Anda di halaman 1dari 4

Efektifitas Pengawasan Bank

Oleh : Zulkifli

Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum PPs Universitas Andalas


Padang Ekspres • Jumat, 04/01/2013 12:19 WIB • 691 klik
Sumber : http://padangekspres.co.id/?news=nberita&id=2850 diakses 27 Juni 2013

Pengawasan perbankan di Indonesia terdiri dari tiga pilar pokok yaitu pengawasan
eksternal yang dilakukan oleh otaritas pengawas perbankan, pengawasan internal oleh
manajemen dan pengawasan oleh masyarakat (market dicipline). Sedangkan otoritas pengawas
perbankan dewasa ini masih dipegang oleh bank Indonesia mempunyai kewenangan sebagai
power to regulate, power to lisence, power to control dan power to impose sanction.
Dalam UU Bank Indonesia dan UU Perbankan menyatakan pengawasan perbankan oleh
Bank Indosesia meliputi pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak
langsung (off site supervision), pengawasan bank pada prinsipnya terbagi atas dua jenis:
Pertama, pengawasan dalam rangka mendorong bank untuk menunjang pertumbuhan ekonomi
dan menjaga kestabilan moneter (macro-economic-supervision). Kedua, pengawasan yang
mendorong bank secara individual tetap sehat serta mampu mendorong kepentingan masyarakat
secara baik (micro-prudential supervision).
Permasalahan yang terjadi dalam perbankan dewasa ini dengan perkembangan teknologi
dan globalisasi serta liberalisasi perbankan membawa perubahan mendasar pada bisnis perban-
kan yang dapat menimbulkan risiko pada perbankan. Di sisi lain kondisi perbankan nasional
masih diwarnai dengan masih marak terjadinya tindak pidana perbankan termasuk di dalamnya
bentuk kecurangan (fraud) dalam pengelolaan bank serta lemahnya penerapan corporate
governance.
Dalam tulisan ini akan mencoba menjelaskan bagaimana model regulasi dalam
menciptakan efektifitas pengawasan perbankan dan bagaimana model pengawasan perbankan di
Indonesia dalam aspek pengawasan micro-prudential supervision.

Model Regulasi Dalam Menciptakan Efektivitas Pengawasan Perbankan


Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan nantinya sebagai memegang otoritas
perbankan memiliki kewenangan sebagai regulator yang sangat penting peranannya dalam me-
nentukan efektivitas dari sistem pengawasan perbankan. Ketentuan hukum yang dikeluarkan
oleh otoritas perbankan akan menjadikan pengawasan perbankan di dasarkan suatu norma atau

Halaman ke -1 dari 4
nilai tertentu yang menjadi acuan bagi otoritas pengawas maupun oleh dunia perbankan. Oleh
sebab itu perlu suatu kerangka hukum yang responsif dalam menciptkan sisitem pengawasan
sesuai dengan tujuan dari keberadaan bank dalam masyarakat dan pembangunan nasional.
Peranan hukum akan membawa penafsiran ke arah asas manfaat, bagaimana bekerjanya
hukum dan bahkan efektifitas hukum terhadap suatu permasalahan. Hukum Ekonomi adalah
hukum yang memiliki pengaruh yang signifikan pada aktivitas ekonomi, atau hukum di bidang
perekonomian adalah perangkat hukum yang memiliki keterkaitan erat dengan segala kegiatan
perekonomian. Peranan hukum dalam hal pengawasan perbankan, tentunya mengingat
bagaimana sifat dari industri perbankan sebagai jantungnya perekonomian nasional (leading
indicator), dan bagaimana sifat dari industri perbankan sebagai industri kepercayaan (fiduciary
financial institution) serta keterkaitan perbankan dengan kebijakan moneter.
Burg’s (Nasution,2010:6), dalam hasil studi yang dilakukan menyatakan mengenai
hukum dan pembangunan terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak meng-
hambat ekonomi, yaitu stabilitas (stability),prediksi (prediktability), keadilan (fairness),
pendidikan (education) dan pengembangan khusus dari sarjana hukum (the spesial development
abilities of the lawyer). Hal tersebut sejalan dengan pendapat J.D. Hart (Nasution,2010:6), yang
mengemukakan konsep hukum sebagai dasar pembangunan ekonomi yaitu predictability,
prosedural capability, codification of goal, education, balance, defenition and clarity of status
serta accomodation.
Reformasi hukum ekonomi dipandang penting oleh pengambil kebijakan karena
pembangunan Indonesia secara historis menitik beratkan pada pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi telah menjadi faktor pendorong utama di balik keinginan Indonesia
untuk berubah dari masyarakat pertanian tradisional menjadi masyarakat industri modern sejajar
dengan negara-negara maju. Kebijakan ini telah memengaruhi sistem hukum, terutama kondisi
ketika hukum pertanian tradisional harus diubah untuk memenuhui norma hukum baru yang
dipersyaratkan oleh masyarakat industri modern.
Menurut Hikmahanto Juwana (Sandriharmy, 2009 :38) pada hakekatnya terdapat lima
jenis pembaharuan dalam hukum ekonomi yaitu : 1) keusangan, 2) komitmen terhadap suatu
perjanjian internasional, 3) perbaikan iklim investasi, 4) penyesuai dengan permasalahan
internasional, dan 5) pendukung Indonesia menjadi negara industri. Perlu disadari bahwa
korelasi antara pengaturan industri perbankan dengan aktivitas perbankan itu sendiri sangatlah
erat. Untuk itu pembuatan (drafting) atau perbaikan (revision) peraturan perundang-undangan di
sektor perbankan serta penegakan hukumnya harus dilakukan secara hati-hati dengan memperha-
tikan akibat ekonominya serta dalam rangka melindungi fungsi perbankan dalam perekonomian
dan untuk memantapkan kepercayaan masyarakat pada industri perbankan.

Halaman ke -2 dari 4
Pengaturan perbankan di Indonesia memiliki fungsi utama : Pertama, untuk tujuan
stabilitas moneter, mengingat masih dominannya perbankan sebagai sumber pembiayaan
investasi, Kedua, fungsi pengawasan dalam rangka menjaga keamanan dan kesehatan bank dan
persaingan antar bank yang sehat, selain itu untuk melindungi nasabah dan menjaga stabilitas
pasar uang, mendorong sistem perbankan yang berkualitas dengan biaya yang wajar, Ketiga,
tujuan pencapaian program-program pembangunan, khususnya ikut mengatasi masalah-masalah
ekonomi, seperti tingginya angka pengangguran, kemiskinan atau kelangkaan sumber daya
investasi atau dapat dikatakan bank-bank di indonesia sebagai agent of development dan di-
harapkan dapat memberikan kontribusi pada usaha-usaha peningkatan tabungan nasional,
menumbuhkan kegiatan usaha serta meningkatkan alokasi sumber-sumber perekonomian.
Bank Indonnesia sebagai regulator ataupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang
berdasarkan UU OJK mengambil alih tugas Bank Indonesia dalam pengawasan perbankan harus
mampu membuat regulasi dengan berpedoman pada konsepsi hukum tersebut diatas. Misalnya
regulasi yang berkaitan dengan kepemilikan bank, dimana kepemilikan bank tidak melemahkan
kemadirian kemampuan keuangan nasional dengan meliberalisasi industri keuangan sehingga
perbankan nasional lebih dikuasai oleh asing termasuk sistem kepemilikan bank yang berpotensi
menimbulkan fraud dalam pengelolaan perbankan. Regulasi untuk memperbaiki buruknya
manajemen bank dan terlalu berani mengambil risiko dan longgarnya pengawasan terhadap
tindakan penipuan dan pengelapan dana termasuk ketentuan bagaimana lebih mengefektifkan pe-
nerapan corporate governance pada perbankan serta ketentuan yang melindungi nasabah
perbankan.

Model Pengawasan Perbankan


Tujuan Pengawasan Perbankan Secara fundamental dilakukan pengawasan terhadap bank
adalah :
1. Berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistem perbankan dan
individual bank . Kepercayaan tersebut penting karena sumber dana, tujuan dasar bank
adalah memberikan jasa keuangan. Kehadiran bank yang tidak sehat dapat mengancam
integritas sistem perbankan harus ditutup melalui eveluasi pemeriksaan terhadap
kecukupan modal, kualitas aset, manajemen, posisi likuiditas dan kemampuan
pendapatan.
2. Pemeriksaan langsung secara berkala merupakan langkah yang terbaik untuk menentukan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang merupakan prioritas utama bagi
pengawas.

Halaman ke -3 dari 4
3. Proses pemeriksaan dapat membantu mencegah masalah yang tidak dapat diperbaiki dan
yang semakin memburuk, sehingga biaya penyelamatan atau pembayaran terhadap terha-
dap nasabah penyimpan.
4. Pemeriksaan dapat memberikan masukan kepada pengawas tentang bentuk, tingkat
keseriusan dan akibat dari suatu masalah bagi bank dan memberikan fakta dasar bagi
langkah-langkah perbaikan yang tepat, rekomendasi dan perintah. Dengan demikian
pemeriksaan memainkan peranan kunci dalam proses pengawasan itu sendiri. (Sitompul,
2005 :10).
Perkembangan pengawasan perbankan ditinjau dari regulasi yang dikeluarkan
pendekatan pengawasan perbankan di awali pendekatan lender of the last resort yang kemudian
bergeser kepada pendekatan pengawasan dengan prinsip kehatian-hatian bank (prudential
supervisor). Dengan mengacu pada standar pengawasan perbankan secara internasional atau
Kesepakatan Basel (Basel Accord) sebagai best practices pengawasan perbankan Indonesia.
Komite Basel (the Basel Commitee) untuk pengawasan perbankan (Basel Commitee on Banking
Supervision) yang dicetuskan pada tahun 1974 dengan pendekatan pengawasan berdasarkan
resiko bank yang kemudian pada tahun 1997 Kesepakatan basel menetapkan 25 prinsip inti
pengawasan yang dilakukan otoritas pengawas yang dikenal dengan “25 Core principle for
effective Banking Supervision”, dimana kemudian dilakukan beberapa kali review lagi, terakhir
review dilakukan pada tahun 2012 dengan mengaitkan dengan pada aspek stabilitas perbankan.
Dalam pengawasan internal permasalahannya adalah bagaimana mengoptimalkan tata
kelola perusahaan yang baik (corporate governance) yang dewasa ini masih lemah kemudian
bagaimana peningkatan peran kepatuhan (compliance unit) dimana pengurus bertanggung jawab
dalam pengawasan manajemen risiko kepatuhan bank, serta yang tidak kalah penting juga adalah
prinsip know your employee.
Fungsi pengawasan masyarakat (market dicipline) merupakan bagian yang penting dari
fungsi pengawasan perbankan yang instrumennya perlu lebih didorong lagi. Misalnya dengan
regulasi dan kewajiban keterbukaan informasi bank, mengoptimalkan fungsi lembaga
pemeringkat dan lain nya. Bahkan sering kali market dicipline mengetahui lebih dahulu daripada
otoritas pengawas dalam terjadinya kegagalan suatu bank ataupun praktik fraud dalam
pengelolaan bank. (*)

Halaman ke -4 dari 4

Anda mungkin juga menyukai