OLEH :
NPM : B1A021263
Kelas : C
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN 2021/2022
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih
memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun Makalah ini dengan baik, namun
penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan kami
sebagai manusia biasa. Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan
baik dari segi teknik penulisan, maupun dari isi, maka kami memohon maaf dan
kritik serta saran dari dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan
oleh kami untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam
pengetahuan kita bersama.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Sampul Halaman......................................................................................................... I
Kata Pengantar ............................................................................................................ II
Daftar Isi..................................................................................................................... III
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
Bab 2 Kajian Teori
2.1. Makna Kemiskinan ..................................................................................... 4
2.2. Makna Sila Pancasila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” .................... 5
Bab 4 Pembahasan
3.1. Hasil Wawancara......................................................................................... 9
3.2. Analisis ....................................................................................................... 12
Bab 3 Kesimpulan dan Saran
4.1. Kesimpulan ................................................................................................. 17
4.2. Saran ........................................................................................................... 17
Referensi .................................................................................................................... 19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1
dukungan bidang-bidang lainnya, harus berorientasi kepada kesejahteraan
umum. Hal tersebut harus dimulai dengan memahami dengan baik seman gat
pembangunan nasional itu yang telah tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 baik pembangunan di bidang hukum maupun pembangunan di
bidang ekonomi. Kemudian pemerintah mempertegasnya dalam Undang-
Undang Negara Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, bahwa
keberhasilan pembangunan nasional dalam mewujudkan visi Indonesia
yang mandiri, maju, adil, dan makmllf perlu didukung oleh (I) komitmen
dari kepemimpinan nasional yang kuat dan demokratis; (2) konsistensi
kebijakan pemerintah; (3) keberpihakan kepada rakyal; dan (4) peran serta
masyarakat dan dunia usaha secara aktif. Dalam konteks diskursus ini,
butir ketiga itulah yang seyogianya menjadi fokus perhatian pemerintah
dalam berbagai kebijakan implementatif demi terwujudnya kesejahteraan
umum (Risladiba, 2021).
2
Negara dalam hal ini pemerintah, memiliki peran sentral dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial terutama karena selain Negara
memiliki kewajiban memenuhi hak-hak dasar publik sebagai konstituennya,
Negara juga memiliki peran utama sebagai regulator pembuat kebijakan
publik dan fasilitator penyediaan dan pengelolaan anggaran publik bagi
usaha kesejahteraan sosial (ITANG, 2018). Pemerintah yang responsif
dalam mengelola dan mengorganisasikan kinerjanya diharapkan mampu
menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya untuk menjamin pelayanan
kesejahteraan sosial dalam tingkat tertentu bagi warganya termasuk
komunitas di wilayah perbatasan. Namun demikian, dalam pelaksanaannya
pemerintah juga memiliki keterbatasan sehingga partisipasi masyarakat
sebagai pilar usaha kesejahteraan sosial, yang mencakup Negara pemerintah
daerah, masyarakat madani (civil society), sektor swasta, dan lembaga-
lembaga kemanusiaan internasional dirasakan sangat perlu. Namun
demikian, pemerintah belum dapat sepenuhnya memenuhi kewajibannya
dalam penyediaan pelayanan sosial. Oleh karena itulah maka partisipasi
masyarakat menjadi penting dalam pembangunan khususnya dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
4
kesengsaraan. Dan menariknya kemiskinan adalah masalah yang sulit
diselesaikan dan sangat kompleks. Ia dipengaruhi banyak faktor, antara
lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran, kesehatan, pendidikan,
akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografi, gender, dan lokasi
lingkungan. Karena dipengaruhi banyak faktor, kemiskinan juga dapat
menjadi pangkal masalah dari berbagai masalah pelik di suatu negara,
seperti kekurangan gizi, faktor lingkungan, kriminal dan berbagai yang pada
dasarnya bisa saling menjadi sebab akibat. Kemiskinan banyak dikatakan
bermuara pada lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty) dari
Nurkse.
5
kebebasannya yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan
masyarakat dan lingkungan (Asyafiq, (2018).
6
Sila kedua yakni “kemanusiaan yang adil dan beradab” sangatlah penting
pada situasi seperti ini. Bila masyarakat Indonesia menerapkan sila kedua
secara baik, maka Indonesia mempunyai kemungkinan yang kokoh dalam
menghadapi tantangan-tantangan dunia pada saat ini. Jadi sila kedua dapat
dikatakan sebagai salah satu jaring pengaman atas permasalahan yang
ditimbulkan arus globalisasi.
Pada saat ini masih penerapan sila kedua dari Pancasila di negara kita
masih sangat kurang Hal tersebut tercermin dari masih banyaknya kejahatan
di bidang hak azasi manusia (HAM) dan suasana yang berbau SARA, seperti
kampanye dari kubu-kubu tertentu yang menggunakan isu-isu SARA.
Kasus pelanggaran HAM merupakan hal yang sangat erat dengan
penyelewengan sila kedua dari Pancasila. Kalau kita simak, kasus
pelanggaran HAM berdasarkan sifatnya sebenarnya dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu kasus pelanggaran HAM berat seperti genosida, pembunuhan
sewenang-wenang, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, dan
perbudakan, sementara kasus pelanggaran HAM biasa antara lain berupa
pemukulan, penganiayaan, pencemaran nama baik, menghalangi orang dalam
mengekspresikan pendapatnya, dan menghilangkan nyawa orang lain.
Beberapa contoh kasus-kasus besar pelanggaran HAM dan isu SARA,
antara lain kasus peristiwa G30S/PKI tahun 1965, tragedi 1998, bom Bali,
kasus Salim Kancil, dan kerusuhan di kota Tanjungbalai, serta masih banyak
lagi kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya yang sampai saat ini masih marak
terjadi.
7
Sila kedua dibutuhkan guna menangkal berbagai ancaman kemanusiaan
serta untuk menegakkan nilai-nilai universal kemanusiaan di negara ini.
Selain itu sila ini juga harus mampu menjamin hukum yang adil bagi
masyarakat secara keseluruhan, utamanya demi penegakan HAM yang
bermartabat.
8
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.Hasil Wawancara
9
“Penghasilan saya menurun semenjak pandemi covid-19, perhari
cuma Rp. 400.000.- perhari, sebelum pandemi mencapai Rp. 1.000.000,-..
Rumah saya di jalan Narogong tidak jauh dari sini rumah kontrakan rumah
batu. Sudah 3 tahun saya menjual di sini jadi sudah lama, anak saya 2
orang sedag di pesantren, dan satunya lagi masih kecil. Maka dari itu saya
menambah penghasilan pada saat pandemi ini dengan menjual panah ”.
10
Walaupun ia memiliki pelanggan tetap, hal itu saja tak dapat membuat
kestabilan pendapatannya, berikut penuturannya:
“Saya masih mencoba untuk berdagang ini saja, karena saya sudah
merasakan berdagang sebelum adanya pandemi, jadi sudah nyaman. Saya
pun mau beralih profesi tapi keadannya sekarang begini”.
“Tidak ada, ahanya saja saya tiap harinya harus membayar uang
keamanan biasa dikutip oleh warga sekitar”
11
Peneliti juga menanyakan dari dari jam berapa mulai berdagang dan
menutup aktivitas dagangannya, informan menjawab:
“Saya keluar dari siang, sampai sore terkadang sudah habis, kalau
sedang laris jam 3 juga saya sudah pulang”.
3.2. Analisis
Pedagang kaki lima adalah pelaku usaha yang melakukan usaha
perdagangan dengan menggunakan sarana bergerak maupun tidak bergerak,
menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, jalan dan
bangunan milik pemerintah atau swasta yang bersifat sementara atau tidak
menetap. Ukuran-ukuran kesejahteraan sosial adalah dengan melihat
kualitas hidup dari segi materi seperti keadaan rumah, sandang, pangan, dan
papan, dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik seperti kesehatan tubuh,
lingkungan alam. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual seperti
moral keserasian, penyesuaian dan sebagainya. Faktor yang menyebabkan
para pedagang kaki lima mempertahankan usahanya meliputi kebutuhan
hidup baik sandang, pangan, dan papan, pendidikan yang rendah,
keterampilan yang tidak memenuhi, kemudahan dalam memasuki sektor
informal, dan memiliki modal yang kecil.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Noviyuanda (2018)
alasan pedagang kaki lima bertahan adalah karena faktor ekonomi, dalam
hal ini untuk mencari rezeki, memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan
keluarga, sehingga dapat mencukupi biaya pendidikan anak-anaknya, biaya
kontrakan, biaya kesehatan, dan biaya tak terduga selama mereka tinggal.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kondisi sosial ekonomi pedagang kaki
lima terhadap Kebijakan Pemerintah terkait adanya social distancing,
12
menyebabkan penurunan jumlah pelanggan sehingga pendapatan pedagang
kaki lima mengalami penurunan setelah adanya pandemi covid-19 disertai
kebijakan pemerintah yaitu social distancing. Adapun pedagang kaki
limayang mengatakan “setuju” terhadap kebijakan Pemerintah, mereka
mengatakan hanya bisa mengikuti apa yang di terapkan Pemerintah karena
tidak ada pilihan lain meskipun pendapatan mereka mengalami penurunan.
13
Ukuran-ukuran kemiskinan yang dirancang di pusat belum
sepenuhnya memadai dalam upaya pengentasan kemiskinan secara
operasional di daerah. Sebaliknya, informasi-informasi yang dihasilkan dari
pusat tersebut dapat menjadikan kebijakan salah arah karena data tersebut
tidak dapat mengidentifikasikan kemiskinan sebenarnya yang terjadi di
tingkat daerah yang lebih kecil. Oleh karena itu, di samping data kemiskinan
makro yang diperlukan dalam sistem statistik nasional, perlu juga diperoleh
data kemiskinan (mikro) yang spesifik daerah. Namun, sistem statistik yang
dikumpulkan secara lokal tersebut perlu diintegrasikan dengan sistem
statistik nasional sehingga keterbandingan antarwilayah, khususnya
keterbandingan antarkabupaten dan provinsi dapat tetap terjaga. Strategi
pertumbuhan ekonomi yang cepat yang tidak dibarengi pemerataan
merupakan kesalahan besar yang dilakukan para pemimpin negara-negara
sedang berkembang, termasuk Indonesia. Dalam menjalankan strategi
tersebut, pinjaman luar negeri telah memainkan peran besar sebagai sumber
pembiayaan. Padahal, sering terjadi adanya ketidaksesuaian antara paket
pembangunan yang dianjurkan donor dengan kebutuhan riil masyarakat.
Kebijakan fiskal dan moneter juga tidak pro kaum miskin, pengelolaan
sumber daya alam kurang hati-hati dan tidak bertanggung jawab,
perencanaan pembangunan bersifat top-down, pelaksanaan program
berorientasi keproyekan, misleading industrialisasi, liberalisasi
perekonomian terlalu dini tanpa persiapan yang memadai untuk melindungi
kemungkinan terpinggirkannya kelompok-kelompok miskin di dalam
masyarakat.
14
yang menjadi focus penanggulangan kemiskinan melalui strategi
pemberdayaan adalah penduduk miskin yang berusia produktif, yaitu
berkisar antara 15 tahun hingga 55 tahun.Penduduk miskin pada kisaran ini
yang sehat sacera jasmani maupun rohani merupakan sumber daya manusia
yang memiliki potensi besar untuk menjadi pelaku aktif dalam
pembangunan. Disamping itu, penduduk berusia produktif juga merupakan
individu yang berada pada fase berumah tangga,sehingga apabila tidak
ditangani dengan baik, dapat menciptakan penduduk miskin baru (Zahra,
2019).
15
16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
1. Disarankan agar pedagang kaki lima dapat beradaptasi dengan
kondisi sekarang ditengah pandemic covid-19 ini, tetap mematuhi
protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan memakai masker.
2. Disarankan kepada keluarga pedagang kaki lima agar dapat
membantu meringankan pedagang kaki lima dalam hal ini mencari
nafkah di masa pandemi covid-19 ini dengan sama-sama bekerja
dan tidak bertumpu seluruhnya kepada pedagang kaki lima.
3. Pedagang kaki lima juga harus melakukan evaluasi penjualan
setiap bulannya. Evaluasi berguna untuk melihat sejauh mana
penjualan yang dilakukan dan dapat melakukan perubahan-
perubahan dalam strategi.
4. Perlu adanya koordinasi kebijakan pengentasan kemiskinan antara
pusat dan daerah, mengingat masih tingginya tingkat kemiskinan
17
DAFTAR PUSTAKA
Zahra, A., Fatin A, A., Afuwu, H., & Auliyah R, R. (2019). Struktur Kemiskinan
Indonesia: Berapa Besar Pengaruh Kesehatan, Pendidikan dan Kelayakan
Hunian? Jurnal Inovasi Ekonomi, 4(02).
https://doi.org/10.22219/jiko.v4i2.9856
18
Anggono, B. D., & Damaitu, E. R. (2021). PENGUATAN NILAI-NILAI
PANCASILA DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL MENUJU
INDONESIA EMAS. Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, 34–44.
https://doi.org/10.52738/pjk.v1i1.22
19