak produktif, seperti menuduh anggota tertentu sebagai penyebab
konflik.
3. Tahap Kohesif
Setelah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu sama
lain, perasaan positif semakin sering diungkapkan. Pada tahap ini, anggota kelompok
akan merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain.
Pemimpin tetap berupaya memberdayakan kemampuan anggota kelompok dalam
melakukan penyelesaian masalah. Pada tahap akhir fase ini, tiap anggota kelompok
belajar bahwa perbedaan tidak perlu ditakutkan, mereka belajar bersamaan dan
perbedaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang menjadi suatu
realitas.
c. Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Walaupun mereka bekerja keras, tetapi
menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok. Kelompok menjadi stabil dan
realistis. Kekuatan terapeutik dapat nampak seperti faktor memberi informasi, intalansi
harapan, kesamaan, alturisme, koreksi pengalaman, pengembangan teknik interaksi
sosial, peniruan perilaku, belajar hubungan interpersonal, faktor eksistensi, akatrsis dan
kekohefisian kelompok. Tugas utama pemimpin adalah membantu kelompok mencapai
tujuan dan tetap menjada kelompok ke arah pencapaian tujuan. Serta mengurangi
dampak dari faktor apa saja yang dapat mengurangi produktivitas kelompok. Selain itu,
pemimpin juga bertindak sebagai konsultan. Beberapa problem yang mungkin muncul
adalah subgroup, conflict, self-desclosure dan resistance. Beberapa anggota kelompok
menjadi sangat akrab, berlomba mendapatkan perhatian pemimpin, tidak ada lagi
kerahasiaan karena keterbukaan yang tinggi, dan keengganan berubah perlu
didefinisikan pemimpin kelompok agar segera melakukan strukturisasi. Pada akhir fase
ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah
disertai percaya diri dan kemandirian. Pada kondisi ini kelompok segera masuk ke fase
berikut, yaitu perpisahan.
d. Fase Terminasi
Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir. Terminasi dapat pula terjadi karena
anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari kelompok. Evaluasi umumnya
difokuskan pada jumlah pencapaian baik kelompok maupun individu. Pada tiap sesi
dapat pula dikembangkan instrumen evaluasi kemampuan individual dari anggota
kelompok. Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau beberapa sesi yang
merupakan paket dengan memperhatikan pencapaian tertentu. Terminasi yang sukses
ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara
individual pada kehidupan sehari-hari. Pada akhir sesi, perlu dicatat atau
didokumentasikan proses yang terjadi berupa notulen. Juga didokumentasikan pada
catatan implementasi tindakan keperawatan tentang pencapaian dan perilaku yang
dilatih pada klien diluar sesi.

2. Proses Pelaksanaan Terapi Kelompok


Proses terapi kelompok yaitu : Zastrow (1999 : 150-151)
a. Tahap Intake
Terjadi kontrak (persetujuan/komitmen) antara petugas kesehatan dengan klien untuk
melakukan kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.Selain itu adanya
kesadaran baik yang dihasilkan dari pengungkapan masalah oleh klien sendiri atau
berdasarkan penelaahan situasi oleh petugas kesehatan.
b. Tahap Asesmen dan Perencanaaan Intervensi
Pemimpin kelompok bersama anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan
kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah.
c. Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin
mendapatkan manfaat dari struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok.
d. Tahap Pengembangan Kelompok
Petugas kesehatan harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok
untuk mencapai tujuan atau harapannya.
e. Tahap Evaluasi dan Terminasi
Evaluasi tidak selalu dilakukan pada tahap akhir suatu kegiatan.Pada tahap evaluasi
terjadi pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok
secara menyeluruh.Berdasarkan hasil evaluasi maka tahap terminasi dapat dilakukan.
B. Psikodrama

A. Defenisi Psikodrama dan Tujuan Psikodrama


Psikodrama merupakan suatu bentuk terapi kelompok yang dikembangkan oleh
J.L. Moreno (1982) pada tahun 1946, pasien didorong untuk memainkan suatu peran
emosional di depan para penonton tanpa dia sendiri dilatih sebelumnya.
Tujuan psikodrama antara lain:
1. Membantu seorang pasien atau kelompok pasien untuk mengatasi masalah-masalah
pribadi dengan menggunakan permainan drama, peran, dan terapi tindakan.
2. Pasien dibantu untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan,
agresi, perasaan bersalah, dan kesedihan.
3. Pasien memainkan peran di alam khayal, dengan demikian ia merasa bebas
mengungkapkan sikap-sikap yang terpendam dan motivasi-motivasi yang kuat.
4. Ketika peran dimainkan, implikasi-implikasi realistik dan tingkah lakunya yang
dramatis menjadi jelas. Keterampilan terampis dalam mengenal dan menafsirkan
dinamika yang diungkapkan memudahkan proses terapi.
5. Sama dengan Freud, Moreno melihat emosi-emosi yang terpendam dapat dibongkar
(kompleks-kompleks emosional dihilangkan dengan membawanya ke kesadaran, dan
membuat energi emosional diungkapkan/katarsis).
6. Dengan mendramatisir konflik-konflik batinnya, pasien dapat merasa sedikit lega dan
dapat mengembangkan pemahaman (insight) baru yang memberinya kesanggupan untuk
mengubah perannya dalam kehidupan yang nyata.

B. Tahap Psikodrama
Ada tiga tahap yang penting dalam psikodrama:
1. Tahap pelaksanaan, dimana subjek memerankan khayalan-khayalannya.
2. Tahap penggantian, dimana orang-orang yang sebenarnya menggantikan orang-orang
yang dikhayalkan subjek.
3. Tahap penjernihan, dimana diadakan pengalihan dari kontak individu-individu
pengganti ke kontak dengan individu-individu di mana subjek memiliki kesempatan
menyesuaikan diri dengan mereka dalam kehidupan yang nyata.
C. Komponen Psikodrama
Terdapat komponen dalam psikodrama menurut Yeni Hesti (2017);
1) Panggung permainan (Stage):
 Tempat untuk beraksi atau tempat sebagai permainan psikodrama
berlangsung, yaitu didepan kelas, dengan tempat yang luas untuk member
ruang gerak bagi pemeran dalam permaian psikodrma.
 Tempat tiruan harus merupakan tiruan atau paling tidak secara simbolis
mewakili adegan-adegan yang diuraikan klien.
2) Pemimpin Psikodrama:
 Dalam psikodrama yang menjadi pemimpin kelompok adalah konselor atau
terapis, pemimpin kelompok bisa dikatakan sebagai sutradara.
 Peranan pemimpin kelompok ini sebagai fasilitas, procedure dan
pengamat/penganalisis. - Pemimpin kelompok memiliki sifat kreatif, berani.
 Tugas dari pemimpin kelompok ini adalah membantu pemegang peran utama,
merencanakan pelaksanaan, mengamati dengan cermat perilaku pemain utama
selama psikodrama berlangsung, membantu klien mengungkapkan perasaan
secara bebas dan membuat interpretasi.
3) Pemeran Utama (Protaginist) :
 Peran utama (protagonist) disini sebagai subjek utama dalam pemeran
psikodrama, memiliki sifat yang spontan dalam memainkan dramanya.
 Tugas dari pemain utama ini adalah memainkan kembali kegiatan penting
yang dialami waktu lampau, sekarang, dan situasi yang diperkirakan akan
terjadi, menentukan kejadian atau masalah yang akan dimainkan, melakukan
peran secara spontan, memilih dan mengejar pemain lain yan terpilih terhadap
peran apa yang dimainkan berdasarkan masalah protagonist.
4) Pemeran Pembantu (Auxilliaries) :
 Pemeran pembantu sebagai objek lain atau orang lain yang berarti dalam
permainan tersebut bisa pula disebut sebagai actor.
 Fungsi pemeran pembantu untuk menggambarkan peranan-peranan tertentu
yang mempunyai hubungan dekat dengan protagonist dalam kehidupan
sebenarnya.
5) Penonton (Audience):
 Yang menjadi penonton (audience) yaitu anggota-anggota kelompok yang
tidak menjadi pemeran utama atau pemeran pembantu.
 Memiliki tugas memberikan dukungan/feedback - Penonton juga membantu
peran utama (protagonist) dalam memahami akibat perilaku protagonist.

D. Teknik Psikodrama
Teknik yang dipakai dalam psikodrama bergantung pada banyak variabel.
Variabel penting yang mempengaruhi penggunaan teknik adalah situasi protagonist,
keterampilan direktur, kemampuan perolehan aktor, besarnya audiens (penonton), tujuan
sesi, fase pelaksanaan psikodrama. 3 Proses psikodrama pada umumnya berlangsung
melalui tiga fase, yaitu :
a. Fase pemanasan, fase ini ditandai dengan penentuan direktur yang siap memimpin
kelompok dan anggota siap dipimpin. Proses ini melibatkan aktivitas verbal dan
nonverbal. Fase ini harus mempersiapkan segala sesuatu untuk masuk pada fase tindakan.
b. Fase tindakan, fase ini melibatkan tindakan yang jelas kepedulian- kepedulian
protaganist. Hal terpenting dalam fase ini adalah bahwa protagonist mengekspresikan
emosi-emosi tertekan dan menemukan cara baru yang efektif untuk bertindak.
c. Fase integrasi, fase ini melibatkan diskusi dan penutupan (closure). Umpan balik
sangat penting dari setiap anggota dan protagonist agar tindakan yang jelas (enactment)
perubahan dan integrasi tercipta.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah psikoterapi yang dilakukan pada
sekelompok klien dengan berdiskusi satu sama lain dipimpin oleh seorang terapis atau
petugas kesehatan jiwa yang terlatih. TAK umumnya bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan uji realitas, membentuk sosialisasi, meningkatkan fungsi psikologis,
meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional dengan perilaku
defensive, dan membangkitkan motivasi bagi kemampuan fungsi kognitif dan afektif.
Terapi ini diindikasikan untuk klien psikotik seperti kecemasan, panik, depresi ringan,
klien yang mengalami stress dalam kehidupan penyakit / kematian, dll. Adapun salah satu
bentuk TAK ialah psikodrama.
Psikodrama merupakan suatu bentuk terapi kelompok yang dikembangkan oleh
J.L. Moreno pada tahun 1946, dimana pasien didorong untuk memainkan suatu peran
emosional di depan para penonton tanpa dia sendiri dilatih sebelumnya. Tujuan dari
psikodrama ini adalah membantu seorang pasien atau kelompok pasien untuk mengatasi
masalah pribadi dengan menggunakan permainan drama. Lewat cara-cara ini pasien
dibantu untuk mengungkapkan perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi, perasaan
bersalah, dan kesedihan. Seperti yang dikembangkan dan dipraktekkan oleh Moreno,
psikodrama menggunakan tempat yang menyerupai panggung. Hal ini bertujuan supaya
pasien memainkan peran di alam khayal, sehingga merasa bebas mengungkapkan sikap
yang terpendam dan motivasi yang kuat. Ketika peran dimainkan, implikasi realistic dan
tingkah lakunya yang dramatis menjadi jelas.

B. Saran
Diharapkan bagi setiap mahasiswa khususnya di Jurusan Keperawatan memahami
makalah ini untuk menambah ilmu pengetahuan dan menambah wawasan mengenai
aplikasi terapi aktivitas kelompok (psikodrama) guna untuk meningkatkan mutu kualitas
perawatan kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, N.L. (2016). Konseling kelompok. Jakarta: Kencana.

Pramono, A. (2013). Pengembangan model bimbingan kelompok melalui teknik psikodrama


untuk mengembangkan konsep diri positif. Jurnal Bimbingan Konseling, 2(2), 99-104.

Sari, S.P. (2017). Teknik psikodrama dalam mengembangkan kontrol diri siswa. Jurnal Fokus
Konseling, 3(2), 123-137.

Siregar, T.S. (2015). Efektivitas metode psikodrama dalam meningkatkan kemampuan bermain
drama oleh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Stabat. Jurnal Edukasi Kultura, 2(2), 115-126.
Wati, N.I., Budiono, A.N., & Mutakin, F. (2018). Bimbingan konseling dengan

Clark, Tiffany L, dkk. 2010. “Treating Trauma: Using Psychodrama In Groups.”


Vistas Online, American Counseling Association, Article 5(9)

Darmawani, Evia. 2017. “Psikodrama Satu Teknik Konseling Traumatik dalam


Suasana Kelompok.” Proceeding Iain Batusangkar 1(1).

Pradnyani, Ari. 2019. “Modul Konseling Kelompok Panduan Singkat Penerapan


Psikodrama dalam Konseling Kelompok.”

Anda mungkin juga menyukai