Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nur Habibah

NPM : B1A021345
Kelas : E

HUKUM ADAT
MATERI DAN PEMBAHASAN MENGENAI LIVING LAW
Living law  dan kepastian hukum sering diposisikan sebagai sesuatu yang diametral atau
berlawan, dimana living law dianggap tidak memberikan kepastian hukum karena sifatnya tidak
tertulis. Namun, menjadi pertanyaan besar jika kemudian konsep living law diakomodir dalam
hukum tertulis sebagaimana yang muncul dalam Pasal 2 RKUHP sehingga apakah konsep living
law yang tidak tertulis namun diakomodir dalam sistem hukum tertulis dapat berkorelasi dengan
prinsip kepastian hukum sebagaimana salah satu ciri hukum tertulis. 
Prof. Rato memaparkan kritiknya mengenai Pasal 2 RKUHP yang berbunyi sebagai
berikut: Pasal 2 ayat (1) yaitu: “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak
mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa
seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam undang-undang ini;
Pasal 2 ayat (2), Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku dalam tempat hukum itu dan sepanjang tidak diatur dalam undang-undang ini dan
sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, hak asasi
manusia, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.”
Menurutnya, Pasal 2 Ayat (1) bisa menjadi alat kriminalisasi dan juga batu sandungan
terhadap siapapun yang melakukan hal-hal yang tidak sejalan dengan kebijakan pemegang
kekuasaan. Sementara untuk Pasal 2 Ayat (2), bisa berakibat nantinya akan semakin banyak
orang asing yang datang ke Indonesia dengan membawa hukum-hukumnya yang mana nantinya
akan membuat hukum di masyarakat adat menjadi tergerus.
Prof Rato berpendapat bahwa Pasal 2 RKUHP harus ditolak karena subjek hukum yang
tidak jelas dengan ruang lingkup yang tidak terbatas. Perlu dingat juga bahwa di pinggir jalan
sekalipun ada hukum yang hidup, atau yang disebut hukum rakyat. Rumusan pasal ini seperti
‘lubang atau jebakan’ yang siap menerima siapapun yang terperosok ke dalamnya. Seandainya
pasal ini ditujukan pada ‘hukum adat’ maka keberlakuannya terbatas hanya pada masyarakat
hukum adat tertentu. Tetapi, jika rumusan ‘hukum yang hidup’ ini tidak ditujukan pada hukum
tidak tertulis tertentu, maka ia menjadi batu sandungan kepada setiap orang.1
Menurut Soepomo hukum adat adalah hukum yang hidup (the living law), karena ia
menjelmakan perasaan hidup yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitrahnya, hukum adat terus
menerus tumbuh dan berkembang seperti masyarakat sendiri. 2 Hukum adat merupakan istilah

1
Living Law dalam RKUHP. https://ylbhi.or.id/informasi/kegiatan/living-law-dalam-rkuhp/ diakses pada tanggal 25
Mei 2022. 10.39 WIB

2
Iman Sudiyat, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar,(Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 1991),8.
teknis ilmiah, yang menunjukkan aturan-aturan kebiasaan yang berlaku di kalangan masyarakat
yang tidak berbentuk peraturan-perundangan yang dibentuk oleh penguasa pemerintahan.
Living Law (dalam arti hukum adat) merupakan hukum yang dinamis dan tidak mudah
untuk dimusnahkan. Hukum adat juga plural dan berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah
lainnya.3 The living law adalah hukum yang hidup dan sedang aktual dalam suatu masyarakat,
sehingga tidak membutuhkan upaya reaktualisasi lagi. The living law bukan sesuatu yang statis,
tetapi terus berubah dari waktu ke waktu. The living law adalah hukum yang hidup di dalam
masyarakat, bisa tertulis bisa juga tidak. Secara sosiologis, the living law senantiasa akan hidup
terus dalam masyarakat. The living law merupakan aturan-aturan yang digunakan di dalam
hubungan-hubungan kehidupan yang sedang berlangsung dan bersumber dari adat istiadat atau
kebiasaan.4
Menurut Ehrlich konsep mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat (The Living
Law), sebagai lawan dari hukum perundang- undangan. Dengan konsepnya itu, pada dasarnya
hendak dikatakan bahwa hukum itu tidak kita jumpai di dalam perundang-undangan, di dalam
keputusan hukum, atau ilmu hukum tetapi hukum itu ditemukan dalam masyarakat sendiri.
Ehrlich berpendapat bahwa hukum itu merupakan variabel tak mandiri. Dihubungkan dengan
fungsi hukum sebagai sarana kontrol sosial, hukum tidak akan melaksanakan tugasnya apabila
landasan tertib sosial yang lebih luas tidak mendukungnya. Berakarnya tertib dalam masyarakat
ini berakar pada penerimaan sosial dan bukannya paksaan dari negara.5
Menurut Djojodigoeno, dalam dimensi hukum adat mengandung dua dimensi, yaitu
dimensi formal dan materiil. Dalam dimensi formal hukum adat adalah hukum yang tidak
tertulis. Sedangkan dimensi materialnya hukum adat adalah sistem norma yang mengekspresikan
perasaan keadilan masyarakat.6 Keadilan merupakan ruh bagi bangunan syari’ah, setiap
ketentuan hukum yang menyimpang dari keadilan bukan termasuk syari’ah, dan harus digantikan
dengan ketentuan yang mencerminkan keadilan. oleh karena itu, keadilan merupakan tolak ukur
suatu hukum. Ketika hukum tersebut tidak bisa mewujudkan rasa keadilan itu, maka masyarakat
bisa memakai hukum yang lain, di mana hukm tersebut dapat memerikan rasa keadilan.7
Filosof Aristoteles memperkenalkan teori etis dalam bukunya yang berjudul Rhetorica
dan Ethica Nichomacea bahwa tujuan hukum adalah semata-mata untuk mewujudkan keadilan.
Maksud dari keadilan tersebut ialah Ilustitia est constans et perpetua ius suum cuique tribuere
yang artinya memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi bagian atau haknya, bagian atau
hak setiap orang tidak sama.8

3
https://ylbhi.or.id/informasi/kegiatan/living-law-dalam-rkuhp/ diakses pada tanggal 25 Mei 2022. 10.43 WIB
4
abenta.files.wordpress.com/2013/03/penemuan-dan-pembentukan-hukum-the-living-law- melalui-putusan-
hakim.pdf, Cut Asmaul Husna TR, diakses pada tanggal 25 Mei 2022. 10.53 WIB
5
http://nursuciramadhan.blogspot.com/2012/10/sejarah-lahirnya-sosiologi-hukum.html,diakses pada tanggal 25
Mei 2022. 11.01 WIB
6
Ratno Lukito, Tradisi Hukum Indonesia,(Yogyakarta:Penerbit Teras, 2008), 18.
7
Zaenul Mahmudi, Keadilan Dalam Pembagian Warisan Bagi Perempuan Dalam Islam, Disertasi Doktor, (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel, 2012), 234.
8
Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum; sebuah sketsa (Bandung: PT Refika Aditama, 2003), 23-24.
Sumber :
Living Law dalam RKUHP. https://ylbhi.or.id/informasi/kegiatan/living-law-dalam-rkuhp/
Iman Sudiyat, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar,(Yogyakarta : Liberty Yogyakarta,
1991),8.
Abenta.files.wordpress.com/2013/03/penemuan-dan-pembentukan-hukum-the-living-law-
melalui-putusan-hakim.pdf, Cut Asmaul Husna TR, diakses pada tanggal 25 Mei 2022.
10.53 WIB
http://nursuciramadhan.blogspot.com/2012/10/sejarah-lahirnya-sosiologi-hukum.html,
Ratno Lukito, Tradisi Hukum Indonesia,(Yogyakarta:Penerbit Teras, 2008), 18.
Zaenul Mahmudi, Keadilan Dalam Pembagian Warisan Bagi Perempuan Dalam Islam, Disertasi
Doktor, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2012), 234.
Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum; sebuah sketsa (Bandung: PT Refika
Aditama, 2003), 23-24.

Anda mungkin juga menyukai