Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM PENELITIAN OPERASIONAL II

LINEAR GOAL PROGRAMMING

KELOMPOK 4.1:

M. FARHANUDDIN WIJAYA 2009036003


INTAN WULANDARI 2009036030

LABORATORIUM TEKNOLOGI INDUSTRI


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Linear Goal programming

Menurut Soekartawi (1992) dalam Widyaningsih dan Andayani (2018), matematika


merupakan ilmu eksak atau ilmu pasti yang memiliki peran yang sangat vital dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh penerapannya adalah dalam penyelesaian
masalah optimasi. Optimasi merupakan pencapaian suatu keadaan yang terbaik, yaitu
pencapaian suatu solusi masalah yang diarahkan pada batas maksimum dan minimum.
Optimasi dapat diselesaikan dengan metode linear programming, yang dibagi kedalam
dua jenis fungsi tujuan, yaitu satu fungsi tujuan (single goal) dan lebih dari satu fungsi
tujuan atau multi tujuan (multi goal atau multiobjektif).

Menurut Charles dan Simpson (2002) dalam Widyaningsih dan Andayani (2018), goal
programming merupakan salah satu metode dalam optimasi multiobjektif. Goal
programming adalah salah satu model matematis yang dipandang sesuai digunakan
untuk pemecahan masalah multi tujuan, karena melalui variabel deviasionalnya, goal
programming secara otomatis menangkap informasi tentang pencapaian relatif dari
tujuan yang ada.

Menurut Siswano (2007) dalam Widyaningsih dan Andayani (2018), penyelesaian goal
programming adalah dengan cara mengubah beberapa tujuan tersebut menjadi satu
tujuan (single goal). Perbedaannya dengan linear programming single goal hanya
terletak pada kehadiran sepasang variabel deviasional yang muncul pada fungsi tujuan
dan fungsi-fungsi kendala. Optimasi dengan metode goal programming ini dapat
diaplikasikan dalam optimasi perencanaan produksi di perusahaan.

Menurut Esther dkk. (2013) dalam Lubis dkk. (2021), optimasi merupakan pencapaian
suatu keadaan yang terbaik, yaitu pencapaian suatu solusi masalah yang diarahkan pada
batas maksimum dan minimum. Optimasi dapat ditempuh dengan dua cara yaitu
maksimisasi dan minimisasi. Maksimisasi adalah optimasi produksi dengan
mengalokasian input yang sudah tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimal. Sedangkan minimisasi adalah optimasi produksi untuk menghasilkan tingkat
output tertentu dengan menggunakan input atau biaya yang paling minimal.

Menurut Syahputra (2018) dalam Lubis dkk. (2021), goal programming ditujukan untuk
mengatasi masalah dengan lebih dari satu tujuan. Tujuan-tujuan tersebut bisa saling
berkaitan dan bisa juga saling bertentangan. Ketika tujuan yang satu berkaitan dengan
tujuan lain, maka solusi terhadap satu tujuan menguntungkan tujuan yang lain. Tetapi
pada kondisi nyata sering ditemukan tujuan-tujuan yang saling bertentangan, di mana
ketika mencoba mengoptimalkan tujuan yang satu maka akan menyebabkan kerugian
pada tujuan yang lain. Dalam hal ini benar-benar diperlukan suatu metode yang bisa
merangkum tujuan-tujuan yang saling bertentangan tersebut dan mencari solusi optimal
dari seluruh tujuan yang ingin dicapai secara simultan.

Menurut Anis (2007) dalam Lubis dkk. (2021), metode goal programming efektif jika
digunakan menentukan kombinasi produk optimal dan sekaligus mencapai sasaran-
sasaran yang diinginkan. Dari paper tersebut didapat bahwa goal programming
merupakan metode yang tepat digunakan dalam pengambilan keputusan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang bertentangan di dalam batasan-batasan yang komplek
dalam perencanaan produksi. Metode goal programming juga membantu kita untuk
memperoleh jawab optimal yang paling mendekati sasaran-sasaran yang kita inginkan.

Menurut Astuti (2013) dalam Tetilias dkk. (2018), optimasi produksi merupakan suatu
cara untuk merencanakan atau mengatur penggunaan sumberdaya yang dimiliki
perusahaan seperti bahan baku, tenaga kerja, modal kerja, fasilitas produksi supaya
dapat memenuhi permintaan konsumen, mengoptimalkan bahan baku yang ada dan agar
proses produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Menurut Susanti (2013) dalam Tetilias dkk. (2018), goal programming (GP) adalah
suatu model matematis yang digunakan sebagai dasar dalam pengambilan suatu
keputusan untuk menganalisis dan membuat solusi persoalan yang melibatkan banyak
tujuan sehingga diperoleh alternative pemecahan masalah yang optimal. Metode goal
programming juga efektif bila digunakan untuk menentukan kombinasi produk yang
optimal dan sekaligus mencapai sasaran yang diinginkan perusahaan.

Menurut Marpaung (2009) dalam Titilias (2018), ada beberapa langkah yang harus
dilakukan dalam perumusan masalah goal programming yaitu:
1. Penentuan variabel keputusan
Penentuan variabel keputusan, yaitu dengan melakukan
parameter-parameter yang berpengaruh terhadap keputusan.
2. Penentuan fungsi tujuan
Ada 3 macam kemungkinan hubungan tersebut, yaitu f ( xi )=bi, fi ( xi ) ≥ bi, atau
fi ( xi ) ≤ bi.
3. Perumusan fungsi sasaran
Pada langkah ini tiap tujuan pada sisi kirinya ditambahkan dengan variabel deviasi
+¿=bi .¿

f ( x ) +¿−¿− pi ¿

4. Penetuan prioritas pertama


Keinginan dari pengambil keputusan dan Keterbatasan sumber-sumber yang ada.
5. Penentuan fungsi pencapaian
Dalam memformulasikan fungsi pencapaian adalah menggabungkan setiap tujuan
yang berbentuk minimasi variabel simpangan sesuai dengan prioritasnya.
6. Penyelesaian model goal programming Adapun bentuk umum dari metode GP
adalah:
Meminimumkan : Z = ∑ n ,i=1 ¿
:∑ ¿ = 1 , aijXj−¿+¿+ pi
−¿=bi ¿
¿
Kendala
𝑗 = 1,2, … , 𝑚
𝑘 = 1,2, … , 𝑝, 𝑚, 𝑛, 𝑝 ∈ 𝑍+
Keterangan:
𝑋𝑗 : Peubah pengambilan keputusan yang dinamakan sub
tujuan
𝐶𝑘 : Jumlah sumber daya yang tersedia.
𝑎𝑖𝑗 : Koefisien teknologi fungsi kendala tujuan,
𝑏𝑖 :Tujuan atau sasaran yang ingin dicapai.
𝜂𝑖+ , 𝜌𝑖- : Deviasi plus dan minus dari tujuan atau target ke-𝑖
Menurut Otaviani dkk. (2018), istilah yang digunakan dalam goal programming:
1. Variabel keputusan yaitu seperangkat variabel yang tidak diketahui, dilambangkan
dengan Xj (j=1,2,3, …, n) yang akan dicari nilainya.
2. Nilai ruas kanan yaitu nilai sumber daya, yang dilambangkan b i dan yang akan
ditentukan kekurangan atau kelebihan penggunanya.
3. Tujuan (goal) yaitu keinginan meminimumkan angka penyimpangan nilai ruas kanan
pada goal constraint tertentu.
4. Preemptive priority factor yaitu suatu sistem urutan, dilambangkan dengan Pk
(k=1,2, …, n), k merupakan banyaknya tujuan yang disusun dalam suatu urutan.
5. Variabel deviasi yaitu variabel yang menunjukkan penyimpangan negatif (d-) atau
penyimpangan positif (d+) dari suatu nilai ruas kanan kendala tujuan. Variabel deviasi
terbagi menjadi dua yaitu :
a. Deviasi positif (d+): menampung deviasi yang berada di atas tujuan yang di
kehendaki. (d+) selalu bernilai -1 pada setiap kendala.
b. Deviasi negatif (d-): menampung deviasi yang berada di bawah tujuan yang
dikehendaki, (d-) selalu bernilai +1 pada setiap kendala.

Menurut Otaviani dkk. (2018), langkah-langkah dasar perumusan model goal


programming adalah sebagai berikut :
1. Menentukan variabel keputusan,
2. Menyatakan kendala tujuan,
3. Menyatakan kendala sistem,
4. Menentukan prioritas,
5. Menyatakan fungsi tujuan,
6. Menyatakan kendala atau batasan non negative, dan
7. Menyelesaikan model goal programming.

Menurut Kumar dkk. (2018) dalam Sugianto (2021), penerapan goal programming
sangat luas dan dapat diimplementasikan pada penganggaran modal dan pada penentuan
beberapa proyek yang saling eksklusif satu sama lain dengan memberikan nilai
sekarang dari pengeluaran untuk periode tersebut dan memberikan nilai sekarang dari
proposal investasi industri skala besar. Suatu pendekatan menggunakan goal
programming digambarkan sebagai alternative praktis yang mungkin. Goal
programming merupakan metode untuk mengambil keputusan dengan memperhatikan
fungsi tujuan yang berbentuk target. Saat ini goal programming telah dikembangkan
lebih lanjut dengan menggunakan matriks sehingga perhitungan menjadi lebih
sederhana.

Menurut Onuoha (2013) dalam Otaviani dkk. (2018), goal programming adalah
perluasan dari linear programming yang merupakan alat matematis untuk menangani
multi tujuan dengan tujuan yang bertentangan melalui variabel deviasinya. Langkah-
langkah dasar perumusan model goal programming yaitu menentukan variabel
keputusan, menyatakan kendala tujuan, menyatakan kendala sistem, menentukan
prioritas, menyatakan fungsi tujuan, menyatakan kendala non negatif, menyelesaikan
model goal programming.

Menurut Orumie dan Ebong (2014) dalam Sugianto (2020), goal programming dapat
dianggap sebagai cabang dari optimasi multi objektif yang dengan sendirinya
merupakan bagian dari analisis keputusan multi-kriteria. Goal programming adalah
salah satu teknik pengambilan keputusan multi kriteria yang digunakan dalam
optimalisasi beberap tujuan objektif dengan meminimalkan penyimpangan untuk
masing-masing tujuan dari target yang diinginkan.

Menurut Berrouiguet dan Tissourassi (2015) dalam Sugianto (2020), secara umum,
gagasan goal programming adalah untuk mengubah berbagai tujuan awal menjadi satu
tujuan. Goal programming hanya menghasilkan hasil yang efisien dan memuaskan
daripada optimal. Hal ini terjadi karena, tidak biasa untuk selalu memuaskan setiap
tujuan, sehingga goal programming berupaya mencapai tingkat memuaskan dari
berbagai tujuan yang sedang dipertimbangkan.

Menurut Liu dan Chen (2015) dalam Sugianto (2020), goal programming dikenal juga
sebagai optimisasi multi-kriteria atau multi-atribut, yang merupakan proses
mengoptimalkan secara bersamaan dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan.
Pemrograman multiobjek baru yang disebut pemrograman multiobjek tidak pasti yang
merupakan jenis pemrograman multiobjek yang melibatkan variabel tidak pasti.

BAB III
LINEAR GOAL PROGRAMMING

3.1. Permasalahan Linear Goal Programming

PT Asus Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi barang


elektronik. PT Asus Indonesia ingin memproduksi produk mereka yaitu televisi,
handphone, laptop, dan monitor. Pada saat memproduksi barang-barang tersebut akan
melalui beberapa tahapan produksi yaitu pemilihan komponen, perakitan, pengemasan,
dan pendistribusian bang ke seluruh retail yang ada di Indonesia. Untuk pemilihan
komponen setiap produk rata-rata memerlukan waktu dimana televisi selama 8 jam
perhari, pemilihan komponen handphone selama 2 jam perhari, pemilihan komponen
laptop selama 10 jam perhari dan pemilihan komponen monitor sebanyak 2 jam perhari.
Untuk perakitan setiap produk rata-rata memerlukan waktu dimana televisi selama 6
jam perhari, perakitan handphone sebanyak 4 jam perhari, perakitan laptop sebanyak 6
jam perhari dan perakitan monitor sebanyak 4 jam perhari. Untuk pengemasan setiap
produk rata-rata memerlukan waktu dimana televisi selama 6 jam perhari, pengemasan
handphone selama 4 jam perhari, pengemasan laptop selama 6 jam perhari dan
pengemasan monitor selama 2 jam perhari. Untuk pendistribusian setiap produk rata-
rata memerlukan waktu dimana televisi selama 4 jam perhari, pendistribusian
handphone selama 2 jam perhari, pendistribusian laptop selama 4 jam perhari dan
pendistribusian monitor selama 2 jam perhari. Dengan durasi produksi PT Asus
Indonesia pada setiap tahunnya mampu beroperasi selama 1640 jam untuk pemilihan
komponen, 1600 jam untuk perakitan, 1660 jam untuk pengemasan, dan 1500 jam untuk
pendistribusian.
PT Asus Indonesia memiliki 5 tujuan yang berusaha untuk dicapai berdasarkan skala
prioritas sebagai berikut:
Prioritas 1: Meminimumkan ketidaktercapaian total produksi sebesar 1350 unit
pertahun (Goal 1)
Prioritas 2: Meminimumkan ketidaktercapaian produksi kurang dari 78 unit produk
televisi pertahun (Goal 2)
Prioritas 3: Meminimumkan ketidaktercapaian produksi kurang dari 96 unit produk
handphone pertahun (Goal 3)
Prioritas 4: Meminimumkan ketidaktercapaian produksi kurang dari 75 unit produk
laptop pertahun (Goal 4)
Prioritas 5: Meminimumkan ketidaktercapaian produksi kurang dari 98 unit produk
monitor pertahun (Goal 5)

Tabel 3.1 Data Produksi Barang Elektronik PT Asus Indonesia


Tahapan Produksi Kapasitas
Televisi Handphone Laptop Monitor
(jam) (unit/pertahun)
Pemilihan
8 2 10 2 1640
Komponen
Perakitan 6 4 6 4 1600
Pengemasan 6 4 6 2 1660
Pendistribusian 4 2 4 2 1500

Formulasikan model Linear Goal Programming untuk menentukan jumlah produk


televisi, handphone, laptop, dan monitor.

3.2. Penyelesaian Masalah Linear Goal Programming

Berdasarkan studi kasus di atas, PT Asus Indonesia memiliki 5 tujuan untuk dicapai.
Setelah mengetahui prioritas dari PT Asus Indonesia memiliki, maka dituliskan kedalam
sebuah formulasi model Goal programming untuk menyelesaikan studi kasus PT Asus
Indonesia menggunakan software LINGO. Berikut merupakan langkah-langkah untuk
menyelesaikan persoalan Linear Goal Programming dengan software LINGO yang
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Dibuka software LINGO dengan cara klik dua kali pada ikon LINGO pada desktop.
2. Pada layar akan muncul tab untitled yang merupakan tempat mengetikkan formulasi
matematis dari sebuah persoalan.
3. Berdasarkan persoalan PT Asus Indonesia, terlebih dahulu ditentukan variabel
keputusan, tujuan, dan batasan sebelum dituliskan ke dalam bentuk model matematis
seperti berikut:
a. Berikut merupakan nilai dari variabel keputusan permasalahan PT Maju Mundur
mengenai produksi perkakas kayu.
X1 : Jumlah televisi yang harus diproduksi (unit)
X2 : Jumlah handphone yang harus diproduksi (unit)
X3 : Jumlah laptop yang harus diproduksi (unit)
X4 : Jumlah monitor yang harus diproduksi (unit)
b. Berikut merupakan prioritas dari permasalahan PT Maju Mundur mengenai
produksi perkakas kayu.
Prioritas 1: Meminimumkan ketidaktercapaian total produksi sebesar 1350 unit
pertahun (Goal 1)
Prioritas 2: Meminimumkan ketidaktercapaian produksi kurang dari 78 unit
produk televisi pertahun (Goal 2)
Prioritas 3: Meminimumkan ketidaktercapaian produksi kurang dari 96 unit
produk handphone pertahun (Goal 3)
Prioritas 4: Meminimumkan ketidaktercapaian produksi kurang dari 75 unit
produk laptop pertahun (Goal 4)
Prioritas 5: Meminimumkan ketidaktercapaian produksi kurang dari 98 unit
produk monitor pertahun (Goal 5)
c. Berikut merupakan fungsi tujuan serta batasan dari permasalahan yang dihadapi
PT Maju Mundur mengenai produksi perkakas kayu mereka.
Fungsi tujuan : Min P1d1- + P2d2- + P3d3- + P4d4- + P5d5-
Batasan : 8x1 + 2x2 + 10x3 + 2x4 ≤ 1640
6x1 + 4x2 + 6x3 + 4x4 ≤ 1600
6x1 + 4x2 + 6x3 + 2x4 ≤ 1660
4x1 + 2x2 + 4x3 + 2x4 ≤ 1500
x1 + x2 + x3 + x4 + db1 - da1 = 1350
x1 + db2 - da2 = 78
x2 + db3 - da3 = 96
x3 + db4 - da4 = 75
x4 + db5 - da5 = 98
4. Ketikkan formulasi model matematis yang telah dibuat sebelumnya pada software
LINGO seperti yang terlihat pada Gambar 3.1 berikut ini.

Gambar 3.1 Formulasi model matematis pada software LINGO

5. Klik Solver, kemudian Solve pada toolbar untuk melihat hasil komputasi dari
perumusan masalah studi kasus tersebut.
6. Selanjutnya akan muncul kotak dialog Solution Report – Lingo1 dari studi kasus di
atas seperti pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Output software LINGO
3.3. Analisa Output Linear Goal programming

Dalam menyelesaikan permasalahan Linear Goal Programming dengan menggunakan


software. Permasalahan pada PT Asus Indonesia yang memproduksi televisi,
handphone, laptop, dan monitor yang sesuai dengan batasan-batasan yang diinginkan.
Kemudian didapatkan output dari hasil penyelesaian studi kasus tersebut dimana
analisis output dengan menggunakan software LINGO dapat dilihat di bawah ini.
1. Objective function Value
Dapat diketahui nilai dari objective function value merupakan nilai optimal yang
didapat dari Linear Goal Programming. Maka nilai objective function value yang
didapatkan dari studi kasus di atas adalah sebesar 1034,333 dengan fungsi tujuan
Min P1d1- + P2d2- + P3d3- + P4d4- + P5d5-. Dengan variabel keputusan yaitu televisi (X1)
diproduksi sebanyak 78 unit, handphone (X2) diproduksi sebanyak 96 unit, laptop
(X3) diproduksi sebanyak 59,333 ≈ 59 unit, dan monitor (X4) diproduksi sebanyak
98 unit. Nilai 1034,333 diperoleh berdasarkan jumlah kekurangan dari prioritas-
prioritas yang telah ditentukan. Diperoleh juga nilai dari infeasibilities studi kasus
tersebut senilai 0. Selain itu diketahui juga bahwa pada studi kasus ini dilakukan
solver iteration sebayak 6 kali untuk mendapatkan hasil yang optimal.
2. Value
Diketahui bahwa nilai value yang dihasilkan oleh LINGO merupakan nilai yang
sudah paling optimal dari batasan-batasan yang ada. Pada value variable keputusan
pada output LINGO ditandai dengan label variable. Berdasarkan penyelesaian studi
kasus menggunakan software LINGO diperoleh nilai value dari studi kasus PT Asus
Indonesia yang dapat dilihat sebagai berikut:
a. Variable DB1 mendapat value senilai 1018,667 ≈ 1019, yang artinya terdapat
ketidaktercapaian dalam total produksi PT Asus Indonesia sebanyak 1018,667 ≈
1019 unit dari total produksi sebanyak 1350 unit pertahun,
b. Variable DB2 mendapat value senilai 0, yang artinya tidak terdapat
ketidaktercapaian dalam produksi televisi sebanyak 78 unit pertahun,
c. Variable DB3 mendapat value senilai 0 unit yang artinya tidak terdapat
ketidaktercapaian dalam produksi handphone sebanyak 96 unit pertahun,
d. Variable DB4 mendapat value senilai 15,667 ≈ 16, yang artinya terdapat
ketidaktercapaian sebesar 15,667 ≈ 16 unit dalam produksi laptop yang harusnya
diproduksi 75 unit pertahun,
e. Variable DB5 mendapat value senilai 0, yang artinya tidak terdapat
ketidaktercapaian dalam produksi monitor yaitu 98 unit pertahun,
f. Variable X1 (televisi) mendapat value senilai 78, yang artinya jumlah televisi
yang diproduksi sudah mencapai fungsi tujuan yaitu sebanyak 78 unit pertahun,
g. Variable X2 (handphone) mendapat value senilai 96, yang artinya jumlah
handphone yang diproduksi sudah mencapai fungsi tujuan yaitu sebanyak 96 unit
pertahun,
h. Variable X3 (laptop) mendapat value senilai 59,333 ≈ 59, yang artinya laptop
yang diproduksi yaitu sebanyak 59,3333 unit ≈ 59 unit dan jumlah tersebut belum
mencapai fungsi tujuan sebanyak 75 unit pertahun,
i. Variable X4 (monitor) mendapat value sebesar 98, yang artinya jumlah monitor
yang diproduksi sudah mencapai fungsi tujuan yaitu sebanyak 98 unit pertahun,
j. Variable DA1 mendapat nilai value senilai 0, yang berarti tidak terdapat kelebihan
produksi PT Asus Indonesia dari total produksi sebanyak 1350 unit pertahun,
k. Variable DA2 mendapat nilai value senilai 0, yang berarti tidak terdapat kelebihan
produksi untuk produk televisi sebanyak 78 unit pertahun,
l. Variable DA3 mendapat nilai value senilai 0, yang berarti tidak terdapat kelebihan
produksi untuk produk handphone sebanyak 96 unit pertahun,
m. Variable DA4 mendapat nilai value senilai 0, yang berarti tidak terdapat kelebihan
produksi untuk produk laptop sebanyak 75 unit pertahun,
n. Variable DA5 mendapat nilai value senilai 0, yang berarti tidak terdapat kelebihan
produksi untuk produk monitor yaitu 98 unit pertahun.
3. Reduced cost
Reduced cost adalah tambahan biaya yang dihasilkan, atau tambahan objective
function value setiap adanya tambahan satu satuan pada variabel. Berdasarkan
penyelesaian menggunakan software LINGO diperoleh nilai reduced cost dari studi
kasus PT Asus Indonesia mengenai produksi barang elektronik yang dapat dilihat
pada penjelasan berikut:

a. Variable X1 (televisi) diperoleh nilai reduced cost senilai 0, yang berarti jumlah
produksi televisi sudah optimal yaitu sebanyak 78 unit.
b. Variable X2 (handphone) diperoleh nilai reduced cost senilai 0, yang berarti
jumlah produksi televisi sudah optimal yaitu sebanyak 96 unit.
c. Variable X3 (laptop) diperoleh nilai reduced cost senilai 0, yang berarti jumlah
produksi televisi sudah optimal yaitu sebanyak 59,33333 unit ≈ 59 unit,
d. Variable X4 (monitor) diperoleh nilai reduced cost senilai 0, yang berarti jumlah
produksi televisi sudah optimal yaitu sebanyak 98 unit,
4. Slack or Surplus
Nilai slack or surplus memberikan informasi perubahan pada nilai fungsi tujuan bila
nilai ruas kanan berubah satu unit, studi kasus Linear Goal programming pada PT
Asus Indonesia diketahui bahwa pada row 1, 2, 4 dan 5 masing-masing bernilai
1034,333, 34,667, 256 dan 562,667. Sehingga dalam studi kasus tersebut bisa
dikatakan sebagai kendala aktif atau non basis. Pada row 3, 6, 7, 8, 9 dan 10 bernilai
0 yang artinya dapat menunjukkan bahwa S3, S6, S7, S8, S9 dan S10 dalam
permasalahan diatas dapat dikategorikan sebagai kendala aktif non variable atau
variabel basis.
5. Dual price
Nilai dual price pada studi kasus PT Asus Indonesia di atas, dapat dilihat untuk row
1, 3, 6, 7, 8, 9, dan 10 memiliki nilai berturut-turut sebesar -1; 0,333; -1; -1; -0,333; -
1 dan -0,333. Pada kendala 1, 6, 7 dan 9 bernilai -1 yang berarti apabila ruas kanan
batasan ditambah sebesar 1 jam maka akan mengurangi sebesar 1 unit di nilai ruas
kanan fungsi tujuan. Pada kendala 3, yaitu 0,333 yang berarti apabila ruas kanan
batasan ditambah sebesar 1 jam maka akan bertambah sebesar 0,333 unit di nilai ruas
kanan fungsi tujuan. Pada kendala 8 dan 10 yaitu -0,333 yang berarti apabila ruas
kanan batasan ditambah sebesar 1 jam maka akan mengurangi sebesar 0,333 unit di
nilai ruas kanan fungsi tujuan. Sedangkan pada row 2, 4, dan 5 bernilai 0, hal ini
menunjukkan bahwa jika ruas kanan kendala 2, kendala 4, dan kendala 5 bertambah
1 jam maka tidak mengubah nilai fungsi tujuan.

3.4 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum penelitian operasional 2 dengan menggunakan software


LINGO untuk studi kasus Linear Goal Programming pada PT Asus Indonesia dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Nilai objective function value yang didapatkan dari studi kasus di atas sebesar
1034,333 dengan fungsi tujuan Min P1d1- + P2d2- + P3d3- + P4d4- + P5d5-. Dengan
variabel keputusan yaitu televisi (X1) diproduksi sebanyak 78 unit, handphone (X2)
diproduksi sebanyak 96 unit, laptop (X3) diproduksi sebanyak 59,333 ≈ 59 unit, dan
monitor (X4) diproduksi sebanyak 98 unit. Nilai 1034,333 diperoleh berdasarkan
jumlah kekurangan dari prioritas-prioritas yang telah ditentukan. Diperoleh juga nilai
dari infeasibilities studi kasus tersebut senilai 0. Diketahui juga bahwa pada studi
kasus ini dilakukan solver iteration sebayak 6 kali untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
2. Berdasarkan nilai value pada studi kasus di atas untuk mengetahui jumlah produksi
dari masing-masing produk, dengan hasil output LINGO maka didapatkan untuk
produksi yaitu sejumlah:
a. Variable X1 (televisi) mendapat value senilai 78, yang artinya jumlah televisi
yang diproduksi sudah mencapai fungsi tujuan yaitu sebanyak 78 unit pertahun,
b. Variable X2 (handphone) mendapat value senilai 96, yang artinya jumlah
handphone yang diproduksi sudah mencapai fungsi tujuan yaitu sebanyak 96 unit
pertahun,
c. Variable X3 (laptop) mendapat value senilai 59,333 ≈ 59, yang artinya laptop
yang diproduksi yaitu sebanyak 59,3333 unit ≈ 59 unit dan jumlah tersebut belum
mencapai fungsi tujuan sebanyak 75 unit pertahun,
d. Variable X4 (monitor) mendapat value sebesar 98, yang artinya jumlah monitor
yang diproduksi sudah mencapai fungsi tujuan yaitu sebanyak 98 unit pertahun,
e. Variable DB1 mendapat value senilai 1018,667 ≈ 1019, yang artinya terdapat
ketidaktercapaian dalam total produksi PT Asus Indonesia sebanyak 1018,667 ≈
1019 unit dari total produksi sebanyak 1350 unit pertahun,
f. Variable DB2 mendapat value senilai 0, yang artinya tidak terdapat
ketidaktercapaian dalam produksi televisi sebanyak 78 unit pertahun,
g. Variable DB3 mendapat value senilai 0 unit yang artinya tidak terdapat
ketidaktercapaian dalam produksi handphone sebanyak 96 unit pertahun,
h. Variable DB4 mendapat value senilai 15,667 ≈ 16, yang artinya terdapat
ketidaktercapaian sebesar 15,667 ≈ 16 unit dalam produksi laptop yang harusnya
diproduksi 75 unit pertahun,
i. Variable DB5 mendapat value senilai 0, yang artinya tidak terdapat
ketidaktercapaian dalam produksi monitor yaitu 98 unit pertahun,
3. Nilai reduce cost dapat dilihat pada output LINGO variable X1 bernilai 0 yang
berarti jumlah produksi televisi yang dibuat sudah optimal dengan jumlah 78 unit
pertahun. Variable X2 bernilai 0 yang berarti jumlah produksi handphone yang
dibuat sudah optimal dengan jumlah 96 unit pertahun. Variable X3 bernilai 0 yang
berarti jumlah produksi laptop yang dibuat sudah optimal dengan jumlah 59,333 ≈ 59
unit pertahun. Variable X4 bernilai 0 yang berarti jumlah produksi monitor yang
dibuat sudah optimal dengan jumlah 98 unit pertahun.
4. Nilai slack or surplus pada solution report dapat dilihat pada row 1, 2, 4 dan 5
masing-masing bernilai 1034,333, 34,667, 256 dan 562,667. Sehingga dalam studi
kasus tersebut bisa dikatakan sebagai kendala aktif atau non basis. Pada row 3, 6, 7,
8, 9 dan 10 bernilai 0 yang artinya dapat menunjukkan bahwa S3, S6, S7, S8, S9 dan
S10 dalam permasalahan diatas dapat dikategorikan sebagai kendala aktif non
variable atau variabel basis.
5. Nilai dual price menginformasikan perubahan pada nilai fungsi tujuan bila nilai ruas
kanan berubah satu unit. Pada row 1, 3, 6, 7, 8, 9, dan 10 memiliki nilai berturut-turut
sebesar -1; 0,333; -1; -1; -0,333; -1 dan -0,333. Pada kendala 1, 6, 7 dan 9 bernilai -1
dimana apabila ruas kanan batasan ditambah sebesar 1 jam maka akan mengurangi
sebesar 1 unit di nilai ruas kanan fungsi tujuan. Pada kendala 3, yaitu 0,333 dimana
apabila ruas kanan batasan ditambah sebesar 1 jam maka akan bertambah sebesar
0,333 unit di nilai ruas kanan fungsi tujuan. Pada kendala 8 dan 10 yaitu -0,333
dimana apabila ruas kanan batasan ditambah sebesar 1 jam maka akan mengurangi
sebesar 0,333 unit di nilai ruas kanan fungsi tujuan. Sedangkan pada row 2, 4, dan 5
bernilai 0, hal ini menunjukkan bahwa jika ruas kanan kendala 2, kendala 4, dan
kendala 5 bertambah 1 jam maka tidak akan mengubah nilai dari fungsi tujuan.

Anda mungkin juga menyukai