Anda di halaman 1dari 7

TUBERKULOSIS PARU UNTUK PASIEN DEWASA

No. ICPC II: A 70 Tuberculosis


No. ICD A.15 Respiratory tuberculosis, bacteriologically and
histologically confirmed
PANDUAN
PRAKTIK KLINIK No. Revisi Halaman
No. Dokumen
01 1/7

Ditetapkan
Tanggal terbit
Direktur Utama,
8 Maret 2022

Ialah penyakit infeksi di paru yang bersifat kronik dan menular lewat
PENGERTIAN airborn dan droplet yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
complex
1. Batuk berdahak > 2 minggu
2. Lokal respiratorik: dapat bercampur darah atau batuk darah, sesak
nafas, dan nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan
pleura)
ANAMNESIS 3. Sistemik : nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat
malam tanpa kegiatan fisik, demam, badan lemah, malaise
4. Riwayat kontak
5. Riwayat pengobatan sebelumnya
6. Faktor risiko HIV dan DM
1. Tanda vital : demam ( pada umumnya sub febris, walaupun bisa juga
tinggi sekali),dapat disertai dengan respirasi meningkat
2. Berat badan menurun ( BMI pada umumnya < 18,5)
3. Inspeksi
a. Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan
b. Bila lesi luas dapat ditemukan bentuk dada yang tidak simetris
c. palpasi
d. Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan
e. Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan berupa fremitus mengeras
atau melemah
PEMERIKSAAN 4. Perkusi
FISIK a. Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan
b. Bila ada kelaianan tertentu, dapat terdengar perubahan suara
perkusi seperti hipersonor pada pneumothoraks, atau pekak pada
efusi pleura
5. Auskultasi
a. Bila lesi minimal, tidak ditemukan kelainan
b. Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan berikut: ronki basah kasar
terutama di apeks paru, suara nafas melemah, atau mengeras, atau
stridor. Suara nafas bronial/amforik/ronki basah/suara nafas
melemah di apex paru
c. Bila efusi pleura, dapat ditemukan pemeriksaan vesikuler menurun
TUBERKULOSIS PARU UNTUK PASIEN DEWASA
No. ICPC II: A 70 Tuberculosis
No. ICD A.15 Respiratory tuberculosis, bacteriologically and
histologically confirmed
PANDUAN
PRAKTIK KLINIK No. Revisi Halaman
No. Dokumen
01 2/7

1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa).
2. Berdasarkan International Standards for Tuberulosis Care (ISTC)
3. Standar diagnosis
a. Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung selama > 2
minggu yang tidak jelas penyebabnya harus dievaluasi untuk TB.
b. Semua pasien (dewasa dan dewasa muda) yang diduga menderta
TB, harus diperiksa mikroskopis spesimen sputum / dahak 3 kali
salah satu diantaranya adalah spesimen pagi, jika labratorium sudah
terakreditasi, pemeriksaan berasal dari dahak pagi hari
KRITERIA
c. Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus
DIAGNOSIS
diperiksa mikrobiologi dahak
d. Diagnosis dapat ditegakkan walau apus dahak negatif berdasarkan
kriteria berikut:
 minimal 2 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk
pemeriksaan sputum pagi hari), sementara gambaran foto toraks
sesuai TB
 Kurangnya respons terhadap terapi antibotik spektrum luas
(periksa kultur sputum bila memungkinkan), atau pasien diduga
terinfeksi HIV (evaluasi diagnosis tuberkulosis harus
dipercepat)
1. Diagnosis
TB Paru terkonfirmasi bakteriologis
TB Paru terkonfirmasi klinis
Suspek TB paru resisten obat
2. TB pada keadaan khusus (pada fasyankes rujukan)
TB milier
DIAGNOSIS KERJA
TB HIV
TB DM
TB pada ibu hamil dan menyusui
TB dengan kelainan hati
TB dengan penyakit ginjal kronik
Hepatitis imbas obat
1. Pneumonia
2. Tumor/keganasan paru
3. Jamur paru
DIAGNOSIS
4. Penyakit paru akibat kerja
BANDING
5. Bronkiektasis
6. Asma
7. PPOK
TUBERKULOSIS PARU UNTUK PASIEN DEWASA
No. ICPC II: A 70 Tuberculosis
No. ICD A.15 Respiratory tuberculosis, bacteriologically and
histologically confirmed
PANDUAN
PRAKTIK KLINIK No. Revisi Halaman
No. Dokumen
01 3/7

1. Rutin Dikerjakan
a. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (bakteri Tahan Asam/BTA)
atau kultur dari sputum sewaktu-pagi-sewaktu, jika laboratorium
sudah terakreditasi, pemeriksaan BTA dapat dilakukan 2 kali dan
minimal satu bahan berasal dari dahak pagi hari. Untuk TB ekstra
Paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan
serebrospinal, cairan pleura, ataupun biopsi jaringan. Pemeriksaan
TCM (Xpert MTB/Rif) dilakukan untuk menggantikan pemeriksaan
mikroskopis kuman TB sesuai algoritma nasional sesuai
ketersediaan sistem rujukan dinas kesehatan.
b. Radiologi dengan foto toraks PA-lateral / top lordotik dapat
dilakukan jika ada fasilitas dan atas indikasi. Contoh: dugaan
terdapat komplikasi (efusi pleura, pneumothoraks, batuk darah).
Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak
awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas
membentuk tuberkuloma, gambaran lain yang dapat menyertai
PEMERIKSAAN
yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis
PENUNJANG
(penebalan pleura), efusi pleura (sudut costofrenikus tumpul)
c. Pemeriksaan HIV dengan pelacakan faktor risiko
d. Pemeriksaan GD I/II atau GDS

2. Atas indikasi
a. Biakan kuman M.tb
b. Uji kepekaan terhadap OAT lini pertama di laboratorium yang
sudah tersertifikasi. Dapat dilaksanakan melalui rujukan pasien
ataupun rujukan spesimen.
c. Pemeriksaan fungsi hati
d. Pemeriksaan fungsi ginjal
e. Pemeriksaan darah rutin : jumlah leukosit mungkin normal atau
sedikit meninggi, hitung jenis, biasanya dominasi limfosit, HB
rendah pada kasus yang sudah lama
f. Pemeriksaan dengan nebulasi induksi atau bronkoskopi bila dahak
tidak adekuat untuk mendapatkan sampel dahak yang adekuat
TERAPI Tujuan pengobatan
1. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas
pasien.
2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
3. Mencegah kekambuhan TB
4. Mengurangi Penularan TB kepada orang lain
5. Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat
TUBERKULOSIS PARU UNTUK PASIEN DEWASA
No. ICPC II: A 70 Tuberculosis
No. ICD A.15 Respiratory tuberculosis, bacteriologically and
histologically confirmed
PANDUAN
PRAKTIK KLINIK No. Revisi Halaman
No. Dokumen
01 4/7

Terapi Non farmakologis


1. Istirahat, stop merokok, hindari polusi, tata laksana komorbiditas,
nutrisi dan vitamin
Terapi Farmakologis
1. Praktisi harus memastikan bahwa obat obatan tersebut digunakan
sampai terapi selesai
2. Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah
diterapi sebelumnya harus mendapat terapi Obat Anti TB (OAT) lini
pertama sesuai ISTC
a. Fase awal selama 2 bulan, terdiri dari : Isoniazid, Rifampisin,
Pirazinamid, dan Etambutol (RHZE).
b. Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan Rifampisin
(HR)
c. Dosis OAT yang digunakan harus sesuai terapi rekomendasi
internasional, sangat dianjurkan untuk penggunaan Kombinasi
Dosis Tepat (KDT/Fixed Dose Combination /FDC) yang terdiri dari
2 kombinasi OAT (INH dan RIF) dan 4 kombinasi OAT
(INH,RIF,PZA,EMB)
Untuk pasien TB dengan komplikasi/penyulit (intoleransi terhadap
1 atau beberapa jenis OAT, atau adanya kontraindikasi terhadap 1
atau lebih OAT, atau adanya komorbiditas yang menyebabkan
tidak bisa diberikannya 1 atau lebih OAT sesuai rejimen standar
kategori I atau II) maka dapat diberikan rejimen TB lepasan sesuai
indikasi medis, di fasyankes pelayanan lanjut dengan pengawasan
menelan langsung. Untuk selanjutnya pemberian rejimen OAT non
standar ini tidak memenuhi waktu evaluasi sesuai dengan rejimen
standar kategori I atau II.
tabel 1. Pengobatan TB
kategori - penderita TB paru terkonfirmasi bakteriologis
1 kasus baru
- penderita TB paru terkonfirmasi klinis kasus baru
- Penderita TB ekstra paru
2RHZE/4RH atau 2 RHZE/4R3H3
- sediaan OAT dapat berupa KDT atau lepasan
Kategori - penderita kambuh
2 - penderita gagal
- penderita after default
- diterapi dengan 2RHSES/ 1 RHZE / 5RHE
2RHZES/ 1 RHZE/ 5 R3H3E3
Sediaan obat dapat berupa KDT atau lepasan
TUBERKULOSIS PARU UNTUK PASIEN DEWASA
No. ICPC II: A 70 Tuberculosis
No. ICD A.15 Respiratory tuberculosis, bacteriologically and
histologically confirmed
PANDUAN
PRAKTIK KLINIK No. Revisi Halaman
No. Dokumen
01 5/7

3. Untuk membantu dan mengevaluasi kepatuhan, harus dilakukan


prinsip pengobatan dengan pengawasan langsung menelan obat (DOT/
directed observed therapy)
4. Semua pasien dimonitor respon terapi, penilaian terbaik adalah follow
up mikroskopis dahak (2 spesimen) pada saat:
a. Akhir fase awal (setelah dua bulan terapi)
b. Bulan ke-5, dan pada akhir terapi
c. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada bulan ke-5 atau
lebih dianggap gagal (failure) dan harus menjalankan pemeriksaan
TCM sesuai alur pedoman TB
d. evaluasi dengan foto toraks bukan merupakan pemeriksaan prioritas
dalam follow up TB paru, dapat dilakukan jika tidak ada indikasi
klinik.
5. Catatan tertulis harus ada mengenai
a. Semua pengobatan yang telah diberikan
b. Respon hasil mikrobiologi
c. Kondisi fisik pasien
d. efek samping obat
6. Di daerah prevalensi infeksi HIV tinggi, infeksi tuberkulosis- HIV
sering bersamaan, konsultasi dan tes HIV diindikasikan sebagai bagian
dari tata laksana rutin
7. Semua pasien dengan infeksi Tuberkulosis-HIV harus dievaluasi untuk
:
a. inisiasi terapi tuberkulosis tidak boleh ditunda
b. pasien infeksi tuberkulosis-HIV harus diterapi Kotrimoksasol
apabila CD4< 200.
dr. Umum
KOMPETENSI dr. Spesialis Penyakit Dalam
dr. Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Paru
EDUKASI Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga menenai seluk beluk
penyakit dan pentingnya pengawasan dari salah seorang keluarga untuk
ketaatan konsumsi obat pasien sebagai berikut:
1. Berobat teratur hingga selesai
2. Resiko sebelum terjadi resistensi obat bila berobat tidak
adekuat/tuntas/berhenti sebelum selesai
3. Risiko terjadi efek samping OAT
4. Pencegahan penularan termasuk etiket batuk
5. Skrining keluarga atau orag terdekat pasien yang tinggal serumah
6. Kemungkinan komplikasi sehingga perlu dirujuk
TUBERKULOSIS PARU UNTUK PASIEN DEWASA
No. ICPC II: A 70 Tuberculosis
No. ICD A.15 Respiratory tuberculosis, bacteriologically and
histologically confirmed
PANDUAN
PRAKTIK KLINIK No. Revisi Halaman
No. Dokumen
01 6/7

7. Penunjukan Pengawas Menelan Obat (PMO)


8. Konsultasikan segera ke petugas kesehatan jika terjadi efek samping
9. Jangan sampai menghentikan pengobatan secara sepihak
10. Pasien dirujuk bila
a. efek samping berat
b. curiga resistensi obat
c. terjadi komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid) seperti
TB pada orang dengan HIV, TB dengan penyakit metabolik, perlu
dirujuk ke layanan sekunder
11. Pelaporan kasus TB sesuai Pedoman
a. mengisi form Tb 01
b. menjadi bagian dari jejaring DOTS di wilayahnya
PROGNOSIS Dubia ad bonam: tergantung derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas
bakteri, gizi, status imun, dan komorbiditas. Baik bila pasien patuh
menelan obat dalam waktu 6 bulan

Kriteria hasil pengobatan


1. Sembuh
Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada
awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
pengobatan menjadi negative dan pada salah satu pemeriksaan
sebelumnya.
2. Pengobatan Lengkap
Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap
dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan
hasilnya negative namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan
bakteriologis pada akhir pengobatan.
3. Meninggal
Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai
pengobatan atau sedang dalam pegobatan.
4. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama masa pengobatan,
atau kapan saja dalam masa pengobatan diperoleh hasil laboratorium
yang menunjukan adanya resistensi OAT.
resistensi OAT.
5. Putus Berobat (Lost to Follow-up)
Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang
pengobatannya terputus terus menerus selama 2 bulan atau lebih.
TUBERKULOSIS PARU UNTUK PASIEN DEWASA
No. ICPC II: A 70 Tuberculosis
No. ICD A.15 Respiratory tuberculosis, bacteriologically and
histologically confirmed
PANDUAN
PRAKTIK KLINIK No. Revisi Halaman
No. Dokumen
01 7/7

6. Tidak Dievaluasi
Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk
dalam criteria ini adalah “pasien pindah (transfer out)” ke
kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatanya tidak diketahui
oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.
TINGKAT EVIDENS I/II/III/IV
INDIKATOR MEDIS A/B/C

1. Braunwald, E. Fauci, A.S.Kasper, D.L Hauser, S.L. et .al


Mycobacterial disesase : tuberculosis. Harisson’s : Principle of Internal
Medicine. 17th Ed. New York : McGraw Hill Companies. 2009 : hal
1006-1020
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Panduan Praktik
Klinik Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer edisi 1.
Jakarta : Kementrian Kesehatan RI
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI
4. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011
KEPUSTAKAAN
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia 2006.
Panduan Pelayanan Medik. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
6. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. International
Standards for Tuberculosis Care (ISTC). 2 nd ed. Tuberculosis Coalition
for Technical Assistance. The Hague. 2009
7. Zulkifli, A. Asril, B. Tubekulosis paru. Buku ajar ilmu penyakit dalam
ed 5. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009: hal 2230-
2239
8. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun
2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis

Anda mungkin juga menyukai